Anda di halaman 1dari 7

Surat Teka-Teki Misterius

Hari ini tepat tanggal 5 Juli 2021, adalah hari pertama Riani masuk
sekolah di SMA pindahan baru. Nama gadis itu Riani. Usianya tujuh belas tahun
dan dia menginjak kelas sebelas. Riani pindah sekolah karena mengikuti orang
tuanya yang mempunyai pekerjaan berpindah-pindah kota dalam jangka waktu
tertentu. Karena itulah Riani hampir tidak memiliki masa sekolah yang indah
bersama teman-teman. Setiap tahun ia harus selalu pindah sekolah.

Tahun ini, Riani kembali pindah ke sekolah SMA yang berada kampung
halamannya. Cukup melegakan baginya. Disana ia mempunyai satu sahabat
kecilnya dan kabarnya sahabatnya itu satu sekolah dengan Riani. Pindah sekolah
kali ini tidak membuat Riani murung. Sebab ia bisa bertemu dengan sahabatnya,
Chika.

“Selamat pagi anak-anak. Hari ini kita kedatangan murid pindahan baru.
Silahkan memperkenalkan dirimu,” ucap Pak Guru memecah keributan kelas
MIPA 2. Riani melakukan perkenalan seperti pada umumnya. Ia melihat banyak
respon dari siswa-siswi di kelas itu. Ada yang tersenyum ramah, tersenyum
menggoda, saling berbisik-bisik entah apa yang mereka bisikkan, ada pula yang
hanya datar-datar saja seolah-olah kedatangannya di kelas itu tidak begitu
dianggap. Pak Guru mempersilahkan Riani duduk di bangku kosong yang berada
di belakang tepat di ujung kanan. Riani duduk di situ dan pelajaran dimulai.

Riani mengeluarkan buku-buku pelajaran yang dibutuhkan beserta alat


tulis dan menaruhnya di laci. Namun saat Riani hendak menaruh, dia meraba-raba
seperti ada kertas di dalam laci meja itu. Riani mengambil kertas itu dan ternyata
itu sebuah amplop! Amplop yang berwarna putih polos, tidak ada tulisan apapun
di luar amplop itu namun di dalamnya terdapat lipatan kertas. Riani merobek
amplop itu dan membuka lipatan kertas. Mata Riani langsung tertuju pada
kalimat, “Untuk Riani”

Rupanya ini surat yang ditujukan padanya. Riani membaca isi surat dalam
hati.
“Selamat datang di SMA Pelita Asri! Aku sangat senang sekali begitu
mengetahui bahwa kamu akan pindah ke sekolahku. Semoga kamu nyaman dan
betah disini ya!”

Riani membolak-balik kertas surat dan memang hanya sampai di situ saja.
Alisnya mengernyit. “Siapa yang menulis surat ini? Apakah mungkin Chika,
sahabat kecilku?” batin Riani. Riani tersadar di dalam amplop itu masih ada secuil
kertas.

“Sepulang sekolah pergilah ke lapangan basket, disitu masih ada surat


yang menantimu.”

Riani makin terheran-heran setelah membaca semuanya. Konsentrasinya


langsung terbuyarkan oleh rasa penasaran Riani tentang siapa penulis ini.

Bel sekolah berbunyi, menandakan jam pelajaran telah berakhir. Riani


segera membereskan semua buku dan alat tulis, kemudian segera keluar kelas
mencari Chika yang berada di IPS 3.

“Hey, ada apa mencariku?” tanya Chika begitu melihat Riani berdiri di
depan pintu kelasnya dan mendekati Chika. Riani menunjukan amplop beserta
kertas surat itu pada Chika dan bertanya apakah ini darinya. Chika kebingungan.
Dia tidak merasa pernah menulis surat itu dan menaruhnya di laci meja tempat
duduk Riani.

Riani semakin tak habis pikir. Tidak ada murid di sekolah ini yang Riani
kenal selain Chika. “Mungkin ada seseorang yang menyukaimu Riani,” kata
Chika setelah membaca kertas surat yang ditunjukkan oleh Riani. “Bagaimana
mungkin dia bisa menyukaiku jika aku saja tidak kenal dia?” jawab Riani kesal.
Riani segera keluar dari kelas Chika dan berjalan keluar gedung. Langkah kakinya
terhenti tepat di depan gerbang sekolah, mengingat isi surat di sepucuk kertas
yang menyuruhnya untuk ke lapangan basket. Untuk menjawab rasa penasaran
Riani, mau tidak mau dia harus mengikuti perintah surat itu.
Di lapangan basket Riani kebingungan harus menemukan surat yang
lainnya ada dimana. Riani berjalan mengelilingi pagar pembatas lapangan basket.
Riani langsung menghentikan langkahnya ketika dilihat ada lipatan kertas terselip
di tiang pinggir pagar pembatas. Riani langsung mengambil lipatan kertas itu dan
membacanya.

“Selamat Riani kamu bisa menemukan surat ini. Memang aku taruh di
tempat yang bisa kamu lihat supaya tidak kesusahan. Setelah ini, pergilah ke
taman belakang sekolah. Di taman itu ada sebuah pohon yang sangat besar. Di
pohon itu ada akar besar yang keluar dari tanah. Surat selanjutnya ada di bawah
akar.”

Riani melempar kertas itu dengan kesal. “Kenapa sih kirim surat aja pake
teka-teki begini? Bikin capek mikir aja huh,”

Tidak perlu butuh waktu satu menit, Riani mengambil kertas yang ia
lempar. Riani merasa ia harus menyimpan surat-surat itu untuk mengumpulkan
informasi lebih tentang siapa penulis surat.

Sesampai di taman belakang sekolah, Riani sempat terdiam melihat begitu


indahnya taman belakang itu di sore hari. Tanpa bersusah-payah mencari, pohon
besar yang dituju Riani sudah terlihat tepat di tengah-tengah taman. Melihat
burung-burung yang berterbangan dengan suasana sore yang tenang, diiringi
alunan angin yang sepoi-sepoi membuat Riani kagum sekaligus menikmati
pemandangan.

Riani mendekati pohon besar itu dan dilihatnya ada satu akar besar yang
tampak seperti memaksakan keluar dari tanah, membentuk seperti huruf s tidur.
Di bawah lengkungan terdapat amplop berwarna biru muda yang sudah terlihat
kotor karena terkena tanah. Rupanya amplop ini sudah ditaruh lama karena telihat
seperti ada bekas air yang mengering. Riani kembali membuka amplop dan kali
ini bukan kertas berisi surat namun sebuah foto kecil yang di situ terdapat dua
anak kecil yang memakai baju pasien beserta sebuah tiket kereta yang terjadwal
keberangkatan tepat hari ini pukul enam sore.
Dibalik foto itu terdapat tulisan, “Riani dan Angga, 18 Maret 2011”. Riani
mengamati foto itu dengan seksama. Dilihatnya gadis kecil dan anak laki-laki
kecil saling bergandengan. Riani mengingat jelas muka gadis kecil itu adalah
dirinya yang baru menginjak usia tujuh tahun. Namun Riani bingung dengan
muka bocah laki-laki itu yang rupanya sebaya dengan Riani. Bocah laki-laki
gemuk, dengan rambut ikal lembut berwarna coklat, dan bola mata yang berwana
coklat terang. Riani diam sejenak mengingat-ingat masa kecilnya.

Ah! Rupanya Riani mengingatnya! Ia ingat jika dulu waktu kecil dia
pernah jatuh dari sepeda yang mengakibatkan lengan kirinya patah. Riani dibawa
oleh orang tuanya ke rumah sakit dan menjalani rawat inap selama tujuh hari. Dari
pecahan kecil ingatan Riani langsung menyadarkannya akan siapa bocah laki-laki
itu. “Dia ini bocah gendut yang pernah menangis sembunyi di semak-semak itu
kan?” gumam Riani. Kini Riani ingat. Ternyata penulis surat itu adalah Angga,
teman kecilnya sewaktu di rumah sakit.

Kesenangan Riani terhenti ketika melihat tiket kereta itu. Riani


kebingungan dengan apa maksud tiket itu. Apakah dengan tiket itu
mempertemukan Riani dengan Angga? Riani segera pergi keluar dari sekolah dan
menuju ke stasiun.

Riani mencari kesana-kemari tempat pendaftaran ulang tiket. Tiba-tiba ada


seorang ibu yang mendekati Riani. “Kamu.... Riani ya?” tanya ibu itu. Riani kaget
mendengar pertanyaan seorang ibu-ibu yang ternyata mengenal Riani. Ia
memperkenalkan dirinya bahwa ibu itu adalah ibu dari Angga, sang penulis surat.
Ibu Angga mengajak Riani untuk segera mendaftarkan ulang tiket. Selesai itu,
diajaknya duduk di tempat tunggu kedatangan kereta. Ibu itu tersenyum.
“Bagaimana kabarmu Riani? Sudah lama sekali ya,”

“I-iya Bu. Bagaimana kabar Angga Bu?” tanya Riani. Ibu Angga
menghela nafas panjang. “Seperti yang kamu tahu sejak kalian bertemu dulu.
Angga masih mengidap penyakit kanker kelenjar getah bening. Sebenarnya saat
dia usia sepuluh tahun, dokter menyatakan bahwa Angga resmi terbebaskan dari
penyakit kanker. Namun entah mengapa, ketika ia kelas sepuluh SMA, Angga
mulai sakit-sakitan dan setelah diperiksa, bibit kanker itu muncul lagi. Sekarang
Angga sedang melakukan perawatan intensif,”

Mendengar cerita dari ibu Angga membuat Riani tidak sadar telah
mengeluarkan air mata. Ibu Angga mengusap air yang jatuh ke pipi Riani. “Ibu
tidak tahu, tadi siang tiba-tiba Angga menyuruh ibu untuk pergi naik kereta lalu
menuju ke sini untuk menemui kamu. Awalnya ibu tidak ingat, lalu Angga
menceritakan tentang dirimu. Ternyata Angga sudah menyiapkan tiket kereta
juga untuk ibu,”

Belum selesai menjelaskan, kereta yang akan dinaiki sudah datang. Riani
dan Ibu Angga segera masuk ke gerbong kereta. Di perjalanan Riani hanya duduk
terdiam. Dia tidak menyangka selama ini dia melupakan teman kecilnya yang ia
kenal sewaktu di rumah sakit. Riani dan Angga bertemu saat Riani sedang kabur
dari pemeriksaan dan bersembunyi di semak-semak taman. Tidak lama saat
bersembunyi, Riani mendengar ada suara tangisan lembut seorang anak di sebelah
semak-semak tempat ia sembunyi. Dilihatnya ada seorang bocah laki-laki gendut
yang menangis menunduk. “Percuma kamu sembunyi disitu jika alat infusnya
masih keliatan,” ucap Riani kecil menghentikan tangisan bocah laki-laki itu. Dari
situlah mereka mulai berteman. Selama tujuh hari berturut-turut Riani suka
mampir ke kamar tempat Angga dirawat. Entah mengajaknya bermain,
membawakan tanaman hasil petikan Riani sewaktu ditaman, atau membawakan
camilan. Hubungan mereka begitu akrab.

Pada hari ke delapan, Angga mendengar kabar bahwa Riani sudah boleh
pulang. Angga memohon-mohon pada perawat untuk mengijinkannya menemui
Riani secara diam-diam, hendak memberinya kejutan hadiah berupa gambar yang
ia gambar sendiri untuk Riani. Namun ketika Angga berada di kamar tempat
Riani, kamar itu sudah kosong. Angga bertanya pada seorang perawat yang
membersihkan ruangan itu. Ternyata Riani sudah pergi sejak pagi tadi.
Kembali ke masa kini, Riani sampai di kota dimana Angga dirawat. Ketika
sampai di ruangan tempat Angga, Riani spontan memeluk Angga yang sedang
duduk di kursi roda memandang keluar jendela. Angga terkejut dengan pelukan
secara tiba-tiba. Riani menangis sekeras-kerasnya. Anggapun ikut menangis.
Tangis haru pertemuan dua teman yang berpisah sangat lama itupun terjadi.

Selesai acara tangis haru itu, Riani mengajak Angga untuk jalan-jalan di
taman rumah sakit. “Bagaimana kamu tau kalau aku akan pindah di SMAmu?”
tanya Riani sambil mendorong kursi roda Angga duduk. “Aku murid SMA disitu.
Dan tempat aku taruh surat itu adalah bangku dudukku,”

Riani terdiam tak menyangka bahwa itu bisa terjadi seperti kebetulan.
“Sudah lama sejak kita berjumpa di rumah sakit, aku terus mencarimu. Tapi selalu
berujung informasi yang sia-sia,”

“Tentu saja sia-sia karena aku selalu pindah-pindah hahaha,” jawab Riani
tertawa. “Namun ketika aku mulai sakit dan harus rawat inap, aku ijin ke ruang
guru untuk libur sampai aku kembali sehat. Saat itu tidak sengaja aku melihat ada
biodata siswa pindahan yang disitu ada foto kamu. Aku langsung menyadari
bahwa itu kamu dan kamu berada di kelas yang sama denganku.” lanjut Angga
berbicara.

“Karena aku tahu aku tidak bisa bertemu denganmu, makanya itu aku
menulis surat itu dengan harapan kamu bisa membacanya,” ucap Angga
menyelesaikan ceritanya. Riani tersenyum. Dia menghentikan kursi roda itu lalu
berjongkok menghadap Angga. “Untung saja surat itu benar-benar bisa aku baca.
Kalau tidak....”

“Entahlah bagaimana nasib surat itu hahaha,” tawa mereka berdua.


Nama : Debora Angelica Ardi Nugraha

Nama Rekening : DEBORA ANGELICA ARDI NUGRAHA

Nomor Rekening : 1540575939 (BCA)

No Whatsapp : 085292036075

E-mail : deboraangelica4088@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai