Anda di halaman 1dari 22

PENDUGAAN STATUS MUTU AIR MENGGUNAKAN

METODE INDEKS PENCEMARAN


DI SUNGAI CIKAPUNDUNG KOTA BANDUNG
BAGI PEMBANGUNAN PERIKANAN

DRAFT USULAN PENELITIAN

ROBBY ALFIANSYAH
NPM 230110200176

UNIVERSITAS PADJADJARN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2023
PENDUGAAN STATUS MUTU AIR MENGGUNAKAN
METODE INDEKS PENCEMARAN
DI SUNGAI CIKAPUNDUNG KOTA BANDUNG
BAGI PEMBANGUNAN PERIKANAN

PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan Untuk Menempuh Ujian Proposal

ROBBY ALFIANSYAH
NPM 230110200176

UNIVERSITAS PADJADJARN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2023

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul
“Pendugaan Status Mutu Air Menggunakan Metode Indeks Pencemaran di
Sungai Cikapungun Kota Bandung Bagi Pembangunan Perikanan” Oleh
karenanya, pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada:

1. Dr. Yudi Nurul Ihsan, S.Pi., M.Si selaku Dekan Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan.
2. Dr. Ine Maulina, S.Pi., MT selaku Ketua Program Studi Perikanan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
3. Kedua orang tua, keluarga, dan kerabat atas segala doa dan semangat
yang selalu diberikan kepada penulis.
4. Rekan Perikanan C 2020 yang senantiasa menyemangati dan memberi
dukungan kepada penulis.

Demikian Proposal Penelitan ini dibuat, penulis mengharapkan kritik dan


sarannya agar menjadi masukan yang bermanfaat sehingga proposal penelitian ini
dapat memberikan dampat baik bagi penulis dan juga bagi lingkungan sekitar.

Jatinangor, November 2023

Robby Alfiansyah

ii
DAFTAR ISI
Bab Halaman

KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah...................................................................1
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................1
1.4 Kegunaan Penelitian...................................................................1
1.5 Kerangka Pemikiran...................................................................1
BAB II KAJIAN PUSTAKA............................................................................2
2.1 Sungai Cikapundung..................................................................2
2.2 Pencemaran Perairan..................................................................2
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pencemaran...................................3
2.3.1 Transparasi..............................................................................3
2.3.2 Derajat Keasaman (pH)...........................................................4
2.3.3 Suhu.........................................................................................5
2.3.4 Dissolved Oxygen (DO)..........................................................6
2.3.5 Biochemical Oxygen Demand (BOD).....................................6
2.3.6 Nitrogen...................................................................................7
2.3.7 Fosfor......................................................................................8
2.3.8 Total Suspended Solid (TSS) dan Total Dissolved Solid (TDS) 8
2.4 Metode Indeks Pencemaran.......................................................9
BAB III METODE PENELITIAN...................................................................10
3.1 Waktu dan Tempat.....................................................................10
3.2 Metode Pengambilan Data.........................................................10
3.3 Metode Analisis Data.................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................12

iii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

iv
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

I.2 Identifikasi Masalah


I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan riset ini adalah untuk menentukan status mutu air di Sungai
Cikapundung dengan menggunakan metode Indeks Pencemaran.

I.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan riset ini adalah sebagai informasi tentang kondisi kualitas air dan
status mutu air pada Sungai Cikapundung. Riset ini juga dapat menjadi informasi
acuan untuk pengelolaan perikanan di Sungai Cikapundung.

I.5 Kerangka Pemikiran

1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

II.1 Sungai Cikapundung


II.2 Pencemaran Perairan

Perairan mengandung berbagai macam mineral dan senyawa kimia yang


berperan penting bagi kelangsungan dan keseimbangan ekosistem di perairan.
Zaman yang semakin berkembang ditambah dengan banyaknya pembangunan
yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia ternyata di sisi
lain dapat berpengaruh buruk terhadap kondisi alami perarian dengan
meningkatnya senyawa baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya
(Dawud et al. 2016).
Pencemaran air adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh masukan beban
pencemaran atau limbah buangan. Pencemaran masuk ke dalam badan perairan
melalui atmosfer, tanah, limpasan atau run off dari lahan pertanian, limbah
domestik, limbah industri dan sebagainya (Effendi 2003). Menurut Peraturan
Perundangan Nomor 82 Tahun 2001, pencemaran air adalah masuknya atau
dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air
oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntuknnya.

Beban pencemar atau polutan adalah bahan asing bagi alam atau bahan yang
berasal dari alam itu sendiri dan masuk ke dalam sebuah tatanan ekosistem yang
mengganggu peruntukannya. (Effendi 2003). Berdasarkan karakteristik limbah
sumber pencemeran air dapat dibedakan menjadi dua sumber yaitu sumber limbah
domestik dan sumber limbah non-domestik. Sumber limbah domestik di dominasi
oleh limbah yang berasal dari aktivitas penduduk atau daerah pemukiman
sedangkan sumber limbah non-domestik berasal dari kegiatan seperti pertanian,
peternakan dan lain sebagainya. (Sahabuddin, Harisuseno, dan Yuliani 2014).
Kekurangan pengelolaan limbah domestik dan perilaku manusia yang secara
maupun tidak langsung membuang limbah organik dan anorganik serta limbah
padat dan cair ke badan air, telah meningkatkan tingkat polusi air dan menurunkan
kualitas air (Susanti dan Miardini 2017).

2
3

II.3 Faktor yang Mempengaruhi Pencemaran


Kondisi kualitas air yang diukur atau diuji sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku disebut kualitas air. Status mutu air adalah tingkat kondisi
mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi tidak tercemar pada suatu
perairan dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air
yang ditetapkan
(Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003).

Secara umum sumber pencemaran air dikategorikan menjadi dua sumber


yaitu:

1. Sumber langsung (point source) yaitu sumber pencemar yang berasal


dari lokasi titik tertentu di sepanjang badan air penerima dengan
sumber lokasi yang jelas. Tempat terjadinya pencemaran berasal dari
jalur pembuangan pipa limbah industri yang tidak mengolah limbah
atau membuang hasil pengolan limbah di IPAL (Instalasi Pengolahan
Air Limbah) yang masuk ke badan air penerima
(Sarminingsih et al 2017)
.
2. Sumber tidak langsung (non-point source), sumber tak langsung
adalah sumber yang disebabkan dari aktivitas peternakan, pertanian,
industri, dan domestik yang berupa penggunaan dari barang konsumsi
(Grandis et al. 2014).

Menurut PP No 82 Tahun 2001, Pengelolaan kualitas air adalah kegiatan


untuk pemeliharaan air sehingga dapat tercapai kualitas air yang selaras dengan
peruntukannya agar menjamin kualitas air sesuai kondisi alaminya. Dalam
pengelolaan kualitas air terdapat beberapa faktor fisik kimiawi perairan yang
dapat mempengaruhi kualitas air suatu perairan, diantaranya intensitas cahaya
matahari, kecerahan, suhu, derajat keasaman, oksigen terlarut, BOD, nitrogen dan
fosfor pada suatu perairan (PP No 22 Tahun 2021).
4

II.3.1 Transparasi
Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, nilai kecerahan dapat
ditentukan secara visual dengan menggunakan alat pengukur kecerahan air yaitu
secchi disk, secchi disk akan menghasilkan nilai kecerahan dalam satuan meter.
Nilai kecerahan pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca,
padatan tersuspensi, dan waktu pengukuran (Effendi 2003). Perairan tergenang
memiliki stratifikasi secara vertikal yang diakibatkan oleh perbedaan suhu dan
intensitas cahaya secara vertikal pada kolom air (Effendi 2003). Kecerahan dapat
disebabkan oleh adanya bahan organik dan bahan organik yang tersuspensi dan
terlarut maupun bahan an-organik dan organik yang berupa plankton dan
mikroorganisme lain (Davis dan Cornwell 1991 dalam Effendi 2003).

Berdasarkan intensitas cahaya yang masuk ke perairan menurut


(Effendi 2003)
, Stratifikasi vertikal kolom air dikelompokkan menjadi tiga lapisan, yaitu :

1. Lapisan eufotik, adalah lapisan dengan sinar matahari yang cukup.


Pada lapisan ini, lebih banyak oksigen dihasilkan melalui fotosintesis
daripada melalui respirasi.
2. Lapisan kompensasi, adalah lapisan yang memiliki intensitas cahaya
tinggal 1% dari intensitas cahaya di permukaan yang memiliki ciri
hasil fotosintesis yang sama dengan respirasi.
3. Lapisan profundal, adalah lapisan di bawah lapisan kompensasi
dengan intensitas cahaya disfotik atau afotik.

II.3.2 Derajat Keasaman (pH)


Nilai pH atau Derajat Keasaman adalah hasil dari pengukuran aktivitas ionik
dalam air dan menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa suatu perairan.
Derajat keasaman perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran,
terutama pencemaran yang berasal dari bahan organik. Karbondioksida akan
dihasilkan sebagai hasil dari mikroorganisme pengurai bahan organik. Pemecahan
bahan organik oleh mikroorganisme akan menghasilkan karbon dioksida. Karbon
dioksida yang meningkat akan mengakibatkan penurunan nilai pH jika sistem
buffer karbonat di perairan rendah. Perairan yang mempunyai pH rendah
5

menyebabkan meningkatknya toksisitas beberapa persenyawaan gas-gas tertentu


dalam air seperti amonia. Perubahan nilai pH suatu perairan dipengaruhi oleh
keberadaan sistem buffer karbonat (Azizah 2017).

(Mahida 1984) menyatakan bahwa limbah industri dan limbah keluarga dapat
mempengaruhi nilai pH perairan. Spesiasi senyawa kimia dan toksisitas elemen
jejak perairan dapat dipengaruhi oleh nilai pH, sebagai contoh H2S yang bersifat
toksik banyak ditemui di perairan tercemar dan perairan dengan nilai pH rendah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai pH diantaranya yaitu konsentrasi senyawa
organik, konsentrasi senyawa anorganik, konsentrasi CO2 dalam air, konsentrasi
karbonat dan bikarbonat serta suhu (Langkap 2019).

Derajat keasaman yang baik memiliki nilai sekitar 6,5 - 7,5. Derajat keasaman
dibawah 6,5 maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH
diatas 7,5 maka air tersebut bersifat basa (Wardhana 2004).

II.3.3 Suhu
Suhu dapat mempengaruhi sifat fisik dan kimia suatu perairan, maka suhu
merupakan parameter penting yang secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi biota perairan. (Azizah 2017). Suhu merupakan faktor penting
dalam keberlangsungan proses kimia dan biologi yang terjadi di dalam air, seperti
kehidupan dan perkembangbiakan organisme air. Umumnya suhu air bervariasi
antar kedalaman sungai, danau maupun badan air lainnya. Suhu juga berpengaruh
terhadap konsentrasi oksigen di dalam air, proses fotosintesis tumbuhan, kepekaan
organisme terhadap polusi dan laju metabolisme organisme air
(Laili Nur dan Sofyan 2017).

Suhu yang tinggi akan berpengaruh pada metabolisme dan pernafasan yang
terjadi pada suatu ekosistem dalam perairan dari peningkatan tersebut,
berpengaruh juga akan meningkatknya konsumsi oksigen, maka perairan dengan
suhu tinggi miskin akan oksigen. Menurut (Hutabarat dan Evans 1985), suhu
dapat mempengaruhi aktivitas metabolisme dan pertumbuhan cultivan, serta
6

jumlah oksigen terlarut dalam air, suhu air merupakan faktor yang sangat penting
bagi organisme akuatik.

Garis lintang, musim, ketinggian, waktu, sirkulasi udara, tutupan awan, aliran
air, dan kedalaman berdampak pada suhu badan air. Perubahan suhu berpengaruh
terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air (Effendi 2003). Suhu yang
tinggi akan menyebabkan peningkatan kecepatan dekomposisi bahan organik oleh
mikroba (Effendi 2003).

II.3.4 Dissolved Oxygen (DO)


Dissolved Oxygen merupakan jumlah oksigen yang terkandung dalam air,
oksigen terlarut menggukan pengukuran satuan milikigram per liter. Oksigen
terlarut digunakan untuk mengukur tingkat kekotoran limbah yang. Semakin
sedikit limbah kotor semakin banyak oksigen terlarut. Akibatnya, DO berbanding
terbalik dengan BOD. (Sugiharto 1987)
Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi banyak faktor, diantaranya yaitu
suhu, pergerakan air permukaan, tekanan atmosfer, konsentrasi garam (salinitas),
luas daerah permukaan yang terbuka, dan presentase oksigen di sekelilingnya.
Berkurangnya konsentrasi oksigen terlarut dalam air dapat disebabkan oleh
meningkatnya temperatur dan salinitas, proses respirasi organisme perairan, dan
proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Proses respirasi yang
meningkat dapat menyebabkan meningkatnya jumlah karbon organik dalam air
yang mengakibatkan menurunnya nilai oksigen terlarut (Langkap 2019)
Oksigen terlarut penting keberadaannya di dalam perairan, jika tidak ada
oksigen terlarut maka banyak mikroorganisme tidak dapat hidup dikarenakan
oksigen terlarut digunakan dalam proses degradasi senyawa organik dalam
air. Oksigen yang dihasilkan oleh reaksi fotosintesis alga merupakan oksigen yang
tidak efisien, karena oksigen yang terbentuk akan digunakan oleh alga itu
sendiri untuk melakukan metabolisme ketika tidak ada cahaya. Kelarutan oksigen
dalam air tergantung dari temperature dan tekanan atmosfir (Warlina 2004)
7

II.3.5 Biochemical Oxygen Demand (BOD)


Biochemical Oxygen Demand adalah pengukuran konsumsi oksigen terlarut
oleh mikroorganisme selama oksidasi zat yang tereduksi dalam air dan air limbah.
Sumber BOD adalah karbon organik yang mudah terurai secara hayati dan
amonia. Senyawa ini adalah komponen umum atau produk sampingan dari proses
metabolisme limbah tumbuhan, hewan dan aktivitas rumah tangga serta industri.
Penurunan kadar oksigen terlarut dapat disebabkan oleh pembuangan limbah
dengan kadar BOD yang tinggi dengan turungnya kadar oksigen terlarut juga
makan akan menybabkan kematian ikan di badan perairan. (Mihelcic et al. 2009).

Bakteri dapat menggunakan oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi.
Namun jika badan air tercemar oleh bahan organik dapat mengakibatkan matinya
biota di dalam air dan keadaan menjadi anaerobik yang dapat menimbulkan bau
busuk di dalam air. Semakin tinggi angka BOD maka derajat pencemaran limbah
juga semakin besar. (Ningurm 2018).

BOD dapat diperuntukan sebagai indikator terjadinya pencemaran di perairan.


Nilai BOD yang tinggi pada suatu perairan maka mengindikasikan bahwa perairan
tersebut telah tercemar (Agustira dan Sari Lubis 2013).

II.3.6 Nitrogen
Pada perairan, nitrogen dapat berupa nitrogen organik dan nitrogen an-
organik. Nitrogen an-organik terdiri dari ammonium, amonia, nitrit, nitrat serta
molekul nitrogen gas. Nitrogen organik dapat berupa protein, asam amino dan
urea. Nitrogen antropogenik di perarian bersumber dari kawasan pertanian
maupun kegiatan domestik (Effendi 2003).

Nitrogen merupakan unsur pembentuk dalam pembentukan senyawa


ammonia, senyawa ammonia di perairan merupakan hasil pemecahan nitrogen
organik (protein dan Urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat didalam tanah
dan air yang berasal dari dekomposisi bahan organik. Ammonia pada perairan
perlu diperhatikan dan ditangani karena dalam jumlah berlebih maka senyawa
ammonia bersifat toksik terhadap biota akuatik (Novita et al. 2015)
8

Pada waduk, amonia berasal dari nitrogen organik dan anorganik yang
terdapat di dalam tanah serta air yang bersumber dari dekomposisi bahan
oporganik oleh jamur dan mikroba. Selanjutnya, amoniak juga dihasilkan dari
denitrifikasi pada dekomposisi limbah oleh mikroba pada kondisi anaerob
(Tresna 2000)
.

II.3.7 Fosfor
Fosfor memegang peran penting karena fosfor berfungsi dalam pembentukan
protein serta metabolisme bagi organisme. Selain itu fosfor juga berfungsi dalam
transfer energi dalam sel misalnya adenosine trifosfate (ATP) dan adenosine
difosfate (ADP) (Boyd 1979).

Fosfor di perairan berasal dari deposit fosfor pada limbah domestik, limbah
industri, pertanian, pertambangan dan lain sebagainya. Fosfor berada dalam
bentuk senyawa fosfat, terdiri atas fosfat terlarut dan fosfat partikulat. Fosfat
terlarut terbagi dua yaitu fosfat organik dan fosfat anorganik yang terdiri atas
ortofosfat dan polifosfat. Fosfat yang berlebih dalam perairan dapat menyebabkan
eutrofikasi yang berdampak pada penurunan konsentrasi oksigen dalam badan air
sehingga menyebabkan kematian biota air. Disamping itu, alga biru yang tumbuh
subur karena melimpahnya fosfat mampu memproduksi senyawa racun yang
dapat meracuni badan air (Rumhayati 2010).

Pada perairan, fosfat merupakan unsur yang sangat berpengaruh pada tingkat
produktivitas suatu perairan, karena fosfat merupakan senyawa esensial bagi
tumbuhan dan alga pada suatu perairan (Rumanti, Rudiyanti, and Suparjo 2014)

II.3.8 Total Suspended Solid (TSS) dan Total Dissolved Solid (TDS)
Total Suspended Solid (TSS) merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi
kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang
paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu
perairan. TSS tersusun dari zat padat (pasir, lumpur dan tanah liat) atau partikel-
partikel yang tersuspensi di dalam air dan dapat berupa komponen biotik seperti
plankton, bakteri serta fungi maupun komponen abiotik (detritus dan partikel
9

organik) (Tarigan dan Edward 2003). Nilai TSS dapat menjadi salah satu
parameter biofisik perairan yang secara dinamis mencerminkan perubahan yang
terjadi di daratan maupun di perairan. TSS bermanfaat untuk menganalisis
perairan dan buangan domestik yang tercemar, selain itu TSS juga dapat
digunakan untuk mengevaluasi mutu air serta menentukan efesiensi unit
pengolahan (Hidayat, Suprianto, dan Sari Dewi 2016)

Total Dissolved Solid (TDS) adalah total zat terlarut yang dapat melewati
kertas saring. Tingkat konsentrasi TDS pada suatu perairan memiliki Baku mutu
tertentu yang menunjukkan bahwa perairan tersebut masih dalam kondisi baik
Menurut PP No.22 Tahun 2021 kriteria air yang sesuai baku mutu adalah <1000
mg/l yang artinya jumlah residu terlarut dalam perairan masih memenuhi standar
baku mutu air (Silitonga et al. 2018).

II.4 Metode Indeks Pencemaran


Upaya dalam pengelolaan sumber daya air adalah mengevaluasi secara berkala
tingkat pencemaran air untuk mengetahui kualitas suatu perairan. Metode Indeks
Pencemaran (IP) merupakan salah satu metode analisis kualitas air yang
ditetapkan pada Kepmen LH Nomor 115 Tahun 2003 serta telah diterapkan di
Indonesia untuk melakukan evaluasi tentang sejauh mana tingkat pencemaran di
perairan. Metode Indeks Pencemaran merupakan metode berbasis indeks yang
didasarkan pada dua indeks kualitas, yang pertama yaitu indeks maksimum (IM)
yang menunjukan satu jenis parameter dominan yang menyebabkan turunnya
kualitas air pada satu kali pengamatan lalu yang kedua adalah indeks rata-rata (IR)
yang menunjukan tingkat pencemaran rata-rata dari keseluruhan parameter dalam
satu kali pengamatan (Marganingrum et al. 2013).

Pengelolaan kualitas air berdasarkan metode Indeks Pencemaran (IP) dapat


menjadi salah satu alternatif dalam menilai kualitas badan air untuk peruntukan
tertentu dan sebagai masukan dan pertimbangan data bagi pengambil kebijakan
ataupun pengelola, sehingga dapat melakukan tindak lanjut untuk meningkatkan
kualitas air akibat adanya pencemaran sesuai baku mutu peruntukannya. Metode
10

IP mencakup berbagai kelompok parameter kualitas air yang independen dan


bermakna (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor : 115 Tahun 2003).
BAB III
METODE PENELITIAN

III.1 Waktu dan Tempat


III.2 Metode Pengambilan Data

Metode yang digunakan dalam riset ini adalah metode survei dan metode yang
digunakan dalam pengambilan sampel adalah metode purposive sampling,
purposive sampling merupakan metode yang menentukan titik sampling atau titik
pengambilan data pengamatan berdasarkan pertimbangan penelitinya
(Sudjana 2005)
. Metode purposive sampling digunakan dengan pertimbangan areal cakupan
Sungai Cikapundung yang cukup luas sehingga tidak dimungkinkan diteliti secara
keseluruhan dikarenakan keterbatasan tenaga, biaya dan waktu. Sedangkan Untuk
metode analasis yang dilakukan berupa metode analisis secara deskriptif
komparatif, yang mengacu pada PP Nomor 22 Tahun 2021 dan
Kepmen LH Nomor 114 Tahun 2003.

III.3 Metode Analisis Data

Analisis digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Indeks


Pencemaran berdasarkan Kepmen Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003.

Indeks pencemaran digunakan guna memutuskan status mutu air dengan


kelas baku mutu air pada parameter kualitas air yang diizinkan. Perhitungan
indeks kualitas air menggunakan metode indeks pencemaran memiliki rumus
sebagai berikut :

11
12


Ci Ci
( )² M +( )² R
Lij Lij
PIj=
2

Keterangan :

PIj : indeks pencemaran bagi peruntukan


Lij : konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan
dalam baku peruntukan air
Ci : konsentrasi parameter kualitas air yang diperoleh dari
hasil survey
(Ci/Lij)M : nilai Ci/Lij maksimum
(Ci/Lij)R : nilai Ci/Lij rata-rata
DAFTAR PUSTAKA

Agustira, Riyanda, and Kemala Sari Lubis. 2013. “KAJIAN KARAKTERISTIK


KIMIA AIR, FISIKA AIR DAN DEBIT SUNGAI PADA KAWASAN DAS
PADANG AKIBAT PEMBUANGAN LIMBAH TAPIOKA.” Jurnal Online
Agroekoteknologi 1(3):615.
Andi Gustiani Salim dan I Wayan S. Dharmawan. 2017. Analisis Kualitas Air Sungai
Di DAS Citarum Bagian Hulu. Bogor: Forda Press.
Arnop, Operi, Budiyanto Budiyanto, and Rustama Saefuddin. 2019. “KAJIAN
EVALUASI MUTU SUNGAI NELAS DENGAN METODE STORET DAN
INDEKS PENCEMARAN.” Naturalis: Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumber
Daya Alam Dan Lingkungan 8(1):15–24. doi: 10.31186/NATURALIS.8.1.9158.
Arya Gemilang, Wisnu, and Guntur Adhi Rahmawan. 2017. “KUALITAS PERAIRAN
TELUK AMBON DALAM BERDASARKAN PARAMETER FISIKA DAN
KIMIA PADA MUSIM PERALIHAN I Inner Ambon Bay Water Quality Based
Physical and Chemical Parameters In Transition Season I.” EnviroScienteae
13(1).
Atyanto Dharoko, Tony, Widayati Ani, and Kholil. 2015. “PENDEKATAN MULTI
DIMENSIONAL SCALING UNTUK EVALUASI KEBERLANJUTAN
WADUK CIRATA - PROPINSI JAWA BARAT (Multidimensional Scaling
Approach to Evaluate Sustainability of Cirata Reservoir – West Java Province).”
Jurnal Manusia Dan Lingkungan 22(1):22–31. doi: 10.22146/JML.18721.
Azizah, Diana. 2017. “Kajian Kualitas Lingkungan Perairan Teluk
TanjungpinangProvinsi Kepulauan Riau.” Dinamika Maritim 6.
Boyd, Claude E. 1979. Water Quality in Warmwater Fish Ponds . Auburn Alabama:
Agricultural Experiment Station.
Costa-Pierce, Barry A., and Otto Soemarwoto. 1990. “Reservoir Fisheries and
Aquaculture Development for Resettlement in Indonesia.” 378.
Dawud, Muhammad, Idi Namara, Nurul Chayati, and Fadhilla Muhammad. 2016.
ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR SUNGAI CISADANE
KOTA TANGERANG BERBASIS MASYARAKAT.
Effendi, Hefni. 2003. “Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya Dan
Lingkungan Perairan.”
Hanisa, Estu, Winardi Nugraha, and Anik Sarminingsih. 2017. PENENTUAN STATUS
MUTU AIR SUNGAI BERDASARKAN METODE INDEKSKUALITAS AIR–

13
NATIONAL SANITATION FOUNDATION (IKA-NSF) SEBAGAI
PENGENDALIAN KUALITAS LINGKUNGAN. Vol. 6. Semarang.
Hendro Tjahjo, Didik Wahju, and Ali Suman. 2008. “PENGELOLAAN PERIKANAN
WADUK SAGULING,CIRATA, DAN IR. H. DJUANDA, JAWA BARAT.”
Hidayat, Diky, R. Suprianto, and Putri Sari Dewi. 2016. “PENENTUAN
KANDUNGAN ZAT PADAT (TOTAL DISSOLVE SOLID DAN TOTAL
SUSPENDED SOLID)DI PERAIRAN TELUK LAMPUNG.” Analit: Analytical
and Environmental Chemistry 1(01).
Hidayat, Oleh Asep, Agnia Ramdani, and Siti Latifah Romadhoni. 2022.
“PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA DI WADUK
CIRATA, KABUPATEN PURWAKARTA.” 3(6).
Hutabarat, Sahala, and Stewart M. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. Jakarta: UI-
Press.
Jubaedah, Iis, Dinno Sudinno, and Pigoselpi Anas. 2014. “ANALISIS KONDISI
KUALITAS AIR DAN PRODUKTIVITAS BUDIDAYA KERAMBA JARING
APUNG DI WADUK CIRATA KABUPATEN CIANJUR PROVINSI JAWA
BARAT.”
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 114
TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PENGKASIAN UNTUK
MENETAPKAN KELAS AIR.
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 115
TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN STATUS MUTU AIR.
Kusumawardhani, Andini. 2017. “Analisis Biaya Dan Manfaat Kelembagaan
Pengelolaan Waduk Cirata Provinsi Jawa Barat.”
Laili Nur, Fanti, and Asep Sofyan. 2017. IDENTIFIKASI DAYA TAMPUNG BEBAN
PENCEMARAN SUNGAI CITARUM HILIR DI KARAWANG DENGAN WASP
IDENTIFICATION OF TOTAL MAXIMUM DAILY LOAD (TMDL) OF
DOWNSTREAM CITARUM RIVER IN KARAWANG USING WASP. Vol. 23.
Bandung.
Langkap, Karismawati. 2019. PENGARUH KEPADATAN Lemna Sp. SEBAGAI AGEN
FITOREMEDIASI DALAM MENINGKATKAN KUALITAS AIR (DO, TDS, PH
Dan KEKERUHAN).
Mahida, U. N. 1984. Pencemaran Air Dan Pemanfaatan Limbah Industri . Jakarta:
Rajawali.
Marganingrum, Dyah, Dwina Roosmini, Pradono Pradono, and Arwin Sabar. 2013.
“Diferensiasi Sumber Pencemar Sungai Menggunakan Pendekatan Metode Indeks

14
Pencemaran (IP) (Studi Kasus: Hulu DAS Citarum).” Jurnal RISET Geologi Dan
Pertambangan 23(1):41. doi: 10.14203/risetgeotam2013.v23.68.
Muhtadi, Ahmad, Hesty Wahyuningsih, Natasya Zaharuddin, and Aniliza Sihaloho.
2018. “Status Kualitas Air Dan Kesuburan Perairan Danau Kelapa Gading Kota
Kisaran Provinsi Sumatera Utara.” Talenta Conference Series: Agricultural and
Natural Resources (ANR) 1(1):27–33. doi: 10.32734/anr.v1i1.92.
Mukate, Shrikant, Vasant Wagh, Dipak Panaskar, James A. Jacobs, and Akash Sawant.
2019. “Development of New Integrated Water Quality Index (IWQI) Model to
Evaluate the Drinking Suitability of Water.” Ecological Indicators 101:348–54.
doi: 10.1016/J.ECOLIND.2019.01.034.
Mz, Novita, Kadarwan Soewardi, Niken Tunjung, and Murti Pratiwi. 2015. “Penentuan
Daya Dukung Perairan Untuk Perikanan Alami (Studi Kasus: Situ Cilala,
Kabupaten Bogor) (Aquatic Carrying Capacity Assessment for Extensive Fishing
(Case Study: Cilala Lake, Bogor Regency)).” Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia
(JIPI) 20(1):71.
Ningurm, Oktavia. 2018. ANALISIS KUALITAS BADAN AIR DAN KUALITAS AIR
SUMUR DI SEKITAR PABRIK GULA REJO AGUNG BARU KOTA MADIUN.
Surabaya.
Panthera Grandis, Raga Irsanda, Nieke Karnaningroem, and Didik Bambang. 2014.
“Analisis Daya Tampung Beban Pencemaran Kali Pelayaran Kabupaten Sidoarjo
Dengan Metode Qual2kw.” Jurnal Teknik Pomits 3.
Penn, Michael R., James J. Pauer, and James R. Mihelcic. 2009. BIOCHEMICAL
OXYGEN DEMAND.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2021
TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.
Prasiwi, Ilma, and Eka Wardhani. 2018. “Analisis Hubungan Kualitas Air Terhadap
Indeks Keanekaragaman Plankton Dan Bentos Di Waduk Cirata.” Rekayasa
Hijau : Jurnal Teknologi Ramah Lingkungan 2(3). doi: 10.26760/JRH.V2I3.2510.
Pratiwi, Niken TM, Sigid Hariyadi, Nugraha Bagoes Soegesty, and Dwi Yuni
Wulandari. 2020. “Penentuan Status Trofik Melalui Beberapa Pendekatan (Studi
Kasus: Waduk Cirata) [Trophic Status Determination Based on Several
Approaches (Case Study: Cirata Reservoir)].” Jurnal Biologi Indonesia. doi:
10.47349/jbi/16012020/89.
Putro, Bramantiyo Eko, and Isma Masrofah. 2019. “Kualitas Fisik Dan Kimia Sungai
Citarum Yang Bermuara Ke Waduk Cirata Di Wilayah Kabupaten Cianjur.”

15
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi 19(3):628. doi:
10.33087/jiubj.v19i3.711.
Rumanti, Menur, Siti Rudiyanti, and Nur Mustofa Suparjo. 2014. “HUBUNGAN
ANTARA KANDUNGAN NITRAT DAN FOSFAT DENGAN KELIMPAHAN
FITOPLANKTON DI SUNGAI BREMI KABUPATEN PEKALONGAN.”
DIPONEGORO JOURNAL OF MAQUARES.
Rumhayati, Barlah. 2010. Studi Senyawa Fosfat Dalam Sedimen Dan Air
Menggunakan Teknik Diffusive Gradient in Thin Films (DGT) Study of Phosphate
Compounds in Sediment and Water Using Diffusive Gradient in Thin Films
(DGT) Technique. Malang.
Rustadi. 2009. “EUTROFIKASI NITROGEN DAN FOSFOR SERTA
PENGENDALIANNYA DENGAN PERIKANAN DI WADUK SERMO
(Eutrophication by Nitrogen and Phosphorous and Its Control Using Fisheries in
Sermo Reservoir).” Jurnal Manusia Dan Lingkungan 16(3):176–86. doi:
10.22146/JML.18704.
Sahabuddin, Hartina, Donny Harisuseno, and Emma Yuliani. 2014. Analisa Status
Mutu Air Dan Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Wanggu Kota Kendari.
Malang.
Silitonga, Yohana T. E., Bambang Sulardiono, Pujiono Wahyu, Purnomo Program,
Studi Manajemen, and Sumberdaya Perairan. 2018. “PERANAN TATA GUNA
LAHAN BAGIAN HULU TERHADAP KESUBURAN PERAIRAN PADA
WADUK JATIBARANG, SEMARANG.” Management of Aquatic Resources
Journal (MAQUARES) 7(1):39–48. doi: 10.14710/MARJ.V7I1.22523.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. 1st ed. Bandung: Tarsito.
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah . 1st ed. Jakarta: UI-Press.
Susanti, Pranatasari Dyah, and Arina Miardini. 2017. “The Impact of Land Use Change
on Water Pollution Index of Kali Madiun Sub-Watershed.” Forum Geografi
31(1):128–37. doi: 10.23917/FORGEO.V31I1.2686.
Tarigan, M. S., and Edward. 2003. “KANDUNGAN TOTAL ZAT PADAT
TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN RAHA,
SULAWESI TENGGARA.” MAKARA, SAINS 7(3).
Tjahjo, Didik Wahju Hendro, and Ali Suman. 2017. “PENGELOLAAN PERIKANAN
WADUK SAGULING, CIRATA, DAN IR. H. DJUANDA, JAWA BARAT.”
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia 1(2):113. doi:
10.15578/JKPI.1.2.2009.113-120.
Tresna, Sastrawijaya. 2000. Pencemaran Lingkungan . 2nd ed. Jakarta: Rineka Cipta.

16
Wahyuni, Sri, and Ridwan Affandi. 2014. DISTRIBUSI SECARA SPASIAL DAN
TEMPORAL IKAN DI WADUK CIRATA, JAWA BARAT (Spatial and Temporal
Distribution of Fishes in Cirata Reservoir, West Java).
Wardhana, Wisnu A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan . Yogyakarta: Andi.
Warlina, Lina. 2004. “PENCEMARAN AIR: SUMBER, DAMPAK DAN
PENANGGULANGANNYA.”
Yudhi, Oleh :., and Soetrisno Garno. 2002. “Kualitas Perairan Waduk Cirata Dinamika
Kualitas Air Di Dua Lokasi Yang Berbeda Jumlah Keramba Jaring Apungnya.”
Jurnal Teknologi Lingkungan BPPT 3(1):146071. doi: 10.29122/JTL.V3I1.236.
Yusrizal, Heri. 2015. “EFEKTIVITAS METODE PERHITUNGAN STORET, IP
DAN CCME WQI DALAM MENENTUKAN KUALITAS AIR WAY
SEKAMPUNG PROVINSI LAMPUNG.” Universitas Lampung, Lampung.

17

Anda mungkin juga menyukai