Anda di halaman 1dari 4

[KAUSA]

Halaman utama koran harian kota hari ini mengabarkan tentang meninggalnya seorang kepala
sekolah asrama swasta terkenal, SMA Rafflesia.

Meski begitu, belum diketahui pasti apa penyebab dari kematian sang kepala sekolah. Sampai
sekarang pihak sekolah belum angkat bicara untuk klarifikasi mengenai hal ini.

Begitulah kutipan artikel dari koran harian hari ini. Aku membaca artikel ini sembari memakan roti
selai di pagi hari. Sangat menarik, batinku.

Bagian 1 – Intro

Nguing... Nguing... Nguing...

Suara sirene mobil polisi terdengar sangat lantang hingga memekakkan telinga orang yang berada di
sekitarnya. Beberapa petugas polisi turun dari mobil dan segera menyegel tempat kejadian perkara.
Suasana pagi hari sangat sibuk di SMA Rafflesia, sekolah asrama swasta terkenal di kota ini, lantaran
kepala sekolahnya baru saja ditemukan meninggal secara tragis pada pukul empat pagi tadi.
Beberapa siswa bergerombol dan berbincang-bincang dengan seru, sepertinya tengah asyik
membicarakan tentang bagaimana meninggalnya kepala sekolah mereka. Apalagi di hari-hari
menjelang peringatan hari ulang tahun sekolah.

Merasa jenuh di dalam mobil karena tak segera dipanggil, akupun memutuskan untuk turun dan
mendekati lokasi kejadian yakni koridor sekolah. Sekumpulan siswa laki-laki yang sedang
menongkrong di dekat pintu masuk sekolah melihatku dengan tatapan mengejek seakan hendak
mengatakan "Ngapain lo disini?", tetapi ada satu dari mereka yang menatapku dengan sopan dan
menganggukkan kepalanya. Akupun menganggukkan kepalaku ke arahnya, tanda bahwa aku
merespon sapaannya. Tak sengaj a saat lewat, aku mendengar percakapan diantara mereka.

"Eh, siapa sih itu? Kok lo kayak kenal dia" tanya salah satu siswa itu.

"Gue nggak kenal dia tuh, tapi kalo dilihat dari gaya berpakaiannya yang berjas panjang formal dan
cara dia memandang dengan tajam, udah bisa ditebak kalo dia seorang detektif. Wajar aja kan ada
detektif di tengah situasi begini" jawab siswa yang mengangguk kepadaku tadi.

Aku tetap berjalan dengan langkah biasa menuju lokasi kejadian. Seorang guru menyambutku
dengan hangat saat aku sudah tiba disana.

"Halo detektif, saya Tomi, kepala bagian sarana prasarana sekolah ini Saya yang menyewa Anda
untuk menyelidiki kasus kematian kepala sekolah kami," kata Pak Tomi sambil menjabat tanganku.

"Selamat pagi, Pak Tomi. Semaksimal mungkin saya akan menyelidiki dan memecahkan kasus ini,"
kataku.

Karena terlalu serius tentang kasus kematian kepala sekolah SMA Rafflesia, hingga aku lupa
memperkenalkan diri. Velisa Andriani namaku. Seorang detektif atau investigator yang bisa dibilang
cukup belia karena aku baru saja hendak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Meski begitu,
aku telah membantu menyelesaikan beberapa kasus bersama petugas polisi. Di kalangan Mien dan
polisi, aku akrab disapa Detektif Velisa.

“Apakah rekonstruksinya sudah bisa dimulai?" tanyaku.

"Tentu" jawab Inspektur Rian.


Reka ulang kejadian berlangsung sangat dramatis. Mendiang kepala sekolah SMA Rafflesia, Pak Rio,
tewas mengenaskan dengan cara ditikam dengan pisau tajam dari arah belakang. Rekaman kamera
pengawas pada saat kejadian mendadak lenyap begitu saja. Masih ada sisa bercak darah yang
mengering di lantai koridor sekolah itu. Hasil forensik menyebutkan waktu kematian Pak Rio adalah
enam jam sebelum diautopsi. Maka wajar saja jika darah di lantai sampai mengering.

"Kami memiliki beberapa nama yang penting untuk proses interogasi," ucap Inspektur Rian
kepadaku setengah berbisik.

Aku melihat daftar nama yang tertulis di buku saku milik Inspektur Rian. Hampir semua nama
tersangka berposisi sebagai guru di sekolah ini Tertulis juga nama Pak Tomi di daftar. Kecuali satu
nama, cukup aneh bila dimasukkan ke daftar tersangka pembunuhan. Karena ia hanya seorang
siswa.

Bagian 2 - Interogasi Pak Arka

Suasana koridor sekolah masih ramai oleh kerumunan siswa yang ingin melihat lokasi pembunuhan,
meskipun kepala asrama sudah berkali-kali mengingatkan agar segera kembali ke kamar masing-
masing. Kegiatan pembelajaran memang libur karena hampir 7 hari lagi acara hari ulang tahun
sekolah berlangsung. Dan di hari-hari menuju acara puncak, sekolah mengadakan berbagai macam
lomba untuk para siswa dan guru. Seharusnya ini menjadi acara yang sangat meriah, jika tidak ada
kasus pembunuhan di sekolah.

Polisi masih menyegel lokasi dan melindungi barang bukti. Aku sudah beranjak dari tempat tadi dan
sedang berjalan menuju ruang wakil kepala sekolah, dimana proses interogasi akan dilakukan. Aku
kembali mengingat nama-nama yang tertera di buku saku Inspektur Rian, dan tetap satu nama
tersangka itu yang menjadi pusat pikiranku saat ini. Inspektur Rian mempersilakanku masuk ke ruang
wakil kepala sekolah sesampainya aku disana.

"Baik, semuanya sudah berkumpul disini, proses interogasi akan segera kita mulai," ucap pria berusia
35 tahun itu.

Kami semua telah hadir di ruangan itu. Berbagai wajah baru kecuali Pak Tomi duduk di hadapanku,
sedangkan posisiku sendiri berada di belakang Inspektur Rian dan Inspektur Adi; dua polisi yang
bertugas menginterogasi. Aku duduk menyilangkan kakiku dan punggung kusandarkan pada kursi,
tanganku kuletakkan di bahu kursi dan mataku terus menatap wajah-wajah asing itu.

"Semua sudah hadir ya, kita mulai dari yang bernama Arka. Silakan Pak Arka untuk duduk di kursi
depan kami, sedangkan yang lainnya bisa menunggu di luar," kata Inspektur Adi.

Seseorang yang bernama Pak Arka maju kemudian berpindah duduk di kursi depan kami. Semua
orang yang ada di ruangan itu kecuali aku, Pak Arka, Inspektur Rian, dan Inspektur Adi beranjak pergi
ke luar ruangan itu. Pak Adi sudah sibuk dengan catatan buku saku dan pena kecilnya.

"Arkadian Wijaya, 42 tahun, di sekolah ini menjabat sebagai wakil kepala sekolah, benar?" tanya
Inspektur Rian.

"Benar" jawab Pak Arka sambil menganggukkan kepalanya.

"Apa yang Anda sedang lakukan di hari saat kejadian?" tanya Inspektur Rian.

"Aku berada disini di ruang kerjaku sepanjang hari, banyak siswa yang menjadi panitia acara datang
menemuiku menjelang peringatan hari ulang tahun sekolah untuk meminta pertimbangan mengenai
susunan acara yang berkaitan dengan kepala sekolah. Seharusnya mereka langsung menemui bapak
kepala sekolah, tetapi saya diberitahu oleh Pak Rio bahwa beliau sedang ada tamu dinas, maka saya
yang memberi arahan kepada siswa panitia," jawab Pak Arka panjang lebar.

"Siapa saja siswa yang datang menemui Anda?" tanya Inspektur Rian.

"Ada sekitar sepuluh siswa datang-pergi menemui saya, tentu saya hampir tidak ingat semua nama
mereka, kecuali beberapa siswa aktif yang dekat dengan saya atau Pak Rio seperti Aden, Clara,
Tarisa" jawab Pak Arka sambil mencoba mengingat nama-nama siswanya.

Aku membetulkan posisi dudukku dan tetap mendengarkan percakapan mereka sambil menopang
dagu.

"Siapa tamu dinas Pak Rio ini?" tanya Inspektur Rian.

"Orang-orang dari Kementerian Pendidikan dan ketua komite sekolah juga hadir" jawab Pak Arka.

"Sampai kapan Anda berada di ruang kerja ini?" tanya Inspektur Rian.

"Sampai tidak ada siswa yang menemui saya lagi, sekitar pukul lima sore karena saya juga sudah
lelah dan bersiap diri untuk acara makan malam," jawab Pak Arka.

"Apakah Anda bertemu dengan Pak Rio pada hari itu?" tanya Inspektur Rian.

"Tentu saja, kami bertemu saat acara makan malam. Bahkan kami sempat mengobrol bercerita
tentang kemenangan klub sepak bola yang kami gemari. Rasanya masih tidak percaya jika beliau
sudah tidak ada disini” kata Pak Arka menunduk sedih.

"Setelah acara makan malam, kemana Anda pergi?Apakah Anda juga masih bertemu Pak Rio?" tanya
Inspektur Rian.

"Tidak. Setelah acara makan malam selesai, saya pergi ke kamar dan istirahat. Karena memang
setelah acara makan malam, saya tidak suka ditemui atau menemui seseorang karena itu merupakan
waktu istirahat saya, tentu saya tak ingin membuang waktu” jawab Pak Arka.

"Artinya di acara makan malam itu Anda terakhir bertemu dengan Pak Rio?" tanya Inspektur Rian.

"Iya" kata Pak Arka terlihat sedih.

"Kapan Anda tahu bahwa Pak Rio tewas ditusuk di koridor?" tanya Inspektur Rian

"Saat ditemukan, sekitar pukul empat pagi. Pintu kamar saya diketuk kencang oleh salah seorang
siswa. Awalnya saya hendak marah karena ada yang mengganggu tidur saya, tetapi saya
memutuskan untuk membukakan pintu lalu diberi tahu bahwa ada kejadian pembunuhan di sekolah.
Saya sangat terkejut dan tidak menyangka bahwa yang dibunuh adalah seorang kepala sekolah,
rekan kerja saya sendiri” jawab Pak Arka.

"Siapa yang pertama kali menemukan jasad Pak Rio di koridor sekolah?" tanya Inspektur Rian.

"Saya diberi tahu oleh para guru bahwa yang pertama kali menemukan jasad Pak Rio adalah Aden,
salah satu siswa kami. Tentu kami sangat kaget," jawab Pak Arka.

“Apakah semasa hidup Pak Rio pernah memiliki masalah dengan seseorang?" tanya Inspektur Rian.

"Saya rasa tidak. Pak Rio adalah orang yang baik hati, dermawan, dan ramah. Keluarganya pun juga
begitu. Beliau adalah orang yang cerdas, selalu punya banyak inovasi dalam pembangunan sekolah"
jawab Pak Arka.
"Baiklah, pertanyaan dari saya sudah cukup. Jika ada hal yang ingin atau perlu ditanyakan lagi, kami
akan menghubungi Anda. Apabila Anda menemukan bukti atau kecurigaan terhadap seseorang,
jangan sungkan untuk mengabari kami. Terima kasih atas bantuannya, Pak Arka” kata Inspektur Rian
mengakhiri interogasi.

"Terima kasih kembali, Inspektur. Sebisa mungkin saya ikut membantu untuk mencari pembunuh
Pak Rio. Pelakunya harus segera ditangkap," kata Pak Arka dengan sorot mata sedikit geram.

Pak Arka berdiri dan menyalami kami kemudian meninggalkan ruangan itu.

"Hei, Nak. Kenapa dari tadi kamu diam saja? Apa tidak ada yang ingin kamu tanyakan ke Pak Arka?"
tanya Inspektur Adi.

"Tidak. Jawaban Pak Arka terdengar sangat meyakinkan. Alibinya kuat. Untuk saat ini belum ada
yang ingin aku tanyakan terkait Pak Arka. Aku harus mendengar kesaksian dari semua tersangka
dulu" jawabku serius.

"Apa kamu mencurigai dia?" tanya Inspektur Rian.

"Saat ini bisa saja aku curiga dengan semua orang," jawabku.

"Siapa yang kita interogasi setelah ini?" tanyaku.

"Pak Tomi," jawab kedua inspektur itu bersamaan.

Anda mungkin juga menyukai