Anda di halaman 1dari 16

Hujan dan Impian

Karangan: Yolanda Tania

Pagi ini, cuaca kurang mendukung. Genangan air sisa kemarin masih terlihat di sepanjang
jalan. Mataku sedikit memicing, melihat ke arah depan untuk mencari jalanan yang tidak
terlalu basah.
Sedikit demi sedikit aku susuri jalan, hingga tiba di depan sekolah. Sepatuku yang tadinya
putih bersih, sekarang berwarna coklat gelap.
“Huftt, gapapa.” ujarku sembari menarik nafas panjang.
Tepat pukul 07.00 WIB bel sekolah berbunyi. Untung saja, aku sampai tepat waktu.
Tepat hari ini ujian nasional dilaksanakan, cuaca yang kurang mendukung sempat
menurunkan semangatku.
Namaku Tania Sabrina, akrab dipanggil Tania. Aku anak sulung, dan mempunyai 2 adik.
Aku termasuk siswi penerima beasiswa, sehingga bisa bersekolah di SMA favorit ini.
Ujian nasional telah usai, dua hari yang lalu. Sekarang siswa kelas 12 dibebaskan. Banyak
siswa-siswi berkeliaran di sekitar sekolah. Ada yang bermain ponsel, membaca buku, bahkan
di pojok sana terlihat beberapa siswi sedang duduk bergerombol.
Aku dan Dilla, hari ini sengaja berangkat siang ke sekolah. Tujuan kami untuk menemui guru
bk, berkonsultasi tentang sekolah lanjutan.
“Assalamualaikum, Bu.” ucap aku dan dilla.
“Wa’alaikumsalam, masuk Nak.” jawab bu Lia. Beliau guru BK, parasnya yang cantik serta
ramah membuat beliau digemari banyak siswa. Bu Lia langsung mempersilahkan kami untuk
duduk, dan menceritakan semua keluhan kami untuk memilih sekolah lanjutan.
“Kamu beneran mau fresh graduate, Tan?”
Aku mengangguk mengiyakan jawaban bu Lia. Sebenarnya orangtuaku menyuruh untuk
melanjutkan kuliah tahun ini. Melihat kondisi ekonomi keluargaku yang kurang mendukung,
aku memutuskan untuk bekerja terlebih dahulu, hitung-hitung membantu biaya kuliah.
Bu Lia menatap mataku dalam, entah apa yang bu Lia cari. Tatapannya sungguh sendu, dan
meneduhkan. Bu Lia sudah mengerti seluk-beluk keluargaku, mulai dari keadaan ekonomi,
bahkan nama-nama adikku pun, beliau hafal hehe. Mungkin karena aku terlalu sering
konsultasi dengan bu Lia, sampai menjadikannya tempat curhat.
“Tan, kamu bisa loh ambil universitas yang membuka jalur beasiswa, nilai kamu bagus.
Kemampuan kamu juga bagus.” ujarnya pelan. Entah kenapa, setiap ucapan yang diucapkan
bu Lia seperti sihir yang dapat merubah keputusanku, bahkan bu Lia sering kali memberikan
saran kepadaku.
Aku terdiam cukup lama, memikirkan hal ini. Sampai bahuku ditepuk pelan oleh Dilla. Aku
tersentak kaget, lalu menampilkan deretan gigiku, tersenyum lebar seperti tidak punya salah.
“E-eh, maaf Bu. Nanti saya bicarakan lagi sama kedua orangtua saya.” ujarku singkat. Jujur,
aku sangat bingung. Dua pilihan ini sangat memberatkan, jika aku mengambil keputusan
untuk berkuliah, orangtuaku harus banting tulang untuk membiayainya, walaupun ada
keringanan biaya seperti yang bu Lia katakan tadi.
Setelah berbincang cukup lama, aku dan Dilla izin pamit dari ruang BK. Sampai di kantin,
aku meminta pendapat Dilla, bukan Dilla mendukungku untuk ambil jalur beasiswa.
“Mah,…” sapaku langsung terjeda. Tubuhku langsung ambruk, kakiku terasa sangat lemas,
bahkan untuk menopang saja tidak kuat, rasanya ingin pingsan.
Firasatku sudah tidak enak. Sepanjang jalan aku melihat bendera kuning terpajang, menuju
rumahku.
Begitu sampai di depan rumah, aku langsung ambruk. Melihat seseorang yang berarti dalam
hidupku, kini terbaring kaku tertutup kain.
Air mataku terus menetes, bahkan sempat pingsan beberapa kali. Setelah mengantarkan ibu
ke tempat pengistirahatan terakhirnya, aku pulang bersama bapak dan keluargaku.
Tepat dua minggu, setelah Ujian Nasional. Kini wali murid kelas 12 dikumpulkan, untuk
menerima hasil akhir belajar dari anak-anaknya.
Aku dan bapa, berangkat naik angkot. Kami termasuk keluarga dengan golongan ekonomi ke
bawah, tidak memiliki kendaraan pribadi. Jangankan untuk membeli kendaraan, membeli
kebutuhan pokok saja, kadang tidak terpenuhi. Tapi, kami tetap bersyukur atas nikmat yang
tuhan berikan.
Setelah semua wali murid terkumpul, kini giliran wali kelas untuk mengumumkan hasil
belajar dari anak didiknya. Saat pengumuman peringkat paralel pertama, namaku langsung
disebut begitu lantang oleh wali kelas.
Aku meneteskan air mata kebahagiaan, bahkan bapa sempat menangis lalu memelukku.
“Selamat ya pak, putri bapa menempati posisi paralel.” ujar bu Retno, sambil menyerahkan
selembar kertas berisi nilai ujianku.
“Terimakasih juga ya bu, buguru sudah mendidik anak saya, sampai bisa seperti ini.
Terimakasih banyak Bu.” jawab bapa sambil tersenyum manis. Aku ikut tersenyum, lalu
menyalami tangan bu Retno.
Sebelum pulang, tadi Bu Retno menyuruh aku dan bapa untuk menemui kepala sekolah.
Setelah berbincang banyak hal bersama kepala sekolah, aku dan bapa mendapat kejutan lagi.
Ternyata bu Lia bekerjasama dengan kepala sekolah, mendaftarkan aku ke universitas
ternama, dengan jurusan yang saya idam-idamkan sejak dulu.
“Anggap saja ini hadiah buat putri bapak, putri bapak banyak membawa prestasi untuk
sekolah ini. Saya dan guru-guru lain, sudah sepakat untuk membiayai putri bapak sampai
lulus nanti.” ujar kepala sekolah panjang lebar.
Bapa dan aku tidak berhenti berucap syukur, sambil meneteskan air mata. Begitu banyak
nikmat syukur yang kita dapat hari ini.
Sang Juara
Cerpen Karangan: Mivi Dwi Lestari

Nyanyian jangkrik menemani seorang anak yang duduk di meja belajar dengan cahaya redup
dari sebuah lampu. Di tengah malam, saat semuanya sudah terlelap dia masih saja berkutik
dengan buku bukunya. Dia adalah Meira Dwi Larasati, seorang anak kedua yang dilahirkan
di keluarga yang sederhana. Dia mempunyai kelebihan yang mungkin saja bisa membuat
orang iri. Dia selalu mendapat ranking 1 di kelasnya sehingga bukan tidak mungkin ada
orang yang iri kepadanya.
Di kesunyian malam dia terus berfikir, membaca, menulis, menghitung, dan mengerjakan
soal-soal yang ada. Dia pantang menutup bukunya sebelum soal yang sedang dikerjakannya
itu ditemukan jawabannya. Saat sedang fokus dengan bukunya ada seseorang yang mengintip
dibalik pintu kamarnya dan membuka pintu tersebut perlahan.
“Nak ini sudah malam, kenapa belum tidur?” Tanya seseorang tersebut. Meira terkejut, “Eh
Ibu bikin kaget saja. Ini aku sedang belajar Bu.” Kemudian Ibu tersenyum Tapi ini sudah
sangat larut, lanjutkan besok saja nak.” Meira mengangguk sebagai jawabannya.
Keesokan harinya Meira terbangun karena mendengar suara adzan subuh. Dia bergegas
mengambil air wudhu kemudian melaksanakan solat. Setelah itu, dia pergi ke dapur dan
melihat Ibunya sedang berkutat dengan alat masaknya.
“Ada yang bisa aku bantu Bu?” Tanya meira. “Eh meira, tidak usah. kamu mandi saja terus
sarapan.” Jawab ibunya. “Baik Bu” Kata Meira.
Burung bernyanyi dengan sangat merdu dan mentari pun tersenyum dengan cerah. Seorang
gadis pergi ke sekolah dengan riangnya sambil menghirup udara pagi yang masih segar.
Karena jarak rumah dan sekolahnya tidak begitu jauh, jadi dia berangkat dengan berjalan
kaki. Hanya butuh waktu 5 menit, dia sudah sampai di sekolah.
Sesampainya di kelas, Meira langsung duduk di tempatnya. Tiba tiba Bintang duduk
disamping Meira. Bintang adalah satu satunya teman dekat Meira.
“Hai ra, pagi sekali kamu datang ke sekolah, semangat banget kayaknya.” Meira menoleh
“Eh bintang, iya nih harus semangat dong.”
Waktu berjalan begitu cepat, baru sebentar berbincang-bincang bel tanda dimulainya jam
pelajaran pertama dimulai. Mata pelajaran pertama adalah matematika. Meira sangat suka
pelajaran tersebut. Baginya menghitung adalah hal yang menyenangkan. Bu Ema sebagai
guru matematika masuk ke kelas Meira dan memulai pelajaran.
“Baik anak-anak, kita cukupkan pertemuan hari ini. Silahkan bersiap untuk pelajaran
selanjutnya, terima kasih.”
“Oh iya, Meira selamat ya kamu terpilih menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti lomba
olimpiade matematika. Belajar yang rajin ya, waktunya tinggal 1 bulan lagi. Jangan sia-
siakan kesempatan ini.” Meira mengangguk “Baik Bu.”
Di bangku sebelah ada Indah yang sedang menatap Meira sengit. Lalu Indah bangkit dan
menghampiri bangku Meira kemudian menggebrak meja.
“Heh kok kamu si yang jadi perwakilan sekolah. Harusnya kan aku.” Meira terkejut “Aku
ngga tau Indah, kan bukan aku yang menentukan.” Jawab Meira pelan. “Ngga tau ngga tau,
pokoknya aku ngga mau tau kamu harus mundur dari lomba ini.” Kemudian Bintang datang
“Eh apa apaan si kamu ndah, kamu ngga berhak ya ngatur Meira buat mundur dari lomba
itu.” Kemudian Indah pergi sambil menghentakkan kakinya.
Hembusan angin menerpa wajah cantik seorang gadis yang sedang memandang padatnya
jalanan di bawah sana. Ya siapa lagi kalau bukan Meira, dia memutuskan pergi ke rooftop
sekolah setelah kejadian itu. Dia merasa harus menenangkan pikiran dan hatinya. Di satu sisi
dia tidak ingin menambah musuh tapi di sisi lain dia sangat ingin mengikuti lomba itu karna
dia ingin membanggakan orangtuanya.
Tepukan di pundaknya mengejutkan dia yang sedang melamun.
“Eh Bintang, kamu ngagetin aja si.” Kemudian Bintang berdiri tepat di samping Meira
“udahlah ra, ngga usah kamu pikirin si Indah, kamu harus tetep ikut lomba itu.” Meira
menatap Bintang “Terus Indah gimana? Aku ngga mau ada musuh.”
“Biarin aja dia, kamu harus ikut lomba itu. Lomba itu kan yang kamu pengin ikuti?” Indah
menghela nafas “Iya si, ya udah aku ngga bakal mundur dari lomba itu.” Bintang tersenyum
“Nah gitu dong, harus pantang menyerah.”
Waktu perlombaan semakin dekat, Meira semakin giat belajar. Saat sedang belajar di
bangkunya tiba tiba Indah datang “Heh ternyata kamu ngga mau nyerah ya. Ya udah aku
doain semoga kamu kalah di perlombaan nanti.” Kata Indah sambil tersenyum mengejek dan
berlalu pergi. Meira hanya diam dan menatap kepergian Indah.
Ternyata Bintang mendengar ucapan Indah tadi. “Udah ngga usah dipikirin omongan si Indah
itu, kamu pasti bisa dan menang. Percaya sama aku.” Meira hanya mengangguk.
Akhirnya hari dilaksanakannya olimpiade tiba, Meira sudah bersiap sejak pagi. Dia meminta
restu kepada Ibunya.
“Bu, doakan Meira hari ini mengikuti lomba olimpiade matematika. Semoga semuanya
lancar dan Meira bisa jadi juara.” Ibu memeluk Meira sambil berkata. “Ibu selalu
mendoakanmu nak. Kamu pasti bisa, semangat ya.” Meira tersenyum dan pamit pergi ke
tempat perlombaan.
Sesampainya di tempat perlombaan dia bertemu dengan Bintang. Bukan Meira yang minta
ditemani namun Bintang yang ingin menemani dan mendukung Meira. Akhirnya lomba pun
dimulai, Meira melewati beberapa babak hingga sampai ke babak final.
“Semangat ra, kamu pasti menang.” Ucap Bintang.
Akhirnya babak final berakhir dan tiba saatnya pengumuman pemenang. Tangan Meira
berkeringat dingin, dia sangat gugup.
“Dan pemenang lomba olimpiade matematika tahun ini jatuh kepada Meira Dwi Larasati.
Selamat untuk pemenang dan di mohon untuk menuju ke atas panggung.” Ucap sang
pembawa acara.
Meira terdiam, dia tidak menyangka akan menjadi juara. Meira bergegas ke atas panggung
untuk menerima piala dan hadiah lainnya. Di bawah panggung Bintang sudah menunggu.
“Kan bener apa aku bilang, kamu pasti menang ra. Selamat ya.” Ucap Bintang. Meira
tersenyum, sekarang dia percaya dengan doa dan usaha semuanya akan berjalan dengan
lancar.
Foto Bertiga
Cerpen Karangan: Fadel Akbar

Sebuah kisah yang menceritakan tentang seorang pemuda yang hobinya adalah mengendarai
motor. Panggil saja ia Andra. Ia duduk di bangku kelas 11 SMA. Ia merupakan pemuda yang
rajin, taat pada agama, dan sulit dalam hubungan percintaan. Ia selalu mencurahkan isi
hatinya pada dua sahabatnya Yalsa dan Raden. Kala itu bulan Desember ia sedang
melaksanakan ujian di sekolahnya. Setelah ujian panjang ia lewati, liburan semester datang
juga.
“Yes!!!, akhirnya selesai juga ujiannya” seru Yalsa
“Iya, bodo amat sama nilaiku, yang penting sudah kelar semua, gak ada beban pikiran” ujar
Raden
“Senin besok udah libur nih, kalian ada acara apa engga?” Tanya Andra
“Kemungkinan engga sih” jawab mereka berdua
Setelah perbincangan yang tidak panjang, mereka meninggalkan kelas, dan segera pulang. Di
tengah perjalanan pulang Andra mempunyai ide untuk sunmori pada hari minggu esok.
Setelah sampai di rumah Andra segera cuci tangan dan kaki kemudian ia bergegas membuka
HP nya.
Andra: “Cuy kalo minggu besok kita sunmori gimana?”
Raden: “Boleh banget tuh, rencana kemana?”
Andra: “Kalo ke Malang?”
Yalsa: “Aku sih ngikut aja, motorku siap selalu”
Raden: “Yaudah ndra, ke Malang aja”
Yalsa: “Jam 7 kumpul ke rumahku aja dulu”
Andra: “Oke gas aja”
Minggu pagi Andra bersiap-siap, memakai pakaian sekeren mungkin agar dilihat oleh orang-
orang yang ada di jalan. Jam 07.15 mereka berkumpul. Suara knalpot motor mereka
meraung-raung membangunkan warga yang masih tidur.
“Berangkat ga nih?” ucap Yalsa yang baru saja keluar dari rumahnya.
“Gas aku duluan” ujar Andra meninggalkan mereka terlebih dahulu. Kemudian disusul oleh
Raden dan Yalsa. Dalam perjalanan mereka menjadi pusat perhatian orang-orang sekitar,
mengendarai motor sport, helm fullface, mengenakan kemeja, sangatlah menawan. Terutama
pada para perempuan pasti terpesona ketika melihat mereka.
Jam tangan Andra menunjukkan pukul 09.23, mereka sudah sampai di alun alun kota Malang.
Sungguh sejuk dan segar hawa disana. Banyak pedagang menjual mainan, makanan, dan
cemilan di sekitar alun-alun itu
“Ndra, ngopi dulu yuk di situ” ajak Raden sambil melepas helmnya
“Iya ndra, rehat dulu” sambung Yalsa
“Oke, ayo” jawab Andra, ia memarkirkan motornya jauh dengan Cafe yang akan dituju. Usai
sampai, ternyata cafenya sudah penuh, merekapun pindah ke Cafe yang lain.
“Pesan apa kalian? Aku traktir ya, sekali-sekali hehe” tanya Andra sambil menggaruk kepala
“Tumben ga pelit, aku cappucino aja dah kayak biasanya” jawab Yalsa
“Aku juga” lanjut Raden
Menit demi menit mereka lewati dengan canda gurau. Adzan dhuhur telah berkumandang,
mereka segera menuju ke masjid terdekat untuk melaksanakan salat.
“Ehh ibuku nelfon nih, sudah 3 panggilan tak terjawab” kata Raden sambil membuka hp
miliknya
“Telfon lagi aja, siapa tau penting” ucap Andra
Raden pun sibuk chattingan dengan ibunya sementara Andra dan Yalsa sibuk dengan hpnya
sendiri-sendiri.
“Aku mau pulang dulu ya, disuruh pulang sama ibuku, ada acara” ujar Raden
“Emm kita foto dulu lah buat kenangan” ucap Yalsa
“Iya tuh masa dari tadi motor mulu yang di foto, sekali-kali orangnya hehe” sambung Andra
“Yaudah ayo foto, selfie apa gimana nih?” Tanya Raden
“Selfie aja biar cepet, nanti kalau kelamaan kasian ibumu” jawab Andra
Kemudian mereka pun foto bertiga dengan posisi Raden di tengah. Usai beberapa foto
mereka ambil akhirnya Raden pulang terlebih dahulu. Andra dan Yalsa juga akan segera
pulang.
“Besok rencana mau ngapain?” tanya Yalsa
“Belum tahu, lihat aja nanti aku kasih kabar” jawab Andra
“Baiklah, kalau di rumah terus pasti bosan banget aku, bisa-bisa masuk rumah sakit jiwa
hehehe”
“Ahh ada-ada aja kau sa”
Mereka bergegas pulang, dilihat dari cuaca juga kurang mendukung kalau dilanjut
nongkrong. Saat berjalan menuju ke tempat parkir motor, Yalsa menemukan sebuah mitos di
beranda hp miliknya.
“Ndra aku menemukan mitos nih katanya kalau foto bertiga orang yang ada di tengah bakal
meninggal lebih cepat”
“Omongan orang dulu itu mah udah lupain aja”
“Ya, walaupun itu omongan orang dulu pasti ada alasannya, dan mungkin ga baik buat kita”
“Tapi si Raden tadi ada di tengah, takutnya dia kenapa-kenapa”
“Yaudah, ayo kejar aja dia”
Mereka mengendarai motornya dengan cepat. Tidak lama kemudian mereka menemukan
kerumunan, Andra segera memarkir motornya kemudian menghampiri kerumunan itu.
Ternyata terjadi kecelakaan. Andra syok, ternyata korbannya adalah Raden sahabatnya
sendiri. Raden mengalami kecelakaan yang tragis. Banyak luka di badannya. Darah
bercucuran dimana-mana
Yalsa segera menelepon ambulan. Tidak ada warga yang berani menolong Raden. Andra dan
Yalsa pun juga hanya menunggu kedatangan ambulan. Mereka tidak tahu harus berbuat apa.
Mereka sangat kebingungan. Akhirnya Yalsa memutuskan membawa Raden ke pinggir jalan
terlebih dahulu. Motor Raden benar-benar hancur.
“Pak, ini tadi kronologinya bagaimana?” Tanya Andra
“Masnya ini tadi naik motornya sangat kencang, lalu tank slap motornya. Akhirnya masnya
ini menabrak trotoar. Motornya terpental ke pohon, masnya ke aspal” jawab seorang warga
Entah mengapa ambulans sangat lambat datang. Yalsa mencoba menelepon berulang kali.
Pihak ambulan hanya menjawab dalam perjalanan. Karena lambatnya pertolongan, akhirnya
Raden menghembuskan nafas terakhirnya. Andra dan Yalsa menangis histeris disitu.
Setelah sekian lama ambulans itu datang. Membawa jenazah Raden menuju rumah sakit
terdekat
Kerja Kelompok
Cerpen Karangan: Pelangi Choirunnisa

Kriing, kriing, bel tanda masuk kelas berbunyi. Semua murid masuk ke kelasnya masing-
masing!. Begitupun di kelasku.
“Kevin, siapkan!” Ucap Bu. Fasya. “Siap, berdiri. Memberi salam!. Duduk kembali, berdo’a
mulai!!” Seru kevin menyiapkan anak” di kelasnya.
Selesai menyiapkan kelas, pelajaran pun dimulai, pelajaran pertama matematika. “Anak-
anak, keluarkan LKS matematika hal 22, kerjakan romawi 1 dan 2” kata Bu.Fasya. “Baik
buu!” Seru beberapa murid. “Kyaa, kyaa, kyaa Matematika, tidak, aku sangat benci pelajaran
matematika, ini sangat menyebalkan!” Kata Minmie, kesal. “Sttt, sudah diam, ikuti saja!”
Bisik Cherryl. “Oke, selesai juga tugasnya” Cinta bernafas lega, “Baiklah, selesai tidak
selesai, kumpulkan!” Kata Bu. Fasya. Semua murid pun mengumpulkan tugasnya, kecuali
Minmie, karena Minmie tidak mengerti pelajaran yang diberikan. Akhirnya Minmie
mengerjakannya asal-asalan.
Kriing, kriing, kriing, bel istirahat berbunyi, kelasku hampir kosong, aku dan sahabatku
Angel membeli makanan dan minuman di kantin, lalu kami ke perpustakaan. Tidak terasa,
bel masuk pun berbunyi.
“Anak-anak, sekarang ibu akan memberikan tugas kepada kalian, sekarang kita pulang cepat
karena guru-guru akan mengadakan rapat!” Ucap Bu. Fasya memberitahu murid-murid.
Akibat Bu. Fasya memberitahu akan pulang cepat, suasana kelas pun jadi gaduh.
Bu. Fasya memberikan tugas kelompok membuat bentuk bangun datar menggunakan karton.
Minmie, Cherryl, Cinta, Keisya, dan Angel, mendapat tugas membuat bangun datar “Persegi
panjang”.
“Guys, gimana kalau kita nanti ngerjainnya di rumah Angel aja?” Tanya cherryl, mengajak
teman-temannya. “Jangan, aku gak bisa ryl, gimana kalau di rumah Cinta aja?” Tolak Angel
dan mengajak teman-temannya ke rumah Cinta!. “SETUJU!!” Ujar Minmie gembira smbil
mengangkat tangan.
“Boleh, tapi bagaimana kalau kalian ke rumahku pukul 4 saja, sehabis pulang les?” Tanya
Cinta kepada teman-temannya. “Sebenarnya aku tidak ingin ke rumah Cinta, aku benci
dengannya, tapi, apa boleh buat” Gumam Keisya dalam hati.
Semuanya setuju mau ke rumah Cinta, tapi tidak dengan Keisya. “Baiklah, kita ke rumah
Cinta pukul 4 saja ya?” Tanya Minmie. “OK!!” Jawab mereka serempak kecuali Keisya.
“Keisya, kamu kenapa gak jawab?, kamu mau kan ke rumah ku?” Tanya Cinta, penasaran. “I,
I, Iya, iyaa, a, aku mau kok” Jawab Keisya dengan gugup. Baiklah semua anggota kelompok
setuju mau kerja kelompok di rumah Cinta.
Sorenya, pukul 4.
Ok, semuanya sudah kumpul dan membawa alat masing-masing, sekarang saatnya berangkat
ke rumah Cinta.
Tok, tok, tokk, “Permisi” ucap Minmie sambil mengetuk pintu rumah Cinta.
“Iyaaa, Eh kalian, ayo-ayo, silahkan masuk!” Ajak Cinta dengan gembira. Mereka pun masuk
dan mulai mengerjakan tugas. “Kalian sudah bawa alatnya kan?” Tanya Cinta. “Pasti lahh”
Jawab semua bersamaan. “Cherryl, kamu yang melipat, Keisya, kamu yang menggunting,
Angel, kamu yang mengelem, Minmie, kamu yang mengukur dan aku, aku yang akan
merapihkan, memberi nama kelompok dan bagun itu, oke?” Usul Cinta. Semua setuju dan
mulai mengerjakan. Tapi disaat yang lain mengerjakan Cinta malah diam, makan snack, dan
tidak ikut kerja. “Sudah ku duga, dia akan bertindak seperti Raja dan kita sebagai Babu nya”
Gumam Keisya dalam hati, kesal.
“Aduhh, susah sekali ya mengukur dan membuatnya, tapi malah ada yang enak-enakan!”
Sindir Minmie kepada Cinta. “Siapa maksud mu?” Tanya Angel, penasaran. “Sudahlah, biar
dia sadar saja!” Ucap Keisya, kesal. Saat yang lain mengerjakan malah, “Hoaammm, apa
sudah selesai?” Tanya Cinta sambil mengantuk. “Halah, sudah, kamu. Terima jadinya saja,
mentang-mentang kamu tuan rumahnya, malah enak-enakan makan snack, tidur-tiduran,
santai-santaian!” Gumam Keisya yang sangat kesal.
“Ya, ya yaa, kalau sudah selesai beritahu aku ya!” Ucap Cinta tanpa merasa
tersundir/bersalah.
“Sial, sudahlah kita lanjut saja!” Seru Minmie yang sedikit kesal.
Lalu mereka melanjutkan pekerjaannnya. “Huaaa, akhirnya selesai juga, i’m very very tired!”
Kata Cherryl. “Heh Cinta, sudah selesai tuh, sekarang kamu yang hias!” Ucap Keisya.
“Aihhh, kenapa gak kalian aja sekalian yang hias?” Ucap cinta dengan malas. “Oke fine, aku
yang akan mengerjakannya, tapi kalau kamu tidak dapat nilai, jangan salahkan kita ya!” Ucap
Minmie yang sedikit kesal. Akhirnya Minmie yang menghias bangun datarnya.
Setelah beberapa menit kemudian “Selesai!!” Kata Minmie, gembira. “Sudah selesai kan?,
ayo kita pulang, bangun datarnya kamu aja yang simpan Minmie!” Kata Angel. “Ya Sudah,
sana gih kalian pergi dari rumahku, aku ngatuk nih” Ucap cinta mengusir. “Tanpa kamu usir
kami akan pergi sendiri kok, huhh, ayo teman-teman, kita pergi dari sini!” Ucap Keisya
dengan emosi. Mereka pergi dari rumah Cinta dan pulang ke rumah masing-masing. “Huhh,
tadi kerja kelompok yang membosankan, andai saja aku tidak sekelompok dengan Cinta,
pasti menyenangkan, sudahlahh, aku tidur saja, agar besok tidak kesiangan!” Ucap Minmie
yang sedikit emosi.
Besoknya pukul 06.00 di sekolah.
Anak-anak cewek pada ngobrol, begitu juga dengan Minmie, Cherryl, Angel, Keisya. Mereka
gosip tentang Cinta, karena Cinta belum datang ke sekolah.
“Girls, tau gak sih, kemarin itu hari yang paling aku benci, andai saja kita tidak sekelompok
dengan Cinta!” Kata Keisya, sambil matanya melotot.
Yup, semuanya setuju kepada Keisya. “Eh, eh, Cinta datang, stt SHH jangan bicara tentang
dia, kita ganti topik saja yuk!” Ucap Cherryl yang terkejut melihat kedatangan Cinta.
Tidak berapa lama setelah Cinta datang bel masuk pun berbunyi.
“Anak-anak, kumpulkan tugas yang kemarin ibu berikan!” Ucap Bu. Fasya. Setelah
semuanya mengumpulkan, tiba-tiba “BUUU!!!” Ucap Minmie dengan lantangnya, sambil
mengangkat tangan dan matanya tertuju kepada Cinta. “Ya, ada apa Minmie?” Tanya Bu.
Fasya yang penasaran. “Begini bu, jadi waktu kemarin, saya, Cherryl, Keisya, Angel kan
semuanya mengerjakan tugas, dan saat kami mengerjakan, Cinta hanya diam, makan snack,
tidur-tiduran, dan santai-santaian, sedangkan kami mengerjakannya susah payah, setelah
selesai dia hanya bilang “BAGUS!” Sangat menyebalkan bukan?” Jelas Mimnie sambil
melirik Cinta, hmm, akibatnya Cinta tidak mendapat nilai kata bu. fasya, Cinta malah
mengelak perkataan bu. fasya “Ta, tapi buu, kan mengerjakannya di rumah saya! Loh kenapa
saya tidak dapat nilai?” Tanya Cinta dengan matanya yang terlihat melirik ke arah Minmie.
“Ya, karena kamu kan tidak mengerjakan, sedangkan yang lain mengerjakan dengan susah
payah, nah, masa kamu mau dapat nilai tanpa berusaha?” Jelas bu. fasya yang terlihat emosi,
“Makannya, kalau mau dapat sesuatu harus berusaha dulu!” Kata keisya.
Huuuu, semua anak di kelas meledek Cinta!, Cinta terdiam dan mencoba menahan rasa
malunya. “Iya, maafkan aku, lagi pula aku kan tidak tau kalau tidak akan mendapat nilai, lain
kali aku janji dehh, aku tidak akan mau menang seniri!” Jawab Cinta dengan lemas dan
mukannya memerah.
Permen Semanis Diriku
Cerpen Karangan: Angel Laurent

Saya pernah membayangkan bahwa saya adalah seorang gadis seperti permen, tapi saya tidak
tahu apakah ini saya atau bukan, setiap orang punya pilihan sendiri.

Saya Sandy, saya punya 1 teman perempuan bernama Landy, saya punya teman banyak,
salah satunya landy.

Suatu hari di sekolah memperingati hari yang manis hampir semuanya membawa manisan
seperti permen dan coklat, masing-masing membawa sekeranjang makanan.

Ciki, teman sekelasku, ia membawa sekotak permen, semuanya tergila-gila oleh ciki,
semuanya mendekatinya dan berpura-pura baik di depannya.

Aku dan landy lalu meninggalkan tempat itu dan segera ke meja kelas, tak menduga meja
sandy penuh dengan permen, permen itu membanjiri meja sandy, landy lalu berlari kemeja
sandy, sandy lalu berlari ke mejanya juga.

“ini sungguh-sungguh permen” ucap landy sambil memakan permen itu.

Sandy lalu bingung siapa yang memberikan permen itu, landy lalu meminta setengah dari
permen itu. Sandy mengizinkannya, lalu sandy melihat sebuah kertas yang dilipat.
“Kamu adalah gadis semanis permen” Tulisan kertas yang dibaca sandy. Dalam hati sandy
langsung terkejut, “siapa?, aku?, ini sungguh yah atau aku lagi masuk alam mimpi?” Ucapnya
dalam hati.

Siapakah yang memberikan permen itu?.

Sandy sangat penasaran siapa yang memberikan permen sebanyak itu. Sandy lalu
memasukkan permen itu ke keranjangnya dan segera pulang.

Di perjalanan ia bertemu sejumlah adik yang kecil darinya, ia memberikan permen itu ke
mereka.
“Ini untuk kalian ya berbagilah” Perintah Sandy.

“Terimakasih untuk permennya kak sandy” Ucap ruyi salah satu anak diantara mereka.
“Hah!” Ucap Sandy tekejut.

“Uuuppsss” Ucap ruyi menutup mulutnya.

Sandy terkejut mengapa ia mengetahui namanya padahal ia tak mengenal anak-anak itu.

Tiba-tiba seseorang dari belakang menutup mata sandy.


Anak-anak menutup mulut dan tertawa kecil.

“Lepaskan aku iiih, brengsek” Teriak sandy sambil mencoba melepaskan tangan yang
menutup matanya.

Orang itu lalu melepaskan matanya.

Ia lalu berbalik dan melihat siapa orang itu.

“Megan!” Ucap sandy sedikit emosi.

“Halo sandy apa kau masih marah padaku?” Tanya megan membawa sebuah kertas.
Sandy lalu pergi meninggalkan megan.

Tetapi megan menarik tangannya.

“Bisakah kamu melepaskan tanganmu, sakit tau hish” Printah sandy.

Salah satu anak lalu berkata “kami akan kembali, mana janjimu kakak?, bukankah kau akan
memberikan kami permen!?” Ucap anak itu.

Sandy lalu mencurigai megan.

Seketika sandy menambah permen itu ke anak-anak itu. Anak-anak lalu berterima kasih dan
segera pergi.

Sandy menarik tangan megan dengan kuat dan membawanya ke pepohonan yang teduh.
Disana Sandy dan Megan bertanya-tanya.

Megan adalah orang yang ramah, baik, dan terkadang membuat orang emosi.

Megan lalu berkata “ka… kaa… kamu” Ucap Megan ragu-ragu.

“Kenapa gan?, kok omong nya gitu?” Tanya Sandy.

“Kamu gadis paling manis seperti permen, aa aku pergi da!” Ucap Megan dengan cepat dan
langsung berlari meninggalkan Sandy.

Sandy lalu tersenyum dan berjalan pulang.

Untuk pertama kali Sandy mendapatkan keinginannya yaitu gadis paling manis seperti
permen.
Teman Masa Kecil
Cerpen Karangan: Dzztya

Raka, seorang anak yang saat ini telah berusia 10 tahun. Raka adalah anak tunggal yang
sangat dimanja oleh ayah dan ibunya. Ia hidup dan tumbuh besar di jakarta tetapi suatu hari
ayahnya memiliki pekerjaan bisnis yang mengharuskannya pindah ke Bandung.
Saat ia tiba di rumahnya yang berada di bandung ia berkeliling sembari melihat tempat
tinggal barunya itu lalu ia tak sengaja melihat seekor kucing yang memiliki bulu putih bersih
dan memiliki mata yang unik yaitu sebelah kiri kuning dan sebelahnya lagi biru. Raka
menghampiri kucing tersebut dan berjongkok lalu mengelus kucing itu dengan sangat lembut.
Raka adalah anak yang sangat menyukai kucing bahkan saat ia tinggal di jakarta ia memiliki
2 kucing anggora tetapi saat ini kucingnya tinggal di rumahnya yang ada di jakarta dan
dirawat oleh pengasuhnya.
“Lily!” teriak seseorang yang membuat Raka menengok ke asal suara tersebut. Lalu tiba tiba
kucing yang ia elus berlari ke arah gadis tersebut. Gadis itu kemudian menghampiri Raka
“haii kamu orang yang pindah dari rumah itu ya?” ucap gadis itu sembari menunjuk rumah
yang akan ditinggali Raka.
“iya, itu kucing kamu?”
“yap dan namanya Lily, oh iya nama kamu siapa?”
“Raka kalo kamu?”
“Kiara” jawab kiara.
“Boleh aku panggil kamu Kia?”
Kiara mengangguk menandakan bahwa ia mau dipanggil dengan nama Kia
“mulai sekarang kamu mau jadi temanku?” tanya Kiara dengan senyuman manisnya.
“Tentu saja mau, umur kamu berapa?” tanya Raka penasaran.
“Umurku delapan tahun, emang umur kamu berapa?”
“Rahasia” ucap Raka dengan senyuman jailnya.
Kiara memajukan bibirnya pertanda bahwa ia sedang kesal.
“Raka” teriak seseorang yang sangat ia yakini bahwa itu adalah bundanya.
“Sepuluh” ucapnya dengan suara yang lirih lalu pergi meninggalkan Kiara dan menuju ke
arah ibundanya.
Kiara hanya tersenyum lalu kembali ke kediamannya yang bersebelahan dengan rumah raka.
Setelah raka selesai merapikan barang barangnya ia kemudian berbaring di atas kasur yang
menurutnya sangat nyaman. Tak lama setelahnya ia tertidur dengan lelap.
KEESOKAN HARINYA
Saat ini adalah hari libur semester baru yang mengharuskannya tidak bersekolah selama 2
minggu. Dan sekarang ia sedang berjemur pagi di depan rumahnya. Kemudian ia melihat
Kiara berlari kecil kearahnya “Selamat pagi” sapa Kiara dengan senyuman manis khasnya.
“Pagi” jawab Raka yang membalasnya pula dengan senyuman.
“Main yuk”
“Main apa”
Senyuman Kiara yang tadi sirna timbul kembali.
“Kenapa kamu?” tanya Raka penasaran
“kena kamu jaga” tiba tiba Kiara menyentuh lengan Raka lalu berlari.
Raka menyadari apa yang dilakukan Kiara “Kamu curang” teriak raka tapi raka tetap berlari
mengejar kiara. Mereka bermain dengan suka ria.
Tak terasa hari sudah mulai gelap. Kiara dan raka saat ini masih berada di pinggir sungai
tepat tidak jauh dari rumahnya “Pulang yuk nanti bunda nyariin” ucap Kiara yang diiringi
anggukan dari Raka. Saat mereka berdiri Kiara terpleset dan terjatuh di sungai yang lumayan
dalam itu. Raka panik dirinya tak bisa berenang jadi ia hanya bisa berteriak “BUNDA
KIARA TENGGELAM” sambil menangis Raka terus memanggil bundanya itu.
Karena jarak rumahnya yang dekat sang bunda dapat mendengar suara teriakan putranya.
Bunda Raka dan suaminya serta kedua orangtua Kiara berlari menuju tempat tenggelamnya
Kiara dengan rasa khawatir yang tinggi. Kiara yang tidak bisa berenang itu kemudian pingsan
karena terlalu banyak meminum air.
Sesampainya disana ayah Raka menyelam dan menyelamatkan Kiara yang sudah hilang
kesadaran itu. Ia membawanya menepi dan ibu Kiara langsung memberikan pertolongan
pertama dengan melakukan resusitasi jantung paru (CPR) kepada Kiara dan kiara pun mulai
sadarkan diri.
Setelahnya raka dan Kiara dilarang untuk bertemu tetapi keduanya tetap nekat untuk bermain
diam diam bersama. Orangtua mereka juga memaklumi karena mereka itu juga anak anak.
Hubungan keduanya pun mulai kembali seperti dahulu dan orangtua keduanya menganggap
itu hanya sebuah musibah.
Tak terasa 2 minggu telah berlalu. Pekerjaan ayah raka yang ada di bandung telah selesai.
Kini raka serta kedua orangtuanya tengah berkemas untuk kembali ke jakarta. “Ka emang
kamu harus pergi secepat ini ya?” tanya kiara dengan ekspresi sedihnya.
“Iya, pekerjaan ayahku di sini udah selesai dan aku juga harus sekolah di sana”
Setelah selesai berkemas bundanya datang “udah selesai berkemasnya?” tanya bundanya
dengan nada halus. “Udah bun” jawab raka.
“Kiara kamu jaga diri baik baik ya disini, Raka udah nggak bisa tinggal di sini lagi, maaf ya
sayang raka harus sekolah di sana nggak bisa di sini terus” perkataan bundanya raka sukses
membuat air mata yang sudah ia tahan menetes.
“Bunda… Kiara bakal kangen banget sama bunda, sama ayah, sama raka juga” tangisan kiara
pecah, kiara menangis tersedu sedu hingga matanya membengkak.
“Jaga diri baik baik ya, terus jangan cengeng” ucap Raka kemudian ia menaiki mobil yang
akan membawanya kembali ke jakarta “Dah Kia! Selamat tinggal Putri Kiara!” teriaknya
kemudian mobil itu melesat pergi dengan kecepatan sedang.
Kiara memandang mobil Raka yang perlahan menjauh kemudian menghilang “Apakah kamu
akan kembali ke tempat ini?” tanya Kiara dengan perkataan yang lirih dan dengan perasaan
yang ragu.
10 tahun kemudian
Kiara sedang duduk di pinggir sungai tempat yang sering ia kunjungi saat ia bosan dengan
setelan seragam polisi lengkap. Tak jauh dari belakang Sana terlihat seorang pria dengan
setelan jas sedang memandangnya “Kia” Sapa seseorang dengan raut bahagianya. Mendengar
ada seseorang yang memanggil namanya, Kia kemudian membalikkan badan dan terlihat
wajah seorang yang tidak asing menurutnya. Ia kemudian tersenyum ke arah pria itu “Hai,
akhirnya kita bertemu lagi ya”.
THE END
Tamasya Aksara
Cerpen Karangan: Fachri

Gedung-gedung bertingkat nan mewah serta megah menjadi latar dari gang sempit yang
menjadi akses menuju rumahku yang kecil dan reyot kondisinya. Kepenatan, kebisingan dan
kicauan manusia yang bercengkrama, bertengkar dan mengumpat menjadi santapan manis
bagi kupingku. Rumahku terletak tepat di samping belokan jalan masuk ke gang rumahku
yaitu, gang 17. Rumahku terletak di deretan ketiga sebelah kiri dari rumah-rumah yang
kondisinya sangat buruk dan sudah tidak layak untuk dinamakan sebagai tempat tinggal.

Jika dilihat dari kondisi rumah, aku dan keluargaku berada pada status ekonomi miskin.
Kemiskinan menjadi teman hidupku sejak umur 5 tahun, saat sudah mengenal baca, tulis dan
berhitung. Saat ini aku duduk di bangku kelas 9 smp. Beruntungnya bagiku, kemiskinan yang
kualami menjadi tempaan dan sekolah alami bagi diriku untuk terus maju dan berkembang
demi merubah kondisiku saat ini di kemudian hari.

Sejak duduk di bangku kelas 1 smp, aku selalu masuk pada peringkat 5 besar dalam kelas dan
5 besar dalam ruang lingkup sekolah. Ibuku disaat aku masuk smp sempat berujar padaku,
“Nak, kamu adalah harapan satu-satunya bagi ibu, kamu adalah emas yang tertanam di
lumpur yang suatu saat akan menyinari lumpur yang menyelimutimu, jangan pernah
kecewakan ibu, dan jangan pernah mengeluh akan kemiskinan yang melanda kita, Tuhan
mboten sare”. Ujar ibu dengan mata sedih dan nada semangat yang tinggi. Ya, setelah
mendengar ujaran tersebut, aku yang dulu tidak terlalu mementingkan kegiatan akademis,
karena sebagian waktuku sejak sd kelas 3 yang tebuang karena bekerja sebagai buruh antar
Koran demi sesuap nasi kutinggalkan, aku mulai fokus mengejar harapan dan menjadi emas
yang akan menyinari lumpur di sekitarku.

Dengan bermodalkan sepatu hitam yang sudah bolong di bagian belakangnya akibat gigitan
tikus yang sering bergentayangan di rumahku dan seragam sekolah bekas yang kubeli di
Pasar Senen, aku pergi ke sekolah. Ibu yang bekerja sebagai buruh cuci panggilan para
tetangga hanya bisa memberi aku uang 20 ribu selama 1 minggu. Ya, sedikit memang tetapi
buatku itu adalah suatu pergolakan dan perjuangan hidup yang harus ditempuh dan dihadapi.
“Bukankah pemimpin terlahir dan tercipta dari kondisi yang sangat mendesak dan
terhimpit?”. Tanyaku dalam hati. Dengan uang 20 ribu per minggu, aku tidak dapat membeli
makanan yang dapat mengenyagkan perutku. Dan aku juga semakin terbiasa untuk
melakukan puasa makan demi menjaga uangku agar tetap utuh. Dengan sistem seperti itu,
aku dapat membeli 1-2 buku setiap bulan.

Membaca adalah kesenangan yang dapat kuraih dengan cuma-cuma. Membaca membuatku
berpetualang menghampiri aksara-aksara yang dapat memenuhi dan menjernihkkan alam
pikiranku. Berbagai buku yang terhampar di lingkungan sekitarku, baik di rumah maupun di
sekolah membuatku semakin bersemangat menjalani dan menyelami makna dari kehidupan.

Perkenalnku pertama kali dengan dunia buku saat aku duduk di kelas 8 smp. Saat itu,
kakekku datang ke rumah reyotku dengan membawa sebua novel yang aku lupa namanya
karena memakai bahasa belanda. Ketika itu kakekku langsung menceritakan padaku nilai-
nilai kehidupan dan kemanusiaan yang termaktub dalam novel tersebut. Berceritalah ia
dengan penuh tatap keseriusan, senyum kasih sayang, dan kesenangan yang terpendam dalam
dirinya. Amboi, indah dan menarik sekali apa yang diceritakan kakekku, membuatku terpana
dan terkesima olehnya.

“Cu, jadikanlah membaca sebagai hidupmu dan buku sebagai sahabat sejatimu. Dengan
seperti itu kau akan berada dalam tamasya aksara yang dapat mencerdaskan dan mengasah
otakmu dalam membaca segala situasi dan fenomena yang terjadi di permukaan bumi ini”.
Kalimat penutup dari cerita kakekku yang selalu kuingat sampai sekarang. Dan itu
menggerakkan nuraniku untuk melakukan suatu tamasya aksara dengan membaca.

Mulai saat itu aku kumpulkan uang demi uang untuk membeli berbagai buku dan rela berjam-
jam berdiam diri dalam kesendirian di ruang perpustakaan sekolah. “Walaupun kemiskinan
melandaku, kemiskinan tersebut tidak boleh menguasai alam pikiranku. Kemiskinan tidak
boleh merenggut kesenangan membacaku, kemiskinan tidak boleh menghentikan tamasya
aksaraku, dan kemiskinan tidak boleh menghancurkan harapanku. Kemisinan yang kuderita
saat ini dan tamasya aksara yang kujalani saat ini, aku yakin suatu saat akan menghasilkan
nuansa kehidupan yang indah bagi diriku dan sekelilingku”. Ujarku dalam hati sembari
menatap tatanan buku di perpustakaan sekolah.

“Dari reyotnya rumah yang kutinggali, kubangun kokohnya pondasi pemikiran, dari
sempitnya gang rumahku, kuarungi tamasya aksara yang terhampar luas, dan semua itu
kulakukan demi menyinari lumpur yang ada di sekitarku!”. Tekadku dalam hati saat berjalan
pulang dari perpustakaan sekolah.
Maafkan Aku Pak
Cerpen Karangan: Indy Rahmawati

Jumat, 19 desember
Malam yang sunyi ditemani dengan suara derasnya angin yang diiringi alunan musik di
headset. Menambah suasana menjadi rileks. Masih kutatap sebuah video di layar handphone
di genggaman tanganku Bercanda ria via whatsapp bersama teman-teman.
Tiba-tiba salah satu sahabatku, Winda mengirimiku pesan.
“hey Raan, kamu mau ikut nggak? Besok kita ada rencana mau jalan-jalan gitu ke wisata air
terjun, kebetulan besok kan hari libur”.
Aku sontak kaget dan gembira menerima tawarannya. Di sisi lain aku menolak, “jangan ikut
Ran, kamu punya aktivitas yang penting setiap sabtu”. Gumamku dalam hati. Tetapi
keinginanku mengalahkan suara hatiku. Cukup lama aku mengambil keputusan, akhirnya aku
menyetujuinya.
“yah aku ikut, besok pagi jam berapa?” tanyaku
“besok pagi. Jam 09.00 pagi. Ingat yaa, jangan ketiduran” balasan dari Winda
mengingatkanku sambil meledekku.
Sabtu pagi, 06.30
Dengan rasa kantuk yang lumayan berat. Mata yang masih belum bisa terbuka. Sebenarnya
aku males bangun pagi. Tetapi teringat dengan perjanjianku sama Winda malam tadi,
akhirnya aku bangun dan membersihkan badan sebelum pergi. Aku mempersiapkan segala
keperluan yang dibutuhkan saat bepergian. Kebetulan saat itu, mamaku sedang bersih-bersih
taman diluar, dan bapak sedang tidak di rumah. Akhirnya, aku menghampiri mama sajalah.
“Maah.. aku izin pergi yaa sama teman-teman” ucapku sambil memperbaiki resleting tas.
“kamu mau pergi kemana? Sama teman-teman yang mana?” Tanya mama dengan nada yang
heran sambil menghentikan pekerjaannya. Biasalah kalau seorang ibu bertanya pasti sampai
akar-akarnya.
“Aku mau pergi ke wisata air terjun mah, boleh yaa?” suaraku memelas agar diizinkan pergi.
“kamu mau pergi? Jangan yaah!. Sekarang ini musim hujan angin, bahaya”. Nasehat mama
dengan nada yang khawatir.
Aku hampir saja berasumsi bahwa tidak diberikan izin untuk pergi. Tetapi aku mencoba lagi
merayunya.
“iyyaaah mamah, sekaliiii ini aja kok. Juga kan sama teman-teman rumah, ga papa kan
mah?” mohonku sangat, agar dirihdoi untuk bepergian. Karena sesuatu yang tak diridhoi
orangtua, pasti akan berakibat fatal.
“iya sudah. Kamu perginya hati-hati ya, soalnya cuaca lagi gak bersahabat” ucap mamah,
masih dalam kekhawatiran
“yeeeess. Makasiii yaa maah?” seruku dengan wajah sumringah sambil bersalaman dengan
mama.
Ketika itu juga hatiku sangaaaaat bahagia. Karena sudah lama di rumah yang membuatku
bosan, jadinya aku pergi refreshing deh. Sembari menunggu chat dari Winda, aku sarapan
dulu, heheh.
Beberapa menit kemudian…
Handphoneku berdering, tanda masuknya notifikasi. Entah dari siapa?
“oi, Rani!! Kamu udah siap-siap kan?? Bentar lagi kita akan jalan niii”. Notifikasi itu ternyata
dari si Winda, sahabatku.
“iya, ini aku lagi nunggu kamu” mengiriminya balasan yang agak singkat.
“langsung aja ke rumahku, teman-teman udah kumpul semua. Oiya, pake motor kamu yaah”
membalas chatku dengan cepat.
“ya udah, sekarang ini, mau jalan”. balasku lagi dengan pesan santai.
Aku langsung melangkahkan kaki ke luar halaman untuk menyalakan motor. Saat itu juga
bapakku pulang kerja. Dia melihatku menyalakan motor.
“kamu mau pergi kemana?” Tanya bapak dengan keheranan.
“aku mau pergi ke wisata air terjun pak” jawabku senang.
“jangan pergi!! Sekarang musim hujan angin”. Dia melarangku dengan nada yang ketus.
Kukira itu hanya sebuah nada gurauan. Karena bapakku sering bergurau denganku.
“jangan pergi kemana-mana!!!” ujarnya sekali lagi dengan nada yang sangat tegas.
“tapi pak, mama udah kasi izin dari tadi”. Menyangkal nasehat bapak.
“walaupun begitu! Tapi bapak melarangmu pergi. Batalkan janjimu dengan teman-temanmu.
Kalau mau pergi. Lihat dulu kondisi sekarang gimana?” dengan nada bapak yang marah
terhadapku.
Seketika itu juga hatiku sangat hancur. Diam seribu bahasa. Janji-janji yang sudah
kurencanakan dengan Winda menjadi haluan belaka. Batinku terasa ditikam harimau. Padahal
aku berharap akan pergi bersama mereka. Menikmati indahnya hamparan alam yang hijau.
Tapi apa?? Sudahlah. Ini hanya angan-angan belaka?.
Kuhentakkan kaki menuju kamar karena rasa kesalku pada bapak. Aku menangis sejadi-
jadinya di dalam kamar. Ego dan emosiku tak bisa terkontrol. Semua barang kujadikan
pelampiasan dari rasa sakit hatiku. Aku tau ini adalah bentuk kasih sayang seorang bapak
kepada putri sulungnya. Beliau tidak ingin suatu hal buruk yang menimpa dirinya. Tapi aku
butuh refreshing!!
Mama tidak mengetahui perihal ini. Ia masih diluar sibuk dengan tanamannya. “mah, ayolah
ke kamar?. Bela aku mah.. tadi kan udah izin sama mamah” lirihku dalam hati. Beberapa kali
itu juga handphone tak berhenti berdering, notifikasi dari Winda yang meneleponku. Tak
kuhiraukan sama sekali. Mungkin dia sudah lama menungguku, akhirnya dia pergi
meninggalkanku. Biarlah sudah..
Sudah lama ku mengurung diri dalam kamar. Tak ingin kutegur sapa dengan siapapun
termasuk bapak. Aku kesal dengannya. Masih terasa sakit hati atas kejadian kemarin.
Lama mengurung diri dalam kamar, akhirnya aku keluar. Aku sadar, bahwa aku putri sulung
yang bandel. Aku ingin menemuinya dan meminta maaf atas kesalahanku ini. Namun, saat ku
keluar menuju halaman luar, tidak tampak batang hidungnya. “bapak kemana ya sore-sore
gini?” gumamku mencari tau.
Tak lama kemudian, terdengar suara salam dari luar. Kutengok lewat jendela ternyata itu
bapak yang baru pulang olahraga. Aku melangkahkan kaki keluar ingin memeluk bapak dan
meminta maaf atas kesalahanku ini.
Langsung peluk erat bapak dan menumpahkan tangisku ke pundaknya. Bapak heran melihat
kelakuanku.
“paak.. maafin Rani yaa, Rani menyesal sudah membantah bapak atas kejadian yang
kemarin” tangisku sesak.
“ga papa, ini semua demi kebaikan Rani juga kok. Jadikan hal kemarin sebagai sebuah
pelarajan untuk hidup Rani di kemudian hari. Inilah bentuk kasih sayang bapak kepadamu
nak” nada seorang pahlawan yang menenangkanku. Beliau menatap mataku penuh kasih
sayang. Dia menorehkan senyum yang begitu teduh untukku.
Terima kasih pak sudah menjadi pahlawan sekaligus cinta pertamaku dalam hidup ini..

Anda mungkin juga menyukai