Anda di halaman 1dari 82

Pohon Kenangan

Penulis :

Nayla Amaliya

Halaman Ju dul

Nayla Amaliya | Halaman Judul i


Pohon Kenangan

Cetakan Pertama, April 2022


Vi, 104 hlm, 15 x 21 cm
ISBN :

Penulis : Nayla Amaliya

Penata Letak : Rachmawati


Sampul : Rachmawati
Ilustrasi Sampul : pxhere dan freepik

Diterbitkan pada tahun 2022 oleh Yayasan


Fastabiqul Khairat Samarinda

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Isi buku ini, adalah tanggung jawab penulis, baik
sebagian maupun seluruhnya, dilarang
diperbanyak dalam bentuk apapun tanpa izin
tertulis dari penerbit, kecuali dalam hal
pengutipan untuk keperluan penulisan artikel
atau karangan ilmiah.

Nayla Amaliya | Halaman Judul i


Sinopsis

Ryuga Atsushi dan Renjiro Makoto adalah


sahabat, ada satu tempat yang sangat mereka
idolakan berdua. yaitu sebuah pohon tempat mereka
sering bermain dan belajar. Pada suatu hari Ryu
harus pindah mengikuti ibunya yang dikembalikan
bertugas di kota tempat kerjanya terdahulu. Ryu
membeli sebuah gantungan kunci bertuliskan nama
mereka berdua, sebagai kenang-kenangan
persahabata mereka kepada Makoto.

“Apa ini?” Tanya Ryu.

“Gantungan kunci untukmu. Aku juga


memiliki nya.” Ucap Makoto sambil memperlihatkan
miliknya.

Lima tahun berlalu, sejak mereka berpisah


entah mengapa Ryu tak pernah lagi menghubungi
Makoto. Hingga suatu hari saat hari pertama masuk
SMA Makoto di pertemukan dengan orang yang tidak
asing baginya. Ya dia adalah Ryu sahabatnya.
anehnya Ryu tak mengenali Makoto, ternyata Ryu
kehilangan daya ingat pasca kecelakaan yang
menimpanya.

Sejak bertemu Makoto banyak kenangan


masa lalu yang mulai terbuka satu persatu. Akankah
Ryu kembali mengingat bahwa mereka dulu adalah
sahabat yang memiliki tempat penuh dengan
kenangan di bawah sebuah pohon.? Baca dan ikuti
kisahnya dibuku ini
Nayla Amaliya | Sinopsis ii
Pengantar Penerbit

Dunia menulis akan menjadi suatu hal menarik


bagi mereka yang mau menekuni bidang ini. Dan tiap
penulis memiliki tulisan berbeda-beda. Ada yang
memilih menulis puisi, pantun ataupun cerita baik
cerita pendek maupun novel.

Mengulas tentang buku, buku merupakan


lembaran kertas yang berisi berbagai macam
informasi. Informasi yang tertuang juga beragam,
tujuannya untuk menambah pengetahuan dan
wawasan kita. Jika minat baca seseorang tinggi maka
akan mendorong keinginannya untuk mulai menulis.

Berangkat dari hal tersebut diatas, SMP


Fastabiqul Khairat, melalui program perpustakaan
dengan kelas literasinya membantu menfasilitasi siswa
untuk menulis dan menerbitkan buku secara berkala
setiap tahunnya. Dari tulisan ini anak-anak akan dapat
mengukur tingkat kemampuan menulisnya dan
berharap kelak mereka akan terus menulis.

Penerbit

Nayla Amaliya | Pengantar Penerbit iii


Sekapur Sirih

Puji syukur kita panjatkan


kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunianya, sehingga buku
ini hadir kehadapan para pembacanya.
Buku ini merupakan salah satu bentuk
inovasi pembelajaran untuk memahami
secara mendalam tentang arti penting”
Literasi” .
LITERASI adalah satu kata yang
saat ini sedang familiar di telinga kita.
Meski terkadang orang masih tak
paham dengan konsep utuh literasi.
Literasi diartikan sebagai kemampuan membaca,
menulis, serta menangkap ide-ide dan gagasan-gagasan
secara visual. Untuk itu, budaya literasi harus terus
digemakan dan dibumikan di negeri tercinta Indonesia.
Tanpa literasi masyarakat kita akan terus
tertinggal dari negara-negara maju lainnya di dunia.
Hanya dengan budaya literasi, Indonesia kelak sanggup
mengepakkan sayap menjadi bangsa yang cerdas dan
disegani oleh dunia.
Semoga buku ini dapat menjadi langkah awal bagi
anak-anak menjadi generasi cerdas dan literat kelak
dikemudian hari. Salam harmoni.
Suparjono, M.Ed
Kepala Sekolah SMP Fastabiqul Khairat

Nayla Amaliya | Sekapur Sirih iv


DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................i


Pengantar Penerbit ......................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................v

Kawan Baru................................................... 1
Ke Pantai .....................................................10
Ancaman Obito .............................................15
Tragedi Kecelakaan ......................................42
Pohon Kenangan ..........................................69

Profil Penulis ..................................................v

Nayla Amaliya | DAFTAR ISI v


Kawan Baru

Namaku Renjiro Makoto, aku bisa


dipanggil Makoto. Aku tinggal bersama orangtua
dan kakek dan juga nenekku. Tapi suatu hari
ketika sudah waktunya aku mendaftar sekolah,
ibuku ada perpindahan pekerjaan. Akhirnya aku
dan ibu pergi ke kota yang sudah ditentukan
oleh bos ibu.

Ayah tidak bisa ikut dengan kami karena


pekerjaannya. Jadi hanya aku dan ibu yang pergi
keluar kota. Sesampinya di kota itu kami mencari
apartement untuk kami tinggal. Setelah
beristirahat ibu lanjut mencari sekolah untukku.
Akhirnya ibu menemukan sekolah yang dekat
dengan apartement.

Karena ibu selalu pulang sore, sedangkan


sekolahku sudah bubar jam 12 siang. Ibu

Nayla Amaliya | Kawan Baru 1


menitipkanku ke tempat penitipan. Setelah ibu
pulang kerja ibu akan menjemputku di tempat
penitipan. Hari ini adalah hari pertama aku
masuk sekolah.

“Makoto baik-baik di sekolah ya. Dengar


perkataan guru.” Ucap ibu. Aku mengangguk.
Ibu segera pergi ke tempat kerjanya
menggunakan motor yang dia sewa. Karena
kami harus berhemat ibu tidak jadi membeli
motor baru.

“Perkenalkan nama Ibu Ayumi Julianne.


Makoto bisa panggil Ibu, Miss Yumi. Ibu di sini
adalah guru bahasa Inggris sekaligus pengurus
kelasmu. Ayo ikut Miss ke kelas Makoto.” Ucap
perempuan yang berdiri di depanku itu.

Aku berjalan di belakangnya sambil


melihat ke sekeliling. Tak lama kemudian kami
sampai di depan kelas.

Nayla Amaliya | Kawan Baru 2


“Nah ini kelas Makoto. Makoto masuk ya,
Miss harus pergi ke kelas di lantai atas.” Ucap
miss Yumi yang sepertinya sangat buru-buru.
Aku ragu ingin membuka pintu kelas itu. Tapi
tiba-tiba saja ada yang membuka pintu itu. Aku
melihat ke arah nya.

“Hai! Apakah kau anak baru di sini?”


Tanyanya.

“Iya.” Ujarku.

“Namaku Ryuga Atsushi, kau bisa


memanggilku Ryu.” Ujarnya. Dia menggandeng
tanganku ke dalam kelas. Suasana di kelas itu
sangat ribut. Di sana ada seorang guru yang
sedang menyiapkan barang-barangnya untuk
mengajar. Guru itu menatap ke arahku.

“Anak baru ya? Renjiro Makoto, silahkan


duduk.” Ucap guru itu.

Nayla Amaliya | Kawan Baru 3


“Perkenalkan nama Ibu, Bu Mariana. Bisa
dipanggil Bu Mari, Ibu adalah guru matematika.”
Lanjutnya.

“Namaku Renjiro Makoto.” Ujarku.

“Hanya itu? Apa kau tidak ingin


menceritakan yang lain?” Tanya bu Mari.

“Tidak,” ujarku. Ketika sudah jam pulang


aku pergi ke tempat penitipan. Ternyata Atsushi
juga pergi ke tempat penitipan. Walaupun
ibunya ada di rumah dia tetap ingin pergi ke
tempat penitipan.

“Ryu, kenapa kau tetap pergi ke tempat


penitipan?” Tanyaku pada Ryu.

“Aku tidak memiliki teman bermain di


rumah. Jadi aku pergi ke tempat penitipan saja.
Di sana aku bisa bermain bersama teman yang
lainnya.” Ucap Ryu.

Nayla Amaliya | Kawan Baru 4


“Dulu aku juga sama, aku tidak memiliki
teman bermain di rumahku dulu.” Ujarku.

“Tapi sekarang kau punya teman bukan.”


Ucap Ryu. Aku mengangguk. Sesampainya di
depan penitipan Ryu membuka pintunya. Aku
mengikuti Ryu dari belakang.

“Selamat datang Ryu,” ucap penjaga di


sana.

“Bu, ada teman baru di sini. Dia Renjiro


Makoto. Makoto temanku di sekolah.” Ucap Ryu.

“Halo Makoto, kau bisa bermain bersama


Ryu dan teman-teman yang lain ya. Hari ini tidak
ada kegiatan.” Ujarnya.

“Oh ya, nama Ibu Sasha. Salam kenal ya.”


Ujarnya lagi.

“Aku Renjiro Makoto, salam kenal.”


Ujarku.

Nayla Amaliya | Kawan Baru 5


“Ayo kita main Makoto!” Seru Ryu yang
sudah meletakkan tasnya di loker. Aku segera
meletakkan tasku juga dan pergi bermain
bersama Ryu. Kami bermain kurang lebih 1 jam.
Tapi karena bosan tidak bisa keluar ruangan
akhirnya Ryu meminta izin pada bu Sasha.

“Boleh kami pergi keluar?” Tanya Ryu.

“Tentu saja. Jangan sampai keluar daerah


penitipan ya.” Ucap bu Sasha. Ryu berseru
kegirangan. Kami berdua segera pergi keluar.
Tanpa kami sadari ternyata kami keluar dari
penitipan. Kami jadi bingung harus pergi ke
mana. Sekarang kami berada di lapangan yang
sangat sepi. Karena lelah akhirnya aku duduk di
bawah pohon yang cukup besar.

“Bagaimana ini? Bu Sasha pasti khawatir.”


Ucap Ryu.

Nayla Amaliya | Kawan Baru 6


“Tenang saja. Duduklah,” ujarku sambil
menepuk tempat yang kosong di sampingku.
Suasana menjadi hening. Aku mengambil ranting
kecil dari pohon. Menulis namaku di atas tanah.
Ryu hanya melihatku.

“Sekarang aku yang menulis namamu,”


ujarku sambil memberikan ranting kayu yang
kupegang pada Ryu. Ryu mengambilnya lalu
menuliskan namanya. Sekitar setengah jam kami
duduk di sana. Tak lama setelah itu bu Sasha
datang.

“Maafkan kami.” Ucap Ryu pada bu Sasha


ketika sudah samapai di penitipan.

“Tidak apa-apa. Lain kali jangan diulangi


lagi. Sebenarnya setengah jam yang lalu adalah
waktunya makan siang. Tapi karena kami berada
di luar penitipan kami terlambat makan siang.

Nayla Amaliya | Kawan Baru 7


Saat jam empat sore ibu datang untuk
menjemputku.

“Dah Ryu. Besok kita bertemu lagi di


sekolah.” Ujarku sambil melambaikan tanganku
pada Ryu yang masih ada di dalam penitipan.

“Dah Makoto.” Ucap Ryu membalas


lambaian tanganku. Besoknya saat aku ingin
masuk ke sekolah ada yang memanggil namaku.
Ternyata itu adalah Ryu. Dia juga baru saja
datang.

“Ibu, dia Ryuga Atsushi. Dia temanku di


kelas.” Ujarku.

“Benarkah? Terimakasih ya Atsushi sudah


mau berteman dengan Makoto.” Ucap ibu.

“Panggil saja aku Ryu.” Ucap Ryu.

“Terimakasih Ryu,” ucap ibu.

“Iya sama-sama.” Ucap Ryu.

Nayla Amaliya | Kawan Baru 8


“Selamat pagi Ryu, Makoto. Silahkan
masuk kelas ya.” Ucap miss Yumi. Kami segera
meletakkan sepatu di rak dan pergi ke kelas.

“Saya pamit dulu ya,” ucap ibu pada miss


Yumi.

“Hati-hati ya Bu,” ucap miss Yumi. Tak


lama kemudian murid lain mulai berdatangan.
Kami menjalani hari seperti biasa. Tidak ada
yang berubah.

Nayla Amaliya | Kawan Baru 9


Ke Pantai

Sudah dua tahun aku berada di sekolah


yang sama dengan Ryu. Sekarang kami akan
masuk SD. Waktu berlalu dengan cepat.
Sekarang sudah waktunya berpisah dengan guru
dan teman-teman yang lain. Beberapa juga ada
yang pindah kota. Tapi ibu masih bekerja di sini.
Aku tidak tahu kapan ibu akan kembali kerja di
kota dulu.

“Ryu bilang ingin masuk ke SD yang sama


dengan Makoto. Jadi kami ingin bertanya di
mana Makoto daftar SD?” Tanya ibu Ryu. Hari ini
ibu Ryu datang bersama Ryu untuk mencari SD.

“Kalau tidak salah di Creative Primary


School. Tempatnya tidak jauh dari penitipan
tempat Makoto dan Ryu.” Ucap ibu.

“Terimakasih. Ryu, ayo kita pergi daftar


sekolah.” Ucap ibu Ryu.
Nayla Amaliya | Ke Pantai 10
“Aku ingin bermain bersama Makoto.
Boleh kan Bu?” Tanya Ryu.

“Apakah tidak apa-apa jika dia ditinggal di


sini?” Tanya ibu Ryu pada ibuku.

“Tidak apa-apa. hari ini aku libur. Tenang


saja,” ucap ibu.

“Terimakasih ya. Maaf malah


merepotkan.” Ucap biu Ryu lalu pergi untuk
mendaftarkan SD Ryu. Ibu melihat ke arah jam.
Menunjukkan jam setengah satu siang, ibu
segera pergi memasak makan siang. Setengah
jam kemudian ibu Ryu kembali. Kebetulan ibu
juga baru selesai masak.

“Oh ya, aku belum mengenalkan diri.


Namaku Kaori Yuna,” ucap ibu Ryu yang baru
saja kembali.

“Aku juga belum mengenalkan diri.


Namaku Reina Masumi,” ucap ibu.
Nayla Amaliya | Ke Pantai 11
“Ryu, ayo kita pulang.” Ucap tante Yuna.

“Oh ya, tidak mau makan siang dulu? Aku


baru saja masak.” Ucap ibu.

“Tidak perlu. Nanti malah merepotkan,”


ucap tante Yuna.

“Tidak kok. Kami malah senang karena


bisa menghabiskan waktu bersama kalian. Sudah
dua tahun kami hanya makan berdua saja.” Ucap
ibu.

“Baiklah, terimakasih banyak ya.” Ucap


tante Yuna. Setelah makan siang Ryu dan tante
Yuna pamit pulang ke rumah mereka. Aku
sangat senang karena bisa bermain bersama Ryu
di luar sekolah dan penitipan. Walaupun hanya
di dalam rumah. Karena sangat jarang sekali ada
yang ingin bermain denganku.

Karena sekarang libur aku mengajak ibu


untuk jalan-jalan. Kupikir ibu sibuk, ternyata
Nayla Amaliya | Ke Pantai 12
tidak. Ibu juga libur. Ternyata selama ini ibu
pulang sore agar bisa mengambil libur kali ini.
Kami memutuskan untuk pergi ke pantai.
Mungkin agak membosankan jika hanya kami
berdua. Jadi kami mengajak Ryu dan tante Yuna.
Untungnya tante Yuna tidak sibuk.

Hari ini adalah hari rabu. Kami janji


bertemu jam sepuluh pagi di depan
apartemenku. Tak lama kemudian Ryu dan tante
Yuna datang. Kami menaiki motor masing-
masing. Karena untuk membayar taksi cukup
mahal. Lebih mahal dari tiket masuk ke pantai.
Kupikir di pantai akan banyak orang. Ternyata
tidak, mungkin banyak orang yang juga keluar
kota.

“Aku akan menemani mereka bermain,”


ucap tante Yuna.

Nayla Amaliya | Ke Pantai 13


“Terimakasih ya. Aku akan menjaga
barang-barang di sini.” Ucap ibu. Kami bermain
sekitar setengah jam. Karena cuaca sangat
panas akhirnya kami bermain di pantai lebih
cepat dari dugaan.

Nayla Amaliya | Ke Pantai 14


Ancaman Obito

Selama dua minggu terakhir kami


bersenang-senang bersama. Hingga akhirnya
kami kembali masuk sekolah. Ibu tidak bisa
mengantarku di hari pertama masuk sekolah
karena pekerjaannya. Akhrinya tante Yuna yang
menemaniku bersama Ryu. Aku sangat senang
bisa satu kelas dengan Ryu.

Di hari pertama sekolah kami melakukan


perkanalan. Sekarang giliranku untuk
memperkenalkan diri.

“Namaku Renjiro Makoto, kalian bisa


memanggilku Makoto.” Ujarku. Lalu dilanjut oleh
Ryu.

“Aku Ryuga Atsushi, kalian bisa


memanggilku Ryu.” Ucap Ryu. Waktu berlalu
dengan cepat. Tak terasa sekarang kami sudah
kelas 4 SD. Tapi sekarang aku dan Ryu berbeda
Nayla Amaliya | Ancaman Obito 15
kelas. Karena itu aku jadi jarang sekali
mengobrol. Suatu hari di kelasku ada seorang
anak baru. Namanya Obito Taro, dia bisa
dipanggil Obito.

Dia selalu tersenyum. Tapi bisa dibilang


kalau senyumannya itu seperti senyum
meremehkan. Baru saja harti pertama dia sudah
bisa akrab dengan banyak teman di kelas. Dia
juga anak dari orang kaya. Ketika jam istirahat
aku menemui Ryu di depan kelasnya. Biasanya
kami menghabiskan jam istirahat di taman
sekolah.

“Di kelasmu ada anak baru bukan? Siapa


namanya?” Tanya Ryu.

“Obito Taro,” ujarku singkat. Saat pulang


sekolah sebenarnya aku ingin langsung kembali
ke rumah. Tapi aku bosan, hari ini tidak ada
tugas yang harus ku kerjakan. Aku memutuskan

Nayla Amaliya | Ancaman Obito 16


untuk jalan-jalan. Tapi aku tidak mau pergi
jalan-jalan sendiri, jadi aku mengajak Ryu.

“Ryu, mau ikut aku jalan-jalan?” Tanyaku.

“Tentu, mau ke mana?” Tanya Ryu. Aku


berpikir sejenak. Tiba-tiba aku teringat suatu
tempat yang sudah sangat jarang di datangi
orang-orang.

“Kau ingat tempat dulu kita keluar dari


penitipan? Mau pergi ke sana tidak?” Tanyaku
pada Ryu.

“Oh lapangan kecil itu. Ayo kita pergi ke


sana!” Seru Ryu lalu mengambil tasnya dan
berjalan keluar sekolah. Lapangan itu tidak
terlalu jauh dari sekolah. Jika saja rumahku
searah dengan lapangan itu. Aku pasti akan
selalu bermain di sana. Sesampainya di lapangan
itu Ryu melihat ke sekeliling lapangan. Tapi
pandanganku hanya tertuju pada satu objek di

Nayla Amaliya | Ancaman Obito 17


sana. Yaitu pohon tua yang berada di sudut
lapangan. Aku berjalan menuju pohon itu.

“Sudah lama sekali kita tidak datang ke


sini ternyata pohon ini masih berdiri di sini.”
Ujarku.

“Benar juga ya,” ucap Ryu.

“Oh ya, mau kau bantu aku mengerjakan


tugasku tidak? Hari ini hanya ada satu tugas sih.
Tapi itu pelajaran bahasa asing. Aku harus
mengartikan ini dalam bahasa asing selain
bahasa Inggris.” Ucap Ryu.

“Aku akan membantumu.” Ujarku.

“Terimakasih,” ucap Ryu. Hanya butuh


waktu sebentar saja untuk mengerjakan tugas
itu. Aku sangat banyak belajar tentang bahasa
asing. Setelah itu kami istirahat sebentar di
bawah pohon itu. Tak lama kemudian ada
beberapa orang yang menghampiri kami.
Nayla Amaliya | Ancaman Obito 18
Ternyata itu adalah Obito dan beberapa teman-
temannya.

“Ada apa Obito?” Tanyaku.

“Pergi kalian berdua di tempat ini. Ini


adalah tempat kami!” Ucap salah satu temannya.
Aku tidak tahu dia dari kelas mana.

“Tidak bisa! Kami sudah lebih dulu di sini.”


Ucap Ryu.

“Kau berani melawan?! Kau tidak tahu


kami siapa?!” Seru Obito.

“Aku bisa membuat kalian dikeluarkan dari


sekolah!” Lanjutnya lagi.

“Memangnya bagaimana?” tanyaku.

“Orangtuaku bisa membayar kepala


sekolah untuk mengeluarkan kalian!” Ucap Obito.

“Asal kau tahu, tidak semua orang akan


terhasut oleh uang.” Ucap Ryu. Awalnya suasana
Nayla Amaliya | Ancaman Obito 19
sangat tenang dan nyaman. Tapi ketika Obito
dan teman-temannya datang suasana menjadi
tidak enak. Terjadilah adu mulut antara Ryu dan
juga teman-teman Obito. Aku mencoba
menghentikan mereka. Tapi itu semua sia-sia.
Untung saja ada seorang pekerja yang lewat.

Akhirnya Obito dan teman-temannya pergi


meninggalkan lapangan. Rasanya sangat lega.
Aku tiak ingin terlibat dalam pertengkaran. Aku
sangat berterimakasih pada orang tadi. Jika tidak
ada orang itu mungkin mereka tidak akan selesai
hingga besok. Aku melihat ke arah langit. Sudah
sore, aku segera mengajak Ryu untuk pulang.

“Karena Obito kita tidak bisa terlalu lama


di lapangan.” Ucap Ryu.

“Sudahlah. Besok kita bisa pergi ke sana


lagi.” Ujarku.

Nayla Amaliya | Ancaman Obito 20


“Baiklah besok kita ke lapangan lagi ya.”
Ucap Ryu.

“Baiklah.” Ujarku.

“Aku ke arah sini. Dah sampai jumpa


besok.” Ujarku sambil melambaikan tangan lalu
pergi ke arah yang berbeda dengan Ryu. Dia
tersenyum lebar lalu melambaikan tangannya
padaku. Sesampainya di rumah aku melihat ibu
yang sedang merapikan barang-barang.

“Ibu sedang apa?” Tanyaku pada ibu.

“Ibu di kembalikan ke kota dulu.” Ucap


ibu. Aku benar-benar terkejut dengan apa yang
dikatakan ibu.

“Bereskan barang-barangmu ya. Pisahkan


dengan apa yang ingin kau pakai besok.” Ucap
ibu. Aku mengangguk lesu. Besok pagi di
sekolah aku bertemu lagi dengan Ryu.

Nayla Amaliya | Ancaman Obito 21


“Selamat pagi Makoto.” Ucap Ryu yang
melihatku ingin masuk ke kelas.

“Selamat pagi Ryu,” ujarku.

“Pulang sekolah nanti kita pergi ke


lapangan lagi kan?” Tanya Ryu.

“Iya,” ujarku. Ketika jam istirahat aku


tidak bersama Ryu. Dia sedang ada bimbingan
khusus di klub nya. Aku memikirkan apa yang
harus kuberikan pada Ryu sebagai kenang-
kenangan. Aku segera pergi ke kantin. Di sana
tidak hanya menjual makanan saja. Tapi di sana
menjual banyak sekali barang.

Aku melihat sebuah Gantungan kunci. Di


bagian belakangnya bisa di beri nama. Aku
membeli dua buah gantungan kunci itu. Ketika
sampai di kelas aku menulis namaku dan nama
Ryu di keduanya.

Nayla Amaliya | Ancaman Obito 22


Tak lama kemudian bel pelajaran ketiga
berbunyi. Aku melihat Ryu yang terburu-buru
berjalan ke kelasnya. Ketika pulang sekolah aku
dan Ryu pergi ke lapangan kemarin.

“Ryu, apa kau ada tugas?” Tanyaku.

“Kebetulan hari ini tidak ada. Bagimana


denganmu?” Tanya Ryu.

“Aku juga tidak ada sih.” Ujarku. Suasana


yang hening datang bersamaan dengan angin
yang lewat. Seperti biasa kami duduk di bawah
pohon tua di lapangan.

“Ryu, boleh aku mengatakan sesuatu?”


Ujarku.

“Tentu saja. Kenapa tidak?” Ucap Ryu. Aku


mengeluarkan gantungan kunci yang kubeli dan
meletakkannya pada tangan Ryu.

“Apa ini?” Tanya Ryu.

Nayla Amaliya | Ancaman Obito 23


“Gantungan kunci untukmu. Aku juga
memiliki nya.” Ucap Makoto sambil
memperlihatkan miliknya.

“Untuk apa kau memberiku ini?” Tanya


Ryu.

“Maaf aku tidak bilang dari tadi pagi. Aku


juga baru mendapatkan info ini dari Ibu
kemarin.” Ujarku.

“Apa itu?” Tanya Ryu.

“Ibu dipindahkan kembali ke kota asalku.


Karena itu aku juga akan pindah. Sayang sekali
ya. Kau adalah teman pertamaku. Jadi kau pasti
tidak akan melupakanku bukan?” Ujarku.

“Kenapa tiba-tiba?” Tanya Ryu.

“Aku juga tidak tahu.” Ujarku.

“Oh ya, jika kau ingin menghubungiku kau


bisa melewati e-mail ini.” Ujarku sambil

Nayla Amaliya | Ancaman Obito 24


memberikan kertas bertulisan e-mail milikku. Tak
lama kemudian ada sebuah taksi yang datang ke
depan lapangan. Kaca taksi itu terbuka. Ternyata
itu ibu.

“Nanti kita bertemu lagi ya. Dah, jangan


lupakan aku ya.” Ujarku sambil melambaikan
tanganku pada Ryu.

“Dah,” ucap Ryu. Ryu selalu tersenyum


lebar dengan tulus. Tapi entah kenapa kali ini
seperti dia paksakan. Senyum lebarnya seperti
menahan sebuah tangis. Aku sedih harus
berpisah dengannya.

Nayla Amaliya | Ancaman Obito 25


SMA Yang Sama

Setelah sekitar 5 jam di perjalan akhirnya


aku sampai di rumahku dulu. Suasana di sana
masih sama, sepi.

“Selamat datang kembali Makoto,” aku


melihat kakekku yang sedang duduk di kursi
ruang tamu. Aku hanya tersenyum. Seharusnya
aku senang karena bisa berkumpul dengan
keluargaku lagi. Tapi entah kenapa aku merasa
sedih. Baru saja sampai aku melihat notif dari e-
mail. Tentu saja itu adalah Ryu.

“Hai Makoto! Kau sampai di sana dengan


selamat ya!”

“Hai Ryu, iya. Aku sekarang sudah di


rumah.”

“Rasanya seperti sudah lama sekali tidak


bertemu. Padahal belum satu hari. Haha,”
Nayla Amaliya | SMA Yang Sama 26
“Iya ya. Semoga kita bisa cepat bertemu
lagi.”

“Oh ya aku ada keperluan lain. Dah, nanti


aku kirim e-mail lagi boleh kan?”

“Tentu, kirim e-mail kapanpun kau mau.”

Aku mematikkan handphone ku lalu pergi


membawa koperku ke kamar. Lalu meletakkan
baju-bajuku di lemari. Aku melihat rompi abu-
abu muda dan celana hitam di tas ku. Itu adalah
seragam ku di SD.

Timeskip

Lima tahun lamanya aku sekolah di kota


asalku. Tapi entah kenapa ketika kelas dua dan
kelas tiga SMP Ryu tidak ada menghubungiku.
Aku berpikir positif mungkin dia mengganti
handphonenya. Sudah lama sekali aku tidak

Nayla Amaliya | SMA Yang Sama 27


bicara dengannya. Karena sekarang aku sudah
SMA, orangtuaku mengizinkanku untuk tinggal
sendiri. Walaupun itu di luar kota. Aku
memutuskan untuk sekolah di kota aku bertemu
dengan Ryu. Aku sangat senang dan
bersemangat.

Aku masuk SMA yang sama dengan SD ku


dulu. Di hari pertama hingga aku masuk SMA ibu
menemaniku. Aku pergi ke mall untuk membeli
peralatan rumah yang belum tersedia di
apartemen tempat aku tinggal nanti. Ibu juga
akan datang dua hari sebulan.

Di hari pertama aku masuk SMA aku


melihat seseorang yang tidak asing di mataku.
Mungkin dia menyadari bahwa dia diperhatikan
olehku. Dia menoleh dan melihat ke arahku.
Tidak salah lagi, itu adalah Ryu. Aku juga sekelas
dengannya. Tapi aku sedikit ragu untuk

Nayla Amaliya | SMA Yang Sama 28


menyapanya. Jadi aku memutuskan untuk
mengobrol dengannya ketika di hari kedua.

Di hari kedua di SMA aku sudah tidak


bersama ibu. Ibu sudah kembali ke kota asal
untuk melanjutkan pekerjaannya. Jadi hari ini
aku berangkat sendirian ke sekolah. Ternyata
aku terlalu pagi sampai di sekolah. Karena masih
sepi aku memutuskan untuk duduk di kursi
depan kelas. Tak lama kemudian aku melihat
Ryu yang baru saja datang. Aku tersenyum
melihat ke arahnya.

“Ryu, sudah lama tidak bertemu.” Ujarku.


Kupikir dia akan berkata „Selamat pagi juga
Makoto‟. Ternyata tidak, dia malah melewatiku
begitu saja. Dia langsung masuk ke kelas dan
duduk di tempatnya. Aku hanya diam melihat itu
lalu berjalan menghampirinya.

Nayla Amaliya | SMA Yang Sama 29


“Hei, Ryu. Sudah lama sekali ya tidak
bertemu. Kenapa kau tidak ada menghubungiku
dua tahun terakhir?” Tanyaku. Ryu menatapku
dengan wajah kebingungan.

“Kau Renjiro Makoto. Apa yang bicarakan?


Kita baru bertemu kemarin bukan? Kenapa kau
sok akrab begitu? Bukankah aku tidak
memberitahumu bahwa aku dipanggil Ryu.”
Ujarnya lalu pergi meninggalkan kelas. Tiba-tiba
ada anak lain yang datang.

“Selamat pagi Atsushi, wah ada Makoto


juga. Selamat pagi Makoto.” Ujarnya. Itu adalah
Zen Yuzuru, dia bisa dipanggil Zen.

“Selamat pagi, Zen.” Ucap Ryu. Entah


kenapa hari ini aku sedikit gelisah. Padahal
kemarin aku tenang-tenang saja. Aku
memutuskan untuk bertanya pada Zen. Ketika

Nayla Amaliya | SMA Yang Sama 30


jam isitirahat aku menghampiri Zen yang makan
bekalnya sendirian di taman sekolah.

“Zen,” Zen menoleh.

“Boleh aku duduk di sini?” Tanyaku pada


Zen.

“Tentu saja,” ucap Zen yang masih


mengunyah makanannya.

“Aku ingin menceritakan dan bertanya


sesuatu. Boleh kan?” Tanyaku. Zen
mengangguk.

“Dulu, aku berteman baik dengan Ryu,”


ujarku.

“Ryu? Maksudmu Atsushi?” Tanya Zen.

“Ya. Aku berteman dengannya ketika


pertama masuk TK. Kami juga masuk ke SD
yang sama. Tapi tinggal di sini hanya hingga
kelas 4 SD. Itupun tidak sampai selesai. Setelah

Nayla Amaliya | SMA Yang Sama 31


itu aku tinggal di kota asalku. Selama itu aku
selalu bertukar e-mail dengan Ryu. Tapi dua
tahun terakhir aku tidak ada mendapat e-mail
ataupun kabar darinya. Begitu juga dari
orangtuanya.” Ujarku.

“Oh, jadi kau sahabat Atsushi dulu.


Baiklah, lanjutkan ceritamu,” ucap Zen.

“Aku kembali ke sini karena ingin bertemu


dan mengobrol seperti dulu lagi dengannya. Tapi
dia melihatku seperti orang asing. Sifatnya juga
berubah. Dulu dia sangat ceria dan juga aktif.
Sekarang dia menjadi pendiam.” Lanjutku.

“Benar juga ya. Dulu aku satu SMP


dengannya. Dia tidak terlalu ceria juga sih. Jika
senyum setengah-setangah. Setelah
meninggalkan keramaian dia tidak lagi
tersenyum.” Jelas Zen.

Nayla Amaliya | SMA Yang Sama 32


“Benarkah? Ketika SD dulu dia tidak
pernah berhenti tersenyum.” Ujarku.

“Lalu apa yang ingin kau tanyakan? Tanya


Zen.

“Apa ada yang terjadi dengan Zen dua


tahun lalu?” Tanyaku. Zen terlihat mencoba
mengingat.

“Ah aku ingat. Aku minta maaf


sebelumnya.” Ucap Zen.

“Sudahlah ceritakan saja,” ujarku.

“Dua tahun lalu, Atsushi ingin pergi ke


rumah kerabatnya di kampung. Dia
menggunakan mobil bersama ayahnya yang baru
pulang dari luar kota. Tapi di tengah perjalanan
mobil mereka kecelakaan. Ada motor dengan
kecepatan tinggi dari arah berlawanan.
Sepertinya rem motor itu tidak berfungsi. Karena
di jalur sebelah ada truk dan juga mobil lain
Nayla Amaliya | SMA Yang Sama 33
yang mengantri, motor itu refkleks berpindah
jalur ke jalur yang dilewati mobil Atsushi.” Jelas
Zen.

“Bagaimana kau bisa mengetahui hal itu?”


Tanyaku.

“Aku juga ikut dengannya. Tapi aku


menggunakan mobil yang berbeda. Beberapa
orang di sana yang menceritakannya padaku.
Baiklah aku lanjutkan ceritaku ya.” Ucap Zen,
aku hanya mengangguk.

“Secepatnya keluargaku membawa


mereka ke rumah sakit terdekat. Untungnya
mobil kami cukup untuk membawa mereka.
Ketika kami bertanya soal keadaan mereka,
ternyata kedua orangtuanya meninggal. Karena
hantaman yang di dapat sangat besar. Monil
merekapun hancur. Tapi Atsushi hanya
mengalami hilang ingatan. Aku memutuskan

Nayla Amaliya | SMA Yang Sama 34


untuk mencari keluarganya yang lain. Untungnya
mereka mau menjaga dan membantu
mengembalikkan ingatan Atsushi.” Jelas Zen.

“Oh ya ada lagi. Dia dulu sangat senang


ketika menceritakan tentang dirimu. Atsushi
sangat senang ketika bersamamu. Aku punya
satu permintaan,” ucap Zen.

“Katakan saja.” Ujarku.

“Kamu mau kan membantu


mengembalikkan ingatan Atsushi. Walaupun
hanya samar-samar tidak apa-apa. Itu sudah
membantu,” ucap Zen.

“Tentu saja aku akan melakukannya. Tapi,


boleh kan kau membantuku untuk menjadi
sahabatnya lagi?” Tanyaku pada Zen.

“Tentu, oh ya mau ikut aku tidak pergi ke


rumah Atsushi pulang sekolah?” Tanya Zen. Aku
mengangguk.
Nayla Amaliya | SMA Yang Sama 35
“Terimakasih ya Zen informasi yang kau
berikan.” Ujarku.

“Tidak apa-apa. Apa salahnya saling


membantu bukan? Aku mau pergi ke kantin dulu
ingin membeli minum. Jika kau ingin ke kelas
duluan tidka apa-apa.” Ucap Zen. Aku
mengangguk lalu pergi ke kelas. Sesampainya di
kelas aku melihat Ryu yang makan sendiri di
tempatnya. Awalnya aku ingin menyapa nya.
Tapi setelah kupikirkan lagi mungkin ini bukan
waktu yang tepat. Jadi aku langsung kembali ke
tempat dudukku.

Ketika jam pulang sekolah Ryu pulang


paling dulu. Setelah menunggu Zen selesai piket
kami pergi menyusul ke rumah Ryu. Sekarang
Ryu sudah memiliki rumah sendiri. Dia tidak
tinggal bersama keluarganya lagi. Pertama kali
Ryu mengatakan hal itu keluarganya enggan

Nayla Amaliya | SMA Yang Sama 36


untuk menyetujui. Tapi karena beberapa alas am
akhirnya keluarganya menytujui keputusan Ryu.

“Ini rumah Ryu?” Tanyaku.

“Ya. Rumahnya memang kecil, tapi


nyaman loh. Aku pernah menginap ketika
mengerjakan tugas kelompok bersamanya ketika
SMP.” Ucap Zen sambil berjalan memasuki
halaman rumah Ryu. Ketika Zen ingin memencet
bel rumahnya tiba-tiba ada yang membuka
pintu. Tentu saja itu Ryu.

“Hai Atsushi. Kau mau pergi ke mana?”


Tanya Zen.

“Hanya ingin jalan-jalan cari angin. Kau


boleh pulang kok.” Ucap Ryu lalu pergi
meninggalkan kami berdua di halaman
rumahnya. Ketika Ryu mulai menjauh Zen
berjalan keluar halaman.

Nayla Amaliya | SMA Yang Sama 37


“Kita pergi ke mana?” Tanyaku pada Zen
yang terus lanjut berjalan.

“Kita harus mengikuti ke mana Atsushi


pergi. Tidak biasanya dia seperti ini,” ucap Zen
yang terus berjalan pelan mengikuti Ryu.
Sepertinya Ryu tidak menyadari bahwa sedari
tadi kami berdua mengikutinya. Akhirnya setelah
berjalan sekitar 20 menit Ryu menghentikan
langkahnya.

Tapi sepertinya aku tidak asing dengan


tempat ini. Rasanya aku sudah pergi ke tempat
ini. Aku coba mengingat bermacam-macam
kegiatanku ketika di sini bersama Ryu.
Untungnya aku mengingatnya. Ini adalah
lapangan tempat kami bermain bersama ketika
keluar penitipan. Tapi ketika di perjalanan tadi
aku tidak melihat penitipan dulu.

Nayla Amaliya | SMA Yang Sama 38


“Zen, bukannya dulu di dekat sini ada
penitipan anak?” Tanyaku sambil berbisik.

“Ya, dulu memang ada penitipan di dekat


sini. Tapi sudah di jual dan dijadikan penjualan
makanan.” Ucap Zen.

“Kenapa di jual?” Tanyaku.

“Sudah tidak banyak orangtua yang


menitipkan anaknya. Jadi mereka juga kehabisan
dana untuk melakukan banyak hal dengan
bangunan itu. Jadi di jual, dan akhirnya di beli
lalu di renovasi oleh pembelinya.” Jelas Zen.

Aku memperhatikan lapangan kecil itu.


Ternyata pohon yang dulu kami gunakan untuk
berteduh sudah semakin tua dan rapuh. Ryu
berdiri di depan pohon itu. Aku memberanikan
diri untuk menghampiri Ryu.

Nayla Amaliya | SMA Yang Sama 39


“Hei, kau ingin ke mana?” Tanya Zen
panik. Aku tidak membalas perkataannya dan
tetap berjalan mendekati Ryu.

“Sudah lama sekali aku tidak datang ke


sini.” Ujarku. Ryu membalikkan badannya. Ryu
hanya diam.

“Kenapa kau ke sini? Padahal masih ada


banyak lapangan yang lebih dekat dengan
rumahmu?” Tanyaku. Zen hanya melihatku dan
Ryu dari kejauhan.

“Aku akan menceritakannya besok,” ucap


Ryu lalu berjalan keluar lapangan. Entah
bagaimana Zen saja tidak dilihat olehnya.

“Oh ya, bisa antar aku ke depan sekolah


tidak?” Tanyaku pada Zen.

“Kau ingin apa di sekolah?” Tanyaku.

Nayla Amaliya | SMA Yang Sama 40


“Aku tidak tahu jalan pulang ke rumah jika
tidak dari sekolah. Hehe,” ujarku terkekeh.

“Oh begitu. Di mana rumahmu? Mau


pulang bareng?” Tanya Zen.

“Di perumahan mawar, blok mawar


kuning.” Ujarku.

“Wah ternyata rumah kita berdekatan. Aku


di blok mawar merah. Baiklah ayo kita pulang.”
Ucap Zen. Aku mengikutinya dari belakang.
Sesampainya di rumah aku merebahkan tubuhku
di kasur. Rasanya sangat lelah. Tapi aku sangat
senang karena besok Ryu akan menceritakan
tentang dirinya padaku.

Nayla Amaliya | SMA Yang Sama 41


Tragedi Kecelakaan

Besoknya aku datang lebih pagi. Di


perjalanan aku bertemu dengan Zen. Akhirnya
kami berangkat bersama ke sekolah. Jarak
perumahan dengan sekolah tidak terlalu jauh.
Tidak butuh waktu yang lama juga untuk pergi
ke sekolah. Sesampainya di sekolah aku melihat
ke arah jam. Masih jam tujuh lewat 10 menit.
Masih ada waktu sekitar 25 menit sebelum bel
masuk kelas.

“Makoto, ayo ikut aku.” Ajak Zen.

“Ke mana?” Tanyaku.

“Belakang sekolah. Mungkin saja Atsushi


di sana.” Ucap Zen. Ternyata benar Ryu ada di
sana.

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 42


“Atsushi, kau bisa menceritakannya
sekarang?” Tanya Zen pada Ryu. Ryu
menganggukkan kepalanya.

“Oh ya, bagaimana kalau kita ke taman


saja.” Ucap Zen. Ryu berjalan pergi ke taman
depan sekolah.

“Baiklah sekarang kau bisa


menceritakannya.” Ucap Zen.

“Aku kecelakaan ketika SMP. Itu membuat


kedua orangtuaku meninggal dan aku lupa
ingatan. Tapi aku mengingat beberapa kejadian
ketika aku masih kecil. Aku berada di lapangan
kecil kemarin bersama dengan seseorang. Aku
tidak mengingat namanya. Wajahnya juga
sangat bercahaya hingga aku tidak bisa melihat
jelas wajahnya.” Ucap Ryu.

“Eh? kau tidak pernah menceritakan itu


padaku.” Ucap Zen.

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 43


“Lanjutkan ceritamu,” ucap Zen.

“Tapi kalau tidak salah ketika SD dia harus


kembali ke kota asalnya. Dia juga memberiku
ini.” Ucap Ryu sambil memperlihatkan gantungan
kunci yang dulu aku beli untuknya.

“Karena kecelakaan itu aku kehilangan


handphone-ku. Aku tidak mengingat e-mail
miliknya. Jadi aku tidak pernah menghubunginya
lagi.” Lanjut Ryu.

“Sudah kan? Baiklah aku kembali duluan.”


Ucap Ryu lalu pergi berjalan masuk ke sekolah.
Aku berjalan ke kelas menyusul Ryu.

“Kau masih harus menjawab


pertanyaanku.” Ujarku ketika sampai di kelas.

“Masih banyak lapangan yang lebih


terawat daripada lapngan kemarin. Itupun dekat
dengan rumahmu. Kenapa kau memilih untuk
pergi ke taman itu?” Tanyaku.
Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 44
“Agar aku mendapat petunjuk untuk
menemui teman lamaku dulu.” Ucap Ryu.

“Oh begitu ya, terimakasih.” Aku segera


duduk di kursiku. Sepulang sekolah aku
mengajak Zen untuk pergi ke lapangan kemarin.
Sesampainya di sana aku duduk di bawah pohon
lapangan itu.

“Oh ya aku mau beli minum dulu di dekat


sini. Sebentar saja.” Ucap Zen sambil
memberikan tasnya kepadaku. Aku mengangguk.
Aku mengeluarkan buku tugasku dari dalam tas.
Sepuluh menit kutunggu Zen tidak kembali juga.
Tapi aku mendengar suara langkah kaki.
Ternyata itu adalah Ryu.

“Sedang apa kau di sini?” Tanya Ryu.

“Hanya ingin bersantai. Tadi aku bersama


Zen tapi dia sedang pergi membeli minum.”
Ujarku. Suasana menjadi hening.

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 45


“Tidak duduk? Kau tidak lelah terus
berdiri? Duduklah,” ujarku sambil memindahkan
tasku.

“Terimakasih,” ucap Ryu.

“Sedang apa?” Tanya Ryu.

“Mengerjakan tugas. Ingin


mengerjakannya bersama?” Tanyaku. Ryu
mengangguk sambil mengeluarkan buku
tugasnya. Tak lama kemudian akhirnya Zen
kembali.

“Eh, kalian tidak menungguku


mengerjakan tugas.” Ucap Zen.

“Kau sudah sepuluh menit lebih tahu,”


ujarku.

“Maaf deh, tadi aku lihat-lihat yang


harganya murah saja. Aku lupa hanya bawa
uang sedikit hari ini.” Ucap Zen lalu duduk dan

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 46


mengeluarkan buku tugasnya. Setelah selesai
mengerjakan tugas aku segera merapikan alat
tulisku.

“Oh ya, aku pamit pulang duluan ya.


Temanku akan datang hari ini.” Ucap Zen lalu
pergi meninggalkanku bersama Ryu.

“Kau sudah selesai?” Tanyaku pada Ryu.

“Sedikit lagi.” Ujarnya.

“Baiklah aku sudah selesai.” Ucap Ryu.


Sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan pada
Ryu. Tapi aku sedikit ragu untuk
menanyakannya.

“Apa ada yang ingin kau tanyakan?


Tanyakan saja,” ucap Ryu.

“Mungkin akan kupikir-pikir dulu.” Ujarku.

“Oh, aku ke arah sini ya.” Ucap Ryu.

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 47


“Iya, sampai jumpa besok.” Ujarku. Aku
benar-benar senang karena bisa kembali
mengobrol seperti biasa dengan Ryu.
Sesampainya di rumah aku segera pergi ke
kamar. Aku melihat ke arah meja belajarku. Aku
mengambil gantungan kunci yang ada di sana.
Aku memasukkannya ke dalam tas.

“Aku akan memperlihatkannya pada Ryu


besok.” Ujarku. Ketika sudah waktunya makan
malam aku membeli makanan di warung dekat
rumah. Aku hanya bisa membuat beberapa
makanan. Tapi aku sedang kehabisan bahan
makanan. Mungkin besok aku akan membelinya
lagi. Esoknya ketika di sekolah aku tidak melihat
Ryu di kelas. Aku memutuskan untuk bertanya
pada Zen.

“Zen, apakah kau tahu kabar Ryu?”


Tanyaku.

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 48


“Atsushi? Dia tidak ada mengirimkan e-
mail padaku. Mungkin dia izin hari ini.” Ucap
Zen.

“Oh ya, baiklah.” Ujarku lalu kembali


duduk di tempatku.

Pulang sekolah aku langsung kembali ke


rumah. Sekarang sudah jam setengah 5 sore.
Hari ini ada pelajaran tambahan hingga kami
harus pulang jam setengah empat lewat. Ketika
sampai di rumah aku segera mengganti baju.
Lalu mengambil sejumlah uang di lemari dan
pergi ke supermarket.

Biasanya aku pergi keluar rumah jam dua


siang. Suasana sangat ramai. Tapi karena
sekarang sudah sore suasana sedikit sepi. Ketika
sampai di depan supermarket aku melihat
seseorang yang baru saja ingin masuk ke

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 49


supermarket. Tidak salah lagi itu adalah Ryu.
Aku segere memanggilnya.

“Ryu,” ujarku lalu berjalan


menghampirinya. Dia menoleh ke belakang.

“Makoto. Ada apa?” Tanya Ryu.

“Kenapa hari ini kau tidak hadir di


sekolah?” Tanyaku.

“Akan ku ceritakan nanti. Sekarang aku


ingin memnbeli sesuatu dulu.” Ucap Ryu lalu
masuk ke dalam supermarket.

“Oh ya. Aku juga harus membeli beberapa


barang.” Ujarku lalu mengikuti Ryu masuk ke
dalam supermarket. Setelah membeli dan
membayar semuanya aku segera menyusul Ryu
yang sudah ada di luar supermarket.

“Jadi kau akan menceritakannya?”


Tanyaku.

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 50


“Sambil jalan tidak apa-apa kan?” Tanya
Ryu. Aku menganggukkan kepalaku.

“Hari ini pagi-pagi sekali aku pergi ke


makam orangtuaku. Kupikir jam setengah
delapan aku akan sampai di sekolah dari makam
Ayah dan Ibu. Ternyata aku ketinggalan kereta.
Rumahku dan makam mereka sedikit jauh dan
butuh waktu lama jika berjalan kaki.” Ucap Ryu.

“Lain kali ajak aku pergi ke sana. Boleh


kan?” Tanyaku pada Ryu. Ryu mengangguk.

“Oh ya, aku harus pergi ke rumah


temanku dulu. Kau tidak apa-apa sendiri ya.”
Ucap Ryu.

“Baiklah, hati-hati di jalan ya.” Ujarku


sambil melambaikan tanganku. Ketika aku
sampai di rumah aku segera menata barang-
barang yang sudah kubeli di tempatnya. Hari ini
aku membuat nasi goreng. Aku membuatnya

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 51


untuk dua porsi. Sisanya akan kusimpan dan ku
panaskan besok pagi dan dibawa ke sekolah.
Tak lama setelah makan aku mendengar
seseorang memencat bel rumahku.

“Siapa ya?” Tanyaku pada orang di luar


sana.

“Aku, Ryuga Atsushi.” Ujarnya. Aku


membuka pintu.

“Ada apa Ryu malam-malam kau datang


ke sini?” Tanyaku.

“Aku hari ini ulang tahun. Jadi aku ingin


memberikan ini padamu.” Ucap Ryu sambil
memberikan sebuah plastik berwarna biru.

“Wah. Selamat ulang tahun ya.


Terimakasih,” ujarku.

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 52


“Ya, sama-sama.” Ucap Ryu. Dia
membalikkan badannya dan berjalan pergi
meninggalkan rumahku.

“Oh ya Ryu. Kau sudah makan malam?”


Tanyaku pada Ryu.

“Belum, aku akan membelinya setelah ini.”


Ucap Ryu.

“Tunggu di sini sebentar saja.” Ujarku. Aku


masuk ke dalam rumah. Lalu membagi dua nasi
goreng sisaku dan meletakannya di tempat
bekal.

“Ini, jadi kau tidak perlu mengeluarkan


uangmu untuk membeli makanan setiap malam.
Maaf ya itu sisa aku makan malam tadi.” Ujarku
sambil memberika tempat bekalku.

“Tidak perlu, aku tidak mengeluarkan


banyak uang untuk membeli makan malam kok,”
ucap Ryu.
Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 53
“Anggap saja hadiah ulang tahunku
untukmu.” Ujarku.

“Dulu aku tidak tahu kapan ulang


tahunmu. Jadi aku tidak pernah
mengucapkannya padamu.” Lanjutku lagi.

“Aku memang memiliki seorang teman


ketika kecil. Tapi setahuku dia itu lebih tinggi
dibandingkan diriku. Tapi kau sepertinya jauh
berbeda dengannya.” Ucap Ryu. Aku diam
sambil melihat ke arah Ryu

“Bercanda, terimakasih ya.” Lanjut Ryu


lalu pergi meninggalkan rumahku. Awalnya aku
pikir dia sudah mengingatku. Setelah kupikir lagi
ternyata sebenarnya belum mengingatku. Aku
belum memperlihatkan gantungan kunci yang
dulu kami punya. Aku memutuskan untuk
membawanya lagi ke sekolah. Besoknya di

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 54


sekolah aku bertemu dengan Zen. Aku segera
menghampirinya.

“Kau ada lihat Ryu tidak?” Tanyaku.

“Mungkin di belakang sekolah seperti


biasa.” Ucap Zen. Aku meletakkan tasku dan
pergi ke belakang sekolah. Tapi tidak ada Ryu di
sana. Aku memutuskan untuk duduk di taman
sekolah. Masih ada 15 menit lagi sebelum bel
berbunyi. Tak lama kemudian aku melihat Ryu
yang baru saja datang. Aku segera datang
menghampirinya.

“Selamat pagi Ryu.” Ujarku.

“Pagi,” ucap Ryu.

“Oh ya, ayo cepat aku ingin


memperlihatkan sesuatu padamu.” Ujarku.
Sesampainya di kelas aku mengeluarkan
gantungan kunci yang kubawa dan
memperlihatkannya pada Ryu.
Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 55
“Ini, aku memiliki gantungan kunci yang
sama denganmu.” Ujarku dengan bangga.

“Lalu? Bukannya gantungan kunci ini


banyak yang membelinya juga dulu?” Tanya
Ryu. Aku melihat ke belakang gantungan kunci
itu. Nama Ryu yang ada di sana sudah mulai
memudar.

“Kenapa kau sangat bersikeras bahwa kau


adalah sahabatku dulu.” Lanjut Ryu.

“Karena aku dulu memang benar-benar


bersahabat denganmu,” ujarku.

Kriiiiiiing!

“Makoto duduk,” ucap Zen. Aku segera


kembali ke tempat dudukku. Ketika pulang
sekolah seperti biasa Ryu selalu pergi ke
lapangan dulu.

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 56


“Ryu, apakah kau hanya lupa dengan
sahabatmu dulu?” Tanyaku. Ryu
menganggukkan kepala.

“Aku mengingat semua wajah orang yang


pernah kutemui. Sahabatku tinggal di kota yang
berbeda dneganku. Mungkin karena itu aku sulit
mengingatnya.” Ucap Ryu.

“Oh begitu ya.” Ujarku.

“Ryu, aku pamit pulang duluan ya. Ada


yangb harus aku kerjakan di rumah.” ujarku
sambil melambaikan tanganku pada Ryu.

“Baiklah, hati-hati di jalan.” Ucap Ryu. Aku


segera. Ketika sudah sedikit menjauh dari
lapangan aku mengeluarkan handphone dari
saku celanaku. Aku segera menelepon ibu.

“Ibu, bisa Ibu datang ke sini. Ada yang


ingin makoto bicarakan dengan Ibu.” Ujarku.

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 57


“Baiklah, besok siang Ibu pergi ke sana
ya.” Ucap ibu.

“Baik Bu,” ujarku lalu mematikan telepon.


Besok siang setelah pulang sekolah aku bertemu
dengan ibu di depan perumahan.

“Apa yang ingin kamu bicarakan?” Tanya


ibu.

“Makoto kembali ke kota ini untuk bertemu


Ryu. Tapi sayang sekali Ryu ternyata kecelakaan
dan lupa ingatan. Dia bilang dia tidak mengingat
wajah sahabatnya ketika kecil. Tapi dia bisa
mengenali wajah orang lain. Ibu mau bertemu
dengan dia dan membujuknya kan Bu?”
Tanyaku.

“Benarkah? Kasihan sekali Ryu. Baiklah


nanti akan Ibu coba. Hari sabtu ajak Ryu datang
ke rumah ya.” Ucap ibu. Aku mengangguk. Hari
sabtu akhirnya datang. Beberapa hari yang lalu

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 58


aku sudah memberitahunya untuk datang ke
rumahku. Akhirnya Ryu datang tepat di waktu
yang sudah aku tentukan. Aku mengajak Ryu
masuk ke rumah.

“Hai Ryu sudah datang.” Ucap ibu. Ryu


terlihat berpikir.

“Oh, hai juga Tante. Sudah lama tidak


bertemu.” Ucap Ryu.

“Apakah tante juga di ajak datang ke


sini?” Lanjut Ryu.

“Iya, ada yang ingin Tante bicarakan.”


Ucap ibu.

“Makoto ke dapur dulu ya.” Ujarku lalu


pergi ke dapur. Sesampainya di dapur aku
mendengarkan apa yang dibicarakan oleh ibu
dan Ryu. Bukan berniat untuk menguping tapi
ibu yang merencanakannya.

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 59


“Kau mengingat Tante bukan?” Tanya ibu.
Ryu mengiyakan pertanyaan ibu.

“Tante adalah ibu dari Renjiro Makoto.


Teman sekelas kamu.” Ucap ibu. Ryu tetap diam.

“Makoto sudah menceritakan semuanya


kepada Tante. Tante turut berduka atas
kepergian kedua orangtuamu.” Lanju ibu.

“Ya, terimakasih.” Ucap Ryu.

“Jika kau tetap tidak mau mempercayai itu


tidak masalah. Jika kau tidak bisa menerima
Makoto adalah sahabatmu dulu tidak masalah.
Tapi tolong bersahabatlah dengannya. Kau tidak
bisa sedih terus menerus. Tante tahu kau pasti
sangat sedih. Tapi jangan secara terus menerus.
Itu akan merusak hubunganmu dengan teman-
temanmu.” Lanjut ibu.

“Aku sangat senang bertemu dengannya.


Tapi aku mengurung tekadku untuk berteman
Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 60
baik dengannya. Aku sangat takut kehilangan
orang yang sangat berharga.” Ucap Ryu.

“Karena itu. Jagalah dan berteman baik


dengannya ya? Tante minta tolong sekali,” ucap
ibu.

“Baiklah,” ucap Ryu.

“Benarkah? Kau tidak keberatan?” Tanya


ibu.

“Ya,” ucap Ryu. Rasanya sangat senang.


Aku segera membawa nampan berisi camilan
dan minuman ke ruang tamu.

“Sudah selesai pembicaraannya ya?”


Tanyaku.

“Ya, sudah.” Ucap Ryu.

“Ibu harus bertemu dengan seseorang di


caffe. Ibu tinggal tidak apa-apa kan?” Tanya ibu.

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 61


“Maaf. Aku ingin mengajak Makoto pergi
jalan-jalan. Apa boleh?” Tanya Ryu. Aku sedikit
terkejut dengan perkataan Ryu.

“Tidak apa-apa. Makoto bawa kunci


cadangannya ya.” Ucap ibu. Aku
menganggukkan kepalaku dan mengambil kunci
cadangan. Aku segera menggunakan hoodie
milikku dan menyusul Ryu keluar.

“Oh ya, mau ke rumah Zen tidak?” Tanya


Ryu dengan senyumannya yang dulu. Walaupun
begitu dibalik senyumannya itu aku masih
merasakan sebuah perasaan sedih.

“Boleh saja. Sebentar aku akan


memberitahunya.” Ujarku lalu mengeluarkan
handphoneku dari saku dan menghubungi Zen.
Zen bilang dia sedang tidak di rumah. Jadi dia
mengajak kita bertemu di lapangan biasanya.

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 62


Sesampainya di lapangan aku duduk di bawah
pohon.

“Zen mungkin sedikit telat.” Ujarku.

“Ya, kita tunggu saja.” Ujarku. aku melihat


ke arah Ryu yang masih berdiri.

“Hei, duduk saja di sini.” Aku bergeser dari


tempat awal aku duduk.

“Baiklah,” ucap Ryu. Tak lama kemudian


Zen datang. Aku melihat ke arah tas yang
dibawanya.

“Tas apa itu?” Tanyaku.

“Aku baru saja membeli makanan. Kita


makan bareng ya.” Ucap Zen.

“Terimakasih,” ujarku. Kupikir masalah


soal Ryu sudah selesai. Ternyata masalah itu
belum selesai. Ketika sedang memakan makanan
yang diberikan Zen tiba-tiba Ryu terdiam.

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 63


“Ada apa? Apa ada masalah dengan
makanannya? Apakah makanan itu sudah basi?”
Tanyaku pada Ryu.

“Aku baru saja membelinya. Aku juga


sudah liat tanggal kadaluwarsanya.” Ucap Zen.
Ryu memegang dahinya dengan salah satu
tangannya.

“Aku melihat sesuatu di kepalaku. Tapi


tidak jelas. Sudah lupakan saja,” Ucap Ryu. Aku
sedikit khawatir dengan perkataan Ryu. Saat
kami ingin kembali ke rumah masing-masing
kami bertemu dengan seorang wanita. Wanita
itu menggendong anak dengan gendongan di
depannya.

“Makoto dan Ryu bukan? Sudah lama


sekali tidak bertemu. Ini Bu Sasha, penjaga
penitipan dulu.” Ucap wanita itu. Ternyata itu
adalah bu Sasha penjaga penitipan dulu.

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 64


“Ah ya, lama tidak berjumpa Bu Sasha.”
Ujarku.

“Ini anak Bu Sasha?” Tanyaku.

“Iya. Oh ya, kapan-kapan mampir ke


rumah Bu Sasha ya. Kami lanjut jalan dulu.”
Ucap bu Sasha sambil melambaikan tangannya.

“Kau masih mengingatnya bukan Ryu?”


Tanyaku.

“Ya, aku mengingatnya.” Ucap Ryu. Kami


segera pulang ke rumah masing-masing. Hari
senin aku datang ke sekolah sedikit terlambat.
Gerbang sekolah sudah akan di tutup.
Untungnya aku masih sempat masuk. Aku
segera berlari ke kelas. Saat sampai di kelas aku
tidak melihat Ryu di tempat duduknya. Aku
segera pergi ke tempat dudukku. Pelajaran akan
dimulai sebentar lagi. Tiba-tiba wali kelas kami
masuk kelas.

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 65


“Hari ini Ryuga Atsushi izin sakit. Tolong di
sampaikan ke guru pelajaran nanti ya.” Ucap
wali kelas. Aku sedikit terkejut dengan informasi
yang diberikan bu guru. Zen memanggil namaku
dari belakang.

“Kira-kira Atsushi sakit apa ya? Mau


menjenguknya nanti pulang sekolah?” Tanya
Zen.

“Boleh saja.” Ujarku. Sepulang sekolah


kami pergi ke rumah Ryu. Sesampainya di depan
rumah Ryu Zen memencet bel rumahnya. Tak
lama kemudian Ryu membuka pintu rumahnya.

“Eh? Ada apa kalian ke sini?” Tanya Ryu.

“Kau sakit apa?” Tanya Zen.

“Aku hanya sedikit pusing. Mungkin besok


aku bisa masuk sekolah kok.” Ucap Ryu.

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 66


“Kau sudah makan?” Tanyaku. Ryu
menganggukkan kepalanya.

“Jaga diri baik-baik ya. Kami pamit pulang


dulu ya.” Lanjutku.

“Kalian juga hati-hati di jalan ya,” ucap


Ryu. Sesampainya di rumah aku melihat ibu
yang sedang menonton televisi.

“Makoto, Ibu akan pulang sebentar lagi.


Oh ya, Ibu juga sudah buatkan makanan untuk
kamu.” Ucap ibu saat melihatku masuk rumah.

“Baiklah. Jaga diri ya Bu,” ujarku lalu pergi


ke kamar.

Tak lama kemudian ibu masuk ke


kamarku. Dia bilang taksi yang di pesannya
sudah datang. Aku mengantarkannya sampai
halaman. Aku segera memakan makanan buatan
ibu. Setelah itu aku beristirahat di kamar.

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 67


Keesokan harinya seperti biasa aku
berangkat ke sekolah. Ryu juga sudah kembali
bersekolah.

Aku pikir sekarang keadaan Ryu sudah


normal. Tapi suatu hari ketika kami mengerjakan
tugas bersama di rumahku tiba-tiba Ryu jatuh
pingsan. Kami sangat terkejut melihat ini,
sepertinya keadaan Ryu kurang baik akhir-akhir
ini.

Aku dan Zen memutuskan untuk


membawa Ryu ke rumah sakit di dekat rumah.
Setelah itu kami segera memberitahu
keluarganya. Mereka bilang mereka akan datang
besok.

Nayla Amaliya | Tragedi Kecelakaan 68


Pohon Kenangan

“Permisi, ada yang ingin di bicarakan oleh


dokter di dalam. Silahkan masuk.” Ucap penjaga
pintu.

Aku dan Zen bergegas masuk ke ruangan


Unit Gawat Darurat (UGD).

“Ada apa dokter,?” Tanya Zen.

“Kalian keluarga dari Ryuga Atsushi?”


Tanya dokter itu.

“Bukan, kami sahabatnya. Kedua


orangtuanya sudah meninggal beberapa tahun
lalu. Keluarganya yang lain juga tinggal agak
jauh dari sini.” Ujarku.

“Apa penyebab kepergian orangtuanya?”


Tanya dokter itu lagi.

“Kecelakaan.” Jawabku singkat.

Nayla Amaliya | Pohon Kenangan 69


“Apa yang terjadi dengan Ryuga waktu
itu?” Tanya dokter.

“Hilang ingatan.” Ujarku.

“Ternyata benar dia yang dibawa


keluarganya beberapa tahun lalu. Dulu saat saya
menanganinya, saya pikir dia tidak bisa
mengingat apapun lagi.

“Syukurlah dia masih mengenali teman-


teman dan keluarganya. Sekarang ini mungkin
Ryuga mulai mengingat masa lalunya. Jika dia
pusing berikan obat ini padanya.” Jelas dokter
itu kepada kami.

Aku lalu menerima obat yang disodorkan


oleh Dokter.

“Terimakasih banyak dokter,” ucapku.

“Kalian bisa mengajaknya pulang ketika


dia sudah sadar.” Ucap dokter itu lagi.

Nayla Amaliya | Pohon Kenangan 70


Setelah menunggu sekitar setengah jam
akhirnya Ryu sadar. Kami segera mengantar Ryu
pulang ke rumahnya.

Kondisi Ryu terus seperti itu setiap hari.


Aku memutuskan untuk mengajak Ryu tinggal
bersamaku. Agar Ryu tidak perlu membuat
makanan sendiri.

“Maaf ya jadi merepotkan kalian berdua.”


Ucap Ryu.

“Tidak apa-apa.” Ucapku.

Ryu selalu mengatakan hal yang sama


setiap kali aku dan Zen membantunya. Suatu
hari dia meminta kami untuk menemaninya pergi
ke taman. Kami langsung mengiyakannya. Sudah
lama sekali juga kami tidak pergi ke taman.
Sesampainya di taman, aku tidak melihat banyak
orang.

Nayla Amaliya | Pohon Kenangan 71


“Aku pergi ke toilet sebentar ya,” ucap
Ryu.

“Sendiri saja?” Tanya Zen.

“Aku bukan anak kecil yang akan


menangis ketika terpisah dengan Ibunya.” Ucap
Ryu sambil berjalan ke toilet umum.

Akhirnya kami memutuskan untuk duduk


di kursi taman sembari menunggu Ryu. Tak lama
kemudian Ryu kembali sambil berlari ke arah
kami.

“Makoto!” Ujarnya.

“Eh? Ada apa Ryu?” Tanyaku.

“Aku mengingatnya! Aku ingat! Kau dulu


memberikanku gantungan kunci ini bukan?”
Tanya Ryu sambil memperlihatkan gantungan
kunci yang digantungankan di handphonenya.

Nayla Amaliya | Pohon Kenangan 72


“Kau benar-benar mengingatnya,” ujarku.
Rasanya aku sangat senang. Aku benar-benar
tidak menyangka ingatan Ryu akan kembali. Aku
menyalakan handphoneku. Secepat mungkin aku
menghubungi keluarganya dan juga ibu.
Syukurlah ingatannya bisa kembali. Setelah hari
itu kami menjalani hari seperti biasa. Jika ada
masalah kami akan menyelesaikannya bersama.

Suatu hari ketika libur sekolah kami ingin


pergi mengerjakan tugas bersama. Kami
memutuskan untuk mengerjakannya di lapangan
biasa.

Di pertigaan menuju lapangan kami


bertemu. Tugas yang harus kami selesaikan
cukup banyak. Sesampainya di lapangan aku
melihat ada yang berbeda di sana.

Nayla Amaliya | Pohon Kenangan 73


“Maaf, kalian tidak bisa menggunakan
lapangan ini untuk sementara.” Ucap seseorang
yang sedari tadi berdiri di sudut lapangan.

“Kenapa?” Tanyaku.

“Pohon yang ada di lapangan ini sudah tua


dan rapuh. Kami memutuskan untuk menanam
pohon yang baru.” Ucap temannya yang baru
saja datang sambil membawa banyak barang.

“Eh? Begitu ya. baiklah, terimakasih.”


Ujarku lalu mengajak Ryu dan Zen mencari
tempat lain. Pohon itu akan digantikan oleh
pohon yang baru. Tapi tidak dengan
kenangannya. Kenanganku dengan Ryu tak akan
tergantikan.

****

Nayla Amaliya | Pohon Kenangan 74


Tamat

Nayla Amaliya | Pohon Kenangan 75


Profil Penulis

Nayla Amalliya, anak ke 2


dari 3 bersaudara
merupakan putri dari
pasangan Rahman
Rabiullah Julpansyah dan
Siti Rahmah. Lahir di
Samarinda pada 23
Januari 2009. Sejak kecil
kreatifitasnya sudah
terlihat. Kesukaannya
sejak kecil adalah
menggambar, mewarnai
dan berhitung. Di TK
beberapa kali menang
lomba mewarnai. Di SD Fastabiqul Khairat
tergabung dalam Math Club dan di SMP Fastabiqul
Khairat juga bergabung dalam ekskul Math
Champion.

Mulai menulis saat pandemi, dimana kegiatan yang


padat berubah menjadi banyak waktu luang di
rumah. Nayla merupakan anak yang ceria,
penyayang, perhatian dengan anggota keluarga, tapi
terkadang keras juga usil.

Nayla Amaliya | Profil Penulis v

Anda mungkin juga menyukai