Anda di halaman 1dari 9

Nama : Nur Sofia Fitriyana

Kelas : XI AKL 2

HEMBUSAN TERAKHIR SAHABATKU

Di pagi hari dengan cuaca yang tidak bersahabat, awan hitam menyelimuti langit biru yang cerah
disertai dengan rintikan hujan. Riana siswi teladan SMA 1 yang kini duduk di kelas IX sudah
bersiap–siap untuk pergi ke sekolah dengan Jazz kesayangannya.

Sesampainya di sekolah.
“Pagi pak!” Sapa Riana kepada petugas keamanan dari dalam mobilnya saat memasuki gerbang
sekolah.
“Pagi juga neng! Parkirnya di sebelah sana ya!” Jawab Pak Didi sambil menunjukkan arah
dengan tangannya.

“Sip Pak!” Balas Riana.


Riana pun memarkirkan mobilnya. Setelah itu Ia segera menuju ruang kelasnya. Dari balik pintu
sudah terlihat ketiga sahabat karibnya yang tak lain ialah Keisha, Mentari, dan Meisa yang
sedang membicarakan sesuatu yang kelihatannya begitu seru.
“Pagi semua!” Sapa Riana ceria kepada teman-temannya.
“Pagi! Tumben lo baru datang, biasanya lo duluan yang datang daripada kita?” Tanya Mentari
“Iya tadi gue kesiangan, Maklumlah mendung. Yaa otomatis gue berangkatnya agak telat, terus
jalanan macet, untung aja gue gak telat.” Jelas Riana.
“Ya namanya juga Jakarta, kalo gak macet bukan Jakarta.” Tambah Meisa.
“terus apa namanya?” Tanya Keisha.
“Nggak perlu di bahas Ok!” Jawab Meisa. Diiringi tawa kecil yang lain.
“Eh gue ke kantin dulu ya, mau beli air mineral, lupa tadi ga kebawa. Ada yang mau nitip?”
Tanya Riana

Riana menawarkan kepada sahabatnya.


“Nggak usah deh, makasih!” Jawab Mentari.
“Ya udah gue keluar dulu ya!” Pamit Riana.

Riana pun meninggalkan kelas dan menuju kantin Bu Dina. Setelah Ia mendapatkan air mineral,
Ia kembali ke kelas dengan tergesa–gesa karena bel yang menandakan tanda masuk sudah
berdering.
“Duh abis deh gua kalo Pak Norman udah sampai di kelas duluan.” Gumam Riana dalam
benaknya.
Karena terlalu tergesa-gesa, sampai Ia tidak melihat seorang pria tinggi dengan paras menawan
sedang berjalan dari arah yang berlawanan. Riana secara tidak sengaja menabrak pria tersebut
hingga mereka terjatuh.
“Aduh!” Seru pria itu.
“Maaf, maaf! Gue gak sengaja, gue lagi buru-biru nih.” Jawab Riana.
“Oh iya iya gapapa kok. Kalo boleh tanya ruang Kepala Sekolah di mana ya?” Tanya pria
tampan dengan sedikit terengah-engah.
“Ruangan Kepala Sekolah di sana, lurus aja ada tulisannya kok.” Jawab Riana dengan penuh
kepanikan sambil mengarahkan tangannya ke arah kanan.
“Ya makasih ya.” Ucap pria tampan itu.
“Ya sama-sama” Balas Riana dengan suara lebih keras sambil berlari.

Tak lama kemudian Ia pun sampai di depan kelas. Dari balik pintu Ia sedikit mengintip ke dalam
untuk melihat apakah Pak Norman sudah sampai di ruangan atau belum.
“Ya Allah lindungilah hamba-Mu ini dari hukuman Pak Norman.” Doa Riana dalam benaknya
sebelum memasuki kelas.
Ia pun secara perlahan-lahan memasuki kelas. Dengan perasaan berdebar-debar. Ia segera
mengarahkan pandangannya ke seluruh sisi ruangan tersebut untuk mengetahui keberadaan Pak
Norman.
“Alhamdulillah beliau belum datang, terima kasih ya Allah.” Ucap Riana dalam benaknya sambil
menempatkan tangan kanannya di dadanya.
“Kenapa lo kok kelihatannya tegang banget?” Tanya Mentari.
“Gimana nggak tegang, sekarang kan pelajarannya Pak Norman. Kalo gue sampai telat masuk
sedikit aja habis gue dijemur di lapangan. Dia belum datang kan?” Jelas Riana.
“Belum kok! Mungkin karena habis hujan terus jalanan macet, jadinya becek deh!” Tambah
Keisha.
“Iya tuh mungkin kejebak banjir.” Tambah Meisa.

Tak lama kemudian datang sosok pria tinggi, bertubuh tegap, dan terlihat sedikit jutek dari balik
pintu. Pria itu tak lain ialah Pak Norman. Suasana kelas pun berubah sesaat dari yang
sebelumnya sedikit gaduh menjadi sunyi ketika Ia datang. Tak ada seorang pun yang berani
mengeluarkan sepatah kata kecuali Rizal sang ketua murid yang memberikan komando kepada
teman-temannya.
“Bersiap! Memberi salam!” Ucap Rizal.
Mendengar perintah tersebut, serentak seluruh siswa mengucapkan salam. Setelah itu Pak
Norman mengabsen siswa-siswi. Lalu Beliau melanjutkan menjelaskan materi minggu lalu
mengenai teknologi reproduksi. Di tengah penjelasannya tiba-tiba Ia mengajukan pertanyaan.
“Ada yang masih ingat, hewan apa yang pertama kali di cloning?” Tanyanya dengan sedikit
penegasan.
“Domba Dolly pak!” Jawab Riana.
“Benar sekali. Sekarang, siapa yang dapat menjelaskan bagaimana proses pengkloningan pada
hewan tersebut?” Tambahnya.

Seluruh siswa hanya terdiam mendengar pertanyaan tersebut.


“Ya sudah, mungkin kalian lupa. Sekarang silahkan buat kelompok masing-masing empat orang
dan diskusikan!” Perintahnya.
Mendengar perintah tersebut, seluruh siswa dalam ruangan tersebut langsung membalikkan kursi
mereka. Begitu pula dengan Riana dan Keisha, mereka memutar kursinya 180 derajat hingga
mereka berhadapan dengan Mentari dan Meisa.
Disela–sela diskusi Mentari melihat Riana penuh keheranan.
“Woy kenapa lo? Kok dari tadi gue perhatiin lo senyum-senyum sendiri?” Tanya Mentari.
“Cie lagi seneng ya? Cerita dong!” Bujuk Meisa diiringi tawa kecil.
“aduh gue bingung ceritanya dari mana, yang jelas perasaan gue hari ini seneng banget.” Jawab
Riana penuh kegembiraan disertai tawa kecil.
“Gue tau pasti lo sekarang lagi jatuh cinta ya?” Tebak Keisha.
“Ih apaan sih lo Kei? Nggak kok!” Jawab Riana dengan sedikit malu.
“Ih pake ngebohong, sudah jujur aja! Lo itu nggak bisa bohong sama gue, dari mata lo aja sudah
kelihatan klo lo lagi jatuh cinta. Mungkin lo bisa ngebohongin yang lain tapi gue enggak. Gue
sahabat lo dari lo kecil, dari kita belum sekolah.” Jelas Keisha.
“Hehe Iya deh gue nyerah. ” Jawab Riana dengan sedikit malu.
“Cie cie sama siapa Ri?”Tanya Meisa dengan penuh penasaran.
“Gue nggak tahu dia siapa, kayaknya sih anak baru. Soalnya gue baru kali ini ngelihat dia.” Jelas
Riana dengan wajah sedikit kemerah–merahan.
“Cie…! Berarti lo jatuh cinta pada pandangan pertama dong? Cie cie” Ejek Mentari.
“Jarang-jarangkan seorang Riana Elisya Putri, seorang putri sekolah jatuh cinta! Beruntung
banget tuh orangnya.” Tambah Keisha.
“Ih apaan sih kalian! Udah ah udah jangan bahas sekarang.” Jawab Riana sambil melirik ke arah
Pak Norman yang sedari tadi memperhatikan mereka.
“Pokoknya nanti certain ya siapa yang sudah membuat lo jatuh cinta.” Pinta Meisa.
“Iya bawel.” Jawab Riana
Mereka pun melanjutkan diskusi hingga jam pelajaran Pak Norman selesai.

Kemudian mereka melanjutkan dengan mata pelajaran lain. Setelah pukul 16.00 WIB bel
berdering, yang menunjukkan bahwa kegiatan KBM sudah berakhir. Siswa-siswi pun
meninggalkan kelas dan bergegas kembali ke rumah masing-masing.

Keesokan harinya, seperti biasa Riana sudah bangun saat sang fajar masih malu-malu
menampakkan dirinya. Ia segera bersiap-siap pergi ke sekolah. Ia tidak dapat bersantai-santai
karena kondisi jalan Ibu Kota tidak dapat diprediksikan. Setelah seluruh persiapan selesai, Ia
tidak lupa untuk berpamitan kepada kedua orang tuanya yaitu Bapak Ferdy dan Ibu Lia sebelum
Ia pergi ke sekolah.

Sesampainya di SMA 1 sambil menunggu bel, Riana dan ketiga sahabatnya melanjutkan
pembicaraan yang lalu mengenai siapa yang membuat Riana jatuh cinta. Disela-sela
pembicaraan, terdengar bel yang menunjukkan bahwa KBM segera dimulai. Tak lama kemudian
seorang lelaki paruh baya memasuki kelas tersebut, yaitu Pak Sabar, yang tak lain ialah guru BK.
Serentak seluruh siswa memberikan salam kepadanya.
“Pagi ini kalian kedatangan siswa baru pindahan dari Bandung.” Ujar Pak Sabar.
Kemudian Ia memanggil seorang laki-laki tampan dari balik pintu. Ketika lelaki itu masuk
suasana kelas menjadi gaduh.
“TENANG-TENANG!! Saya harap kalian bias tenang!” Ucap Pak Sabar.
Seketika suasana kelas menjadi lebih tenang.
“Sekarang silahkan perkenalkan diri kamu!” Pinta Pak Sabar kepada murid baru tersebut.
“Selamat pagi semuanya! Nama saya Ryan Anugrah, kalian bisa panggil saya Ryan.” Ucap
Ryan.
“Sekarang silahkan kamu cari kursi yang masih kosong.” Ucap Pak Sabar mempersilahkan Ryan
untuk duduk. “Untuk perkenalan lebih lanjut nanti kalian bisa tanya langsung.” Tambahnya.
”Sekarang pelajaran apa?” Tanya Pak Sabar pada Rizal.
“Olahraga Pak.” Jawab Rizal.
“Ya sudah sekarang kalian ganti baju lalu langsung ke lapangan, guru kalian sudah menunggu
disana.” Ucap Pak Sabar sebelum meninggalkan kelas tersebut.

Kemudian Pak Sabar meninggalkan kelas tersebut. Ryan pun segera menuju kursi yang masih
kosong. Saat menuju kursi tersebut Ia melewati kursi Riana, dan tersenyum padanya.
Tanpa disadari Riana, Keisha sedari tadi memperhatikan tingkah laku Riana yang sejak tadi
tersenyum tepatnya ketika Ryan memasuki kelas.
“Dia ya orangnya?” Tanya Keisha.
“Maksudnya?” Tanya balik Riana.
“Ia dia kan yang sudah membuat hati lo jadi berbunga-bunga?” Tebak Keisha.
“Hehe Iya.” jawab Riana sedikit malu-malu. “Kok lo bisa tahu sih?” Tanya Riana heran.
“Kelihatan dari tingkah laku lo.” Jelas Keisha singkat. “Ya sudah yuk ganti baju!” Tambah
Keisha.

Kemudian mereka dan siswa yang lain mengganti pakaian putih abu-abu dengan pakaian
olahraga. Setelah itu mereka berkumpul di lapangan. Sesampainya di sana mereka diperintahkan
untuk bermain basket. Karena sudah merasa lelah bermain basket, mereka memutuskan untuk
beristirahat. Di tengah istirahat, tiba-tiba Ryan menghampiri Riana yang tengah asyik bersama
ketiga sahabatnya. Ryan pun memperkenalkan dirinya kepada Riana, Keisha, Mentari, dan
Meisa.
“Hai!” Sapa Ryan. Maaf ya kemarin gue ga sengaja nabrak lo sampai lo jatuh, ada yang luka
nggak?” Tambahnya.
“Nggak papa ko, nggak ada yang luka. Lagi pula kemarin kan yang nabrak gue bukan lo” Jawab
Riana. “Kalo boleh tahu, kenapa lo pindah sekolah?” Tambahnya.
“Gue dulu ikut nenek gue, kasihan nenek gue sendiri. Belum lama ini Beliau meninggal, ya
sudah gue balik tinggal sama orang tua gue, terus disekolahin disini.” Jelas Ryan.
“Oh maaf ya, jadi mggak enak. Lo cucu kesayangannya ya?” Balas Riana.
“Nggak papa kok. Gimana ya gue kan cucu satu-satunya.” Jawab Ryan.
“Oh, pasti nenek lo sayang banget sama lo.”

Mereka pun melanjutkan pembicaraan hingga menyinggung topik yang lain. Di tengah-tengah
perbincangan terdengar bunyi bel, mereka pun menyudahi obrolan dan segera mengganti
pakaian. Setelah itu mereka melanjutkan pelajaran hingga akhir. Ketika bel berdering Riana dan
ketiga sahabatnya pulang bersama.
Di tengah-tengah perjalanan sambil mrndengarkan musik kesukaan mereka mereka
membicarakan sesuatu.
“Cie Riana, tadi ngobrolin apa saja sama Ryan?” Ledek Meisa.
“Ih apaan si lo Mei! Tadi gue cuma nanya alasan dia pindah sekolah terus gue ceritain keadaan
sekolah kita.” Jawab Riana.
“Kei, lo kenapa dari tadi diam saja, terus muka lo kok agak pucat sih?” Tanya Mentari khawatir.
“Nggak papa kok cuma pusing sedikit.” Jawab Keisha lemas.
“Gue perhatiin, kok lo sering banget pusing? Sakit apa?” Tanya Riana cemas sambil melirik ke
arah Keisha yang duduk di sampingnya.
“Nggak, nggak ada sakit kok! Ya mungkin karena kelelehan aja kali.” Jawab Keisha.

Riana pun mengantarkan Keisha hingga pintu rumahnya, kemudian Ia melanjutkan mengantar
Mentari dan Meisa.
Sesampainya di rumah, kedua orang tua Keisha sangat khawatir melihat keadaan putri
tunggalnya yang pucat pasi. Tanpa berfikir panjang, mereka membawanya ke rumah sakit tempat
di mana keluarga Keisha memeriksa kesehatannya.

Sesampainya di rumah sakit, Keisha diperiksa oleh Dokter Indrawan yang akrab di sapa dokter
Indra yang tak lain ialah dokter pribadi keluarga Nasution, keluarga Keisha. Setelah Keisha
selesai diperiksa, Dokter Indra meminta Bapak Zainal Nasution dan Ibu Yulia Nasution
menemuinya di ruangannya.
“Maaf sebelumnya saya harus mengatakan ini kepada Bapak dan Ibu, kondisi putri Anda sudah
semakin parah, saya khawatir apabila operasi tidak segera dilaksanakan, hal ini bisa mengancam
keselamatan putri anda.” Jelas Dokter Indra.
“Apa tidak ada cara lain untuk menyembuhkan putri kami selain operasi?” Tanya Ibu Yulia
sambil menitihkan air mata.
“Tidak ada cara lain lagi karena kondisi putri Ibu sudah memasuki stadium akhir. Itu pun bila
operasinya berhasil.” Jawab Dokter Indra.
“Maksud dokter?” Tanya Bapak Zaenal khawatir.
“Ia bila operasinya berhasil ada dua kemungkinan, yaitu Ia akan kembali seperti sedia kala atau
ia tetap hidup dengan lupa ingatan atau yang disebut amnesia.” Jelas Dokter Indra. “Dan apabila
operasinya tidak segera dilaksanakan atau gagal maka putri ibu tidak dapat diselamatkan atau
ada keajaiban dari Yang Kuasa.” Tambahnya.
Mendengar perkataan tadi air mata Ibu Yukia mengalir semakin deras.
“Kapan operasi itu bisa dilaksanakan?” Tanya Bapak Zaenal.
“Itu tergantung kesiapan Anda dan putri Anda, saran saya lebih baik secepatnya.” Jawab Dokter
Indra.

Di tempat yang berbeda tepatnya di ruang tunggu dalam waktu yang bersamaan, Keisha secara
tidak sengaja melihat Ryan yang sedang berjalan.
“Ryan Ryan!!” Panggil Keisha.

Mendengar itu Ryan mencari asal suara tersebut. Ia mengarahkan pandangannya ke seluruh sisi
ruangan tersebut. Lalu Ia melihat sosok Keisha yang sedang berdiri. Ia pun menghampirinya.
“Eh lo Kei yang tadi manggil gue? Ngapain lo di sini?” Tanya Ryan.
“Ya gue yang manggil lo. Gue di sini habis check-up sekarang lagi nungguin orang tua gue, dari
tadi belum keluar-keluar.” Jawab Keisha. Lo sendiri ngapain?” Tambahnya.
“Orang tua lo belum keluar dari mana? Tanya Ryan. Gue mau jemput bokap gue mobilnya lagi
di bengkel.” Jelas Ryan.
“Dari ruangannya Dokter Indra.” Jawab Keisha.
“Dokter Indra siapa? Bokap gue kan dokter juga disini terus namanya dokter Indrawan.” Jelas
Ryan.
“Dokter Indra yang ruangannya di sebelah sana.” Balas Keisha sambil menunjuk ke arah ruangan
yang berda tak jauh dari tempatnya menunggu.
“Loh itu kan ruangannya bokap gue.” Balas Ryan.
“Serius lo?” Tanya Keisha seolah tidak percaya.
“Serius lah ngapain sih gue bohong.” Jelas Ryan. “Siapa yang sakit? Lo Kei?” Tambahnya.

Keisha hanya terdiam mendengar pertanyaan tersebut. Ia bimbang apakah Ia harus mengatakan
yang sejujurnya tentang penyakitnya atau tidak. Ia khawatir apabila Ia mengatakan yang
sejujurnya orang-orang yang berada di dekatnya hanya iba terhadapnya. Belum sempat Ia
menjawab, Dokter Indra bersama kedua orang tuanya datang dan menghampiri mereka.
“Eh itu orang tua gue sama Dokter Indra sudah keluar.” Ucap Keisha sambil menunjuk ke arah
orang tuanya.
“Kei kok lo nggak jawab pertanyaan gue sih?” Tanya Ryan.
“Oh, enggak kok gue cuma sakit kepala biasa saja kok.” Jawab Keisha agak ragu.

Kemudian Dokter Indra bersama kedua orang tua Keisha datang menghampiri.
“Kalian sudah saling kenal?” Tanya Dokter Indra kepada putranya dan Keisha.“Pak, Bu
perkenalkan ini putra saya.” Tambahnya.
Ryan pun bersalaman pada orang tua Keisha sebagai tanda perkenlan.
“Ya sudah kalau begitu Dok kami pamit pulang dulu karena sudah malam.” Ucap Bapak Zaenal.
“Ya hati-hati Pak!” Balas Dokter Indra diiringi senyum. “Keisha jangan lupa istirahat ya.” Pesan
Dokter Indra kepada Keisha.
Keisha pun hanya mengangguk. Kemudian mereka meninggalkan tempat tersebut.

“Kasihan temanmu, di usianya yang masih terbilang muda Dia harus menghadapi kenyataan
pahit.” Ucap Dokter Indra kepada putranya.
“Maksud ayah apa?” Tanya Ryan tak mengerti.
“Iya, dia mengidap kanker otak, sudah stadium akhir.”Jawab Ayah Ryan.
“Apa?” Ucap Ryan tak percaya.
“Ya sudah sekarang kita pulang dulu” Ajak ayah Ryan. “Nanti Ayah ceritakan di mobil.”
Tambahnya.
Di perjalanan pulang, ayah Ryan pun menceritakan semuanya yang terjadi pada teman baru
Ryan.
“Kamu sekarang sudah tahu apa yang terjadi pada Keisha, Ayah minta tolong jangan kamu
ceritakan hal ini pada siapa pun. Ayah merasa berdosa sekali sudah melanggar kode etik
kedokteran dengan menceritakan kondisi pasien Ayah ke kamu.” Pinta Ayah Ryan
“Iya Yah, aku ngerti kok aku janji ga akan bilang ke siapa pun.”

Keesokan harinya Ryan menghampiri Keisha yang sedang duduk termenung di depan kelas.
“Boleh duduk di sini?” Tanya Ryan.

Keisha tidak menjawab, Ia hanya menggeser posisi duduknya sebagai isyarat bahwa Ryan boleh
duduk di sampingnya.
“Maaf ya Kei sebelumnya. Gue sudah tahu apa yang terjadi sama lo.” Ucap Ryan mengawali
pembicraan. “Kenapa kemarin lo bohong sama gue?” Tambahnya.
“Gue sudah menduga. Bokap lo yang ngasih tahu ya?” Tebak Keisha. Ryan pun menjawab
dengan anggukkan kepala. “Gue nggak bermaksud bohong sama lo, gue cuma nggak mau kalo lo
dan yang lain tahu penyakit gue, lo semua jadi kasihan sama gue. Karena umur gue sudah
sebentar lagi” Jelas Keisha sambil menitihkan air mata. “Lo harus janji sama gue jangan sampai
ada yang tau tentang hal ini selain lo.” Pinta Keisha masih dengan derai air mata.
“Ya gue janji gue nggak akan bilang hal ini ke siapa-siapa. Yang harus lo tahu gue berteman
dengan lo bukan karena gue kasihan atau iba sama lo tapi gue peduli sama lo.” Jelas Ryan.
“Sekarang lo hapus air mata lo, gue yakin lo pasti bisa menghadapi semua ini.” Pinta Ryan.
“Kalau lo ada keluhan lo bisa bilang ke gue nanti gue sampaikan ke ayah gue.” Tambahnya.
“Makasih Yan. Iya nanti kalo gue ada keluhan gue bilang ke lo.” Balas Keisha.

Tak lama kemudian bel pun berdering. Mereka memasuki ruang kelas untuk mengikuti pelajaran.
Hari demi hari berlalu, Keisha dan Ryan pun semakin akrab. Mereka sering terlihat mengobrol
bersama. Hal itu membuat hati Riana sedikit cemburu terhadap sahabatnya.
“Kei gue perhatiin kok lo sama Ryan semakin akrab ya?” Tanya Riana. “Lo tahu kan kalau gue
suka sama Ryan?” Tambahnya.
“iya gue tahu kok, lo cemburu ya? Jawab Keisha dengan sedikit meledek.
“Gue lagi enggak mood ya buat bercanda.” Balas Riana dengan sedikit kesal.
“Hehe santai aja Ri. Gue sama dia nggak ada apa-apa kok.” Jawab Keisha. “Gue cuma…” Riana
memutus pembicaraan.
“Cuma apa?” Cuma mau ngerebut Ryan dari gue?” Tanya Riana kesal bercampur emosi.
“Ya ampun Ri, kok lo bisa berfikiran seperti itu sama gue?” Tanya Keisha dengan nada lebih
tinngi dari sebelumnya.

Perseteruan di antara mereka pun tek dapat dihindari. Di tengah perseteruan tersebut tiba-tiba
Keisha pingsan.
“Kei, Kei lo kenapa?” Ucap Riana panik saat sahabatnya tergeletak di lantai.

Tak lama kemudian Riana melihat Ryan yang sedang berjalan, Ia pun memenggilnya dan
meminta bantuan.
“Keisha kenapa?” Tanya Ryan kepada Riana panik.
“Gue juga nggak tahu tadi tiba-tiba dia pingsan.” Jawab Riana masih panik.
“Ya sudah bawa dia ke rumah sakit, lo tolong kabarin ke orang tuanya ya.” Balas Ryan masih
panik.

Kemudian mereka membawa Keisha ke rumah sakit. Ia pun langsung ditangani oleh Dokter
Indra.
“Yah tolongin Keisha, tadi dia tiba-tiba pingsan!” Pinta Ryan.
“Ya” Jawab Dokter Indra. “Sekarang kamu berdo’a untuk kesembuhan temanmu ini”
Tambahnya.

Keisha pun langsung dibawa ke ruang ICU untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif.
“Ryan, itu ayah lo?” Tanya Riana.
“Iya itu ayah gue.” Jawab Ryan.

Tak lama kemudian kedua orang tua Keisha datang bersama Meisa dan Mentari. Mereka
langsung menghampiri Riana dan Ryan.
“Keisha di mana?” Tanya Ibu Yulia dengan penuh kepanikan.
“Dia lagi di ICU. Tante sebenarnya Keisha sakit apa? Kok tante terlihat tegang sekali?” Tanya
Riana.
“Dia mengidap kanker otak.” Jawab Ayah Keisha.

Seketika suasana menjadi sendu setelah mereka mendengar perkataan itu. Mereka tidak
menyangka Keisha mengidap penyakit yang mengerikan itu.
“Apa?” Tanya Riana membangunkan kesunyian. Mentari, dan Meisa serentak tidak percaya.
“Kenpa Keisha menyembunyikan ini semua?” Tambah Riana dengan menitihkan air mata.
“Sahabat macam apa gue? Masa orang yang berarti di hidup gue memikul beban yang berat gue
nggak tahu?” Dengan air mata yang mengalir lebih deras. “Gue nyesel banget tadi gue sempet
tega sama Keisha hanya karena masalah sepele.” Ucap Riana menyalahkan dirinya.
“Cukup Ri, kamu nggak perlu menyalahkan diri kamu sendiri. Ini sudah takdir dari Yang Kuasa.
Keisha bukannnya nggak mau ngasih tahu hal ini ke kalian, Dia hanya takut bila dia cerita ke
kelian, kalian menjadi iba dan kasihan terhadapnya.” Jelas Ibu Keisha yang juga menitihkan air
mata.

Tak lama kemudian Dokter Indra keluar dari ruang ICU. Kedua orang tua Keisha beserta
keempat sahabatnya menghampirinya.
“Gimana dok keadaan anak saya?” Tanya Ayah Keisha berusaha tenang.
“Kondisi putri anda semakin memprihatinkan. Presentase harapan hidupnya kini hanya 40%.
Cara untuk menyelamatkan Keisha hanya dengan melakukan operasi. Itu pun bila berhasil.” Jelas
Dokter Indra.
“Apa persyaratan yang harus kami penuhi agar operasi itu segera dilaksanakan?” Tanya Ayah
Keisha.
“Anda silahkan ke bagian administrasi lalu menandatangani persetujuan operasi.” Jawab Dokter
Indra.

Ayah Keisha pun segera menuju bagian administrasi untuk menyelesaikan persyaratan operasi.
Tak lama kemudian setelah persyaratan telah dipenuhi Dokter Indra kembali bersama timnya
untuk melakukan operasi.
“Operasi akan segera dilaksanakan, ini membutuhkan waktu sekitar 8 jam. Saya berharap kepada
Bapak dan Ibu serta adik-adik untuk mendoakan agar operasinya berhasil.” Ucap Dokter Indra
sesaat sebelum menuju ruang operasi.

Sambil menunggu jalnnya operasi, kedua orang tua Keisha beserta keempat sahabatnya tidah
henti-hentinya berdoa untuk kelancaran operasi dan keselamatan Keisha. Setelah berjam-jam
menunggu Dokter Indra pun keluar dari ruang operasi. Mereka pun langsung menghampirinya.
“Gimana Dok, apakah operasinya berhasil?” Tanya Ayah Keisha tegang.
“Alhamdulillah, operasinya berjalan dengan lancar, tetapi sekarang kondisinya masih belum
sadar.” Jawab Dokter Indra.

Tak lama kemudian Keisha pun sadar. Dokter Indra mengizinkan kedua orang tuanya untuk
menemuinya. Mereka pun masuk ke ruang dimana Keisha dirawat bersama Riana.
“Ibu, Ayah, Riana maafin Keisha ya. Selama ini Keisha sudah banyak salah sama kalian.” Ucap
Keisha.
“Iya Kei, maafin Ayah sama Ibu juga ya.” Balas Ayah Keisha.Ibu Keisha hanya menitihkan air
mata tidak sanggup melihat kondisi putrinya yang terbaring lemah.
“Nggak ada yang perlu dimaafin Kei, seharusya gue yang minta maaf ke lo, gue sudah
ngecewain lo, gue sudah berfikiran negatif ke lo, gara-gara gue lo jadi begini.” Balas Riana juga
dengan menitihkan air mata.
“Enggak Ri, ini bukan gara-gara lo, ini sudah takdir. Gue mau klarifikasi masalah yang tadi, gue
sama Ryan nggak ada apa-apa, gue Cuma ngobrol tentang penyakit gue. Kalau ada keluhan gue
cerita ke dia nanti dia sampaikan ke bokapnya.” Ucap Keisha masih dengan berbaring.
“Iya Kei gue sudah lupakan itu semua. Masalah yang tadi udah lupain aja. Sekali lagi maafin gue
ya. Gue nyesel banget.” Ucap Riana masih dalam tangis.
“Bu, Yah, Ri, sekarang hapus air mata kalian, aku nggak mau lihat ada kesedihan di sini. Ibu,
Ayah sama Riana harus janji jangan nangis lagi walau apapun yang terjadi.” Pinta Keisha.

Kedua orang tua Keisha dan Riana hanya mengangguk sebagai isyarat mereka berjanji, sambil
menghapus air mata yang membasahi wajahnya.
“Sekali lagi aku minta maaf ya, tolong sampoaikan maaf aku ke yang lain.” Pinta Keisha dengan
sedikit terbata-bata.
Setelah mengucap kalimat tersebut, Keisha menghembuskan nafas terakhirnya. Saat mengetahui
garis pada elektrokardiograf membentuk garis lurus 1800, tanpa berfikir panjang Riana langsung
berlari mencari Dokter Indra agar dapat memberikan pertolongan kepada sahabat yang sangat
disayanginya itu. Namun sia-sia. Segala cara telah dilakukan namun hasilnya tak seperti yang
diharapkan. Nyawa Keisha sudah tidak tertolong.

Kedua orang tua Keisha dan seluruh temannya berusaha untuk tidak terlalu larut dalam
kesedihan, walau air mata sempat menghiasi wajah mereka. Mereka berusaha untuk menerima
takdir dari Sang Maha Kuasa. Mereka berdoa agar ruh Keisha diterima di sisi Allah dan
mendapat tempat yang layak di sisinya.

Anda mungkin juga menyukai