Anda di halaman 1dari 4

Nama : Zhettania Nur Azzahra

Kelas : XII IPA 1


Pengayaan : Semester 1 & 2
Nilai Awal : 82 & 86

Keajaiban dari Sebuah Persahabatan

Pada Senin yang mendung. Pukul 06.30 pagi. Lisa masih sibuk mencari
tugas yang sudah ia kerjakan seminggu yang lalu. Rencananya, hari ini,
dia ingin berangkat sekolah bersama Ayahnya. Namun, karena Ayah nya
ada rapat pagi yang mengharuskan Ayahnya berangkat lebih awal, Lisa
memutuskan untuk berangkat bersama Karina.
“Tinn tiinnn!! haloo spada,” teriak Karina di depan gerbang rumah Lisa.
Jam menunjukkan pukul 06.45 tetapi Lisa belum siap juga untuk berangkat
ke sekolah. “Haduhhh 15 menit lagi pasti gerbang sudah ditutup oleh pak
Bowo,” gumam Karina kesal karna teman masa kecilnya itu belum kunjung
keluar dari rumahnya. Tak lama setelah ocehan Karina selesai, akhirnya
gadis berumur 17 tahun dengan tas pink kesayangannya itu terlihat sedang
membuka gerbang rumahnya. “Lama banget sih kamu, Lis. Keburu jadi
ager nih aku,” ujar Karina, sambil menyalakan mesin motor vespanya.
Sudah menjadi watak Karina, apapun keadaannya ada saja candaan yang
keluar dari mulut gadis itu, seperti saat keadaan genting sekarang ini.
“Hehehe, maaf ya aku tadi sedang mencari-cari tugas makalah Bahasa
Indonesia,” jawab Lisa. “Yaudah yuk cepetan naik, mumpung belum hujan,”
ajak Karina karna langit pada pagi hari itu semakin gelap.
Rintik hujan mulai turun membasahi mereka berdua. “Wah, sepertinya
mau hujan, nih, Rin. Kamu merasa ada air jatuh nggak sih? Atau aku aja
yang ngerasain ya?” tanya Lisa bingung. “Enggak, Lis, aku juga kena kok
tadi. Sepertinya memang mau hujan deh,” jawab Karina, sembari mencari
tempat meneduh untuk berjaga-jaga. Karna merasa akan turun hujan
deras, Lisa pun bertanya pada Karina, “Kamu ada jas hujan dua, Rin? Aku
lupa membawa jas hujan”. “Tenang aku ada jas hujan dua kok. Tapi,
satunya nggak ada celana nya nggak apa-apa?” tawar Karina. “Iyaa nggak
apa-apa, Rin. Makasih banyak yaa, Rin, maaf aku merepotkan sedari tadi,”
jawab Lisa merasa tidak enak. “Ya ampunn, santai aja kali, Lis, kayak baru
kenal sehari aja kamu hahaha,” canda Karina.
Sesuai dugaan, setelah beberapa menit keluar dari kompleks
perumahan Griya Sumber Mas, hujan mulai turun dan lama-kelamaan
semakin deras. Karina pun singgah di halte bus untuk memakai jas hujan
merah miliknya bersama Lisa yang juga memakai jas hujan miliknya, tetapi
bukan berwarna merah juga melainkan berwarna biru.
Di halte bus yang lumayan ramai, mereka berdua bertemu dengan
seorang anak lelaki berkulit sawo matang, yang kebetulan memakai
seragam dengan lambang SMA Seni Hanlim sama seperti mereka.
Walaupun Karina merasa belum pernah melihatnya di sekolah, Karina
tetap mencoba untuk menyapa anak tersebut.
“Hai! Kamu anak SMA Seni Hanlim juga, ya?” sapa Karina. Anak lelaki
itu hanya terdiam dan menatap Karina dengan wajah heran.
“Kamu siapa?” tanya anak itu, sambil memegang erat tali tas ransel
hitamnya.
“Jawab dulu pertanyaanku, kamu anak SMA Seni Hanlim atau bukan?
Baru aku menjawab pertanyaan mu,”
“Hmmm.. iya. Kebetulan ini hari pertamaku sekolah di sana.
Memangnya, kenapa kamu nanya begitu? Kamu sekolah di SMA Seni
Hanlim juga, ya?” tanya anak tersebut, kembali dengan wajah heran
seperti awal tadi. Karena mereka berdua sudah memakai jas hujan, anak
lelaki itu tidak bisa melihat lambang sekolah yang ada pada seragam
mereka.
“Iya, aku juga sekolah di sana. Terus, kamu ngapain disini? Berteduh
juga?” tanya Karina lagi.
“Aku lagi nungguin ojek online. Karena baru di sini, jadi aku belum
paham daerah ini,” jawab anak lelaki tersebut dengan ramah.
Karina mengangguk-ngangguk, “Oh iyaa ngomong-ngomong, nama
kamu siapa? Kelas berapa?”
“Sepertinya di kelas 11 juga seperti kita,” bisik Lisa
“Namaku …,” belum sempat anak lelaki itu menyebutkan namanya, tiba
tiba ada bapak-bapak memakai jaket hijau membunyikan klaksonnya.
“Eh, sepertinya itu ojek online pesanan ku sudah datang. Aku pergi
dulu, ya. Sampai jumpa nanti!” dengan cepat anak lelaki itu langsung
berlari menghampiri ojek online yang sudah menunggu penumpangnya itu.
“Yah.. belum jawab tapi sudah pergi,” walaupun penasaran, Karina
berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya dan segera melanjutkan
perjalanannya menuju sekolah yang tinggal beberapa kilometer lagi,
karena hujan sudah tidak sederas tadi.
Sesampainya di sekolah, mereka berdua segera memasuki gedung B
SMA Seni Hanlim, menuju ruang kelas 11 Musik 2 yang berada di lantai
dua. “Ya ampun, kalian berdua hujan-hujanan, ya?” sapa Jenny, yang
tengah membereskan meja guru karna ia ada jadwal piket pada hari Senin.
“Iya, Jen! Lihat deh, sepatuku jadi basah gini,” jawab Lisa, sembari
mengelap sepatunya dengan tisu yang ia beli di kantin sebelum masuk ke
kelas. “Hai para calon penghuni surga! Aku udah selesai dispen nih, nggak
ada yang kangen aku kah?” sapa Dino yang baru datang ke kelas. Dino
adalah teman karina sejak SD, ia atlet bulu tangkis yang sudah
memenangkan kompetisi tingkat provinsi, bahkan akan mengikuti
kejuaraan nasional bulan depan. “Dih bosan banget lihat kamu. Malah
menurutku kurang dispennya, harusnya 3 bulan sekalian,” ketus Karina.
“Kok gitu… padahal aku kangen belajar di sekolah,” kata Dino sambil
cemberut. “Kangen sekolah? Kamu mah kangen cireng bu Inem kali, Din,”
timpal Karina, membuat anak lain pun ikut tertawa.
“Eh, guys! Denger-denger, hari ini di kelas kita akan ada siswa baru,
lho!” seru Jeno, sang ketua kelas yang baru kembali dari ruang guru.
Karina dan Lisa langsung bertatap-tatapan. Jangan-jangan anak lelaki
yang kita temui di halte bus tadi, batin mereka berdua.
Bel sudah berbunyi. Pak Suman, wali kelas 11 Musik 2, pun memasuki
kelas. Namun sebelum mengajar, Pak Suman berdiri di depan kelas untuk
menerangkan sesuatu. “Selamat pagi, Anak-anak … hari ini, di kelas kita
akan kedatangan seorang teman baru. Dia anak pindahan dari luar kota.
Bapak harap, kalian bisa berteman baik dengan dia. Baiklah, silahkan
Zayyan masuk!”. Wajah yang tidak asing lagi bagi Karina dan Lisa.
“Hai, pagi semua! Kenalin, namaku Zayyan Milagro Gevariel. Kalian
bisa memanggilku Zayyan. Salam kenal semuanya, semoga kita bisa
berteman dengan baik!” kata Zayyan, lalu tersenyum. Semua siswa di
kelas itu pun tersenyum kepada teman baru mereka yang rupawan itu.
“Oke, Zayyan. Kamu duduk di bangku kosong pojok kanan itu, ya!
Nggak apa-apa, kan?” tanya Pak Suman, seraya menunjuk bangku
sebelah Dino. “Iya bapak tidak apa-apa, terimakasih banyak, Pak.”
“Hai, Zayyan! Kenalin, aku Dino. Salam kenal, ya!” sapa Dino, sambil
memperkenalkan dirinya. Lalu, mereka berdua berjabat tangan. Selama
jam pelajaran berlangsung, meski belum begitu akrab dan saling mengenal
dekat, namun Dino tetap berusaha untuk membuat Zayyan nyaman duduk
sebangku dengannya.
Setelah beberapa bulan berlalu, yang membuat persahabatan mereka
makin erat. Sayangnya tiba waktu liburan semester ganjil yang membuat
mereka tidak sering bertemu. Di tempat lain, terlihat seorang Wanita tua
berjilbab memasuki salah satu ruangan dokter di Rumah Sakit Jayakarta.
“Selamat siang dok, bagaimana hasil konsultasi anak saya?” sapa wanita
itu, lalu segera duduk di kursi depan meja dokter. “Sebelumnya, ada hal
penting yang perlu Ibu ketahui mengenai anak Ibu. Tolong Ibu baca berkas
ini!”. Setelah menerima berkas tersebut, ia pun langsung membuka dan
membacanya, “Apa yang terjadi dengan anak saya, Dok? Saya tidak
faham maksud dari berkas ini,” cemas wanita itu. “Seperti yang Ibu baca.
Akibat dari kecelakaan motor minggu kemarin itu bukan saja mencederai
tangan anak Ibu. Tapi ternyata juga organ dalam lainnya. Di sini dijelaskan,
ada bagian tulang rusuk yang retak akibat dari benturan yang sangat keras
membuat pendarahan pada paru-paru anak Ibu.” Kedua bola mata Sang
Ibu mulai berkaca-kaca, “Apa anak saya masih bisa disembuhkan, Dok?”
ucap wanita itu dengan nada khawatir. Sang Dokter hanya terdiam. Lalu,
memberi usul, “Saya rasa ada satu cara untuk mengobati cedera anak
Ibu.”
Di suatu rumah, ada anak remaja terlihat sedang santai dengan laptop
di kamarnya. Dia membuka Google search dan mengetik beberapa kata.
“Donor jantung?!” Zayyan mengernyitkan dahi saat membaca sebuah
informasi dari salah satu situs yang ia buka. Setelah selesai melihat
laptopnya, ia sejenak membuka WhatsAppnya, “Dino masuk Rumah
Sakit?” batin Zayyan terkejut.
Sedari dulu jantung Dino memang lemah walaupun ia seorang atlet.
Karena latihan keras yang membuat Dino terlalu memforsir dirinya,
membuat jantungnya semakin lemah dan mengharuskan Dino untuk
segera transplantasi jantung, karna bisa berakibat fatal apabila sakit
jantungnya kambuh saat ia sedang berkompetisi. “Ada kabar baik!” seru
kak Mahen

Anda mungkin juga menyukai