Anda di halaman 1dari 46

Prolog

Narendra Binaya Abhitama, lelaki tampan Si most wanted boy sekolah sekaligus anak
pemilik yNayasan yang mempunyai sikap dingin, cuek, tak peduli sekitar dan sedikit irit
berbicara, sekalinya bicara ucapanya pedas dan menyakitkan. Ia merupakan anak dari
pasangan Bagas Abhitama dan Rina Abhitama. Ia juga memiliki 3 sahabat.
Raka Andrian, lelaki imut yang memBuat para gadis tergila karena wajahnya yang terkesan
baby face. Ia merupakan sahabat Narendra yang paling jahil dan cerewet.
Gevan Rahaja, lelaki plNayboy yang mantannya ada di mana mana, hampir setiap minggu ia
bergonti-ganti pasangan karena ketampanannya.
Arya Reynandhika Dirgantara, merupakan sahabat yang paling dekat dengan Narendra. Biasa
di sapa Arya. Ia juga kembarannya Naya tetapi tidak ada yang mengetahui. Arya lah yang
sikapnya paling dewasa, ia juga murah senyum, tampan dan mempunyai lesung pipi di
sebelah kiri. MemBuat para gadis gila akan senyumnya.
Naren, Raka, Gevan dan Arya bersahabat sejak SD.
Nayara Reynandita Dirgantara, gadis cantik berlesung pipi kiri dan kanan sangat
disNayangkan ia tak pernah senyum merupakan murid pindahan Bandung yang memiliki
sikap datar, dingin, cuek dan sedikit ketus, untuk semua orang kecuali keluarganya ia akan
berubah meskipun sedikit. Ia mempunyai kembaran bernama Arya Reynandhika Dirgantara.
Naya dan Arya merupakan anak dari pasangan Adhika Candra Dirgantara dan Andita Putri.
Dan Naya rasa bahwa hidupnya hanya mengenal hitam-putih, tidak ada warna lain. Naya
memiliki masa lalu yang kelam. Mungkin sikap datar, dingin, cuek dan ketusnya itu karena
kenangan masa lalunya.
BAB 1
Seorang siswi dengan berseragam lengkap SMA FERNANDO baru saja turun dalam mobil.
Ia tidak mengendarai sendiri melainkan diantar sang supir, setelah turun dari dalam mobil
banyak yang menatapnya sambil berbisik bisik tentangnya.
Inilah yang tak ia sukai menjadi pembicaraan topik. Tetapi Naya Dirgantara
menghiraukannya. Lalu berjalan melewati koridor untuk mencari dimana ruang kepala
sekolah itu berada.
Hingga dirinya sampai di depan pintu ruang kepala sekolah. Naya mengetuk pintu terlebih
dahulu lalu masuk setelah mendapatkan jawaban dari dalam.
"Permisi," Kata Naya dengan suara dinginnya.
Hingga suara pintu terBuka dan "Ya ampun kamu Naya kan udah besar makin cantik aja,
Tante kangen banget sama kamu," Ucap Bu Indah, selaku kepala sekolah sekaligus adik
Mamanya dan wali kelas XII MIPA 1.
Naya hanya memutar bola mata jengah karena kecerewetan tantenya dan membalas dengan
deheman malas, "Hmm"
"Kamu tetap tidak berubah ya Nay, ya udah tante antar kamu ke kelas ya?"
"Iya" Jawab Naya.
.....

Narendra, Raka dan Gevan baru saja sampai di sekolah, mereka berangkat bersama
menggunakan mobil Raka, karena mereka tetanggaan. Kenapa Arya tidak berangkat bareng?
Alasannya simpel beda arah.
Mereka berjalan beriringan di koridor sekolah dengan Naya masing masing, banyak sekali
pasang mata menatap mereka kagum, apalagi siswi-siswi di sekolah ini.
Sampailah di ruang kelas mereka, Narendra berjalan ke arah mejanya lalu menyimpan tasnya
di atas meja. Ia duduk sendirian tak ada yang boleh duduk bersamanya meskipun sahabatnya.
"Hey" Arya setelah melihat sahabat sahabatnya datang.
"Eh, Arya udah dateng lo?" Sapa Gevan setelah duduk di bangkunya.
"Iya" Jawab Arya.
"Lo bareng Gevan berangkatnya, Ren?" Lanjut Arya.
"Hm" Yang dibalas dengan deheman oleh Narendra.
"Iih babang Arya kok dedek Raka nggak ditanya cih?" Rengek Raka sambil mengerucutkan
bibirnya. Dibalas gedikkan ngeri oleh Arya.
"Jijik goblok" Celetuk Gevan.
"Iih bang Naren bantuan dedek Raka dong," Pinta Raka pada Narendra sambil menggoyang
goyangkan lengan Naren.
"Bacot" Ucap Naren.
Arya dan Gevan hanya tertawa dan dibalas tatapan tajam oleh Narendra, dan di ketawain oleh
Raka karena mereka tak berani dengan tatapan tajam milik Narendra.
Bel berBunyi pertanda jam pertama akan dimulai. Semua murid berhamBuran masuk
sekelasnya masing masing. Seorang guru memasuki kelas XII MIPA 1 bersama gadis cantik
berwajah datar.
Narendra dan sahabat sahabatnya ini sama sama berada dikelas XII MIPA 1, otak otak
mereka lumayan diatas rata rata jadi mereka satu kelas. Sejak SD mereka satu kelas entah ini
kebetulan atau memang takdirnya mereka selalu bersama, tidak ada yang tahu.
Seketika kelas menjadi hening ketika Bu Indah memasuki kelas.
"Selamat pagi semua," Sapa Bu Indah ramah.
"Pagi," Jawab mereka serempak.
"Oke, sekarang Ibu bakal memperkenalkan keluarga baru kita, Naya perkenalkan namamu,"
Ucap Bu Indah mempersilahkan Naya memperkenalkan diri.
"Saya Nayara Reynandita D. pindahan dari Bandung," Ucap Naya dingin dengan wajah
datarnya.
"Ada yang ingin ditanyakan kepada Naya?" Tanya Bu Indah.
"Naya minta no teleponnya dong"
"Minta no WA dong"
"Pacar gue itu"
"Alamat rumahnya mana?"
"Pacaran yuk?"
"Cantik banget sih"
"Anjir ice nya nambah satu"
"Cocok tuh sama Naren sama sama dingin, yang satu ganteng yang satunya cantik perfect
banget"
"Cocokan juga sama gue"
"Idih pede amat mbak ngaca dong"
"Oh ya kenapa namanya di singkat?"
Begitulah celetukan celetukan yang terlontar dari mulut para siswa siswi di kelas XI MIPA 1.
"Hey udah dong jangan berisik! Silahkan Naya duduk di samping Narendra," Ucap Bu Indah
sambil menunjuk bangku Narendra.
Setelah itu Naya berjalan kearah bangkunya dan mendaratkan bokongnya.
Kelas pun seperti biasanya sampai bel istirahat berbunyi, para murid pun memasukkan buku-
bukunya kedalam tas masing masing lalu beranjak pergi dari kelas.
"Hai nama gue Raka Andrian panggil aja Raka. Gue yang paling ganteng diantara geng gue,"
Ucap Raka percaya diri.
"Ngaca bos, yang paling ganteng tu yang lagi duduk disamping Naya," Tunjuk Arya kepada
Narendra.
"Ya kali kali kek gue yang paling ganteng," Kesal Raka.
"Hai, aku Gevan Rahaja. Kamu panggil aja Gevan atau kalau mau panggil sayang juga gak
papa kok," Ucap Gevan.
"Jangan mau sama Gevan, dia ceweknya banyak," Celetuk Raka.
"Bilang aja lo iri karena gak laku," Jawab Gevan sambil menjitak kepala Raka.
"Halo gue Arya Reynandhika Dirgantara panggil aja Arya," Ucap Arya.
'Udah tau' Batin Naya sambil memutar bola jengah.
Naya dan Narendra hanya melihat perdebatan mereka dengan wajah datar.
"Berisik," Ucap mereka bersamaan.
Arya melihat tingkah sahabat dan kembarannya hanya geleng geleng kepala. Naya pun pergi
keluar keluar kelas untuk pergi ke belakang sekolah.
"Ciee ngomongnnya bareng," Goda Raka pada Naren
"Jodoh kali," Celetuk Gevan.
Arya hanya tersenyum 'Semoga Naren bisa balikin sifat lo Nay' Batin Arya memandang
Narendra dengan tatapan permohonan.
"Bacot," Ucap Naren sembari beranjak dari bangkunya yang diikuti oleh Arya dan Gevan.
"Ish main tinggal tinggal aja sih," Gerutu Raka.
"Tungguin," Teriak Raka.
.....

Sesampai di taman Naya hanya diam dan memejamkan mata sembari menikmati udara yang
menerpa wajahnya.
‘Sepi’ Batinnya.
‘Tapi gue suka’ Lanjutnya sambil terkekeh dalam hati.
Ditempat lain suara pekikan ketika sang most wanted datang dari pintu kantin.
“Tish ganteng banget sih”
“Wah pacar gue datang”
“Kak Naren dingin banget sih”
“Ya Allah manis banget sih Arya”
“Ya ampun imut banget Raka”
“Dasar playboy, bisanya cuma tebar pesona doang”
Dan masih banyak lagi celotehan celotehan murid SMA Fernando. Ada yang menatap
mereka kagum, haru, sinis dan iri pokoknya banyak deh.
Mereka hanya tersenyum mendengar celotehan celotehan tersebut ralat kecuali Narendra.
Mereka berjalan ke arah meja pojok, karena cuma meja tersebut yang kosong.
Mereka dijuluki NAGR a.k.a Narendra, Arya, Gevan dan Raka. Apalagi Narendra ia di juluki
sebagai ‘Penakluk Rasa’ karena semua orang takluk akan pesona Narendra.
Mereka memesan makanan, beberapa menit kemudian makanan mereka datang dan mereka
segera memakannya.Tiba tiba ada tiga siswi dengan muka menor, baju ketat, rok lima belas
centi di atas lutut datang menghampiri mereka a.k.a Narendra, Arya, Gevan dan Raka. Salah
satu dari mereka langsung duduk disebelah Narendra dan memeluk lengan kekar Narendra
posesif.
Dia Kartika Angel dan dua orang antek anteknya yaitu Nuri Nafiya dan Winda Arini.
Mereka adalah bad girl SMA Fernando tukang bully jika ada yang dekat dengan NAGR.
Narendra pun tak tinggal diam karena ada yang berani memeluk lengannya dan mengganggu
aktivitas makannya.
“Lepas,” Suara Narendra dingin. Angel malah mengeratkan pelukannya.
Merasa tak dilepas Narendra pun menyentak tangannya kasar sehingga membuat Angel
hampir terjatuh. Seisi kantin melihat kearah Angel dan ada yang mem-vidio. Mereka
menahan tawa melihat kejadian tersebut.
Narendra pun langsung pergi dari kantin diikuti ketiga temannya. Setelah Narendra dan
teman temannya pergi seisi kantin pun tertawa. Angel tak tinggal diam, Ia menggebrak meja
dengan wajah merah padam karena marah, malu, kesal menjadi satu.
“Lihat aja lo bakal bertekuk lutut di depan gue Narendra,” Desis Angel geram.
“Tenang gel Narendra bakal suka sama lo kok,” kata Winda diangguki Nuri. Mereka pun
pergi keluar kantin.
Setelah keluar kantin Narendra meyuruh ketiga temannya kekelas duluan.
“Kalian ke kelas aja. Gue mau ke rooftop” Ucap Narendra.
Mereka mengerti jika Narendra ingin sendiri. Akhirnya mereka menyetujui ucapan Narendra.
Bukannya ke rooftop Narendra malah pergi ke taman belakang karena jarang ada siswa-siswi
lewat disana.
Sesampai disana ia melihat seorang siswi yang tak asing baginya. Naya merasa ada seseorang
melihatnya, ia pun mencari seseorang yang melihatnya hingga mata mereka bertubrukan
mengunci tatapan masing masing.
Naya memutuskan tatapan mereka dan membuyarkan lamunan Narendra yang terpesona
dengan manik mata coklat milik Naya. Narendra sungguh terkejut ketika ia mulai menyadari
bahwa ia sedang menatap Naya tapi dengan cepat ia merubah ekspresi nya menjadi datar.
Narendra sangat pandai mengubah ekspresi.
“Ngapain lo liatin gue?” Tanya Naya ketus.
Narendra hanya menaikkan sebelah alisnya sembari menjawab “Geer,” dengan nada dingin.
“Siapa?” Tanya Naya datar.
“Lo,” Jawab Narendra ketus.
“Ngapain?” Tanya Narendra datar.
“Kepo,” Jawab Naya ketus sambil pergi dari taman karena bel masuk berbunyi sejak lima
menit yang lalu.
Narendra hanya mengedikkan bahunya dan pergi menyusul.
.....

Bel pulang berbunyi. Semua murid memasukkan bukunya kedalam tas masing masing.
“Saya akhiri pertemuan kali ini dilanjut minggu depan, Assalamualaikum Wr. Wb,” Ucap Bu
Nina guru kimia.
“Waalaikum salam wr. Wb,” Ucap siswa siswi XI MIPA 1. Semua murid beranjak keluar
kelas.
Di depan halte terdapat seorang siswi yang sedang menunggu sang supir menjemputnya.
Hampir satu jam ia menunggu. Ada beberapa siswa siswi yang sedang menunggu jemputan
kira kira lima orang dengan dirinya. Lima menit kemudian mereka di jemput. Tinggal lah
Naya sendiri di halte.
Tak lama kemudian suara klakson motor terdengar.
Tin...
Tin...
Tin...
“Belum pulang,” Kata seorang pria sambil melepaskan helm.
Naya langsung melihat siapa yang bertanya. Lalu Naya menggeleng lemah dan berkata
“Belum,” Dengan lirih.
“Kata mang Rudi mobilnya bocor terus jalanan macet kamu pulang bareng aku ya?” Ucap
cowok itu lembut.
“Nggak ada penolakan,” Ucapnya tegas.
“Bang Ar, Naya pulang nya nunggu Mang Rudi aja kasian jauh jauh malah ditinggal,” Ucap
Naya.
Iya dia Arya, abangnya Naya.
“Mang Rudi udah di rumah mobilnya ditinggal dibengkel Nay, kamu nggak ada alasan lagi
buat jauh dari kakak. Sampai kapan kamu kayak gini, kakak rindu sama kamu,” Ucap Arya
lemah.
Mata Naya berkaca kaca menatap Arya. Kemudian Arya membawa Naya ke dalam
pelukannya, Naya makin terisak. Arya melepaskan pelukannya dan menatap mata Naya
lembut dengan penuh kerinduan.
Arya menghapus air mata Naya dengan ibu jarinya. “Udah jangan nangis lagi oke,” Ucap
Arya.
Naya hanya mengangguk. Kemudian Arya menuntun Naya untuk naik ke jok motornya.
Kemudian mereka pergi menuju ke rumah.
Tanpa mereka sadari ada seseorang yang menatap mereka heran. ‘Sebenarnya ada hubungan
apa mereka. Tadi mereka di kelas gak saling mengenal tiba tiba mereka pelukan, aneh’ Batin
orang tersebut.
Jangan tanya mengapa Arya kok belum pulang alasannya karena tadi ada kumpulan tim
basket inti.
.....
Sesampai di rumah, Naya dan Arya mendapati rumahnya kosong. Hal seperti itu sudah biasa
bagi mereka, apalagi Arya yang tinggal bersama kedua orang tua mereka. Kemudian mereka
menuju kamar masing masing.
Malam harinya, Naya merasa lapar akhirnya ia turun menuju dapur. Ia membuka kulkas
untuk mengambil bahan makanan, tetapi ia mendapati isi kulkas kosong. Naya berniat
membeli bahan masakan di supermarket depan kompleks.
Keadaan rumah sepi, biasanya jam segini Adhika dan Dhita pulang ke rumah, Arya pamit
pergi main ke apartemen Narendra. Tadi Naya mendapat pesan dari Adhika sang papa,
katanya Papa dan Mama tidak pulang dulu soalnya kerjaan mereka numpuk mereka memilih
nginap di hotel dekat kantor tempat kerjanya.
Naya berjalan ke luar rumah menuju supermarket. Sesampainya disana ia mengambil
keranjang dan memilih bahan yang di butuhkan.
Di tempat lain, tepatnya di apartemen milik Narendra. Narendra, Arya, Gevan dan Raka
sibuk dengan handphone masing masing, tepatnya main game.
Tiba tiba Gevan bertanya serius memecah keheningan.
“Tadi gue pulang sekolah liat lo Ar, pelukan sama anak baru itu di depan halte. Kalau nggak
salah sih namanya Nayala apa Alaya ya?”
Yang ditanya langsung mendongak.
“Siapa, tadi gue langsung pulang kok,” jawab Arya tenang.
“Iya kalik mungkin gue salah liat. Eh tapi namanya siapa sih Alya, Ayala atau Naya, bener
deh gue lupa,” tanya Gevan sambil menggaruk pelipis nya yang tidak gatal.
“Naya, dedek gemes,” celetuk Raka antusias.
“Nah iya Naya, dia manis banget deh, sayang banget nggak pernah senyum,” timpal Gevan.
Raka hanya mengangguk-anggukan kepalanya.
Tiba tiba Narendra berdiri membuat para temannya bingung.
“Mau kemana Al?” tanya Arya.
“Keluar,” Jawabnya singkat.
“Sekalian beli nasi goreng deket kompleks Arya," Ucap Gevan.
"Hmm, apalagi?" tanya Narendra kepada para sahabatnya.
"Sekalian minumnya ya," Timpal Arya.
Narendra hanya mengangguk dan berjalan mengambil dompet, kunci motor dan jaketnya.
Sesampai di warung nasi goreng ia memesan empat porsi nasi goreng.
"Empat bungkus, saya tinggal bentar," ucap Narendra.
Pemilik warung itu hanya mengangguk, karena sudah hafal betul siapa pelanggannya yang
satu itu. Ia kemudian pergi ke supermarket untuk membeli beberapa minuman dan camilan.
Ia kemudian mengambil keranjang dan berjalan ke tempat snack. Ia kemudian mengambil
permen karet kesukaannya, belum sampai ia ambil sebuah tangan mengambil permen karet
favoritnya.
"Yes, gue dapat," Ucap orang yang mengambil permen karet favoritnya.
"Itu punya gue," Ucap Naren dengan nada dingin.
Orang tersebut hanya mengedikkan bahunya acuh dan berbalik menuju meja kasir. Belum
sempat jalan Narendra mencengkeram tangan orang tersebut, sehingga membuat orang
tersebut meringis.
“Lepasin tangan gue,” Ucap orang itu dingin.
“Nggak sebelum lo kasih itu permen ke gue,” Jawab Narendra tak kalah dingin.
“Kalau orang bicara itu liat orangnya, bukannya liat orangnya malah liat bawah,” Ucap
Narendra ketus.
Orang tersebut masih diam dan melihat tangannya yang masih dicengkeram. Sesekali
meringis kesakitan.
Kemudian orang tersebut mendongak melihat orang yang mencengkeram tangannya.
“Lo, anak baru itu kan?” Tanya Narendra kaget.
Naya masih diam menatap Narendra dengan wajah datarnya dan sesekali mencoba menepis
tangan Narendra yang mencengkeram pergelangan tangannya.
Tapi apalah daya ia cewek tenaganya lebih lemah dibandingkan dengan tenaga cowok.
“Tolong, jangan buat keributan di sini,” Ucap pegawai supermarket dengan senyum yang di
arahkan kepada Narendra. Narendra hanya menatap pegawai tesebut dengan datar.
Tanpa Narendra sadari tangannya melepaskan cengkeraman.
“Asal lo tau, ini permen karet kesukaan gue, gue yang masukin di keranjang duluan,” Ucap
Naya penuh penekanan. Kemudian berjalan mendahului Narendra.
Namun, langkahnya terhenti saat tangan Narendra mencekal lengannya.
“Aduh ma-maaf atas kelalaian kami, sebenernya permen tersebut banyak di gudang. Tetapi
para pegawai saya tidak cekatan menaruh permen ini di rak. Sekali lagi saya mohon maaf atas
nama supermarket ini,” Ucap perempuan memakai jas sambil menyodorkan permen tersebut
ke Narendra.
“Lepasin tangan gue,” Ucap Naya dengan menepis kasar tangan Narendra.
Kemudian Naya menuju kasir untuk membayar belanjaannya dan segera pulang untuk
memasak karena ia sangat lapar. Begitu pula dengan Narendra, ia menuju ke kasir dengan
wajah yang merah karena kesal sama Naya. Setelah membayar Narendra langsung kembali
ke warung milik pak de Jo pemilik warung nasgor tempat ia memesan nasgor.
.....
Narendra pulang masih dengan wajah merah padam menahan amarah. Gimana gak marah
coba ia tidak suka dibikin malu apalagi sama anak baru.
“Kenapa muka lo kok merah?” Tanya Arya.
“Gue kesel sama tuh cewek,” Jawabnya ketus.
“Wih, tumben lo kesel sama cewek. Siapa cewek yang berhasil membuat hati bos kesel,”
Ucap Raka dengan penasaran.
“Iya juga ya padahal Narendra gak pernah perduli sama cewek meski dibikin malu, biasanya
kan Naren yang membuat para cewek itu malu, mana kata kata pedesnya mas kok nggak di
pakek,” Ucap Gevan dengan nada jail.
‘Eh,bener juga ngapain gue peduli’ batin Narendra.
“Siapa ren cewek itu?” Tanya Arya.
“Murid baru itu tuh,” Jawab Narendra kesal.
“Kesel amat tuh muka, emang lo ketemu dimana?” Tanya Arya sambil membuka snack yang
baru di beli Narendra.
“Supermarket,” Jawabnya masih dengan nada kesel.
“Alhamdulillah Ya Allah, akhirnya Engkau telah mengabulkan doa-doa ku,” Ucap Raka
dengan wajah menengadah ke atas.
“Ngapain sih lo?” Tanya Gevan.
“Bersyukur,” Jawab Raka polos.
“Ya bersyukur karna apa bego,” Ucap Gavin sambil menjitak kepala Raka.
“Ais sakit goblok, gue tuh bersyukur karna Narendra tu mulai ada kemajuan,” Jawab Raka
ngegas.
“Ya gausah ngegas goblok,” Ucap Gavin.
“Bisa diem sehari bisa, kayak anak kecil aja,” Ucap Narendra pedas.
Akhirnya mereka diam dan makan nasi goreng yang di beli Narendra di depan kompleks
Arya. Selesai makan mereka mereka berbincang bincang.
“Ar, lo kan punya kembaran yang tinggal bareng nenek lo. Kok gue nggak pernah liat ya kalo
kembaran lo itu nginep atau mampir gitu di rumah lo?” Tanya Gevan penasaran.
Memang betul sih Naya jarang banget ke Jakarta. Paling kalau keluarga kangen mereka yang
bakal nyamperin Naya di Bandung.
“Oh Aya, dia udah tinggal di sini kok,” Jawab Arya.
“Nggak sekolah memang?” Tanya Raka.
“Sekolah, satu sekolah malahan,” Jawab Arya.
“Kok lo nggak ngenalin ke kita sih Ar?” Tanya Gevan.
“Dia nggak mau kalau ada yang tau kalau gue sama Aya sekeluarga,” Jawab Arya.
“Masa sama sahabat lo pelit sih Ar,” Timpal Raka.
“Dia juga butuh privasi,” ucap Narendra yang dari tadi cuma jadi pendengar.
“Kapan kapan kalau dia mau gue kenalin deh ke kalian,” Ucap Arya.
Akhirnya mereka mengangguk tanda setuju.
“Gue pulang dulu, udah jam 22.00 Aya sendirian di rumah. Gue kasian,” ucap Arya.
“Gue juga nanti kena omel bokap kalau pulang malem,” Pamit Raka.
“Gue juga,” Timpal Gevan.
“Ati-ati,” Jawab Narendra.
Keesokan harinya, Naya berangkat mengendarai motor miliknya. Supirnya pulang kampung
karena istrinya akan melahirkan.
Sebelum berangkat sekolah ia membuat nasi goreng untuk Ia dan abangnya. Sebab keluarga
mereka mempekerjakan asisten rumah tangga setiap hari minggu. Itu aja cuma bersih bersih
rumah.
Sesampai di sekolah, Naya memarkirkan motornya di parkiran. Ia berjalan menuju ke kelas,
karena lima menit lagi bel berbunyi tanda jam pelajaran pertama di mulai. Ia berjalan
melewati lorong kelas 10. Namun, langkahnya berhenti sebab ada yang memanggil namanya.
“Naya, tungguin gue,” Ucap seorang gadis. Naya reflek menoleh “Siapa?” Tanya Naya
dengan wajah datar.
“Kenalin nama gue Risya Almerta Putri panggil aja gue Syasa, gue sekelas ama lo. Ke kelas
bareng yuk," Ucap Syasa dengan menggeret tangan Naya.
Naya bingung mau jawab apa orang di depannya nyerocos dan tanpa di duga orang tersebut
menggeret tangannya menuju ke kelas.
"Nanti istirahat gue mau ngomong serius ama lo tentang SMA Fernando ini ok," ucap Syasa
kepada Naya.
Naya cuma mengangguk tanda setuju. Kemudian mereka berjalan menuju meja masing
masing. Bel berbunyi, semua murid berhamburan menuju kelas masing masing. Tak
terkecuali NAGR. Pelajaran pertama dimulai, Bu Amal masuk dengan wajah ramah nya.
"Selamat pagi semua," Ucap Bu Amal ramah.
"Pagi" Jawab semua murid serentak.
“Hari ini kita akan bernyanyi ehmm lebih tepatnya duet" Lanjut Bu Amal.
"Tapi sebelumnya Ibu absen terlebih dahulu.
‘Afito Bramanto’
“Hadir,” Ucap Fito.
‘Narendra Binaya Abhitama’
“Hadir,” Ucap Narendra.
‘Arya Reynadhika Dirgantara’
“Hadir,” Ucap Arya.
‘Nayara Reynandhita’
“Hadir,” Ucap Naya.
“Oke sekarang kita bagi kelompoknya,
Kelompok ke delapan Diva dan Fito. Ke sembilan Chory dan Arya. Ke sepuluh Naya dan
Narendra. Ke sebelas Dinda dan Elvan…
Nah itu, kira kira minggu depan penilaiannya. Kalian tentuin lagu apa yang akan ditampilkan
silahkan kalian berdiskusi dengan kelompok masing masing. Sekarang ibu ada sesuatu yang
harus di urus. Ibu minta maaf karena ibu tidak bisa mengajar kalian, ibu akhiri pertemuan kali
ini di lanjut minggu depan. Sampai jumpa," Ucap Bu Amal.
Mereka semua mulai berdiskusi tentang lagu yang akan dinyanyikan minggu depan, tak
terkecuali Narendra dan Naya.
"Lagu apa?" tanya Narendra.
"Terserah," Jawab Naya sambil mengedikkan bahu.
"Hmm lo bisa nyanyi kan?" Tanya Narendra ragu.
"Lo ngeledek gue gitu?" Jawab Naya ketus.
“Siapa? gue nggak ngledek lo kok" Ucap Narendra.
Mendengar jawaban Narendra Naya hanya mendengus lirih.
"Emm, gimana kalau lo yang nyanyi, gue bawa gitar. Gimana?" Saran Narendra.
"Hmm, ide bagus," Jawab Naya dengan senyum tipis nyaris nggak terlihat.
"Ya iya lah Narendra gitu loh," Ucap Narendra dengan menepuk pelan dadanya.
"Pede. Gila," Ucap Naya.
“Nggak papa orang ganteng mah bebas,” Ucap Narendra dengan pede.
“Terserah lo deh,” Jawab Naya tak peduli dengan kepedeannya Narendra.
Narendra terpesona oleh mata Naya yang dari tadi memandangnya dengan raut dingin. Well,
ada yang berani menatap mata dingin dan tajamnya lebih dari lima detik. Ini sungguh
keajaiban dunia. Bahkan sampai ia terpesona dengan mata yang menatapnya lekat dengan
terang terangan. Hingga Naya memutuskan kontak dengan Narendra. Ia meminta maaf
kepada kekasihnya karena telah berani menatap mata lelaki selain kekasihnya.Sungguh Naya
sangat menyesal. Padahal sang kekasih memintanya untuk mencari pasangan hidup agar ia
tak kesepian. Tapi apalah daya, Ia sangat sangat menyayangi bahkan mencintai sang kekasih.
'Maaf kalau aku buat kamu marah. Maaf sudah lama tak berkunjung, Insyaallah aku bakal
cepat cepat berkunjung. Aku rindu kamu, Sayang' Batin Naya.
BAB 2
Bel istirahat berbunyi, semua siswa dan siswi berhamburan pergi keluar kelas, ada yang pergi
ke kantin, ke perpustakaan ada juga ke lapangan basket. Naya memenuhi janjinya dengan
Syasa, mereka sekarang berada di meja kantin.
“Lo pesan apa biar gue pesenin,” Kata Syasa.
“Jus jeruk sama siomay,” Ucap Naya.
“Oke tunggu 5 menit oke,” Ucap Syasa. Naya hanya mengangguk dan memberi uang lima
puluh ribu ke Syasa.
Lima menit berlalu, pesanan mereka datang diantar oleh Mang Ucok pemilik dagangan yang
mereka pesan.
“Hallo neng neng geulis sapada. Nih, pesanannya udah dateng. Siapa nih neng Syasa kok
Mang Ucok ndak weruh. Best friend nya ya neng?” Tanya Mang Ucok dengan tingkah
kelucuan nya.
“Iya, kenalin Mang ini Naya temen baru Syasa. Cantik kan Mang kaya Syasa?” Ucap Syasa
dengan nada bercandanya.
Apa kata Syasa teman baru, nggak Naya sangat sangat membenci apa arti teman. Bahkan
selama kejadian empat tahun lalu ia sama sekali tak pernah punya teman
“Iya neng Naya uayu tenan, anak baru neng?” Ucap Mang Ucok.
“Iya,” Jawab Naya dengan senyum tipis.
“Yaudah Mang Ucok mau ke sana lagi banyak yang beli,” Kata Mang Ucok sambil menunjuk
ke arah dagangannya.
“Terima kasih,” Ucap Naya yang dibalas senyum oleh Mang Ucok. Mereka makan dengan
khidmat.
Tiba tiba suara riuh terdengar karena dari arah pintu kantin, karena terdapat Narendra dengan
kawan kawannya.
“Halo Naya” Sapa Gevan.
“Ngapain sih lo disini sana pergi deh. Ganggu orang makan aja,” Bukan, bukan Naya yang
menjawab melainkan Syasa.
“Gue sapa Naya kok lo yang nyolot sih. Masih nggak terima atau marah lo gue putusin,”
jawab Gevan santai.
Syasa hanya bungkam dan tak bisa menjawab. Karena ucapan Gevan memang benar adanya.
"Kenapa diem enggak bisa jawab," Sindir Gevan kepada Syasa.
Yang di sindir menatap Gevan dengan raut terluka. Belum sempat Syasa jawab, Narendra
telah memotong terlebih dahulu dengan bertanya kepada Naya. Jadi ia mengurungkan
perkataannya.
"Boleh duduk sini?" Ucap Narendra ke Naya. Karena semua meja penuh.
"Boleh" Jawab Naya.
"Sya saya duluan. Ceritanya nanti," Ucap Naya dengan wajah datar ke arah Syasa.
"I-iya gue ikut lo deh," Jawab Syasa.
Setelah kepergian Naya dan Syasa, Raka menyalahkan Gevan.
"Lo tuh Vin, Naya pergi kan. Kalau lo gak ribut sama mantan lo itu mungkin Naya nggak
akan pergi," Ucap Raka menyalahkan Gevan.
"Kok lo nyalain gue sih," Sungut Gevan tak mau disalahkan.
"Ya karna lo itu ribut mulu kalo ketemu Syasa, ya jadi Naya pergi kan," ucap Raka tetap
menyalahkan Gevan.
"Ya, gimana lagi, resiko orang ganteng mah kagak usah diragukan. Karena tuh nenek lampir
masih cinta ama gue," Kata Gevan percaya diri.
"Alah, mantan aja sok sok an," Gerutu Raka.
"Dari pada lo masih aja berharap sama Disya Deitala, udah tahu Disya itu suka sama Ghozy
Anggara. Makanya move on dong," Kata Gevan meledek.
"Kata siapa gue udah move on kalik. Tapi gue masih trauma aja," Sungut Raka tak terima di
kata belum bisa move on. Karena sudah empat tahun setelah Raka mengungkapkan
perasaannya ia tak pernah dekat dengan seorang wanita.
"Jadi pesen makanan atau ribut sih?" Ujar Arya menengahi perdebatan Raka dan Gevan.
"Ya, makan lah" Jawab Raka ngegas.
"Nggak usah ngegas juga bego," Jawab Gevan lalu menjitak kepala Raka. Membuat si
empunya marah.
“Udah gede masih aja kayak anak kecil. Kalau kalian tetap nggak bisa diam, sana pergi
nggak usah di sini, sekalian adu jotos di lapangan biar orang orang pada tahu,” Sinis
Narendra yang dari tadi jengah melihat dan mendengar perdebatan keduanya.
Nah, loh pedes banget ucapannya.
“Udah udah mau pesan apa kalian, biar gue traktir,” Ucap Arya menengahi perdebatan
tersebut.
Tapi yang membuat Raka dan Gevan menggeleng tak percaya itu Arya yang tiba tiba
mentraktir.
“Wuih, tumben tumbenan loh mau traktir kita pada. Ya nggak Rak?” Kata Gevan tak
percaya.
“Hooh, pasti ada apa apanya nih,” Lanjut Raka. Memang sih Arya itu lumayan pelit kalau
soal traktir mentraktir para sahabatnya.
“Tadi pagi, obat kerinduan gue terobati,” Jawab Arya ambigu dengan senyum yang sangat
sangat sulit diartikan.
“Maksud lo apa Ar?” Tanya Raka nggak mengerti maksud ucapan Arya.
“Nanti lo juga tau. Jadi pesen nggak nih?” Kata Arya.
“Ya jadilah kan lo jarang banget traktir kita kita pada,” balas Gevan.
“Ya udah sana pesen. Kayak biasa,” Ucap Narendra menyuruh Gevan.
“Kok gue sih,” Balas Gevan nggak terima.
“Ya udah kalau nggak ma-“ Ucapan Narendra terpotong karena pekikan Gevan.
“Ya maulah, kayak biasa kan oke tunggu lima menit ok” Pekik Gevan keras sehingga
membuat orang yang berada di kantin melihat ke arahnya.
Sedangkan Raka meminta maaf kepada siswa siswi yang terganggu dengan teriakan Gevan
tersebut.
“Maap maap, temen saya ini lagi semangat jadi maklum ya. Silahkan kembali melanjutkan
aktivitas kalian yang tertunda” Kata Raka dengan wajah di imut imut kan kepada membuat
para gadis berteriak akan imutnya wajah Raka seperti bayi yang minta permen kepada orang
tua nya.
Sedangkan di tempat lain, tepatnya di perpustakaan. Naya dan Syasa sedang berbincang
bincang tentang SMA Fernando, lebih tepatnya si Syasa, Naya hanya diam dan mendengar.
"Gue kasih tau hal hal yang berkaitan dengan SMA Fernando. Pertama lo jangan pernah
masuk ke rooftop dan gudang belakang sekolah. Karena itu tempat terlarang untuk dimasuki
para siswa siswi. Kedua, jangan pernah punya urusan apalagi masalah dengan geng NAGR
alias Narendra, Arya, Gevan dan Raka meskipun mereka keliatan kalem tapi kalau milik
mereka di usik maka orang tersebut tidak akan pernah bisa keluar dari lingkaran yang dibuat
oleh orang tersebut. Apalagi Narendra, orang tersebut mempunyai aura dingin, datar, dan
misterius siapapun takluk oleh pesonanya ia dijuluki 'Penakluk Rasa'. Jadi lo jangan ganggu
Narendra. Ketiga, jika lo dekat dengan Narendra, ralat wanita yang dekat dengan Narendra
akan di bully habis habisan oleh Angel, Winda dan Nuri. Jadi gue mohon ama lo jangan
pernah berurusan sama mereka" Kata Syasa serius.
"Thanks info nya," Ucap Naya serius.
"Sama sama," Jawab Syasa dengan tersenyum.
"Tapi ini masih banyak nanti gue kasih tau lagi, tapi gue boleh minta nomor WhatsApp lo?"
Lanjut Syasa dengan memohon.
"085 683 *** ***11 Kata Naya ketika Syasa mengeluarkan Handphone nya.
"Thank you Naya, you are my bestfriend," Ucap Syasa dengan wajah yang sangat bahagia
sambil memeluk erat badan Naya. Mendengar itu badan Naya menegang seketika.
'My BestFriend' Batin Naya dengan tawa yang getir.
"Mau ya lo jadi sahabat gue?" Kata Syasa dengan wajah penuh harap.
"Gue mohon, gue nggak punya sahabat apalagi temen setelah pacaran sama Gevan," Lanjut
Syasa. Hal inilah yang ia hindari dan sampai akhirnya terjadi.
“Maaf, saya belum siap. Saya belum percaya sama orang baru,” Kata Naya.
Syasa mengangguk maklum, Ia paham karena ia pernah mengalaminya. Ia terlalu percaya
kepada orang orang, setelah ia putus dengan Gevan kedua sahabatnya pergi menghindar.
“Iya gue paham, meski lo belum percaya. Gue bakal selalu ada untuk lo,” Ucap Syasa tulus.
“Terima kasih. Saya tahu kok kalau kamu itu orang baik, kamu tulus. Tapi saya masih belum
bisa mempercayai orang asing. Sekali lagi maaf yang bisa saya ucapakan,” Ucap Naya
dengan senyumnya sehingga menampilkan dua lesungnya.
“Kyaa...Sumpah senyum lo manis banget apalagi lo punya dua lesung. Astaga gue bener
bener nggak nyangka kalau dihadapan gue malaikat yang menjelma sebagai manusia,” Kata
Syasa nggak percaya.
“Terima kasih, tapi pujiannya sangat berlebihan,” ucap Naya merendah.
“Nggak memang bener kok” Kata Syasa.
“Kamu jauh lebih cantik,” Puji Naya kepada Syasa.
Yang dipuji malah senyum senyum dengan wajah merah seperti tomat. Karena ia merasa baru
pertama kali di puji cantik oleh malaikat berwujud manusia.
“Kamu ke kelas nggak? bel udah berbunyi” Lanjut Naya dengan beranjak keluar
Perpustakaan.
“Tungguin..” Pekik Syasa mengejar Naya.
Untung saja koridor ini sepi. Jika tidak ia malu karena kelakuan teman barunya. Apa tadi
teman baru, perlu di garis bawahi teman baru. Berati ia sudah menerima Syasa secepat ini.
Sungguh luar biasa.
.....
Bel sekolah berbunyi, semua murid mengemasi barang barangnya dan beranjak keluar kelas
untuk pulang ke rumah masing masing. Ralat ke tujuannya masing masing. Seperti Naya,
bukannya pulang ke rumah malah pergi ke toko bunga untuk membeli bunga lavender bunga
favorit seseorang. Setelah membeli bunga tersebut ia pergi ke suatu tempat. Di tempat
tersebut, Naya mencabuti rumput liar yang dengan nakalnya bertengger di tempat tinggal
kekasihnya. Masih pantas kah ia menjadi kekasihnya. Well, Naya bahkan menepati janjinya
kepada Sang kekasih. Karena Ia sangat rindu kepada kekasihnya. Meski mengingkari janjinya
dengan sang papa. Tapi gimana lagi jika rindu. Ya, Naya tetap lah Naya gadis keras kepala.
Ia menaruh bunga tersebut di atas tanah tepatnya di depan batu nisan yang bertuliskan.
Algatra Ardito Sinaga Bin Ardi Sinaga
Lahir: 19-05-2000 Wafat 20-07-2014
Ya, Naya berada di TPU (Tempat Pemakaman Umum) yang berada di Bandung. Ia mengelus
lembut batu nisan tersebut.
Gimana masih pantas kah ia jadi kekasihnya? Kalau nggak pantas, gimana lagi ia dan
kekasihnya belum ada kata putus. Ralat nggak ada kata putus, ya kalian tahu sendiri kan?
“Assalamualaikum Alga, Maafin Naya kalau Naya jarang datang kesini karena Naya dilarang
datang kesini lagi sama papa. Kamu tahu kan kalau Papa nggak suka kita punya hubungan,
maafin Papa ya? Naya rindu sama Alga, apa Alga nggak rindu sama Naya? Maafin Naya
kalau tadi mata Naya liat mata selain Alga dan keluarga Naya” Ucap Naya dengan mengelap
kasar air mata yang lancang keluar dari matanya.
“Andai saja waktu itu Naya nggak minta Alga buat ngerayain ulang tahun Naya pasti Alga
masih ada di dunia ini. Andai kalau sahabat kita tidak menaruh perasaan sama Naya pasti
semua gak bakal terjadi. Ralat dia itu cuma mantan sahabat, dia nggak pantas di sebut
sahabat. Nggak ada sahabat yang ingin mencelakai sahabatnya sendiri, yang ada cuma dia.
Semua cuma andai andai. Semoga Alga bahagia di sana" Ucap Naya dengan terisak.
"Naya pamit pulang dulu. Semoga Alga suka sama bunganya, eh tapi kan itu lavender bunga
favorit Alga. Naya pulang dulu ya. Wasalammualaikum wr. wb." Kata Naya dengan
mengecup batu nisan tersebut.
'Maafin aku kalau aku ingkar janji sama kamu. Aku nggak bisa bahagia dan tersenyum
setelah apa yang terjadi. Aku nggak bisa nggak sedih dengan takdir yang telah merengut
semua kebahagiaan ku dalam sekejap. Bagaimana aku bisa selalu bahagia kalau alasan
tersenyum ku itu kamu. Sekali lagi maaf kalau aku ingkar akan permintaan terakhirmu' Lirih
Naya dengan mengusap kasar air matanya dan beranjak pergi dari tempat tersebut.
Ya, Sang kekasihnya meninggal tepat saat hari ulang tahunnya yang ke empat belas tahun.
Di tempat lain, tepatnya Narendra dan para sahabat sahabatnya sedang latihan basket.
Karena dua minggu yang akan datang akan diadakan lomba antar sekolah sebelah yaitu SMA
Cakrawala. Yang dimana SMA Fernando dijadikan tempat diakannya lomba tersebut
maksudnya tuan rumahnya. Mereka latihan dengan serius. Karena lomba ini adalah lomba
yang sangat ditunggu tunggu oleh mereka. Sebab untuk ke ratusan kali mereka akan menjadi
tuan rumah. Dan berharap memenangkan perlombaan ini lagi. Ya, selama satu tahun
belakangan SMA Fernando sudah beberapa kali memenangkan pertandingan. Pertandingan
antar sekolah, Kabupaten bahkan se Wilayah Jawa.
"Latihan kali ini kita akhiri sampai disini. Ingat kita latihan setiap Hari Selasa, Rabu, Kamis,
dan Sabtu. Saya mohon kalian jaga kesehatannya agar badan kita tetap vit sampai Hari
pertandingan dan kita bisa latihan lebih semangat dari ini. Mengerti?” Ucap Narendra tegas.
“Mengerti Kapten” Jawab mereka dengan tegas dan semangat yang menggebu.
“Oke kalian bisa pulang ke rumah masing masing. Ingat kalian wajib memberi tahukan hal
ini kepada orangtua masing masing. Siap” Ucap Arya sang wakil ketua Basket.
“Siap” Jawab mereka.
“Sekali lagi yang perlu kalian ingat, SMA Cakrawala adalah saingan yang paling berat. Jadi
saya mohon untuk kerja samanya. Agar sekolah kita menjadi sekolah kebanggaan bangsa.”
Kata Narendra dengan tegas dan jangan lupakan wajah dan mata dinginnya.
Narendra pulang ke Apartemennya dengan wajah lesunya. Kemudian Ia mengambil dan
membuka kotak yang di berikan seseorang. Ia mengambil foto disana terdapat dua orang
lelaki yang tersenyum bahagia melihat kamera.
"Gue kangen sama lo, lo sepupu sekaligus sahabat yang paling bisa ngertiin gue sebelum
Arya. Gue bahkan belum sempet ngenalin lo ke sahabat sahabat gue dan lo juga janji bakal
ngenalin gue ke pacar lo. Gue penasaran banget sama pacar lo. Gue itu pengen banget buka
kotak dalam kotak yang lo kasih ke gue. Tapi lo nggak ngebolehin sebelum gue punya dan
bener bener cinta sama wanita. Tantangan lo terlalu sulit sih. Yang gue kangen lo curhat
tentang pacar dan sahabat sahabat lo dan gue juga pengen curhat sama lo tentang keluarga
gue. Meski gue udah curhat sama sahabat sahabat gue tapi kurang lega gitu. Intinya gue
kangen sama lo. Semoga lo bahagia. Kapan kapan gue datang ke rumah lo" Ucap Narendra
panjang lebar ke arah foto tersebut.
Kemudian Narendra bangkit dari meja belajarnya dan menyimpan kembali kotak tersebut dan
beranjak mengambil handuk untuk mandi. Setelah mandi dan sholat Magrib Narendra
mengambil Handphone nya.
Group Chat
NAGR
Naren Binaya : Ad org g
Raka.Adrn: Hadir
Gevan.Rhja : Hadir
Arya.Ryndka : Ada. Ada apa?
Naren Binaya : Pnya no ank baru!
Raka.Adrn : Ciee... ada apa pak bos ko minta no Naya? By the way, nggak ada.
Arya.Ryndka : Syasa punya mungkin.

Naren Binaya : @Gevan.Rhja lo pnya no Syasa?


Gevan.Rhja : Ada, 081 222 675 ***
Gevan.Rhja : Buat apa No Naya ?
Naren Binaya : Ck kepo. Thx
Raka.Adrn : Ciehh ada bumbu - bumbu cinta nih
Gevan.Rhja : Pdkt ya pak?
Arya.Ryndka : Gue restuin
Gevan.Rhja : Gue juga restuin
Raka.Adrn ; Di restuin tu
Naren Binaya : Bcd
Kemudian Narendra menge-chat Syasa untuk menanyakan nomor Naya. Ralat meminta
nomor Naya.
Personal Chat Sya.Risya

Naren Binaya : Sya


Sya.Risya : Kenapa, tumben lo nge chat gue ada apaan?
Naren Binaya : Minta no Naya
Sya.Risya : @Naya.Ryndta itu
Naren Binaya : Thx
Sya.Risya : Masama
Saking senengnya Narendra meninju udara karena mendapat nomor Naya dan berkata ‘yes
gue dapat nomor lo’.
Tapi kenapa Narendra bahagia padahal ia meminta nomor Naya karena untuk mendiskusikan
tugas mereka. Memikirkan hal tersebut membuat kepala Narendra ingin pecah. Kemudian
Narendra menge-chat Naya.
Personal Chat Naya.Ryndta
Naren Binaya : Mlm, Sdh tdr?
Sudah satu jam setelah Narendra menge- chat Naya masih belum ada tanda tanda balasan.
Kemudian Narendra beranjak dari kasur menuju kamar mandi untuk berwudhu dan
melaksakan Sholat Isya.
Jam sudah menunjukkan pukul 19.27 Naya baru sampai rumah. Jika di lihat lihat kondisi
rumah sangat sepi dan saat ia ingin membuka pintu. Pintunya sudah terbuka dan Pak Adhika
sang tuan rumah menginterupsi-nya dengan suara dingin dan raut tegas yang melekat di
wajahnya.
"Dari mana saja kamu?" Ucap Adhika dingin kepada Naya. Mendengar itu membuat Naya
bergidik ngeri, jangan salah meski Naya cuek, datar, dingin, ketus gitu ia takut sama Tuan
Besar Keluarga Dirgantara alias Pak Adhika.
"Ehh Papa, dari Bandung" Kata Naya jujur. Naya itu nggak bisa berbohong kalau ditanya jadi
ya ketahuan kan.
"Ngapain kesana?! Jangan bilang kamu ke makamnya anak itu!" Bentak Adhika dingin.
Kemudian Dhita alias nyonya besar Pratama datang untuk meredamkan emosi Adhika.
"Udah Pa. jangan marah Naya. Kasian Naya baru datang" Kata Dhita kepada Adhika.
"Nggak, nggak bisa. Anak kamu itu sudah ingkar. Katanya nggak bakal lagi ke Bandung, tapi
apa di tetep nekat ke sana. Kalau kamu kesana lagi tanpa izin dari Papa, Papa bakal nggak
segan ngelakuin amanah dari nenek" Kata Adhika.
"Iya Naya janji bakal izin dahulu. Tapi apa sih alasan Papa nggak ngebolehin Naya pacaran
sama Alga dulu. Apa salah Alga dulu Pa sama Papa. Asal Papa tahu ya Alga itu udah banyak
berkorban buat Naya. Dia bikin Naya lebih semangat untuk hidup. Dia juga yang membuat
Naya selalu tersenyum. Tapi cuma gara-gara orang yang iri pada hubungan kita, Alga jadi
nggak ada di dunia. Bahkan sebelum Alga meninggal dia bilang kalau Naya nggak nurut
sama orang tua berarti Naya nggak sayang Alga, jadi gimana bisa Naya nurut sama kalian
kalau orang tua Naya nggak sayang Naya" Kata Naya sambil terisak.
"Dia Pa yang membuat kita jadi akur begini" Kata Naya dengan suara lirih
"Maafin kita. Kalau kita itu egois. Tapi Papa mohon kamu jangan benci ya sama Papa. Ini
semua buat keselamatan kalian" Ucap Adhika sambil memeluk Naya diikuti oleh Dhita.
"Udah kamu ke kamar bersih bersih. Papa ijinin kamu untuk ziarah ke makam Alga tapi
harus ada yang nemenin ya. Papa dan mama juga mau kesana. Papa mau minta maaf dan
berterimakasih karena Alga sudah menjaga kamu" Kata Adhika.
Kemudian Naya pergi ke kamar untuk bersih bersih. Setelah itu ia mengambil handphonenya
untuk di changer. Dia melihat ada banyak yang menge-chatnya di WhatsApp.
Group Chat XII MIPA1
5*** Created group 085895755* MIPA1
081222678*** Added you
081222678*** : Selamat datang di kelas 12 Mipa l Naya
Arya.Ryndka : Selamat datang semoga betah di kelas ini
081457888*** : Ada murid baru toh. Selamat bergabung di kelas kami. Kok kalian ng ngasi
tau sih
089001733*** : Sapa lo. Makanya masuk sekolah jng bolos. Btw kita kelompok bareng.
082114568*** : Lo aja senen ngga sekolah.
089001733*** : Hehehe Sakit gue.
Dan masih banyak lagi. Kemudian Naya beralih melihat beberapa chat dari Syasa. Kemudian
ia menambahkan ke kontak nya.
Personal Chat Sya.Risya
Sya.Risya :Nay
Naya : Hello
Sya.Risya : Tadi Narendra minta nomor lo. Jadi gue kasih. Gak papa ya? Gue minta maaf.
Naya tolong bales.
Naya : Ad apa? y gpp
Sya.Risya : Maaf ya Nay
Naya : Sy maafin. Thx udh tmbkan ke grup klas
Sya.Risya : Sama sama. Jangan lupa besok ad materi olga
Naya : y thx
Personal Chat 085895755*** ( Naren Binaya )
085895755*** : Mlm. Sdh tdr?
Naya: Knp?
Naren Binaya : Lthn nynyi Hari Minggu di aprt gw
Naya : Ok
Naren Binaya : Share Location. Good night
Kemudian Naya mematikan Handphone nya dan tidur agar besok tidak telat ke sekolah.
.....
Hari ini adalah hari Rabu atau tiga hari Naya menjadi pelajar atau siswi SMA Fernando. Hari
Rabu pelajaran pertama kelas XII Mipa 1 adalah olahraga. Dimana mata pelajaran yang di
benci Naya. Dengan langkah gontainya tetapi dengan wajahnya yang tak pernah berubah
alias wajah datar atau wajah andalannya ia keluar dari kamar dengan mengenakan pakaian
olahraga.
“Pagi sayang” Ucap Dhita pada Naya dan Arya yang baru saja turun dari tangga.
“Pagi ma” Ucap Arya yang sudah berada di depan kursi hendak duduk.
“Pagi” Ucap Naya yang baru saja menggeret kursi karena hendak duduk.
“Sebelum makan kalian cuci tangan dulu gih” Ucap Adhika yang baru saja cuci tangan
sambil mengelap tangannya pakai tissue.
Kemudian Arya dan Naya beranjak dari kursi untuk mencuci tangan.Mereka makan dengan
khidmat. Tak ada yang berbicara saat makan.Setelah makan mereka membersihkan alat
makan mereka masing masing hingga bersih dan menaruhnya di rak. Setelah selesai mereka
mengobrol sedikit untuk menanyakan aktivitas Naya dan Arya saat di sekolah.
"Gimana sekolah kalian?" Tanya Adhika kepada Anak anaknya.
"Alhamdulillah, baik Pa" Ucap Naya dan Arya bareng.
"Kamu Nay, gimana suasana sekolahnya bagus kan? Tak kalah keren lho sama sekolahmu
dulu" Kata Adhika.
"Iya bagus" Jawab Naya.
"Gimana kamu dapat temen gak disana Ay?" Tanya Dhita kepada Naya. Pertanyaan Dhita
membuat Naya memutar kembali kejadian dimana Syasa yang mengajaknya menjalin
persahabatan. Sungguh ia masih trauma untuk bersosialisasi dengan orang lain.
"Temen itu gak harus didapat Ma. Lagian Naya masih belum percaya. Naya masih butuh
waktu" Ucap Naya dengan wajah datar. Adhika dan Andita tersenyum pedih.
"Mama sama papa selalu dukung Naya. Jadi Naya kalau kamu nggak mencoba kamu nggak
akan berhasil. Mencoba adalah salah satu dari usaha. Mama yakin usaha nggak akan pernah
mengkhianati hasil" Kata Dhita dengan bijak.
Naya tertegun mendengar perkataan Mamanya. Naya akan berusaha mencoba menerima
Syasa sebagai teman. Jika Naya percaya pasti kata teman akan berubah menjadi kaya sahabat.
"Makasih semua. Kalian selalu dukung Naya" Ucap Naya dengan tersenyum lebar sehingga
menampilkan kedua pipi lesungnya.
"Sama sama. Tapi ingat ya kalau Naya ada apa apa bilang jangan diam saja. Ngerti kan?"
Ucap Adhika dengan lembut.
"Nay, ayo berangkat nanti telat kita kena hukum. Udah jam 06.20 belum lagi ke sekolah
sekitar 30 menitan. Emang Mama sama Papa nggak ada meeting pagi ini" Kata Arya
mengingatkan. Mereka bertiga langsung melihat kearah pergelangan tangan masing masing
untuk melihat jam.
"Untung kamu ingetin kak. Kalau tidak kami keterusan sampai nanti. Ayo Ma cepat ke kantor
sebelum jam tujuh. Kita lanjut nanti setelah makan malam ya. Sana kalian cepet pergi ke
sekolah" Ucap Adhika.
"Ohhh, jadi gini. Kalian ngusir nih" Kata Naya dengan raut wajah datar. Adhika, Andhita
dan Arya tergelak dan seluruh tubuhnya menegang mendengar ucapan Naya. Naya salah
paham.
"Bu-bukan gitu Nay, Papa sama Mama nggak bermaksud untuk ngusir. Mereka hanya
menyuruh kita segera berangkat, agar kita tak terlambat dan dihukum" Kata Arya memberi
pengertian kepada Naya agar adiknya ini tidak salah paham.
"Bener sayang Mama sama papa nggak bermaksud ngusir kok" Kata Andhita dengan lembut
dan matanya mengisyaratkan ketakutan.
Naya dari tadi menahan tawanya agar tidak meledak. Alhasil mukanya merah karena
menahan tawa. Adhika yang tau anak bungsunya sedang berakting hanya mengedipkan mata
kepada Naya dengan jahil.
“Udah udah ayo berangkat. Nanti telat loh” Kata Adhika memberhentikan akting anak
bungsunya.
“Yahhh, Papa ih” Kata Naya dengan mencebikkan bibirnya karena kesal kepada Papanya.
“Kamu itu jangan jail dong dek. Kasian Mama sama Kakakmu. Kamu jaili” Kata Adhika
kepada Naya agar tidak cemberut. Mama sama Arya tergelak mendengan perkataan Adhika.
“Oh, sekarang berani ya jaili Mama sama Kakak. Kak, nanti adek gak usah kasih tebeng ya?”
Kata Andhita kepada Arya.
“Iya. Nanti Arya kasih tebeng bentar nanti diturunin di pinggir jalan aja biar rasa. Memang
enak di jaili” Kata Arya serius.
Mendengar perkataan Arya dan Andhita membuat bibir Naya semakin mengerucut.
“Papa, ini Mama sama Abang jahat sama Naya. Pa anterin Naya ke sekolah ya?” Ucap Naya
sambil merengek dan mengedipkan ngedipkan matanya agar Papanya luluh.
“Iya, tapi kamu berangkat bareng kakak ya. Nanti kalau Kakak nurunin di jalan kasih tau
Papa. Biar Papa kasih hukum Kakak mu itu” Ucap Adhika dengan lembut tapi di akhir
kalimat ucapan Adhika terdengar tegas.
Mendengar ucapan Papanya Naya tersenyum senang. Tapi, tidak dengan Arya. Ia bergidik
ngeri, gimana nanti hukumannya di suruh bersihkan gudang. Membayangkan saja membuat
ia jijik dan ngeri. Gimana nggak jijik dan ngeri coba disuruh membersihkan gudang yang
isinya kecoa dan debu. Itu sangat sangat mejijikan dan mengerikan. Anggap saja Arya lebay.
Arya paling anti dengan kuman, serangga dan debu.
“Kamu lagi ngelamun apaan sih, Bang?” Tanya Naya kepada Arya.
“Hah. En-nggak Kakak nggak ngelamun kok” Ucap Arya sambil mengerjap kan matanya.
“Alah paling juga ngelamunin hukuman yang akan Papa kasih. Tenang hukumannya cuma
bersihkan gudang selama satu jam kok” Kata Adhika.
Arya tergelak mendengar tuturan Adhika.
“Apa!! Papa bilang itu Cuma?! Papa nggak tahu bagaimana isi gudangnya sih. Disitu tuh ada
kuman, debu dan serangga” Kata Arya dengan menekan semua kalimatnya.
“Udah-udah ayo Bang berangkat. Nanti telat kena hukuman” Ucap Naya.
“Ya udah kak, sana berangkat! Dan jangan turunin Adekmu di jalan kalau Kakak nggak mau
kena hukum Papa” Kata Andhita yang sedari tadi mendengar perdebatan suami dan anak
anaknya.
“Ya udah kalau gitu kami berangkat dulu. Udah jam 07.45” Ucap Arya santai.
Tapi, kemudian Arya berteriak panik setelah mengucapkan ‘jam 07.45’ yang artinya ia akan
terlambat.
“Apa! Sudah jam tujuh lebih seperempat. Auto dihukum ini mah” Kata Arya dengan setengah
berteriak dan jangan lupakan wajah paniknya. Belum sempat Naya mencium punggung
tangan Adhika dan Andhita tangannya sudah ditarik oleh Arya.
“Cepet naik kalau nggak naik Kakak tinggal ya” Ucap Arya yang sudah duduk manis di jok
motor.
Naya hanya mengerjapkan matanya. Ia bingung kenapa Kakaknya sangat sangat panik
biasanya Kakaknya selalu tenang. Tapi Naya tak ambil pusing kemudian ia duduk di
belakang jok motor milik Arya.
“Naya berangkat dulu Ma Pa. Assalamualaikum” Ucap Naya dengan berteriak karena Arya
melajukan motornya dengan laju. Untung saja Naya memeluk pinggang Arya kalau tidak
mungkin la akan jatuh. Membayangkan saja membuat Naya bergidik ngeri.
Meninggalkan Mama dan Papa nya yang masih terpaku melihat tingkah keduanya. Setelah
mendengar teriakan Naya mereka sadar.
“Waalaikumsalam” Jawab mereka pelan.
Di tempat lain tepatnya di sekolah. Narendra, Raja dan Gevan sedang khawatir dengan Arya
yang sedari tadi belum datang datang.
Tapi, Narendra menutupi kekhawatiran nya dengan wajah datar nya. Matanya tidak bisa
dibohongi bahwa ia sangat khawatir dengan sahabat dan teman sebangkunya yang sedari tadi
belum datang. Apa Narendra khawatir dengan Naya. Hmm perlu di tanya ini.
“Kemana sih Arya. Bikin khawatir saja. Jam segini biasanya dia sudah datang. Bahkan Dia
belum pernah terlambat” Kata Raka dengan meracau tidak jelas.
“Ngomong apa sih Lo belibet banget” Tanya Gevan yang sedari tadi mendengar racauan
Raka.
“Arya paling anti telat kan? Dia pasti takut kena hukum. Iya kalau hukumannya lari sepuluh
kali ngelilingi lapangan. Lah ini, bersihin toilet sama gudang samping toilet” Kata Raka.
“Lo bisa diam nggak sih. Lo suka Arya?” Kata Gevan pedas.
“Maksud Lo? Gue gay gitu? Heh! Gue itu lelaki sejati yang gak suka sama sejenis” Sinis
Raka.
“Kalian berdua itu berisik. Diam jangan banyak bacot. Bentar lagi bel” Ucap Narendra tak
kalah pedas dengan ucapan Gevan.
Raka dan Gevan diam. Tak berani mengeluarkan suara. Kalau Narendra udah bicara pedas
semua akan diam tak ada yang berani menjawab. Siapa yang berani menjawab maka dia akan
kalah telak. Jika itu suatu kebenaran maka Narendra akan bersuara. Jika itu sebuah kesalahan
maka Narendra akan menjelaskan.
Ya, Narendra seperti seorang cewek. Dimana pasal satu cewek selalu benar. Pasal kedua jika
cewek salah, lihat lagi pasal ke satu. Nggak deng, Narendra mah kalau salah ya diam. Tanpa
mau minta maaf. Kecuali kalau ia salah ke sahabatnya baru ia akan minta maaf.
.....
Waktu menunjukkan pukul 08.15 Arya dan Naya baru sampai ke sekolah. Arya melepaskan
helm miliknya. Kemudian Naya turun dari jok motor milik Arya dan menyerahkan helm yang
tadi Naya kenakan.
“Yahh, gerbangnya ditutup nih” Keluhan putus asa terucap dari mulut Arya. Selama Arya
sekolah Ia belum pernah melanggar aturan. Ia selalu disiplin karena Arya paling benci
dihukum.
Kemudian Arya mengalihkan perhatiannya pada Naya yang terlihat juga raut kecewa di
wajah datarnya. Setelah itu Arya mengalihkan tatapannya kearah gerbang sekolahnya dan
penjaga gerbang sekolah yang biasa di panggil Pak Jono.
“Pak Jono bukain dong gerbangnya. Saya ada pelajaran olahraga sekarang. Saya minta tolong
Pak. Masa Bapak tega lihat saya dihukum bersihkan gudang. Kan nggak elit Pak?” Bujuk
Arya kepada Pak Jono.
“Maaf Mas Arya, Bapak tidak bisa. Ini sudah peraturannya kalau terlambat disuruh tunggu
kalau nggak mau ya pulang. Kira kira lima belas menit lagi Guru piket bakal ngecek kesini”
Sahut pak Jono.
Terdengar helaan nafas panjang dari Arya. Arya benar benar takut terkena hukuman. Dari
kejauhan, lebih tepatnya di lantai tiga ada seseorang yang melihat ke arah bawah lebih
tepatnya ke arah gerbang. Dia Narendra, Raka dan Gevan. Mereka sedang berada di lapangan
basket yang berada di lantai tiga.
"Arya" Ucap Narendra.
"Iya, telat beneran dia. Tapi itu bukannya Naya gak sih. Mereka telat bareng" Kata Gevan.
"Yok, kita kesana. Biar Arya dan Naya gak kena hukum. Lagian pelajaran olahraganya di
tunda lima belas menit" Ucap Raka.
"Kok Lo takut banget gitu kalau Arya kena hukum. Lo itu bener belok ya?" Ucap Gevan
penasaran.
"Ya kali gue belok. Itu gue kasian sama dedek gemes. Nanti dia kena hukum gimana. Dia kan
murid baru. Kasian lah masa cantik cantik dihukum bersihkan gudang" Kata Raka.
“Lo itu suka sama siapa sebenarnya. Arya atau Naya?” Tanya Gevan.
“Ya Naya lah Dia itu cantik. Gak senyum aja cantik sama manis. Gimana kalau senyum,
melayang gue. Kalau gue dideket Naya rasanya pengen nyubit pipinya. Gemes-
Ungkapan Raka dipotong oleh Gevan “Jadi Lo suka sama Naya?”
“Bukan suka tapi sayang emm lebih tepatnya sih gue udah jatuh cinta sama pesona Naya”
Ungkap Raka.
Mendengar ucapan Raka, Narendra merasa dadanya sesak. Entah kenapa?
“Terserah lo suka sama siapa. Gue gak peduli” Ucap Narendra pedas.
Setelah bicara seperti itu Narendra langsung turun ke bawah lebih tepatnya di gerbang untuk
membantu Arya dan Naya agar mereka tak terkena hukuman. Sesampai di gerbang Narendra
berdeham cukup keras menyadarkan Pak Jono dan Arya yang sedari tadi berdebat alit.
Dimana Arya ingin masuk tanpa terkena hukuman dan Pak Jono yang tetap di pendiriannya.
Pak Jono sangat disiplin kan?
“Ehem” dehem Narendra keras mengalihkan perhatian ketiganya.
“Eh, Mas Naren. Bukannya lagi ada jam olahraga ya?” Tanya Pak Jono ramah. Narendra
adalah seorang cucu dari pemilik yayasan sekaligus anak pemilik sekolah membuat seorang
laki-laki paru baya yang umurnya sekitar 45 tahun itu sangat ramah kepada Narendra.
“Tolong buka gerbangnya” Perintah Narendra kepada Pak Jono.
“Ta-tapi Mas-..” Ucapan Pak Jono terpotong karena teriakan Raka.
“Narendra. Lo kok tega sih ninggalin kita. Lo jahat banget deh” Teriak Raka setengah
merajuk.
“Bisa diem gak sih Lo? Sehari aja lo nggak teriak bisa?!” Sentak Narendra ke Raka.
“Nggak bisa lah. Kan gue emang begini” Jawab Raka menggebu.
“Terserah”
“Jadi bagaimana Pak bisa di ulangi ucapan Bapak yang tertunda tadi” Kata Narendra datar.
Ucapan Narendra membuat penjaga sekolah itu tak berani membuka suara.
"I-iya Mas, Tak bukain gerbangnya" Kata Pak Jono sedikit terbata bata.
"Makasih Pak udah dibukain" Ucap Arya kepada Pak Jono. Kemudian Pak Jono
mengangguk dan menutup kembali gerbangnya.
"Dan makasih udah bantu gue. Kalau nggak, gue bakal kena hukum" Ucap Arya ke Narendra.
Narendra hanya mengangguk singkat dan kepalanya menoleh kearah samping Arya lebih
tepatnya kearah Naya.
Naya merasa ada yang melihat kearahnya. Kemudian ia mendongak dan tanpa sengaja
mereka saling menatap. Mereka hanyut dalam lamunan masing masing. Hingga-
"Udah puas tatapan tatapannya?" Ketus Raka ke Narendra.
Setelah tersadar mereka membuang muka ke arah lain. Dengan kata lain mereka salah
tingkah. Mereka berdua merutuki diri mereka masing masing. Narendra mengangkat sebelah
alisnya.
"Apa?" Tanya Narendra ke Raka.
"Nggak jadi" Jawab Raka kemudian berlalu dari hadapan mereka.
"Kenapa tuh anak?" Tanya Gevan yang baru datang. Narendra hanya mengedikkan bahu
acuh.
"Thanks udah bantuin" Ucap Naya ke Narendra. Setelah berucap Naya pergi meninggalkan
mereka.
"Jadi, gue liat tadi Raka kayak bahan emosi gitu. Emang kenapa sih tuh anak gak kayak
biasa" Tanya Gevan heran dengan sikap Raka.
"Gue nggak tahu. Tadi aja sikapnya gak gitu" Jawab Arya.
"Dan Lo kenapa kok telat? Tumben benget tau nggak. Untung saja sekarang Pak Rendra ada
kepentingan lima belas menit-" Ucap Gevan sambil melihat jam tangannya.
"Cepet ke lapangan. Sebelum kita kena hukuman karena terlambat" Sambung Gevan setelah
melihat jam. Kemudian mereka berlari. Karena sudah hampir lima belas menit. Dan artinya
jam olahraga akan segera dimulai. Tapi-
"Mau kemana kalian?" Bentak Bu Lasmi, Guru piket yang sedang mengontrol murid
muridnya yang terlambat.
"Ha- nggak kita mau lapangan Bu" Jawab Gevan.
"Ngapain?" Tanya Bu Lasmi lagi.
"Ya mau olahraga lah Bu. Gimana sih. Nggak tahu apa kita pakai kaos olahraga" Gerutu
Gevan.
"Kamu!" Geram Bu Lasmi.
"Pinter banget ya kamu" Puji Bu Lasmi ke Gevan. Yang dipuji hanya senyum senyum tak
jelas dan menyugar rambutnya kebelakang tanda bahwa ia sedang bangga pada dirinya.
"Ya iya lah Bu. Kalau saya nggak pinter mana mungkin saya naik kelas dan masuk ke kelas
MIPA 1" Bangga Gevan dengan percaya diri tanpa melihat kearah muka Bu Lasmi yang kini
sedang memerah karena menahan amarah.
Narendra dan Arya menyadari bahwa Bu Lasmi akan mengeluarkan cacian ke arah Gevan.
Mereka dengan langkah hati hati pergi dari hadapan Bu Lasmi dan Gevan. Karena sejatinya
mereka berdua nggak mau terkena hukuman. Beda hal dengan Raka dan Gevan yang sering
terkena hukuman. Tetapi entah dengan cara apa mereka berdua bisa lolos dari hukumannya.
Setelah cukup jauh Narendra dan Arya bisa mendengar dengan jelas bahwa Bu Lasmi sedang
meneriaki Gevan dengan suara yang lebih dengan amarah.
"Gevannnn mau lari kemana kamu hah. Awas saja kalau ketemu nanti" Teriak Bu Lasmi.
Sedangkan Gevan lari terbirit-birit seperti orang yang sedang dikejar setan.
"Lo berdua itu bener bener gak setia kawan ya. Temennya lagi kena masalah eh kalian malah
kabur" Ucap Gevan dengan ngos ngosan.
"Alah, ngapain gue nungguin Lo yang ada gue kena hukuman. Tuh guru kalau ngasih
hukuman juga gak nanggung nanggung. Kalau hukumannya cuma lari sepuluh kali, mah gue
bisa. Lah ini, kalau gak bersihin toilet ya gudang" Cibir Arya.
"Setuju" Sahut Narendra santai. Sedangkan Gevan menatap sinis keduanya.
"Untung gue pinter. Jadi gak bakal kena hukum deh" Ucap Gevan bangga. Ucapan Gevan
membuat Narendra dan Arya mencibir Gevan.
"Bukan pinter itu. Tapi licik" Cibir keduanya.
Kemudian kedua orang tersebut berlalu pergi untuk menuju kelapangan. Karena pelajaran
olahraga telah dilaksanakan lima menit yang lalu. Dan meninggalkan Gevan yang masih
mencerna ucapan keduanya. Setelah mengerti maksud ucapan tersebut Gevan berlari
menyusul kedua orang tersebut dengan gaya songongnya.
"Heh Lo kok gitu sih sama Gue. Main tinggal tinggal aja" Gerutu Gevan.
"Bukannya Lo licik" Sindir Arya. Bukannya tersindir Gevan malah merangkul kedua
temannya dengan senyum merekah.
"Ngapain Lo senyum senyum gak jelas gitu" Tanya Arya.
“Gak papa sih gue gak pinter. Yang penting gue licik” Ucapnya dengan semangat.
“Licik kok bangga” Cibir Narendra.
“Dan tolong lepas tangan Lo di bahu gue. Gue sih takut kalau Lo mau bunuh gue. Secara
licik” Sambung Narendra.
“Cepet lepas gak tangan Lo. Gue takut kalau Lo itu gay. Tapi kalau Lo gay, mana mungkin
Lo bisa punya pacar sepuluh dalam seminggu” Sahut Arya
Bukannya dilepas, tangannya semakin mengeratkan hingga kedua temannya kesulitan
bernapas.
“Le-lepas gue ga-gak bi-sa na-pa-s” alat Narendra terbata bata.
Setelah Narendra berbicara seperti itu, Gevan langsung melepaskan tangannya dari bahu
kedua temanya.
“Lo itu bego atau gimana sih. Lo gak liat kita gak bisa napas. Kalau gue mati. Lo orang
pertama yang akan gue temui” Ucap Arya dengan nada mengancam.
“Untung Lo teman gue. Kalau bukan gue gak bakal maafin Lo” Ketus Narendra.
Mereka telah sampai di lapangan basket. Tapi ada yang aneh dengan sekitar. Karena teman
temannya gak ada di lapangan.
“Kok sepi sih. Bukannya tadi rame ya?” Tanya Arya.
“Kemana ya mereka” Bukannya menjawab, Gevan malah balik tanya.
“Kalau Arya nanya ya berarti dia gak tahu” Jawab Narendra.
“Alah, paling juga mereka di kelas. Ya udahlah kita ke kelas” Kata Gevan.
Setelah itu mereka berbalik. Tapi setelah mereka berbalik mereka terkejut. Karena teman
temannya ada di depannya. Dan sekarang mereka duduk di tengah lapangan. Seperti
kecapean mungkin.
“Ngapain kalian” Tanya Pak Rendra.
“Emm, kami dari depan pak” Jawab Arya jujur.
“Saya nggak mau tahu kalian dari mana. Saya tanya alasan kalian. Kenapa kalian telat?”
Tanya Pak Rendra.
“Jemput Arya” Jawab Narendra santai.
“Terserah kalian deh. Sekarang kalian lari lima kali keliling lapangan. Cepet” Ucap Pak
Rendra.
“Kapan Pak?” Tanya Gevan polos.
“Tahun depan-“ Jawab Pak Rendra.Jawaban dari Pak Rendra membuat Gevan senang.
“Ya sekarang lah” Sambung Pak Rendra emosi.
Setelah itu mereka berlari. Tapi tidak dengan Narendra, Narendra malah pergi ke kelas
karena ia muak dengan guru olahraga barunya.
Namanya Rendra Ganendra, guru baru seminggu yang lalu. Guru paling muda yang masih
berumur 27 tahun. Ada alasan mengapa ia sangat benci dengan guru tersebut.
“Mau kemana kamu” Tanya Pak Rendra dengan mata yang tajam.
“Kelas” Jawab Narendra dingin.
Kemudian Narendra pergi dari Sedangkan Pak Rendra menghela nafas berat. Karena ia
paham betul kenapa Narendra seperti itu.
“Kamu gak bertanggung jawab banget ya”Ucap Pak Rendra.
Ucapan Pak Rendra membuat Narendra menghentikan langkahnya. Kemudian berbalik dan
maju tepat dihadapan guru tersebut.
“Maksud Anda apa bicara seperti itu?” Tanya Narendra tenang.
“Saya hanya bicara kalau kamu itu gak bertanggung jawab. Kamu gak lihat kedua temanmu
saja melaksanakan hukumannya. Dan kamu? Pengecut” Jawab Pak Rendra yang membuat
Narendra emosi.
“Anda, berani sekali ya Anda bicara seperti itu. Disini yang pengecut siapa Saya atau Anda”
Ucap Narendra dingin.
“Ehmm, ternyata kamu masih sama. Salah paham” Kata Pak Rendra dengan senyum gelinya.
“Salah paham?” Ucap Narendra dengan mengangkat sudut bibirnya hingga tercetak senyum
miringnya.
“Bahkan saya ingat betul dan saya dengar sekali waktu itu. Dia meninggal karena Anda”
Sambung Narendra dengan wajah datar dan suara dingin namun tenang.
Pak Rendra tersenyum sejenak. Lalu ia mulai membuka suara.
“Oke. Jika kamu masih marah sama Saya. Saya nggak papa. Asal kamu tahu kamu itu salah
paham. Saya akan buktikan bahwa Saya tidak terlibat dalam kejadian tersebut” Ucapnya.
.....
Narendra menuju ke kelas setelah melaksanakan hukumannya. Ucapan Pak Rendra berhasil
menyentil egonya. Ia terlalu malas untuk mengikuti pelajaran olahraga meskipun pelajaran
tersebut adalah pelajaran favoritnya. Sesampai di kelas ia melihat teman sebangkunya sedang
menghadap ke arah dinding dan melipatkan tangannya sebagai bantal. Tidur mungkin pikir
Narendra. Kemudian ia berjalan mendekati Naya yang sedang tertidur. Dan duduk di
kursinya.
Narendra berniat membangunkan Naya. Ia menepuk pelan pundak Naya, tapi tidak ada
reaksi. Kemudian Ia membalikkan wajah Naya pelan dan menyikap rambut yang menutupi
bagian wajah Naya.
“Cantik” gumam Narendra pelan.
Entah kerasukan setan apa Narendra mendaratkan tangannya ke kening Naya. Karena Ia
melihat wajah Naya pucat.
“Panas” gumam Narendra dengan nada khawatir.
Kemudian Narendra menepuk nepuk pipi Naya pelan. Tanpa pikir panjang Narendra
menidurkan Naya di kursinya dengan tas Naya sebagai bantalannya. Kemudian Narendra
menyeret kursi Raka yang berada disampingnya agar kaki Naya tidak jatuh kebawah. Ia
memosisikan kaki Naya lebih tinggi dari jantung dengan menggunakan tasnya dan tas milik
Raka. Setelah itu Narendra memeriksa nafas Naya. Dan memberinya minyak minyak kayu
putih di sekitar hidung dan pelipis. Kemudian Narendra menge-chat sahabatnya. Untuk
membelikan teh manis.
Group Chat NAGR
Naren Binaya : Ada orang? Tlng belikan teh manis. Naya pingsan di kls.
Arya.Ryndka : Kenapa pingsan? Oke deh otw ke kantin.
Naren Binaya : Ga tau tadi gue habis dr lap liat dia tdrn d klas
Saat itu Arya dan teman temannya sedang istirahat di bangku penonton sambil melihat Pak
Rendra mempraktikkan cara bermain basket yang benar.
"Lo berdua ikut gue ke kantin beli teh manis" Kata Arya ke Gevan dan Raka dengan nada
khawatir.
"Kenapa?" Tanya Raka dan Gevan penasaran.
"Naya pingsan di kelas" Ucap Arya kemudian berlari menuju kantin. Menghiraukan teriakan
Pak Rendra dan temannya yang penasaran.
"Hey, mau kemana kamu?" Tanya Pak Rendra sambil teriak.
"Itu Arya mau kemana Gev?" Tanya Syasa ke Gevan.
"Ke kelas. Naya pingsan" Bukan bukan Gevan yang menjawab tapi Raka dengan nada cemas.
"Naya. Kok bisa pingsan sih" Ucap Syasa dengan mata berkaca-kaca
"Ya bisa lah. Naya kan manusia ya jadi bisa" Jawab Raka sedikit kesal.
“Gue bol-“ Gevan. Ucapan Syasa di potong oleh
“Cepetan Rak. Ditinggal tuh sama Arya” Kata Gevan hendak berdiri. Tapi sebelum berdiri
Pak Rendra bertanya ke arahnya.
“Mau kemana teman kamu?” Tanya Pak Rendra.Gevan bingung mau menjawab apa.
“Emm-emm itu mau ke kantin” Jawab Gevan.
“Lah ngapain ke kantin. Pelajaran olahraga aja belum selesai. Nggak izin lagi” Kata Pak
Rendra.
“I-itu Pak beli teh manis buat Narendra. Eh maksud saya Naya, soalnya Naya pingsan di
kelas” Ucap Raka.
“Pak boleh saya ke kelas?” Izin Gevan dan Raka ke arah Pak Rendra.
“Nggak. Kalian disini saja. Kalau semua kesana, terus saya mau ngajarin siapa?” Jawab Pak
Rendra.
“Ya Allah pak. Pelit banget kasih izin Napa pak” Kata Raka sedikit memelas.
“Nggak bisa git-“ Ucapan Pak Rendra terpotong.
“Pak hiks izinin saya ke kelas hiks hiks” Kata Syasa dengan menangis sesenggukan.
“Loh kamu ngapain nangis?” Tanya Pak Rendra terkejut karena muridnya menangis.
“Hiks izinkan saya hiks untuk ke kelas pak. Saya mau liat hiks keadaan Naya hiks” Kata
Syasa dengan menangis sesenggukan.
“Nggak bisa. Kalian tetap disini, biar Narendra sama temen kamu yang tadi itu. Emm siapa
namanya?” Ucap Pak Rendra.
“Arya” Sahut Raka, Gevan dan Syasa.
“Iya biar Narendra sama Arya yang bawa Naya ke UKS. Nanti kalau keadaan Naya sudah
sadar baru kalian boleh deh kesana” Ucap Pak Rendra.
Mereka bertiga hanya mengangguk-anggukan kepala.
“Emm kamu-“ Kata Pak Rendra sambil menunjuk Raka.Yang ditunjuk langsung menyahut.
“Saya pak” Sahut Raka.
“Iya, nama kamu siapa?” Tanya Pak Rendra.
"Raka pak" Jawab Raka.
"Kamu telpon Arya atau Narendra" Ucap Pak Rendra kepada Raka.
"Buat apa pak?" Tanya Gevan.
"Tolong bilangin salah satu dari mereka bawa Naya ke UKS" Ucap Pak Rendra.
"Oke pak. Laksanakan" Kata Raka sambil tersenyum lebar.
Kemudian Raka mengambil handphonenya di saku dan mulai menelpon Arya. Pada saat itu
Arya sedang menuju ke kelas setelah membeli teh manis. Ia tersentak saat ada panggilan
masuk. Ia mengambil handphonenya di saku celana dan melihat siapa yang meneleponnya.
Drrtt... Drrtt... Drrtt... Raka.Adrn calling... Kemudian Arya menggeser tombol hijau.
Kemudian ia membuka suara.
“Ya ada apa?” Tanya Arya.
“Emm Lo di mana sekarang?” Alih alih menjawab pertanyaan Arya, Raka malah kembali
bertanya.
“Gue di jalan menuju ke kelas. Ada apa telpon?” Ucap Arya sedikit kesal.
“Emm gue di suruh pak Rendra nelpon Lo. Katanya sih suruh bawa Naya ke UKS” Jawab
Raka.
“Iya ini niatnya gue mau bawa dia ke UKS” Ucap Arya memberi tahu niatnya.
“Oke kalau gitu. Emm nanti Lo sama Narendra jaga Naya dulu sampai dia sadar. Nanti pas
istirahat gue sama Gevan nyusul ke sana” Kata Raka.
“Gue juga ikut” Teriak seseorang dari ujung sana.
“Oke deh terserah kalian” Kata Arya.
“Gue matiin ya. Wassalamu’alaikum” Sambung Arya kemudian mematikan sambungan
teleponnya dan memasukkan handphonenya ke dalam saku.
Sesampai di kelas Arya langsung membuka pintu dan ia mengedarkan pandangannya hingga
ia terpaku melihat wajah pucat milik saudara kembarnya, Naya. Arya berjalan menuju
bangku Naya dan Narendra. Kemudian Ia memberikan teh manisnya ke arah Narendra dan
langsung diterima oleh Narendra.
"Dari kapan?" Tanya Arya kepada Narendra dengan nada khawatir.
"Gak tau, gue sampai kelas liat dia tiduran terus gue lihat ternyata pingsan" Jawab Narendra
sekenanya. Tanpa pikir panjang Arya menggendong Naya ala bridal style. Hal itu membuat
Narendra bingung.
"Ada apa?" Tanya Narendra bingung pasalnya Arya nggendong Naya.
"UKS" Jawab Arya singkat dan jelas.
Narendra tak mengerti dengan Arya, seperti bukan Arya yang biasanya. Kali ini Arya seperti
peduli sama orang asing. Kok gue kepo sih, terserah Arya lah. Dia mau peduli kek sama
Naya atau sama siapa. Gue gak peduli pikir Narendra. Pikiran dan hati Narendra tidak bisa
diajak kompromi. Narendra merasakan dadanya sesak. Hatinya gak terima kalau Naya di
gendong orang lain selain dirinya. Tapi pikirannya menangkal jauh jauh perasaan tersebut.
Kemudian ia mulai mengikuti Arya menuju UKS. Sudah satu jam Naya pingsan, tidak ada
tanda tanda bahwa Naya akan sadar. Tadi, sesampainya di UKS Naya langsung diperiksa
oleh siswi yang piket hari Kamis. Siswi tersebut bilang bahwa Naya kecapean. Dan
kemungkinan akan sadar dua jam-an. Arya sedari tadi mikir Apa yang dilakukan Naya?
Kenapa bisa kecapean? Arya memikirkan tersebut dengan ekspresi khawatir. Hal tersebut
membuat Narendra bingung. Sebenarnya Naya siapanya Arya? Kenapa Arya bisa sekhawatir
ini? Kalau bener mereka ada sesuatu kenapa Arya tidak pernah cerita? Bahkan mereka
terlambat bersama? Pikiran Narendra ada dimana mana seolah olah ada tanda tanya besar
yang ingin Narendra tanyakan kepada Arya.
"Ar, Lo ada hubungan apa sama Naya?" Tanya Narendra kepada Arya yang sedari tadi sibuk
melamun. Arya tersentak mendengar pertanyaan dari Narendra. Dia bingung mau menjawab
apa. Jika ia memberi tahu hubungannya dengan Naya, nanti Ia takut Naya akan marah. Jika ia
tidak memberi tahu Narendra dan sahabat sahabatnya maka akan timbul salah paham.
"Emm gak ada kita hanya teman lama. Iya teman lama" Jawab Arya sedikit ragu. Narendra
tak langsung percaya dengan jawaban yang diberikan oleh Arya. Karena Arya berucap
dengan ragu.
"Teman lama?" Tanya Narendra
"Iya kita teman lama. Jadi dulu kita itu tetangga gitu" Jawab Arya dengan nada
menyakinkan. Narendra hanya manggut-manggut tanda ia percaya. Sontak membuat Arya
bernapas lega.
"Gue benci pembohong. Jadi gue mohon Lo gak lagi bohongi gue" Ucap Narendra dengan
nada dingin. Ucapan Narendra membuat Arya sulit menelan salivanya.
"Insyaallah gue gak bohong" Ucap Arya. Narendra mengernyitkan dahinya seperti bingung.
"Jadi Lo telah atau mungkin akan bohong?" Tanya Narendra dengan ekspresi wajah datar.
"Bisa jadi, gue juga gak tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Semua demi kebaikan"
Jawab Arya dengan menggigit keras bagian dalam bibirnya.
"Oke, tapi kalau Lo sampai keterlaluan ya siap siap saja. Gue gak akan pernah percaya lagi
sama Lo" Ucap Narendra dengan nada mengancam.
Mereka diam, entah memikirkan apa. Mereka tidak sadar bahwa sedari tadi Naya sudah
sadar. Perkataan Narendra membuat dada Naya mencelos, karena Arya sudah berbohong
seperti keinginannya. Naya akui bahwa dia egois. Entah sampai kapan ia menyembunyikan
statusnya, yang notabenenya ia adalah kembaran Arya. Ia tak mau jika Arya dibenci oleh
sahabatnya. Tapi disisi lain Ia tidak mau semua orang tahu bahwa ia anak dari keluarga
Dirgantara. Orang tuanya saja menyembunyikan status bahwa Naya adalah anak mereka.
Entah itu karena apa? Yang terpenting sekarang ia percaya bahwa dengan menyembunyikan
statusnya itu adalah sebuah kebaikan. Sebenarnya semenjak Naya berusia tujuh belas tahun
orang tuanya ingin membeberkan bahwa ia adalah anaknya. Tapi ditolak mentah mentah
sama Naya. Karena Naya nyaman dengan statusnya. Naya tahu bahwa Abangnya memberi
tahu sahabatnya bahwa ia punya saudara kembar. Tapi, hanya kenal dengan nama tanpa tahu
mukanya.
"Ehem" Dehem Naya keras agar menyadarkan keduanya dari lamunan masing-masing.
Benar saja keduanya tersentak melihat Naya sadar.
"Kamu sudah sadar?" Tanya Arya cepat.
"Ya iyalah, Lo gak lihat apa mata dia gak pejam" Kata Narendra kesal. Arya menoleh
kesamping, Ia melihat dengan jelas bahwa wajah Narendra merah dan kesal. Cemburu heh
batin Arya terkekeh geli.
"Lo cemburu?" Tanya Arya dengan menyembunyikan senyumannya.
“Apa? Cemburu?” Tanya Narendra memastikan dengan sorot mata tajam.
Arya mengangguk mantap dan kemudian dia menoleh ke Naya dengan mengangkat sebelah
alisnya.
“Haus” Lirih Naya.
Mendengar itu Narendra dengan cekatan mengambil teh manis di nakas sebelah brangkar.
Kemudian Narendra dengan hati hati membantu Naya bangun dan membantu Naya untuk
minum. Ralat membantu Naya memegang gelas.
“Udah” Tanya Narendra sambil mengembalikan gelas tersebut ke nakas. Naya hanya
mengangguk.
“Ada yang sakit atau masih pusing?” Tanya Narendra khawatir setelah mendengar Naya
seperti merintih kesakitan.
“Pusing” Lirih Naya. Ucapan Naya membuat Arya dengan cepat membantu menidurkan
Naya. Tapi di tepis oleh Narendra.
“Kenapa?” Tanya Arya kesal.
“Biar gue aja. Lo balik deh ke kelas. Biar gue yang jaga dia" Ucap Narendra santai.
"Gak mau gue. Gue tungguin Naya sampai kondisi dia membaik" Jawab Arya tak terima.
"Terserah deh" Ucap Narendra.
"Kalian berdua diem bisa. Saya pusing, kalau kalian tetap berisik. Silahkan keluar" Ucap
Naya dengan lirih tapi terdengar dingin. Ucapan Naya membuat keduanya bungkam.
BAB 3
Bel istirahat sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Naya masih terlelap dalam tidurnya.
Sedangkan Arya dan Narendra bermain handphone, lebih tepatnya main game. Entah game
apa yang mereka mainkan. Mereka bermain dengan serius.
Drrtt....
Drrtt...
Gevan.Rhja calling...
Narendra mem-pause sebentar gamenya. Dan mengangkat telpon dari Gevan.
“Ya Ge?” Kata Narendra.
“Emm gue sama temen temen mau ke UKS. Tapi gue sekarang masih di kantin, mungkin ada
yang mau lo titipin gitu?” Tanya Gevan dari ujung sana.
“Oh. Air mineral tiga sama rotinya tiga. Pakai uang lo dulu nanti gue ganti” Ucap Narendra.
“Okelah. Traktir lah” Pinta Gevan kepada Narendra. Narendra tergelak mendengar
permintaan Gevan.
“Hmm. Nanti gue ganti” Jawab Narendra sekenanya.
“Ya udah deh, by the way thanks” Ucap Gevan.
“Tutup dulu” Ucap Narendra.
Ucapan Narendra membuat Gevan mengerutkan keningnya. Gevan gak nggeh dengan ucapan
Narendra. Belum sempat bertanya maksud omongan Narendra. Narendra sudah memutuskan
sambungan teleponnya.
Tutt...
Tutt...
“Kenapa kok Lo keliatan bingung gitu?” Tanya Raka ke arah Gevan yang sedari tadi terlihat
bingung sambil menatap ke arah handphonenya.
“Hah” Bukannya menjawab Gevan malah tersentak kaget.
“Iya. Lo kenapa? Keliatannya bingung gitu?” Tanya Syasa dengan nada bicara lemah dan
lembut.
“Maksud Narendra bilang tutup dulu itu apa ya?” Tanya Gevan. Pertanyaan Gevan membuat
Raka dan Syasa tertawa terbahak bahak.
“Maksudnya itu dia mau nutup sambungan teleponnya gitu" Jawab Raka dan Syasa
berbarengan. Gevan hanya manggut-manggut. Kemudian Ia berjalan meninggalkan Raka dan
Syasa yang sedari tadi tertawa.
"Udah ayo ke UKS. Gue udah dapat pesanan Narendra" Ucap Gevan kepada Raka dan Syasa.
"Heem" Jawab Raka.
"Kok lo udah dapet. Perasaan dari tadi lo masih disini deh" Tanya Sya dan bingung pasalnya
ia tak melihat Gevan.
"Dari tadi. Lo sibuk ketawa sama ngelamun sih" Bukan Gevan yang menjawab tapi Raka.
"Lo juga ketawa tuh" Jawab Syasa.
"Terserah Lo deh. Gue mau liat bidadari gue dulu" Kata Raka sambil berlalu dari hadapan
Gevan dan Syasa. Tak terasa mereka sampai didepan pintu UKS. Mereka langsung masuk
tanpa mengucapkan salam.
“Lama nunggunya ya?” Tanya Syasa. Sontak membuat Naya, Narendra dan Arya menoleh ke
arah pintu yang baru saja ditutup oleh Gevan.
“Iya” Jawab Arya kalem.
“Hehehe. Sorry lah kalau lama” Sahut Raka.
“Santai aja lah kalau sama kita” Jawab Arya lagi.
“Nih” Ucap Gevan sambil mengulurkan plastik yang berisi air mineral, roti dan beberapa
snack ditangannya.
Setelah plastik diterima Narendra, Gevan mengulurkan tangannya ke arah Narendra.
Narendra hanya mengangkat sebelah alisnya.
“Bayar lah” Ucap Gevan sambil cengengesan.
“Berapa?” Tanya Narendra.
“Lima puluh ribu saja” Jawab Gevan.
Kemudian Narendra mengambil uang di saku celana dan memberikan ke arah Gevan.
“Nay lo udah sembuh belum?” Tanya Syasa ke Naya. Naya hanya mengangguk singkat.
“Ada yang sakit? Atau lo mau minum? Apa laper?” Tanya Syasa beruntun.
“Lo kalau nanya satu satu kenapa sih? Bisa pusing tuh kepala Naya gara gara lo tanya terus
terusan” Ucap Gevan ketus.
“Yang ditanya Naya kok Lo yang sewot sih” Jawab Syasa tak kalah ketus.
“Udah-udah saya nggak papa. Habis ini saya udah ikut pelajaran kok” Ucap Naya lirih.
“Emang udah sembuh, Nay?” Tanya Narendra lembut, sontak membuat Raka, Gevan dan
Syasa menganga.
“Ini beneran lo, Ren?” Tanya Gevan dengan menggeleng tak percaya.
“Tolong cubit gue dong” Kata Syasa. Langsung dicubit oleh Gevan.
“Aww. Sakit ih” Ucap Syasa seraya meringis kesakitan.
‘Kalau lo suka sama Naya. Gue rela menghapus perasaan ini. Demi lo, Ren’ batin Raka
dengan tersenyum pedih.
“Ya. Ini gue. Kenapa?” Tanya Narendra dengan muka datar. Sontak membuat teman-
temannya menggeleng. Kemudian mereka memakan roti dan snack yang beli di kantin tadi.
Termasuk Naya.
Bel berbunyi, tanda jam istirahat telah usai. Narendra, Naya, Arya, Gevan, Raka dan Syasa
pergi menuju kelas. Sebab hari ini ada mata pelajaran kimia. Setelah sampai kelas mereka
duduk di bangku masing masing. Bu Indah baru saja masuk ke kelas.
“Assalamualaikum Semua” Ucap Bu Indah
Dengan ramah. “Waalaikumsalam Bu” Jawab Semua murid.
“Kalian ambil kertas dan bolpoin. Dan masukkan semua buku. Kita akan mengadakan kuis”
Ucap Bu Indah dengan tegas.
Ucapan Bu Indah membuat beberapa murid menghela nafas dan menggerutu. Sebab banyak
yang tak belajar.
“Bu kok dadakan sih?” Tanya Gesang yang duduk di depan Raka.
“Iya Bu, kasih waktu belajar lah” Tawar Venda, bendahara kelas.
“Oke-oke Ibu bakal kasih kalian waktu untuk belajar selama sepuluh menit dari sekarang”
Ucap Bu Indah.
Ucapan Bu Indah membuat murid murid yang tidak belajar senang. Dengan cepat mereka
membaca. Dan beberapa dari mereka ada yang menghafal. Sedangkan Naya, Ia tak punya
materi untuk di baca dan dihafalkan. Tapi Naya cukup pandai dalam bidang mata pelajaran.
Jadi dia hanya mendengar Raka yang membaca materi dengan cukup keras. Masih ada
gunanya Raka membaca dengan keras pikir Naya.
“Rak. Lo kalau baca pelanan dikit bisa” Ucap Zando yang sedari tadi kebisingan, lebih
tepatnya tidak konsentrasi membaca.
“Gak bisa gue. Gak masuk kalau bacanya pelan” Jawab Raka. Zando hanya mendengus lalu
melanjutkan aktivitasnya yang tertunda.
Sepuluh menit pun berlalu, jadi sudah waktunya untuk memulai kuis.
“Anak-anak bukunya disimpan didalam masing masing. Kalian ambil kertas bagian tengah
dan bolpoin saja”
“Baik Bu” Jawab beberapa murid.
“Oke. No satu soalnya adalah,” Ucap Bu Indah sambil menulis soal di papan.
1. Larutan yang mengandung 3 gram zat non elektrolit dalam 100 gram air (Kf air =
1,86°C/m) membeku pada suhu -0,279°C. Massa molekul relatif zat tersebut adalah...
65 1 "Nomor dua," Lanjut Bu Indah menulis soal nomor dua dipapan.
2. Hasil reaksi untuk elektrolisis pada larutan Na₂SO, dengan elektrode Pt adalah...
"Soal kuisnya ada tiga ya?" Ucap Bu Indah sambil menulis soal nomor tiga.
3. Unsur 222Rn meluruh hingga tersisa 25% selama 2 minggu. Waktu paruh untuk unsur
tersebut adalah... "Oke waktunya satu jam dari sekarang. Tidak ada bantahan" Ucap
Bu Indah dengan tegas.
Sontak membuat murid murid mendengus kasar. Kemudian mereka mengerjakan dengan
perasaan yang jengkel karena waktunya yang sedikit, senang karena materi yang dipelajari
masuk, sedih karena tidak bisa mengerjakan. 30 menit kemudian... "Ada yang selesai?"
Tanya Bu Indah kepada murid muridnya.
Ucapan Bu Indah membuat para murid muridnya mau tak mau mendongak.
“Belum la-“ Ucapan beberapa siswa dipotong oleh Narendra dan Naya.
“Sudah” Ucap mereka serempak lalu mereka saling pandang satu sama lain.
“Ehem” Ucap Bu Indah setelah sampai di bangku mereka.
Mendengar deheman dari arah samping mereka langsung membuang muka ke arah lain
dengan wajah merah merona, salah tingkah.
“Salting oy” Ucap salah satu murid terbandel, Elvan.
“Cie cie ada yang salting” Ucap Radito, ketua kelas XII MIPA 1.
“Narendra mulai ada benih benih cinta” Ucap Xella, murid dengan mulut toa masjid,
cempreng.
“Udah-udah jangan godain mereka berdua. Emang kalian selesai ngerjakan hmm? Waktunya
tinggal dikit loh? Atau kalian sudah selesai? Kalau sudah kumpukan sana dimeja Saya” Ucap
Bu Indah.
“Ya belum Bu” Jawab murid-murid serempak, kecuali Narendra dan Naya.
“Ya. Cepet kerjakan” Titah Bu Indah.
“Kalian beneran selesai kan?” Tanya Bu Indah kepada Narendra dan Naya. Mereka hanya
mengangguk singkat.
“Ya sudah kalau begitu kertasnya saya bawa ya? Sebentar lagi saya koreksi” Ucap Bu Indah
sambil mengambil kertas lembaran Narendra dan Naya, kemudian berlalu pergi ke mejanya.
“Kalian berdua keluar” Ucap Bu Indah sambil menunjuk kearah pintu.
“Kenapa?” Tanya Naya dengan wajah datar.
“Kalian kan sudah selesai. Jadi kalian keluar aja dulu” Ucap Bu Indah.
Mereka berdua langsung keluar kelas dengan ekspresi wajah datar.
Kalian berdua emang jodoh. Punya banyak kesamaan Batin Bu Indah.
Kemudian Bu Indah melanjutkan untuk mengkoreksi hasil kerja Naya dan Narendra.
“Mereka benar semua” Ucap Bu Indah.
“Apa Bu? Saya gak salah dengar nih? Kalau Narendra saya percaya, tapi Naya?” Tanya
Tharil dengan nada penuh ketidak percayaan.
“Lah. Kan Naya pernah ikut kejuaraan bidang mata pelajaran, sama kaya Narendra. Naya loh
yang juara satu” Jawab Bu Indah.
“Benarkah Bu?” Tanya Rinda.
“Iya. Dulu kan Naya pernah juara satu, tapi pada saat itu Naya sakit. Jadi diwakilkan sama
temannya” Ucap Bu Indah.
“Oh. Itu Bu yang namanya emm Al- Al siapa sih Bu? Tanya Dinda.
“Algatra” Ucap Bu Indah.
“Iya. Itu Bu maksud saya” Kata Dinda.
“Bu kan mereka pernah ikut kejuaraan tuh, kenapa mereka kok gak kenal?” Tanya Syasa.
“Oh. Itu tempat lombanya kan dibagi. Jadi mereka gak satu tempat. Kalau pas hari
pengumuman itu, Narendra juga gak ikut. Waktu itu Narendra ada acara keluarga” Jawab Bu
Indah.
"Kok ibu bisa tahu tentang Naya?" Tanya Diva.
"Kan dia sepupu saya" Jawab Bu Indah jujur. Mumpung Bu Indah lagi bercakap-cakap, Raka
dan Gevan mencari kesempatan untuk saling mencontek.
"Heh. Gev Lo bisa nomor dua?" Tanya Raka.
"Belum gue. Nomor satu sama nomor tiga baru gue bisa" Jawab Gevan.
"Tanya Arya" Ucap Raka.
"Oke" Jawab Gevan. Sebab bangku Arya tepat disampingnya bangku Gevan.
"Ar. Lo udah?" Tanya Gevan.
"Belum. Kurang satu" Jawab Arya jujur.
"Nomor berapa?" Tanya Raka pelan.
"Nomor tiga" Jawab Arya sambil menggerakkan jarinya sebagai isyarat.
“Kita selesai. Tapi bagi jawaban no dua” Ucap Raka.
“Oke. Tulis kertas” Kata Arya sambil menuliskan jawaban nomor dua.
Di tempat lain, Narendra sedang berjalan menuju tempat tongkrongan ia dan para sahabatnya.
Yang katanya tempat yang tidak boleh dimasuki oleh SMA Fernando. Para murid-murid
SMA Fernando tidak tahu kalau rooftop yang mereka bilang tidak boleh dimasuki, itu adalah
tempat tongkrongan milik NAGR. Kenapa begitu? Karena jika ada murid pergi kesana. Pasti
tempat itu ada bunyi bunyi yang menyeramkan.Ya jelaslah. Karena NAGR mengklaim
tempat itu miliknya. Jadi siapa yang pengen masuk pasti dihalangi oleh NAGR. Iya, suara-
suara itu dihasilkan dari kejailan Narendra, Arya, Gevan dan Raka.
“Ngapain lo ikutin gue. Gak ada kerjaan lain apa?” Tanya Narendra sarkas. Naya sedari tadi
ngikutin Narendra.
“Gak boleh ya?” Alih-alih menjawab, Naya malah kembali bertanya dengan wajah polos dan
datarnya.
"Lo mau ikut? Ya udah ikutin aja" Jawab Narendra.
Entah kerasukan setan apa Narendra jadi sebaik ini dengan perempuan. Naya mengikuti
perintah Narendra dengan berjalan dibelakang Narendra. Tiba tiba Narendra berhenti
sehingga Naya menabrak punggung Narendra.
Duk "Shh" Ringis Naya karena jidatnya kebentur punggung Narendra. Mendengar ringisan
Naya, Narendra berbalik dengan ekspresi wajah khawatir.
"Lo gak papa?" Tanya Narendra khawatir.
"Nggak. Saya nggak papa" Jawab Naya dingin.
"Emm, lo jangan beri tahu orang-orang kalau lo pergi ke rooftop" Ucap Narendra tak kalah
dingin.
"It's ok" Jawab Naya. Kemudian mereka sampai di rooftop.
Narendra langsung duduk di sofa sambil memainkan gitar. Sedangkan Naya mendengarkan
alunan musik dari gitar yang dipetik oleh Narendra.
“Ehem. Gimana kalau sekarang kamu dan saya latihan nyanyinya. Nanti lanjut Minggu di
apartemen kamu” Usul Naya.
“Oke. Lirik lagu Someone You Loved gimana? Gue suka soalnya” Jawab Narendra dengan
senyum tertahan. Naya hanya mengangguk.
I’m going under and this time I fear there’s no one to save me.
Somebody to know
This all or nothing really got a way of driving me crazy
I need somebody to heal
Somebody to have
Somebody to hold
But it’s never the same I guess I kinda liked the way you numbed all the pain
It’s easy to say
Now the day bleeds
Into nightfall And you’re not here
To get me through it all
I let my guard down
And then you pulled the rug I was getting kinda used to being someone you loved
I’m going under and this time I fear there’s
No one to turn to
This all or nothing way of loving got me
Sleeping without you
Now, I need somebody to know
Somebody to heal
Somebody to have
Just to know how it feels
It’s easy to say but it’s never the same I guess I kinda liked the way you helped me escape
Now the day bleeds
Into nightfall And you’re not here
To get me through it all
I let my guard down
And then you pulled the rug I was getting kinda used to being someone you loved
And I tend to close my eyes when it hurts sometimes
I fall into your arms
I’ll be safe in your sound ‘til I come back around
For now the day bleeds
Into nightfall
And you’re not here
To get me through it all I let my guard down
And then you pulled the rug I was getting kinda used to being someone you loved
[Lewis Capaldi-Someone you loved]
Setelah menyanyikan lagu tersebut, suasana menjadi hening. Setelah itu suara tepuk tangan
berasal dari Narendra.
“Suara Lo bagus” Ucap Narendra dengan senyuman.
“Gue gak nyangka, kalau lagi itu dinyanyikan sama lo. Gue bahagia bisa denger ada yang
nyanyi didepan gue. Apalagi suara lo bagus banget. Sorry ya kalau gue pernah ngeraguin
suara lo" Sambung Narendra dengan tulus.
"Thanks. Saya juga gak nyangka bisa nyanyi lagu itu. Padahal saya suka lupa sama lirik
lagunya" Ucap Naya.
"Kamu juga keren" Puji Naya.
"Ha ha ha. Terimakasih. Jangan lupa besok Minggu" Kata Narendra.
"Oke" Jawab Naya.
Naya menatap Narendra, "Kalau saya boleh tau kenapa Syasa bilang kalau tempat ini tidak
boleh dimasuki? Tapi, kamu sendiri kesini?"
"Maaf jika pertanyaan Saya lancang" Lanjut Naya.
"Haha santai aja. Lagian ini tempat memang udah gue kasih kertas didepan. Biar gak ada
yang masuk"
"Kertas?" Tanya Naya.
"Iya, gue tulis Jangan masuk jika kalian ingin selamat didalam banyak kerusakan yang cukup
parah Tertanda Fernando"
"Curang banget sih"
"Biar lagian dari awal masuk gue udah nyaman saja sama tempat ini" Jawab Narendra. Huft,
Poin pertama sudah terbukti jika sebenarnya rooftop gak seperti apa yang Syasa ucap.
Alasannya Narendra saja yang tidak memperbolehkan tempat ini dimasuki oleh sembarang
siswa. Tinggal poin dua dan tiga. Kemudian mereka beranjak dari tempat tersebut. Lalu
mereka pergi ke kelas karena bel berbunyi. Pelajaran selesai, murid murid pun berhamburan
keluar kelas. Naya sedang menunggu sopir menjemput. Karena Arya sedang latihan basket.
.....
Sekarang hari Minggu, hari dimana Narendra dan Naya akan latihan nyanyi di apartemen
milik Narendra. Naya sudah berangkat diantar Arya. KaNayna Arya sekalian mau pergi
latihan juga di rumah Chory. Naya sampai didepan apartemen Narendra, kemudian Naya
menekan bel. Tak lama kemudian Narendra membuka pintu apartemennya.
“Masuk” Ucap Narendra menyuruh Naya masuk. Setelah masuk Narendra menutup pintu
apartemennya.
“Lo duduk aja. Mau minum apa?” Ucap Narendra.
“Gak usah Naypot-Naypot” Ucap Naya sambil duduk di sofa.
“Gue ke kamar dulu ambil gitar” Ucap Narendra sambil berjalan ke kamarnya.
Kemudian Narendra datang dengan membawa gitar, snack dan minuman.
“Kita mulai ya? Lagunya tetap apa dirubah?” Tanya Narendra.
“Tetap aja” Jawab Naya.
Kemudian Narendra mulai memetik gitarnya. Alunan musik pun terdengar. Naya langsung
menyanyikan lirik lagu Someone You Loved. Setelah menyanyi, Mereka diam. Narendra
menanyakan alamat rumah Naya.
"Alamat rumah Lo dimana?" Tanya Narendra.
"Emm" Naya bingung mau menjawab apa, jika ia menjawab pasti Narendra akan tahu kalau
ia dan Arya satu rumah.
"Oh ya gue lupa Lo kan tetangganya Arya. Ya kan?" Tanya Narendra memastikan. Mau tak
mau Naya mengangguk walau ragu.
"Lo ada waktu gak hari ini?" Tanya Narendra.
"Enggak" Jawab Naya singkat.
"Lo ikut gue mau?" Tawar Narendra.
"Enggak bis-" Ucap Naya tapi terpotong oleh Narendra.
"Harus bisa lah" Ucap Narendra.
"Kok gitu sih. Ngapain tadi nanya kalau ujung ujungnya harus nurut" Jawab Naya kesal.
"Emm. Ya sorry, bentar ya gue mau ganti baju" Ucap Narendra sambil berlalu. Setelah
selesai mengganti baju Narendra langsung mengambil motornya. Mereka pergi ke sebuah
rumah yang letaknya lumayan jauh dari apartemen milik Narendra.
"Ini rumah siapa?" Tanya Naya.
"Bunda" Jawab Narendra singkat. Kemudian Narendra mengetuk pintu rumah tersebut. Akan
tetapi tidak ada yang membukakan pintu.
"Emm. Sepertinya Bunda kamu gak ada" Ucap Naya.
"Bentar. Gue mau telpon bunda dulu" Kata Narendra.
"Kenapa gak dari tadi sih?" Ucap Naya kesal.
"Gak kepikiran" Jawab Narendra santai.
Kemudian Narendra mengambil handphonenya di saku jaketnya. Setelah itu Narendra
mencari nama Bunda di kontaknya. Setelah ketemu Narendra langsung menelpon. Tak lama
kemudian Bunda menerima telpon dari Narendra.
"Assalamualaikum Nayn" Salam Bunda dari ujung sana.
"Waalaikumsalam Bun" Balas Narendra.
"Tumben telpon Bunda. Ada apa?" Tanya Bunda.
"Bunda dimana sekarang?" Tanya Narendra.
"Bunda di perjalanan. Habis dari Bandung. Kenapa?" Tanya Bunda.
"Narendra lagi di rumah Bunda ini" Beritahu Narendra.
"Oh gitu ya. Narendra kalau mau masuk ya masuk" Ucap Bunda.
"Kan dikunci Bun" Kata Narendra.
"Hehehe. Ya maaf Bunda lupa. Itu kuncinya di pot gantung. Kamu cari" Ucap Bunda.
"Potnya banyak Bun" Ucap Narendra sambil mencari kunci di pot. Di bantu Naya.
"Di bunga anggNayk putih Nayn" Ucap Bunda.
Narendra memberi tahu Naya lewat gerakan tangan. Jari tangannya menunjuk Bunga
anggNayk putih yang digantung.
“Iya Bun makasih. Ini sudah ketemu. Kalau gitu Narendra tutup dulu ya. Assalamualaikum”
Kata Narendra sambil memutuskan sambungan teleponnya.
“Tolongin buka ya pintunya” Ucap Narendra.
Naya langsung membuka pintunya dengan kunci rumah tersebut. Setelah pintu terbuka Naya
dan Narendra mengucapkan salam.
“Assalamualaikum” Ucap Mereka berdua secara bersamaan.
“Nay lo disini dulu ya. Gue mau ambil barang gue yang ketinggalan” Ucap Narendra.
“Iya” Jawab Naya.
“Lo duduk aja disana” Kata Narendra sambil menunjuk kekursi.
Bukannya duduk Naya malah berjalan ke arah laci. Dimana laci tersebut terdapat sebuah
pigura. Naya seperti tidak asing dengan foto tersebut. Kemudian Naya mendekat akan tetapi
niatnya diurungkan setelah mendengar seseorang buang mengucapkan salam.
"Assalamualaikum" Ucap orang tersebut.
"Waalaikumsalam" Jawab Naya. Orang tersebut mendekat kearah Naya.
"Kamu temannya Narendra ya?" Tanya orang tersebut dengan ramah.
"Iya" Jawab Naya sambil mendongak. Tubuh Naya sedikit bergetar kala melihat orang
tersebut. Kemudian Naya langsung memeluk orang tersebut sambil terisak.
"Bunda Nay kangen" Ucap Naya sambil terisak.
"Bunda juga. Kamu kesini sama Narendra ya?" Kata Bunda sambil menuntun Naya duduk di
kursi.
"Kabar Nay bagaimana? Tanya Bunda.
"Kurang baik dari sebelumnya Bun" Jawab Naya sambil memeluk erat Bunda.
“Bunda juga bagaimana?” Tanya Naya.
“Bunda baik. Bunda jauh lebih lega sekarang” Kata Bunda sambil melepas pelukannya dan
menangkap pipi Naya.
“Kamu makin cantik ya? Pasti punya pacar ya?” Tanya Bunda.
“Makasih Bunda. Bunda juga cantik. Nay gak punya Bun” Jawab Naya.
“Bunda gak percaya” Ucap Bunda tak percaya.
“Bunda gak perlu percaya sama Nay. Nay memang-“ Ucapan Naya dipotong oleh Bunda.
“Nay. Gak boleh gitu. Bunda percaya. Cepat atau lambat Nay pasti punya pacar. Percaya
sama bunda” Kata Bunda.
“Tadi Nay bilang apa? Kurang baik dari sebelumnya?” Tanya Bunda memastikan. Naya tak
menjawab.
“Nay. Ingat pesan Bunda. Kita harus ikhlas. Kalau Nay rindu. Berdoa ya sayang. Semua
makhluk hidup akan merasakan apa yang namanya meninggal. Bunda yakin jika Nay ikhlas
dia kan tenang. Bunda vakin dia pasti bahagia. Mulai sekarang Nay harus mencoba untuk
mengiklaskan kepergian dan semua kesalahan-kesalahan yang siapa pun lakukan kepada
Nayy" Ucap Bunda.
"Ta-tapi Nay gak bisa" Ucap Naya.
"Bisa. Gak ada yang gak bisa" Ucap Bunda. Kemudian Naya mengangguk dan tersenyum.
"Terimakasih banyak Bun" Ucap Naya tulus.
"Iya" Jawab Bunda. Kemudian Narendra datang dengan membawa kotak musik yang terbuat
dari kayu.
"Bunda udah pulang?" Tanya Narendra.
"Iya lah kalau Bunda gak disini ya Bunda belum pulang" Jawab Bunda dengan nada
bercanda.
"Bunda kenal sama Naya?" Tanya Narendra.
"Kenal dong. Dia kan-" Ucapan Bunda dipotong oleh seseorang yang baru saja masuk.
“Tumben kesini Ren?” Tanya orang tersebut.
“Narendra kesini mau ngambil kotak musik Narendra, Yah” Jawab Narendra.
“Loh, kamu juga disini. Sama siapa?” Tanya Ayah kepada Naya.
“Sama Narendra, Yah” Jawab Naya.
“Pacar kamu ini Ren?” Tanya Ayah kepada Narendra.
“Doakan yah” Jawab Narendra.
“Amin” Jawab Bunda sama Ayah dengan bersamaan.Naya hanya diam mendengar itu.
“Kamu gak ngunjungin Mama sama Papa mu Ren? Mereka kangen kamu” Ucap Ayah
dengan menatap lekat mata Narendra.
“Ngapain?” Tanya Narendra dingin.
“Mereka orang tua kamu loh Ren. Memangnya kamu gak kangen sama Mereka?” Tanya
Bunda.
“Ayah tahu kamu itu sebenarnya kangen Mereka. Tapi kamu itu hanya mementingkan ego
kamu. Coba lah kamu hapus ego kamu itu. Ayah tahu semenjak kamu kecil. Kamu diam diam
nangis" Kata Ayah. Narendra diam, dia benar-benar malu dengan dirinya. Dia malu sama
Ayah, Bunda, Sahabatnya dan juga Naya.
"Ingat Al. Maafkan kesalahan Mereka. Mereka menyesal" Ucap Bunda.
"Oke. Narendra bakal kesana. Tapi tidak untuk sekarang. Dan Narendra belum bisa
memaafkan Mereka" Jawab Narendra.
"Terserah kamu. Yang terpenting sekarang ini kamu harus ngunjungin Mama sama Papa
kamu" Ucap Bunda. Sedari tadi Naya bingung. Banyak pertanyaan yang ada di otaknya. Tapi
ia mencoba untuk menutup mulutnya agar tidak bertanya.
"Bun Ren pamit pulang ya" Ucap Narendra.
"Loh. Ngapain buru buru Ren. Bunda sama Ayah masih kangen loh sama kamu apalagi
Naya" Ucap Bunda.
"Iya. Soalnya Ayah udah jarang ketemu sama Naya" Ucap Ayah.
"Nggak. Kami pamit dulu Yah. Udah mau sore soalnya" Ucap Narendra.
"Ya udah Naya pamit pulang dulu. Soalnya Naya belum pamit sama orang tua Naya kalau
Naya disini. Kapan kapan Naya kesini lagi" Timpal Naya.
"Ya udah kalau begitu. Kalian hati hati ya" Ucap Ayah.
"Beneran ya Nay. Kita masak bareng lagi ya" Ucap Bunda.
"Iya iya. Nanti Nayanya Al anter kesini" Ucap Narendra. Setelah itu Mereka pamit pulang.

Anda mungkin juga menyukai