Anda di halaman 1dari 3

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Apa kabar teman-teman? Tentunya sehat semua bukan?

Meskipun pandemi kita harus tetap semangat ya teman-teman. Jangan lupa selalu terapkan
protocol kesehatan, agar pandemic segera berlalu.

Saya …. Dari MI Islamiyah Kota Madiun.

Kali ini saya akan bercerita tentang sebuah dongeng yang sangat menarik. Cerita ini ditulis oleh
Dwianto Setiawan dalam bukunya Seri Pendidikan Budaya, Cerita Rakyat dari Jawa Timur 2 yang
diterbitkan oleh Penerbit PT Grasindo.

Nah begini ceritanya…

Dahulu kala, di sebuah desa tinggallah seorang Janda Tua bersama putri kesayangannya yang
bernama Sewidak Loro, sewidak loro berarti enam puluh dua. Dinamakan Sewidak Loro karena anak
perempuan itu berambut jarang. Kalau dihitung hanya ada 60 helai. Tidak bertambah dan tidak
berkurang. Alisnya hanya selembar di kiri dan selembar di kanan.

Penduduk desa selalu mencemooh gadis itu dengan sebutan gadis terjelek di dunia. Karena
sering diejek, Sewidak Loro tidak mau keluar rumah. Ia hanya mengurung diri di kamar.

“Ibu, kenapa aku terlahir begitu jelek?” Kata Sewidak Loro sambil tersedu.

Ibunya selalu menghiburnya dengan penuh kasih sayang. “Kamu tidak jelek. Di mata Ibu, kamu
adalah gadis paling cantik. Rambutmu yang hanya 60 helai bagaikan bulu burung merak yang indah.
Alismu yang dua helai seperti bulan sabit yang melingkari mata. Jika kamu tidak percaya, berkacalah
pada genangan air itu.”

Dengan sabar Mbok Randa selalu membujuk dan menumbuhkan kepercayaan diri Sewidak Loro.
Hingga akhirnya Sewidak Loro berani keluar rumah. Dan sekarang, jika diejek Sewidak Loro hanya
tersenyum. Dia tahu bahwa yang mengejeknya itu pasti iri dengan rambutnya yang seperti bulu merak.
Mereka juga iri dengan helai alisnya yang seperti bulan sabit.

Setiap hari, Sewidak Loro selalu membantu Ibunya mencari daun jati dan ranting kayu untuk
dijual ke pasar. Setiap hari pula Sang Ibu menyiapkan nasi hangat dan sambal tempe untuk Sewidak
Loro.

“Aduh… Lelah sekali hari ini. Kayu-kayu ini akan aku jual ke Pasar besok pagi saja.”

“Anakku, ternyata sudah pulang kau, Nak. Istirahatlah dulu setelah itu kita makan bersama. Ibu
sudah menyiapkan nasi hangat dan sambal tempe untukmu.”

Karena sudah sangat lapar, Sewidak Loro makan dengan lahapnya. Nyam… nasi yang hanya
berlauk sambal tempe terasa sangat nikmat.

“Nasi ini menjadi nikmat karena lauk keringat. Sambal ini terasa sedap karena kita bekerja
keras.” Itulah yang selalu diucapkan Mbok Randa kepada Sewidak Loro putrinya. Maksudnya makanan
apapun akan terasa enak di mulut karena kita lapar setelah selesai bekerja keras.
Sambil menghabiskan makanannya, Sewidak Loro mendengarkan betul nasihat Ibunya. Sewidak
Loro selalu peracaya pada perkataan ibunya. Baginya, tidak ada yang bisa dipercaya selain ibunya.

Sewidak Loro bukanlah gadis yang pelit. Setiap ia makan, nasi dan sambal tempenya selalu
dibagikan pada burung-burung. Sewidak Loro memang sayang pada binatang-binatang hutan.
Sebaiknya, binatang-binatang hutan selalu mengikuti ke mana pun ia pergi.

Ada kebiasaan yang selalu dilakukan oleh Mbok Randa setiap pagi dan malam. Mbok Randa
selalu nembang atau bernyanyi tentang kecantikan putrinya.

“Oh, anakku yang elok rupawan. Wajahmu bersinar bagai rembulan. Siapapun akan terpikat
olehmu. Rambutmu bagai bulu merak. Alismu bagai bulan sabit. Kelak seorang pangeran akan
meminangmu.”

Tembang itu selalu dinyayikan oleh Mbok Randa dengan penuh perasaan. Mbok Randa percaya,
kelak Sewidak Loro akan hidup bahagia. Sewidak Loro yang mendegar tembang ibunya selalu
mengangguk-angguk setuju. Siapa yang tak senang dipuji semacam itu?

Tetangga-tetangga yang mendengar tembang itu merasa geli. Mereka merasa Ibu dan anak
sama-sama gilanya.

Suatu hari, Sewidak Loro meminta kepada ibunya menyiapkan bekal makan siangnya ditambah.

“Aku ingin berpesta dengan sahabat-sahabatku di hutan,” kata Sewidak Loro.

Mbok Randa pun menyiapkan bekal makanan seperti yang diminta putrinya.

Siang itu, Sewidak Loro berpesta dengan sahabat-sahabatnya di hutan. Ia makan dengan begitu
lahapnya, begitu juga para binatang. Akan tetapi keriuhan pesta segera terhenti ketika terdengar suara
derap langkah kaki kuda. Mbok Randa yang merasa akan ada orang asing yang lewat segera menyuruh
Sewidak Loro bersembunyi. Mbok Randa tidak mau putri kesayangannya diejek oleh orang asing.

Benar dugaan, orang asing itu adalah Putri Apsari, seorang putri raja yang terkenal sangat cantik
dan manja. Mbok Randa langsung memberi hormat, namun Putri Apsari tidak memperhatikannya.
Hidungnya sibuk membaui sesuatu.

“Aku seperti mencium aroma makanan yang sangat ninkmat. Aku ingin memakan makanan itu!”
Teriak Putri Apsari kepada pengawalnya.

Pengawalnya kebingungan. Tetapi Putri Apsari bersikeras minta dicarikan makanan yang baunya
sedap diciumnya.

Kemudian, pengawal mengetahui asal-usul bau makanan itu. Mereka menghadapkan Mbok
Randa kepada Tuan Putri. Dengan takzim Mbok Randa memberi hormat, “Ampun, Tuan Putri. Bau
harum itu memang berasal dari bekal makan siang anak hamba. Jika Tuan Putri berkenan hamba bisa
membaginya separuh untuk Tuan Putri. Akan tetapi saya minta imbalan karena makan siang itu sangat
berharga bagi kami.”

Putri Apsari langsung setuju. “Apa imbalan yang kau minta?” tanyanya.
“Hamba ingin separuh kecantikan yang dimiliki Tuan Putri untuk anak hamba,” jawab Mbok
Randa tanpa ragu-ragu.

“Gila kamu!” bentak pengawal.

“Tenanglah, aku sama sekali tidak keberatan,” jawab Putri di luar dugaan.

Lalu, Sang Putri memejamkan matanya dan memindahkan separuh kecantikannya kepada
Sewidak Loro. Sebagai imbalannya, Mbok Randa memberikan separuh bekal nasi hangat dan sambal
tempe pada Tuan Putri. Putri Apsari senang sekali. Makanan seperti itu belum pernah dinikmatinya
selama ia berada di Istana.

Pada saat bersamaan, wajah Sewidak Loro berubah menjadi cantik jelita. Rambutnya tebal
berkilauan, alisnya juga menjadi sangat mempesona.

“Do’aku terkabul,” gumam Mbok Randa dengan air mata berlinang-linang. “Harapan yang
kuimpikan siang dan malam telah menjadi kenyataan.

Apakah karena itu kecantikan Putri Apsari menjadi hilang? Ternyata tidak! Putri Apsari tetap
terlihat cantik.

Kini Sewidak Loro semakin percaya diri dan tidak merasa rendah diri lagi. Ia telah menjelma
menjadi seorang gadis yang cantik jelita.

Nah teman-teman… cerita tadi termasuk dongeng. Bisa kita lihat, betapa besar cinta kasih seorang Ibu
kepada anaknya meskipun anaknya buruk rupa. Cara Mbok Randa membesar hati anaknya membuat
Sewidak Loro yakin pada dirinya dan Sewidak Loro menjadi lebih percaya diri. Ibu selalu mengasihi kita.
Do’a restunya bisa membuat hati kita mantap dalam melangkah mengarungi kehidupan. Maka dari itu,
hormatilah orang tua kita terutama Ibu. Seperti Sewidak Loro yang meskipun tidak cantik ia tetap patuh
dan selalu membantu Ibunya.

Demikian ceritaku teman-teman. Terimakasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Anda mungkin juga menyukai