Anda di halaman 1dari 48

JUDUL: why’d you leave me

Nama Penulis: zahara aulia

Catatan dari Miss B: 


1. Lanjutkan menulisnya pada file ini. Jika sudah ada tambahan tulisan, kopi dan
gabungkan pada file ini.
2. Untuk merapikan tulisan pada setiap paragraf, caranya: pada Home, klik rata
kanan, klik 1.15,  klik remove space after paragraph. Lihat contoh pada bagian 1
halaman pertama. 
3. Setiap judul baru, tempatkan pada halaman baru dan harus ada judulnya.
4. Perbaiki kesalahan mekanik: huruf kapital, akhiran, awalan, tanda baca. Lihat
contoh pada  bagian 1 yang Miss review.
5. Cara menghilangkan review. Pada tool bar, klik review, klik all markup, klik
original.
6. Tambahkan pengantar dari penulis, ucapan terimakasih, biodata penulis yang
dilengkapi dengan foto.
7. Buat cover, coba-coba saja pakai Canva.
To everyone who feel lonely,
I just say “you’re not alone”.
SAMBUTAN DARI KEPALA SEKOLAH SMAN 2 CIANJUR
CIANJUR
SAMBUTAN DARI PJP LITERASI SMAN 2 CIANJUR
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun novel ini. Adapun novel judul
ini adalah "Why’d You Leave Me”.
Ini adalah novel pertama, yang alhamdullilah bisa terselesaikan dan tertuntaskan sesuai
rencana. Novel ini adalah revisi dari novel yang diterbitkan sendiri di Wattpad dengan judul
“First Love” yang sebelumnya banyak mendapatkan apresiasi dan dukungan. Meskipun
begitu, banyak kekurangan dalam penulisan maupun cerita. Kritik dan masukan yang
membangun sangat membantu.

Cianjur, Oktober 2019

Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH

Tentunya, penulis berterima kasih kepada Allah SWT, yang telah mengabulkan
keinginan saya untuk menerbitkan novel. Tak lupa kepala sekolah SMAN 2 CIANJUR Dr.
Agam Supriyanta, M.M.Pd dan juga Miss B (Badriah) yang telah banyak memberikan
bimbingan, motivasi, dan juga inspirasi dalam menyelesaikan novel ini.
Kedua orang tua dan juga keluarga yang selalu memberikan semangat, do’a, dan
dukungan dalam bentuk material maupun spiritual. Terutama kepada Nadia selaku kakak
kandung yang selalu memberikan motivasi dalam setiap langkah. Sahabat dan teman-teman
seperjuangan di sekolah maupun di luar sekolah yang sudah banyak membantu.
Tentunya banyak sekali orang-orang disekeliling yang selalu membantu dengan
caranya masing-masing. Dengan itu, penulis ucapkan terima kasih banyak.
Tak lupa, penulis sangat berterima kasih kepada penerbit yang telah bersedia
menerbitkan novel yang berjudul “Why’d You Leave Me”.
DAFTAR ISI
Aku
       
  Kiranni Rilia Adinda seorang remaja yang polos dan dingin. Orang-orang
memanggilnya Ran, sejak  kecil mempunyai sahabat dekat bernama Arka. Ran anak yang
cantik dan jarang tersenyum. Tidak aneh jika dia sering di panggil Puteri Es. Ran sangat
introvert dan juga memiliki masalah dalam bergaul, dia sulit bergaul dengan orang lain.
Untuk mengatasi kesepiannya dia sering membaca novel maupun komik. Dia anak yang
pintar dan cukup terkenal di sekolahnya karena dia pernah mewakili sekolahnya dalam
olimpiade. Arka adalah sahabat dekat Ran dan rumah mereka berdekatan, mereka setiap hari
berangkat sekolah bersama.
"Arkaaa!" teriak Ran dari jendela kamarnya.
Arka terkejut mendengar teriakan itu, dia baru selesai memakai baju seragam dan
bersiap-siap mengawali pagi hari senin ini dengan semangat. Arka yang terkenal sebagai cool
boy selalu ingin terlihat rapi dan menawan. Tak heran jika Arka menjadi idaman wanita
terlebih lagi dia seorang anak yang hobi berolahraga.
"Ehh Ran, apaan sih teriak teriak.” gerutu Arka.
"Hehehe udah siap belom lu? Kalo udah siap lu langsung aja ya jemput ke rumah gw.”
Ran tertawa karena melihat ekspresi Arka yang terkejut mendengar teriakannya.
"Iyaa iya bawel banget sih lu, biasanya juga lu nyelosor sendiri ke rumah gw.” jawab
sinis Arka. 
"Sorry nanti kalo udah di depan rumah chat gw aja ya.” 
"Iyaaaa RATUUUU.” Jawab Arka kesal. 
"Awas jangan telat loh ka, ini kan hari pertama kita masuk sekolah lagi" sambut wajah
ceria Ran.

***
LINE
 "Ran gw berangkat lu cepetan keluar rumah, gw males ketuk pintu." 

"Mah, aku berangkat sekolah dulu ya" Ucap hangat Ran kepada ibunya. Ibu Ran
bernama ibu Lia. Nama belakang Ran "Rilia" di ambil dari nama ibu dan ayahnya Riko dan
Lia. 
"Iya sayang. Hati-hati ya, Arkanya mana?" Tanya Bu Lia. 
"Ada mah udah nunggu diluar.” Jawab Ran sambil salam kepada ibunya. 
"Ya udah sana cepetan. Jangan lupa pulang sekolah kamu ada les piano.”  Ucap Bu
Lia.
"Hmm, iya iya.” Ran menanggapinya dengan ketus sambil membalikkan bola matanya.
Ran pergi meninggalkan ibunya dan membuka pintu rumahnya. Arka sudah menunggu
dan ada di depan rumahnya. 
"Selamat pagi Lil Princess.” kata Arka dengan hangat dan tersenyum. 
"Pagi juga Ka. Yuk kita berangkat," Ran memegang tangan Arka. Mereka berangkat
sekolah dengan berjalan kaki karena jarak sekolah dan rumah lumayan dekat. 
"Yuk. Kamu udah sarapan Lil Princess?" tanya Arka. Arka dari dulu sering memanggil
Ran dengan sebutan "Lil Princess" mungkin terdengar biasa bagi Ran. Tapi tidak untuk
Arka. 
"Belum nih. Tadi gak sempet.” Jawab Ran sambil memegang perutnya yang terdengar
karena kelaparan.
"Yaudah nanti kita sarapan dulu kalo sempet". 
"Emang kamu belum sarapan juga Ka?"
"Iya aku juga belum sarapan" 
"Terus tadi ngapain aja lama bangettt ish.” Ucap Ran dan langsung mencubit perut
Arka.
"Mikirin kamu.” kata Arka sambil tertawa. 
"Iiih apaan sih, dasar bucin.” Ucap Ran sedikit tertawa. 
"Aku ini emang bucin tau kan anaknya Ibu Cinta hahaha.” 
"iyain aja deh ya biar cepet.” Ujar Ran mengejek.

   Selama perjalanan menuju sekolah mereka berbagi cerita satu sama lain hingga tidak terasa
waktu begitu cepat berlalu. Mereka sampai di sekolah, tepatnya di gerbang masuk sekolah. 
 "Cepet banget sih udah nyampe aja.” Ucap Arka. 
"Ka cepet ke lapangan upacara mau di mulai tuh". 
"Iya iyaaa. Ayo Ran cepet ke barisan kelas kamu". 
"Oke Ka, aku duluan ya.” Ran berlari ke lapangan dan masuk ke barisan. 
"Hei hei awas awas puteri es mau lewat" terdengar orang-orang sedang
membicarakannya. Ran mengabaikan itu semua dan terus berlari dan masuk ke barisan
kelasnya.
"Eh tadi gw liat dia pegangan tangan sama Arka" 
"Gatel banget sih, mentang-mentang cantik" 

    Teman-teman sekelas Ran membicarakannya. Ran hanya diam saja dan mengikuti upacara
bendera yang sebentar lagi akan dimulai. Tiba-tiba ada yang menyenggolnya dari samping.
Ran refleks melihat ke belakang dan ternyata itu Desi si ketua kelas.
"Ups, sorry gak sengaja. Gw boleh baris di depan kan?" ucapnya dengan nada yang
terdengar sinis. 
"Eh iya boleh" ucap Ran dengan ragu. Saat Ran akan baris dibelakang Desi, dia tiba-
tiba mengatakan sesuatu.
"Lo pacaran sama Arka?" Tanya sinis Desi. 
"Jangan nyebarin gosip yang gak bener ya ketua kelas.” Timpal Ran dengan
tersenyum. 
"Heh, so banget.” Ucap Desi dalam hati sambil membalikkan bola matanya.

   Saat upacara sudah dimulai Chacha datang dan baris disamping Ran. Chacha adalah salah
satu teman yang cukup dekat dengan Ran, Chacha orang yang sangat ceria dan berekspresif.
Dia anak yang tanggguh strong girl.
"Huft panas bangett sih. Masih lama lagi" Ucap Chacha. 
"Sabar Cha. Bentar lagi kok" Kata Ran.
     Tidak lama kemudian upacara selesai, diakhiri dengan sambutan kepala sekolah yang
membosankan. Mereka langsung masuk ke kelas masing masing dengan wajah yang cukup
lesu karena kepanasan. 
"Ran, mau bareng ga masuk kelas?" Tanya Chacha.
"Boleh, langsung aja ke kelas.” Jawab Ran. 
    Mereka berjalan dari lapangan menuju kelas mereka yang ada diujung dekat kantin. Saat
mereka sedang dilorong tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundak Ran. Ran langsung
menengok ke arah belakang.
"Juna?" Tanya Ran sambil mencoba mengingat kembali. 
"Haiii.” Jawab Juna dengan hangat. Juna adalah teman yang cukup dekat dengan Ran,
gosipnya sih pacaran sama Kayla. 
"Udah lama gak ketemu ya. Masih Arkobatik?" Kata Ran pangling melihat perubahan
Juna. 
"Waktu semester 1 sih iya aktif banget. Tapi sekarang gw fokus ujian dulu buat masuk
PTN" Ucap Juna
    Juna memperhatikan penampilan Ran, yang semakin cantik. Rambut panjang di urai dan
ujung rambutnya sedikit curly, mata hitam indah bersinar, kulit yang putih, body yang tinggi
dan langsing. Coba saja dia bisa sedikit tersenyum lebar mungkin orang-orang tidak akan
memanggilnya puteri es.
"Kenapa? Kok lu serius gitu". Tanya bingung Ran. 
"Enggak kok, lu itu emang bener-bener cantik ya."
"Apaan sih" Ucap Ran sedikit tersipu malu. 
Tiba-tiba Chacha menimpal perkataan Juna tersebut. 
"Lo punya pacar kan Jun?" Tanya Chacha sambil mengerutkan dahinya. 
"Punya, di Bali" Jawab Juna dengan santai. 
"Jadi lo masih LDRan sama yang namanya Kayla itu?" Tanya Chacha dengan serius. 
"Oh jadi beneran ya gosip itu Juna emang pacaran sama Kayla.”  Gumam Ran di dalam
hati. 
"Iya hehehe. Kuliahnya dia mau pindah kesini di Bandung.” Kata Juna sambil
memasukan tangannya ke dalam saku. 
Kabarnya Juna dan Kayla bertemu saat lomba Akrobatik di Jakarta. Lebih tepatnya sih
cinlok.
"Oh ya, baguslah.” Ucap Chacha. 
"Cha ke kelas yuk. Dari tadi ngobrol di lorong terus. Jun duluan ya.” Ajak Ran sambil
menarik tangan Chacha. Sikap Ran aneh, seperti menyembunyikan sesuatu. 
"Oh ya" Juna melihat Ran seperti menghindar darinya.

   Ran dan Chacha masuk ke dalam kelasnya. Semua orang tampak melihat ke arah mereka.
Tatapannya seperti benci. Ran duduk di barisan ketiga dari depan. Sedangkan Chacha duduk
di depannya. Ran mendengarkan lagu yang berjudul superficial love sampai Arka tiba-tiba
datang membuat terkejut semua orang.
"Lil Princess!" teriak Arka membuat Ran langsung melihat ke arah pintu tepat Arka
berada disana. 
     Teman teman sekelas Ran membicarakannya "Guys, liat si ran deh so kecantikan banget.
Emang cantik sih tapi sayang jutek banget. Eh mereka pacaran bukan sih? Kok Arka
manggilnya Lil Princess? Gila gw kurang cepet buat deketin si Arka.” Arka dan Ran memang
selalu bersama kemana mana, tak heran orang-orang menyangkanya mereka pacaran. Arka
juga memanggil Ran dengan sebutan khusus "Lil Princess.”

"Hai ka, ngapain kamu kesini?" Tanya Ran sambil senyum. 


"Mau ngasih tau aja, pulang sekolah aku ada acara sama anak basket. Kamu gapapa kan
pulang sendiri?" 
"Yahh, yaudah gapapa deh. Aku juga pulang sekolah ada les piano di rumah. Have fun
ya.” Ran menanggapinya dengan sedikit kecewa. 
"Ran jangan sedih gitu dong.”  Jawab Arka sambil nyubit pipi kanan Ran. 
"Iihh Arka!" 
"Sore nanti kita main ke taman komplek ya” Arka berusaha membuat Ran senang
dengan mengatakannya. 
"Hm ya” jawabnya singkat. 
"lagi pada ngapain kalian?” tanya Juna datang menghampiri mereka. 
"Gak ada apa apa kok, Ran aku balik ke kelas dulu ya. Byee Lil Princess.” Ucap Arka
lalu berlari menuju kelasnya.
"Ran, gw juga cabut bye" Juna juga meninggalkan Ran dan masuk ke kelasnya.

    Ran masuk ke kelasnya dengan sedikit tersenyum. Rambutnya yang panjang menutupi
setengah mukanya yang tertunduk. Jam pelajaran pertama belum dimulai, orang-orang asyik
berbincang-bincang tidak karuan sampai terdengar ke luar kelas. Matahari pagi ini sangat
cerah, tapi tidak dengan suasananya.
    "Lil Princess! Enak ya Ran punya cowok kayak Arka hehe. Aku jadi sirik nih,” ujar
Desi dan mengibaskan rambutnya. Terlihat Desi sangat cemburu, sudah jadi rahasia umum
jika menyukai Arka.
   "Wahh. Kamu salah paham deh Desi. Arka cuma sahabat aku doang kok malah aku
udah anggap dia saudara sendiri.” Ucap Ran berusaha meyakinkan Desi.
Juna

   Hari semakin siang, panas terik pun semakin menyengat. Ran mengobrol dengan Chacha.
Mereka membicarakan tentang ptn dan juga hal-hal yang tidak begitu penting.
"Cha, Juna pacaran sama Kayla udah berapa lama?" tanya Ran dengan netral.
"Kalo gak salah udah 5 bulan sih. Sebulan abis lomba mereka jadian,” jawab Chacha. 
"Tapi mereka kan LDRan. Malah jauh lagi Kayla di Bali Juna di Bandung.”
"Iya juga sih. Hebatlah mereka bisa mempertahanin hubungan jarak jauh kayak gitu" 
"Mereka pernah ketemu gak sih selain dari lomba?" Ran terus bertanya membuat
Chacha menjadi curiga. 
"Hmm libur semester 1 kemaren kan Juna liburan sama keluarganya ke Bali. Katanya
sih mereka ketemuan, di Instagram Juna dia ngepost foto bareng Kayla dong so sweet
bangettt". Chacha menjawabnya dengan manis seakan-akan ingin membuat hati Ran panas.
"Oh ya? Mana coba aku pengen liat,” Ran penasaran dengan foto yang di maksud
Chacha itu.
"Ini nih. Bentar" Chacha mengeluarkan handphone dari tasnya. Terlihat case
handphone yang digunakannya bermotif coral. 
"Nih Ran liat kan so sweet banget". Chacha memperlihatkan foto Juna dengan Kayla
yang sedang ada di pantai Kuta Bali. Terlihat Kayla sangat cantik dengan celana jeans mini
memperlihatkan kaki jenjangnya dan kaos polos putih. Dengan rambut kepang dua lengkap
dengan topi pantai dan juga memakai tas rotan. Juna terlihat memakai celana jeans pendek
selutut dan memakai kemeja motif tropis, lengkap dengan kacamata bulat hitam.
"Wow. Cantik banget si Kayla," Ran tidak sadar mengatakan itu.
"Iya emang cantik banget dia itu. Tapi masih cantikan Ran kemana mana sih," goda
Chacha sambil tertawa. 
"Hmm enggak ah. Mereka jadiannya kapan?" Tanya Ran. 
"Emang kenapa gitu? Kok tumben lo kepo banget tentang Juna." Chacha membalikkan
pertanyaan Ran tersebut. 
"Ehh enggak kok. Kamu kuliah mau dimana Cha?" Ran mencoba mengalihkan
pembicaraan.
"Kalo gw sih di suruh ke Singapura sama bokap. Kalo lo mau lanjut kemana?" 
"Hmm kalo aku pengen ke UI sih soalnya universitas favorite gitu," 
"Oh gitu ya, keren sih lu pasti masuklah secara lu sering juara umum" 
"Iya pastinya lu bakalan masuk deh. Keren banget lo Ran" tambah Anya yang secara
tiba-tiba  datang di tengah pembicaraan. Aya adalah teman sekelas Ran, tidak begitu dekat
hanya tahu sebatas nama saja. Aya selalu mendekati Ran dan berharap Ran menjadikannya
teman dekatnya, tetapi sulit untuk Ran mempercayainya.
"Hehe iya nih, makasih ya buat dukungannya" jawab Ran terlihat canggung.

   "Berarti Arka juga mau masuk ke UI kan? Lu kan gak bisa jauh jauh dari Arka" Desi
bertanya secara ketus kepada Ran.
"Gw ga tau sih ya, bukan urusan gw lagian," jawab Ran. 
"Oh maaf gw ga sengaja ngomong kayak gitu" omongan itu membuat Desi tertampar
dan membuat Desi marah.
"Ran, gw saranin sih lu mending harus bisa jauh jauh ya dari Arka. Masa lu mau
bergantung sama Arka terus? Kasian loh Arka jadi ga punya temen cewek"
"Ahh iya Desi, tapi Arka gak pernah ngomong tuh. Lo jangan so tau deh ya mind your
own business"
"Ehh gw ga bermaksud kok, sorry aja sih kalo lo ke singgung"
"Enggak kok hehe"

   "Mungkin yang di katakan Desi benar. Aku harus bisa jauh jauh dari Arka. Arka memang
sahabat ku dari kecil, tapi gara-gara aku Arka ga punya teman cewek. Huhh ribet banget sih.
Eh Desi marah ya tadi gw gituin, bodo amat lah dia juga sering gitu sama gw. Mentang-
mentang gw pendiem gitu" Gumam Ran di dalam hati.

   Desi meninggalkan ruangan kelas dengan acuh sambil memalingkan muka. Chacha melihat Desi
dengan sinis. Setelah itu Chacha pamit pergi ke toilet. 
"Ran, gw mau ke toilet dulu ya"
"Iya sana," Ran menjawab sambil memasukan buku-buku ke bawah meja. Sementara itu
Anya sudah meninggalkan mejanya dan keluar bersama temannya yang lain.
Ran melihat di bawah mejanya ada surat berwarna merah. 
"Surat apa ini?" tanya Ran kebingungan. Ia melihatnya dengan penasaran tapi dia  tidak
membukanya. 
"Palingan cuma surat biasa. Gak usah di bukalah. Barangkali punya Chacha" pikir Ran.
Tetapi Ran semakin penasaran dengan surat itu. Di sampul itu tertulis dengan jelas "UNTUK
RAN". Akhirnya Ran memutuskan untuk membuka surat itu. Ran melihat kanan kiri untuk
memastikan bahwa tidak ada orang yang melihatnya, karena orang-orang sedang sibuk
mengobrol.
Saat Ran membukanya Ran sangat terkejut. Isi dari surat itu adalah: 
R4N, found me! 
#112SASTRAJEPANG
"Apa ini?" Tanya Ran kepada dirinya sendiri. 
"Mungkin cuma orang yang iseng gak perlu di pikirin lah"
"Ran kamu lagi ngapain?" Tanya Chacha yang baru saja datang dari toilet. Ran terkejut
hingga menyembunyikan surat itu.
"Eh gak ngapa ngapain kok" jawab Ran sambil tersenyum. 
"Oh gitu" Chacha langsung duduk di mejanya dan mengabaikan Ran. Ran langsung
memasukkan surat itu kedalam tas.
***
Saat jam  istirahat, Ran pergi ke kantin bersama Arka. Mereka sangat lapar karena tadi
pagi belum sarapan. Sesampainya di kantin mereka langsung memesan makanan tanpa pikir
panjang.
"Ran, kamu mau makan apa? Kalo aku sih pengen ayam geprek. Laperrr"
"Aku juga sama laper banget ish. Tadi pagi kan gak sempet sarapan. Yaudah aku juga ayam
geprek level 1"
"Idihh... apaan level 1. Gw mau level 7, yang makan ayam geprek level rendah berarti itu
yang bayarin" goda Arka.
"Ih apaan sih, yaudah gw mau level 13 tuh paling tinggi. Mba saya pesen ayam geprek level 7
sama level 13.” Ran memesan makanannya, Arka melihat Ran dengan tersenyum.
"Eh nggak mba, sama aja dua-duanya level 13. Ran aku aja yang bayar," 
"Gak apa-apa aku bayar sendiri aja" ucap Ran mengambil uang didalam sakunya. 
"Ah udah biar aku aja" Arka membayarnya dengan uang pecahan 50rb. 
"Mbak, ini saya yang bayar dua ya" ujar Arka kepada mba kantin. 
"Iya sip nanti di antar ke meja. Duduknya mau dimana?" tanya mba kantin. 
"Disana aja mba" jawab Arka mengarah ke kursi didekat perpustakaan.
   Ran dan Arka duduk didekat perpustakaan menunggu makanan pesanan merka diantarkan.
Arka hari ini tampak beda dari biasanya. Wajahnya agak pucat dan badannya terlihat lemas
tidak bersemangat.
"Arka, kamu kenapa kok pucat?" tanya Ran sambil mengernyitkan dahinya. 
"Gak apa-apa kok" jawab Arka sambil tertunduk. 
"Gak papa gimana? Itu pucat banget mukanya"
"Beneran gak papa Lil Princess. Jangan khawatir" kata Arka dengan senyum manis
memperlihatkan lesung pipitnya. 
"Hh" Ran mengangkat alisnya.
     Mbak kantin membawa pesanan ayam geprek lengkap dengan minumannya. Mereka
menyantapnya dengan lahap, terlihat seperti orang yang tidak makam 2 hari sangat kalap.
"Gila pedes banget ka," ujar Ran kepedasan sambil mengibaskan rambutnya yang
panjang.
"Kamu sih pengen level 13, ini minum dulu" Arka menyodorkan minuman ke Ran. 
"Masih pedes Ka gak ilang ilang pedesnya” gerutu Ran tidak sabar. “Aku mau pesen jus dulu
deh, biar ga pedes lagi". Ucap Ran kepedesan. 
"Aku aja Ran, kamu tunggu disini"
"Eh gapapa aku aja" Ran meninggalkan Arka di meja sendirian menyantap ayam geprek dan
pergi memesan jus.
"Mbaa pesen jus mangga satu dong" ucap Ran sambil kepedesan. 
"Iya neng, eh kamu namanya Kiranni bukan?" tanya mba kantin. 
"Iya nih. Kenapa emangnya mba?" jawab Ran. 
"Ini ada surat buat kamu" mba kantin memberikan surat yang sudah sedikit basah terkena air.
"Surat? Dari siapa mba?" tanya Ran penasaran, melihat surat yang diberikan mba kantin.
"Kamu baca aja neng, mba juga ga tau dari siapa" jawab mba kantin dengan tersenyum.
"Ini neng jusnya, makasih"
"Oh iya, sama-sama"
       Ran memasukan surat itu kedalam saku bajunya. Dia tidak mengatakan tentang surat itu
kepada siapa-siapa terlebih lagi Arka. Dia sendiri yang menyimpan rahasia surat itu. Arka
sudah menunggu lama dan sudah menghabiskan makanannya itu.
"Ran kok lama banget sih," gerutu Arka kesal. 
"Iya maaf tadi ngantri lama, masuk kelas aja yuk udah mau bel.” Ajak Ran. Dia terpaksa
berbohong demi menyembunyikan surat yang hari ini dia sudah dapatkan dua surat yang
entah siapa pengirimnya. 
"Yaudah ayok" Arka mengiyakan ajakan Ran.
Ran dan Arka meninggalkan kantin dan masuk ke kelasnya masing-masing. Setelah
sampai di kelasnya, Ran langsung membuka surat yang ia dapatkan tadi. Dia membukanya
dibawah meja dan tidak ada yang sadar apa yang dilakukan Ran. Semua orang sibuk
memainkan handphonenya, bahkan Chacha sendiri tidur dengan menggunakan bantal leher.

FOUND ME, 1240!!! 


#112SASTRAJEPANG
Note: 
Cari aku ikuti petunjuk. Aku ada dimana orang-orang membutuhkanku. Aku sumber
dari segala sumber. Aku terang. Kaya akan ilmu. Miskin akan teman. Pecahkan
rumusnya dan ikuti petunjuk selanjutnya.

"Astaga!" Ucap Ran spontan dengan nada yang keras hingga membuat Chacha yang
sedang tertidur langsung terbangun karena sangking kerasnya ucapan Ran. 
"Kenapa Ran? Itu apa?" tanya Chacha sambil melihat surat yang di pegang Ran, dia
terlihat masih setengah sadar.
"Bukan apa-apa kok" jawab Ran terbata-bata. 
"Gw liat dong" ucap Chacha ingin mengambil surat dari Ran. 
"Eh ada guru" Ran mengalihkan pembicaraan dan memang benar ada guru masuk ke
kelasnya. 

 Guru yang masuk adalah guru sejarah namanya Bu Alin. Sepanjang pelajaran sejarah
Ran hanya melamun memikirkan siapa pengirim surat-surat itu dan untuk apa mengirim surat
itu kepadanya. Ran khawatir kalau itu adalah modus hacker yang ingin memata-matainya.
"Kiranni" seru Bu Alin. Tapi Ran tidak mendengarnya dan masih melamun. 
"Kiranni!" seru Bu Alin kedua kalinya. 
"Kiranni Rilia!" seru Bu Alin yang ketiga kali, kini dengan nada suara agak naik
terdengar marah. Ran terkejut dan bangun dari lamunannya.
"Iiyaa... saya bu" Ran terkejut dan mengucapkannya dengan terbata-bata. 
"Kenapa kamu melamun?" Tanya Bu Alin dengan nada suara tinggi. 
"Gak kenapa kenapa bu. Maaf" kata Ran menunduk menyesal. 
"Jika tidak suka dengan pelajaran saya silahkan keluar! Brukk" Bu Alin memukul meja
dengan emosi. Bu Alin memang terkenal galak dan disiplin tidak heran Bu Alin mengatakan
itu bahkan ke Ran sekalipun. Bu Alin tidak suka dengan murid yang tidak memperhatikannya
saat jam pelajaran.
   Semua orang yang di dalam kelas terpujur kaku dan tegang. Mereka semua melihat ke
arah Ran dengan tatapan sinis menyalahkan. 
"Ran kamu gak papa kan?" Tanya Chacha sambil memegang tangan Ran ketakutan. 
"Gak... papa kok" jawab Ran gemetar.

Tepat pukul 13.45 bel pulang pun terdengar. Anak-anak didalam kelas langsung
memasukan buku buku kedalam tas lalu pulang. Chacha juga pulang meninggalkan Ran,
karena rumah mereka beda arah. 
"Ran gw cabut duluan ya. Bye" ucap Chacha. 
"Oke. Hati-hati di jalan Cha"

***

Saat Ran meninggalkan kelas dan berjalan di lorong ada seseorang yang menepuk
pundaknya. Dan bisa ditebak bahwa itu adalah Juna.
"Ran!"

 Ran terkejut dan membalikkan badannya dan ternyata itu memang benar Juna. 
"Eh Juna, ngagetin aja lu" Ucap Ran.
"Hehe sorry, pulang sendiri lu? Arka mana?" Tanya Juna.
"Iya nih. Arka ada acara sama temen-temen basketnya. Emang lu ga latihan hari ini?
Bulan depan kan ada lomba Akrobatik?" Tanya Ran. 
"Ga ada sih. Palingan besok mulai latihan. Mau gw anterin pulang ga? Kebetulan hari
ini gw bawa motor". 
"Ga usah lah Jun, orang rumah gw deket kok". 
"Gapapa gw anterin aja kan rumah kita searah. Lu tunggu di depan gerbang ya gw
bawa motor dulu". Ucap Juna lalu meninggalkan Ran menuju parkiran motor.
  Ran menunggu lama di depan gerbang. Orang-orang sudah pergi pulang. Juna pun
datang dengan motornya. 
"Ran ayo naik" pinta Juna. Orang-orang melihat Ran dan Juna dengan rasa iri. 
"Ehh Ran, lu udah ganti cowok baru lagi? Heh enak ya kalo punya wajah cantik,
cowok-cowok di pepet terus! Aduhh perasaan Kayla gimana ya kalo tau pacarnya nganterin
pulang cewek lain" ucap Desi memanaskan suasana. 
"Kalian berisik banget sih! Kayla juga bukan cewek cemburuan, apalagi cewek manja
kayak lu!" Kata Juna dengan nada tinggi. 
"Ohh ya, yaudah gw cabut dulu ya." Ujar Desi ketus, meninggalkan mereka yang
tengah berada di depan gerbang. 
"Udah Ran jangan di dengerin ayo naik" kata Juna sambil tersenyum. 
"Gak deh, bener kata Desi nanti Kayla marah" Ran mengatakannya sambil mundur
menjauhi Juna. 
"Gak papa cepet naik" Ran menuruti perkataan Juna dan naik ke atas motor Juna.

   Sepanjang jalan Ran hanya melamun, dia tidak menyangka bahwa hari pertamanya
masuk sekolah sangat buruk. Hening tanpa suara. Di perjalanan pulang tiba-tiba rambut Juna
rontok dan lumayan banyak. 
"Juna, rambut kamu kenapa kok rontok?" Tanya Ran dengan memajukan kepalanya. 
"Gak papa Ran. Aku belum keramas" jawab Juna. Terlihat sekali bahwa Juna
berbohong, karena rambut Juna jelas-jelas terlihat sangat lembut dan pastinya sering di
keramas. 
"Oh. Jun aku turun di depan komplek aja". 
"Gak mau aku anterin sampe rumah?" 
"Hmm iya boleh deh"

  Motor Juna memasuki komplek perumahan Ran. Terlihat rumah Ran berwarna putih
dengan gradasi coklat. 
"Jun di depan sana ya rumah putih" Pinta Ran. 
"Oke"

 Sesampainya di rumah Ran, Ran langsung turun dari motor Juna. 


"Makasih ya Jun. Mau mampir dulu ga?" Tanya Ran. 
"Gak usah deh langsung balik aja. Itu rumah Arka?" Tanya Juna menunjuk rumah di
samping rumah Ran. 
"Iya"
"Wahh ternyata tetanggaan ya. Yaudah aku balik dulu ya Ran. Byee". Ucap Juna
langsung menancap gas motor miliknya. 
"Hati-hati di jalan Jun" Teriak Ran.

Ran masuk kedalam rumahnya. Terlihat ibunya sudah menunggu Ran. Ran tidak ingat
bahwa hari ini dia ada les piano.
"Mah" ucap Ran sambil salam kepada ibunya. Ran duduk di sofa dekat ibunya.
"Kamu capek sayang? Guru pianonya mau kesini loh. Mamah udah bilang kan tadi
pagi". Ibu Ran mengelus rambut Ran yang indah itu. 
"Jangan dulu sekarang deh mah, aku capek pengen istirahat. Aku ke kamar dulu ya".
Ran berdiri dan berjalan sambil menggusur tasnya ke kamarnya di lantai 2 dengan loyo.
Sebenarnya Ran hanya berpura-pura capek, karna Ran ingin memecahkan teka-teki yang Ran
dapat dari surat misterius itu.

Didalam kamar Ran langsung membuka surat-surat itu.


Surat pertama
R4n, found me!
#112SASTRA JEPANG

Surat kedua
     FOUND ME, 1240!!! 
#112SASTRAJEPANG
Note: 
Cari aku ikuti petunjuk. Aku ada dimana orang-orang membutuhkanku. Aku sumber
dari segala sumber. Aku terang. Kaya akan ilmu. Miskin akan teman. Pecahkan
rumusnya dan ikuti petunjuk selanjutnya.
"Omg, gw harus mulai dari mana dulu ini. So scary!" Ucap Ran.
Ran memecahkan teka-teki itu satu persatu dan dia menemukan ada hal yang janggal.
“Maksud dari 112 sastra jepang itu apa sih? Ini juga apalagi miskin akan teman?
Isi pemikiran Ran.
Aku ada dimana orang-orang membutuhkanku➡ tempat 
Aku sumber dari segala sumber➡buku
Aku terang➡masa depan/lampu 
Kaya akan ilmu➡buku 
Miskin akan teman➡orang yang sering baca buku

"Kayaknya tempatnya gak asing deh. Dimana ya tempatnya" gumam Ran kebingungan.
“Eh bentar kalo ginikan perpus? Eh iya gakk sih, di perpuskan tempat dimana ada buku, terus
juga orang yang baca buku masa depannya cerah.” 
"Omg, gw ga sabar banget pengen ke perpus. Terus di perpus gw harus nyari dimana surat
selanjutnya" ucap Ran. 
"Terus apa itu 112 sastra Jepang?"

Ran mencoba menanyakannya kepada penjaga perpustakaan sekolah. Kebetulan Ran


punya kontaknya. 
  LINE

Ran: "Hallo pak. Ini saya Kiranni mau nanya, kalo buku sastra Jepang nomor urut berapa?" 
Pak perpus: "112"

"Omg, berarti surat selanjutnya ada di buku sastra Jepang dong"  Ucap Ran sambil terus
mencari informasi tentang sastra Jepang. 

LINE

Ran: "Oh iya terima kasih pak. Besok saya ke perpus"


Pak: (read)
"Kalo gw ga butuh juga gw ga bakal chat nih kesel banget malah jawabannya ketus
pula" Ran memang kesal terhadap penjaga perpus yang menyebalkan itu. "Can't wait, pengen
cepet ke perpus sekolahhhh"

***

Disamping semua itu, Arka menelfon Juna untuk menanyakan sesuatu. 


TELEPON
 
Arka: "Hallo Juna. Ini gw Arka".
Juna: "Hallo iya kenapa ka? Tumben  nelfon" 
Arka: "Enggak, gw cuma mau nanya. Tadi lu nganter Ran pulang?" 
Juna: "Iya hehe, sorry ya tadi katanya lu ada acara basket" 
Arka: "Ga papa kok, baguslah kalo gitu gw jadi ga khawatir. Thanks ya" 
Juna: "Syukurlah kirain gw lo cemburu Hahaaha. 
Arka: "Hehehe. Jun, gw mau nanya sesuatu sama lo. Tapi lo harus jawab jujur"
Juna: "Nanya apaan? Selow aee"
Arka: "Hmm gimana ya. Lo suka sama Ran?" 
Juna: (deg)
Arka: "Hallo Jun, kok lu diem sih"
Juna: "Eh iya halo. Enggak kok enggak gw ga suka sama Ran. Maksudnya suka sebagai
temen ga lebih. Lagian gw kan udah ada sama Kayla" 
Arka: "Beneran nih?" 
Juna: "Iya bener. Emang kenapa lu tiba-tiba nanya kayak gitu?" 
Arka: "Mmm sebenernya dari dulu gw udah suka sama Ran" 
Juna: "WHAT? Lu serius ka? Demi apa?"
Arka: "Iya, gw serius". 
Juna: (deg)
Arka: "Gw suka banget sama Ran, gw ga tau kenapa setiap Ran pergi dari sisi gw, gw
ngerasa Ran udah pergi selamanya. Gw ga mau kehilangan Ran" 
Juna: "Iya gw ngerti perasaan lo Ka, lo harus bisa pertahanin kepercayaan Ran sama lo.
Jangan sampe lo bikin dia kecewa" 
Arka: "Gw mau berbuat apapun demi Ran. Mungkin Ran juga punya perasaan lebih ke gw"
Juna: "Kayaknya. Eh ka udah dulu ya besok lanjut lagi aja di sekolah. Byee" 
Arka: "Oh ya. Byee"

"Ahh benar-benar sakit sekali" hatinya sesak sangat sakit, lebih sakit dari penyakitnya.
  Juna mengidap penyakit lupus sejak kelas 5 SD. Semakin hari tubuh Juna semakin
lemah. Setiap bulan Juna sering konsul ke rumah sakit. Tapi semua orang tidak ada yang
mengetahui penyakit Juna hanya keluarganya saja, bahkan kerabatnya pun tidak ada yang
tahu.  Penyakit lupus adalah penyakit peradangan kronis yang disebabkan oleh sistem
kekebalan tubuh yang menyerang jaringan, sel, dan organ tubuh. Jika pada kondisi normal
sistem imun akan melindungi tubuh dari infeksi, pada penderita lupus sistem imun justru
menyerang tubuhnya sendiri. Contoh dari gejala lupus adalah rontoknya rambut seperti Juna
kemarin.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Secret Angel 1
 
 Pagi yang cerah, sinar mentari terbit di ujung timur. Ran bersiap untuk pergi sekolah,
dan seperti biasa Ran menunggu Arka menjemputnya. 
"Huft, Arka lama banget sih. Coba chat aja deh"

LINE
Ran: "Ka, udah siap belom? Cepett"
Arka: "Ok"

Arka meninggalkan rumahnya dan menjemput Ran untuk sekolah. Seperti biasa mereka
jalan kaki menuju sekolah. 
"Rannnn!" Teriak Arka. 
"Iya iyaaaa bentar" jawab Ran. Ran pun keluar dengan Ibunya. 
"Eh Hallo tante selamat pagi. Ran ayo cepet.” Sapa Arka dengan tersenyum.
"Pagi juga Arka. Tumben sekarang kamu jarang main ke rumah" tanya Ibu Lia.
"Iya nih hehehe lagi sibuk basket" jawab Arka dengan malu. Semenjak malam Arka
bercerita kepada Juna tentang perasaannya terhadap Ran. Arka jadi sedikit canggung. 
"Ayo Ran kita berangkat" Ajak Arka. 
"Iya yuk. Mah aku berangkat dulu ya. Byee" 
"Iya hati-hati dijalan" Ucap Bu Lia.

     Sepanjang jalan mereka tidak berbicara apapun. Hening. Arka jadi canggung dengan
Ran. Padahal biasanya biasa saja. Di tengah keheningan itu Ran tiba-tiba meminta Arka
untuk menemaninya ke perpustakaan sekolah..
"Ka, nanti temenin aku ke perpus ya"
"Ga bisa, aku ada piket pagi ini"
"Yah, yaudah deh"
"Gapapa kan kalo sendiri?" 
"Iya gapapa" 
"Kamu bisa minta temen temen kamu buat temenin kamu ke perpus kan?"
"Enggak deh, aku sendiri aja"

Itu yang tidak disukai Arka. Ran terlalu bergantung kepadanya. Ran selalu meminta
apapun kepada Arka.
"Jangan gitu dong Ran, nanti aku minta temen kamu buat nemenin"
"Gak ah, aku sendiri aja ribet kalo bawa orang"
"Gak boleh gitu Lil Princess. Kamu harus bisa bergaul sama orang lain dong" 
"Ngapain. Kan ada kamu"
"Eh udah sampe tuh aku duluan aja ya. Kamu langsung ke perpus" Arka langsung
mengalihkan pembicaraan. 
"Oh Yaudah deh. Kamu sekarang beda deh Ka" timpal Ran. 
"Beda gimana? Atau gara-gara kemaren aku lupa ngabarin kamu buat main ke taman
komplek?" tanya Arka sambil melihat ke wajah Ran. 
"Hmm oh iya ya, aku lupa. Lupain aja deh" Ran baru menyadari bahwa kemarin
harusnya Ran dan Arka pergi main ke taman komplek, tapi karena mereka sama-sama sibuk
jadi mereka lupa.

Ran berjalan menuju perpus untuk mengetahui tentang surat aneh itu. Tapi sepanjang
jalan menuju perpus banyak anak-anak yang membicarakannya. 
"Eh liat tuh puteri es lagi jalan sendirian. Kemana ya si Arka tumben si Ran jalan sendirian"
"Mereka pacaran gak sih? Kalo gak pacaran gw mau deketin si Arka"

Ran hanya mendengarkan orang-orang itu tanpa menanggapinya. Ran terus berjalan dan
sampai di perpus.
Ran langsung masuk ke perpus dan mencari sastra Jepang yang di
maksud di surat. Ran harus ke perpus lantai dua dimana nomor urut
112. 
"Nahh itu dia nomor urut 112. Kira-kira dimana ya suratnya?" 
Ran membuka buku sastra Jepang nomor urut 112 ternyata itu buku
tentang huruf kanji. Dan ya disana ada surat selanjutnya. 
"Jadi ini suratnya, kira-kira apa ya isinya". Ran menemukan surat
itu di pertengahan halaman buku. Ran 
terkejut sampul dari surat itu adalah. 
すぐにお会いしたい。
"What? Bahasa Jepang? Apa apaan orang ini. Dia mau ngusilin gw atau apa sih?" Ucap Ran
kesal. 
"Gw ga mau lagi ikutin surat surat aneh kayak gini, srekkk". Ran menyobek surat itu. Tapi
Ran berhenti menyobek ketika melihat isi suratnya. 
"Apa?" Ran terkejut membacanya.
RAN AKU ADALAH SUMBER KEBAHAGIAAN MU. Carilah aku, aku yakin kamu tidak
akan menyesalinya.
Note: 
Setinggi langit. Seputih salju. Sehitam gagak. Semerah apel. Sebersih cahaya. Seindah alam
semesta. But flawed.
Temui orang itu Ran, dia akan memberitahumu sesuatu tentang aku.
                 #JUNA
"Juna, maksudnya apa? Masa sih ada hubungannya sama Juna" gumam Ran didalam hati. 
"Tapi apa maksudnya ini flawed? Cacat? Orang itu cacat?" Tanya Ran kepada dirinya sendiri.
Tiba-tiba penjaga perpustakaan datang menghampiri Ran. 
"Kamu Kiranni?" Tanya penjaga perpustakaan.
"Iya pak"
"Kamu gak dengar bel dari tadi udah berbunyi?"
"Eh iya Pak maaf. Saya beresin dulu buku-buku ini" 
"Ya sudah cepat" Ucap penjaga perpustakaan itu dengan nada mengusir.
  Setelah selesai membereskan buku-buku Ran langsung lari menuju kelasnya. Kelas
Ran dan perpustakaan cukup jauh. Ran terlambat masuk ke kelas. 
"Huhh... capek banget akhirnya nyampe juga" Ran melihat sudah ada guru di kelasnya.
Ran memberanikan diri untuk masuk. Kebetulan guru yang masuk hari ini adalah Pak Ade
guru matematika yang cukup baik. 
"Hallo, permisi pak. Boleh saya masuk?" ucap izin Ran. 
"Kamu boleh masuk tetapi sesudah pelajaran saya" kata Pak Ade dengan tegas sambil
menunjuk Ran. 
"Maaf pak" Teman-teman sekelas Ran menertawakannya. Ran pergi meninggalkan
kelasnya tanpa mempedulikan tawa teman sekelasnya.
"Hmm kalo ke perpus, di izinin gak ya" tanya Ran kepada dirinya sendiri. 
"Ke taman sekolah aja deh"
     Di taman sekolah Ran duduk di bawah pohon beringin yang besar. Rumornya sih
pohon beringin itu ada kuntilanak nya. Sambil menatap awan Ran berbicara sendiri.
 "Ya ampunnn sial banget sih nasib gw, udah kemaren di bentak bu Alin. Sekarang di
usir pak Ade,  padahal baru dua hari masuk sekolah. Ini itu gara-gara surat-surat aneh. Emang
pembawa sial ya ini surat" Ucap Ran kasar. Tiba-tiba ada petugas kebersihan sekolah yang
menghampiri Ran namanya Mang Udin. 
"Ngapain kamu ada disini? Harusnya kamu di kelas kan ?" Tanya Mang Udin sambil
memegang sapu.
"Ah iya, saya terlambat masuk kelas Mang. Jadi saya gak di izinin masuk" Jawab Ran
mengerucutkan bibirnya. 
"Oh begitu. Yaudah kamu disini aja ya, Mamang mau nyapu dulu" Ucap Mang Udin. 
"Iya boleh" Ran membuka dan membaca lagi surat yang dia temukan sambil mencoba untuk
memecahkannya.
"Siapa sih orang yang flawed itu?" Tanya Ran kepada dirinya sendiri di dalam hati.
    Setelah lama Mang Udin menyapu, akhirnya selesai juga pekerjaan Mang Udin.
Mang Udin duduk di samping Ran di bawah pohon beringin. 
"Huhh" Ucap Mang Udin kecapean. 
"Capek ya Mang? Ini minum dulu" Ran memberikan air mineralnya yang ada didalam tasnya
untuk Mang Udin. 
"Duhh... makasih ya Neng. Ehh gak papa nih Mamang duduk di sebelah kamu?" Tanya Mang
Udin sambil berusaha untuk menghindar. 
"Gak papa Mang, sini duduk aja gak usah malu" Ujar Ran. 
"Aduhh punteun we nya Neng" Ucap Mang Udin dengan bahasa Sunda kalau di artikan ke
bahasa Indonesia begini artinya "Aduhh maaf aja ya Neng"
"Tadi Mamang liat kamu lagi baca. Baca apa emang itu Neng?" Tanya Mang Udin.
Ran ragu untuk memberitahu kepada Mang Udin. Ran terpaksa berbohong kepada
Mang Udin.
"Bukan apa-apa kok Mang" Jawab Ran berbohong. 
Mang Udin hanya mengangguk tanda mengiyakan. Ran ingin memberitahu, apalagi Mang
Udin cukup dekat dengan Juna. Karna surat ini ada hubungannya dengan Juna. Ran
memberanikan diri untuk bertanya kepada Mang Udin. 
"Mang Udin tau Juna?" Tanya Ran tidak percaya diri.
"Juna? Ohh tau dong, anak yang tinggi itu?" 
"Iya mang yang itu"
"Pasti tau lah, dulu Mamang pernah kerja di rumahnya jadi tukang kebun"
"Oh ya? Hehehe"
"Iya, dulu Juna anaknya pemalu"
"Ohh kalo sekarang kayak cacing kepanasan ya Mang" Ran tertawa mendengar perkataan
Mang Udin. 
"Hahaha bisa aja si Neng. Ngomong ngomong kenapa ya nanyain Juna?" Tanya Mang Udin.
Ran lalu bertanya dengan ragu tentang flawed yang artinya "cacat". 
"Gini Mang, maaf ya. Kalo Juna punya temen yang cacat?" Tanya Ran dengan ragu. 
"Eh kalo setau Mamang sih gak punya ya. Cuman ada adik perempuannya yang cacat, buta
dari lahir" Jawab Mang Udin. 
"Astaga. Kasian banget Mang, kok Juna gak pernah cerita ya tentang keluarganya"
"Juna emang gitu, terlalu tertutup kalo tentang keluarganya"
"Nama adik Juna siapa Mang?" 
"Namanya Risa umurnya 12 tahun. Padahal Risa itu cantik sekali, putih bersih, rambutnya
juga hitam lebat. Mirip ibunya tapi sayang sekali hmm pasti lah ya setiap orang punya
kelebihan sama kekurangan" Ucap Mang Udin panjang lebar menjelaskan tentang Risa adik
Juna. 
"(Deg, ciri-cirinya hampir sama dengan yang di surat itu)" Guncang hati Ran. 
"Ngebayangin aja udah cantik banget ya Mang, apalagi liat langsung" Kata Ran jelas
memberi kode ingin bertemu dengan Risa. 
"Kamu pengen ketemu ya sama Risa?" Tanya Mang Udin peka. 
"Wahh hebat Mang Udin peka banget" Ran menjawabnya dengan sedikit tertawa. 
"Kamu bisa ketemu sih, tapi" Mang Udin menggantungkan perkataannya. 
"Tapi apa Mang?" Ucap Ran penasaran. 
"Tapi dia udah ada di asrama" Jawab Mang Udin. 
"Asrama khusus gitu Mang?" Tanya Ran.
"Iya asrama gitu" 
"Yah" 

    Ran menunduk dan berpikir bagaimana dia bisa bertemu Risa. Ran membawa handphone
dari tasnya dan membuka instagram. Dia juga mempunyai instagram dengan nama samaran
yaitu @kujengjelek ya sekedar buat stalking temen temennya sih. Hanya 6 followers yang
mengikuti akun instagram @kujengjelek dengan foto profil piano.
"Neng, Mamang mau lanjut kerja dulu ya" Ucap Mang Udin sambil mencoba untuk
berdiri.
"Iya Mang, aku disini aja" Jawab Ran. Mang Udin pergi membawa sapunya. 

    Ran stalking instagram si Desi dan menemukan foto gengnya.. Terlihat mereka
sangat kompak dan cantik. Desi dengan wajah cerianya. Anya dengan senyuman tipisnya.
Nanda dengan mata genitnya dan Chika dengan wajah jutek nya namun imut.
"Kok disini si Chika imut sih beda kayak aslinya. Eh si Arka punya instagram ga ya?
Hmm kayaknya engga deh, kalo punya pasti udah bilang sama aku. Tapi Juna pasti punya
kan. Nama instagramnya apa ya? Cari di following si Desi aja deh.” gumam Ran sambil
mencari instagram Juna.
"Junaa junaa juna. Ihh mana sih ko gak ada. Apa dia gak punya instagram ya? Gak
mungkin gak mungkin dia pasti punya". Ujar Ran kesal.
Akhirnya Ran menemukan akun instagram dengan nama @yugujuna. Ran memencet
akun instagram itu dan ternyata itu Juna.
"Nah ini dia instagram si Juna". Ran stalking instagram Juna. Juna banyak memposting
foto akrobatik. Di instagram Juna juga ada 1000+ foto. Saat stalking instagram Juna, Ran
tidak sengaja menemukan foto Juna sama Kayla.
"Ini Kayla?" Ran bertanya kepada dirinya sendiri.
Terlihat Kayla dan Juna memakai baju belang bergaris warna hitam putih dan memakai
celana jeans. Kayla tampak menyender di bahu Juna sambil melihat ke arah laut. Juna
memberi caption foto itu "Day 2 with Bae" banyak orang yang komen dan iri di foto itu.
"Ini pas dia liburan di Bali itu ya. Caption si Juna alay banget sih. Kayak bocah SD
baru pacaran hahahaha" Ran tertawa membaca caption foto Juna. Hingga akhirnya Ran tidak
sengaja menyukai foto itu.
"Astaga! Ke like? Aduhh gimana nih batalin like aja. Tapi nanti notif pasti bakal
muncul kan ke Juna. Ihh bego banget sih. Gimana nihh?" Ran panik dan membatalkan like
nya itu.
"Yaudah lah orang pake nama samaran kan. Tapi nanti kalo di blok gimana?" Tanya
Ran sedikit khawatir.
"Ran lo tenang pliss positif thinking. Jangan mikir macem macem yang aneh aneh"
Ucap Ran sambil menenangkan dirinya sendiri.
Terdengar bel tanda jam pelajaran pertama sudah selesai.
"Pasti Pak Ade udah keluar kelas kan ya. Aku masuk ah" Ran berdiri dan meninggalkan
taman sekolah menuju kelasnya.
Banyak anak-anak yang keluar kelas untuk pergi ke kantin padahal belum istirahat.
Pada saat Ran menaiki tangga, Ran bertemu Arka. 
"Lil Princess kamu ngapain disini? Kamu bolos?" Tanya Arka sambil membawa banyak
buku.
"Iihh harusnya aku yang nanya. Kamu ngapain disini Arka" Timpal Ran.
"Aku abis dari kelas IPS  hari ini aku kan piket jadi aku harus bawa buku-buku ini"
Jawab Arka memperlihatkan buku-buku yang sedang di bawanya.
"Oh gitu. Tadi aku gak di izinin masuk sama Pak Ade, aku telat masuk kelas"
"Astaga, emangnya kamu tadi ngapain aja sih di perpus sampe telat masuk kelas"
Tanya Arka penasaran.
"Eeee ini aku baca-baca biasa aja, karna seru aku jadi lupa waktu". Ran terpaksa
berbohong demi menutupi surat itu.
"Hmm yaudah kamu buruan ke kelas ya, tadi aku liat Pak Ade udah keluar kok" Ucap
Arka.
"Oke, bye ka” Ran langsung pergi menuju kelas meninggalkan Arka. Arka sendiri juga
pergi menuju kelasnya.
[di kelas Arka] 
Crirrtt 
Terdengar suara pintu terbuka. Arka masuk sambil tersenyum-senyum.
"Ka, lu lama banget sih" Ucap salah satu teman Arka.
"Biasa palingan dia mampir dulu ke kelas Ran" Timpal Kelvin. Kelvin adalah teman
sekelas Arka yang merupakan pacar dari Chacha.
"Hmm Ciee" Teman-teman sekelas Arka menertawakannya.
"Apaan sih" Gerutu Arka. Untung hari ini gurunya bu Rini yang baik. Jadi Arka tidak
di marahi.
"Gak papa Arka. Sini bukunya simpan di meja ibu" Ucap bu Rini.
"Iya bu" Arka menyimpan buku itu dan kembali ke tempat duduknya.
"Lil Princess.” Ejek Kelvin sambil tertawa.
"Apa Chacha" Arka membalas ejekan Kelvin itu. Semua orang di kelas tertawa.
"Sudah sudah kasian tuh yang jomblo” Kata bu Rini sambil tertawa. 

  Sementara Ran di kelas hanya melamun sambil mendengarkan lagu dan kebetulan jam
kosong. Saat lagu itu sudah selesai Ran membuka earphone di telinganya. Tiba-tiba Chacha
mengejutkannya dari belakang dengan memegang pundak Ran. 
"Darrr!" Seru Chacha. Ran terkejut dan memegang dadanya.
"Ihh Chacha ngagetin aja" Kata Ran lalu membalikkan tubuhnya ke belakang.
"Hahaha dengerin lagu apa sih?" Tanya Chacha dengan tertawa karena berhasil
mengagetkan Ran.
"Ini lagu Superficial Love" jawab Ran memperlihatkan CD playernya.
"Oh gitu. Pulang sekolah ke mall yuk" ajak Chacha bersemangat.
"Emm enggak deh" Ran menolak tawaran Chacha itu.
"Ayolah Ran, bentar aja kok" Bujuk Chacha sambil memohon.
"Emangnya mau ngapain sih kita ke mall?" Tanya Ran.
"Ya main aja Ran gak sampe malem kok" Jawab Chacha berusaha mengajak Ran.
"Lain kali aja ya" Ucap Ran di barengi dengan senyum tipis.
"Yahh ayo dong, berdua aja kok"
"Eee gimana yaa" Ucap Ran bingung.
"Pliss Ran kali ini aja. Plisss" Chacha terus membujuk Ran.
"Nanti Arka gimana dong?" Tanya Ran.
"Aduhh Ran kita aja berdua gak usah sama Arka" Ujar Chacha.
"Tapi aku gak bisa kalo gak ada Arka" Kata Ran.
Chacha memasang wajah cemberut dan kecewa dengan jawaban Ran. Akhirnya Chacha
putus asa untuk membujuk Ran. 
"Yaudah deh kalo gak mau" Ucap Chacha sambil melihat ke arah bawah.
"Iya iya, aku mau". Kata Ran tersenyum-senyum.
"Beneran?" Tanya Chacha memastikan.
"Beneran dong"  Jawab Ran.
"Yeayyy, nanti aku yang bilang ke Arka deh"  Chacha senang dan memeluk Ran.
"Hehehe iya iya" Ucap Ran.
Terdengar bel istirahat berbunyi. Ran membereskan mejanya dan pergi keluar bersama
Chacha. 
"Ran, udah bel tuh. Keluar yuk" Ajak Chacha.
"Yuk, bentar ya aku beresin meja dulu" Kata Ran sambil membereskan mejanya.
     Mereka keluar kelas dan berjalan menuju kelas Arka. Mereka akan memberi tahu
Arka, Ran akan pergi ke mall setelah pulang sekolah. Saat sampai di kelas, kebetulan
kelasnya baru selesai dan orang-orang keluar. 
"Arka mana ya" Ucap Ran sambil melihat ke arah kelas Arka.
"Itu Arka! Arkaaaa!" Teriak Chacha.
Arka mencari sumber suara itu dan ternyata itu suara Chacha. Arka keluar bersama
Kelvin. 
"Pacar lo" Kata Arka ke Kelvin.
    Kelvin hanya membalasnya dengan senyuman. Mereka berjalan menuju Ran dan
Chacha di lorong depan kelas. 
"Kenapa Cha? Pacar lo di cuekin nih haha" Goda Arka ke Chacha.
"Apaan sih" Kata Kelvin sambil mencubit perut Arka.
"Aww sakit dong" Arka kesakitan sambil mengelus perutnya.
    Ran hanya tertawa melihat tingkah Arka dan Kelvin. 
"Eh Lil Princess" Goda Kelvin ke Ran sambil tersenyum nakal.
"Ehh apa lo liatin Ran kayak gitu" Bentak Arka lalu menyenggol tangan Kelvin.
"Santai aja kali Ka, iya ga Cha?" Ucap Kelvin sambil mengangkat satu alisnya ke
Chacha.
"Hahaha udah udah kok jadi gini sih" Kata Chacha sambil tertawa.
"Kita itu kesini mau ngasih tau. Aku sama Ran pulang sekolah mau ke mall. Jadi Arka
kamu pulang sendiri aja ya" Ucap Chacha.
"Oh iya aku boleh kan pergi ke mall Vin?" Tanya Chacha ke pacarnya, Kelvin.
"Ke mall ngapain?" Potong Arka.
"Ya main aja sih" Jawab Chacha.
"Ran beneran kamu mau pergi ke mall?" Tanya Arka ke Ran meyakinkan.
Ran hanya mengangguk tanda mengiyakan. 
"Oh yaudah, kalo gw ikut boleh?" Tanya Arka.
"Iyaa gw juga mau ikut kalo gitu" Timpal Kelvin.
"Ihh enggak enggak, gw cuma mau berdua sama Ran" Bentak Chacha.
"Tapi nanti Ran pulangnya gimana hayoo?" Arka merujuk.
"Tenang aja gw yang anterin" Ucap Chacha tidak mau kalah.
"Oh okay. Have fun ya Ran hati-hati" Kata Arka ke Ran.
"Iya iyaa. Arka bawel banget sih" Ucap Ran.
"Bawel kan tanda sayang" Kata Kelvin dengan tersenyum.
"Nyamber mulu sih lu kayak kerupuk baru di goreng aja" Semua orang tertawa
mendengar perkataan Arka itu.
"Kita ke kantin yuk" Ajak Ran.
"Iya buruan gw laper" Mereka pergi ke kantin. Saat mereka berjalan ke kantin, mereka
melihat Juna terburu-buru sambil berlari membawa tas.
"Itu Juna. Kok buru-buru gitu mau kemana ya?" Tanya Ran kepada teman-temannya.
"Junaaa!" Teriak Ran. Juna berhenti berlari dan membalikkan badannya.
"Kamu mau kemana?" Tanya Ran sambil berjalan menghampiri Juna bersama teman-
temannya.
"Aku izin ada keperluan Ran" Jawab Juna ngos-ngosan.
"Oh gitu. Hati-hati ya"

    Juna hanya mengangguk dan langsung pergi sambil berlari. Ran melihat ada ruam di
tangan Juna. Saat Ran ingin menanyakannya Juna sudah pergi. 
"Aneh, kemarin rambutnya rontok sekarang ada ruam di tangannya" Gumam Ran.
"Kenapa Ran?" Tanya Arka.
"Nggak, yuk" Ran menggelengkan kepalanya dan mengajak teman-temannya ke kantin.

 Sesampainya di kantin mereka memesan mie ayam dan jus mangga. Mereka duduk
berpasangan Ran dengan Arka sedangkan Chacha dengan Kelvin. Selagi menunggu
pesanannya datang, mereka mengobrol biasa sambil tertawa hingga akhirnya Ran
menanyakan tentang asrama tunanetra.
"Disini ada asrama tunanetra?" Tanya Ran membuat semua orang kebingungan.
"Hah?" Ucap Chacha sambil melihat ke arah Ran dengan raut wajah yang bingung.
"Iya asrama tunanetra" Ran memperjelas pertanyaannya itu.
"Ada kok. Emang kenapa gitu?" Tanya balik Chacha.
"Iya Ran ngapain kamu nanyain asrama tunanetra?" Arka juga menanyakan hal yang
sama seperti Chacha.
"Enggak kenapa kenapa kok. Tempatnya dimana ya." Kata Ran sambil mencondongkan
badannya dan dengan nada pelan seperti menyembunyikan sesuatu.
"Di"
"Ini pesanannya" Tiba-tiba pesanan mereka datang dan memotong perkataan Chacha.
"Makasih bu"
"Gua aja yang bayar ya, berapa?" Tanya Arka. Arka tidak seperti biasanya mentraktir
teman-temannya.
"Tumbem lu. Kesambet apaan?" Ucap Kelvin.
"Iya Ka. Ga usahlah bayar masing-masing aja" kata Chacha.
"Udah udah diem aja" Arka membawa uang dari sakunya.
"Thanks ya Ka" ucap Chacha dan Kelvin berbarengan. Arka hanya menanggapinya
dengan tersenyum sambil menaikkan satu alisnya.
"Empat mie ayam ya? Jadi 40rb" Jawab bu kantin.
"Ini bu 56rb sama jus mangganya 2"
Arka membayar mie ayam dan jus mangga itu dengan uang 56rb.
"Eh Sorry buat kalian bayar jusnya sendiri aja ya" kata Arka sambil menunjuk Chacha
dan Kelvin.
"Yeee. Kirain gratis juga" seru Kelvin.
"Ran kamu udah aku bayarin juga" ucap Arka.
"Tapii" Ran menggantungkan perkataannya.
"Udah udah. Uangnya simpen"
"Tapi kan kemarin Arka udah traktir masa sekarang traktir lagi" 
"Gak papa kok" 
"Yaudah thanks ya. Besok aku yang traktir deh"

  Setelah Arka dan Ran berdebat mereka memakan mie ayam itu dengan lahap. Dan ya
hari ini Desi tidak mengganggu Ran. Ran dan Chacha duluan masuk ke kelas karena ada
barang Chacha yang tertinggal, sedangkan Kelvin dan Arka masih di kantin. Di tangga
menuju kelas Ran menanyakan tentang make up ke Chacha. Baru sekali ini Ran menanyakan
hal seperti itu.
"Cha, kamu pake make up ya?"
"Wait. Baru kali ini loh kamu nanya make up"
"Iya aku lagi kepo soalnya" 
"Hmm kenapa emangnya?"
"Gak papa, cuma pengen tau aja"
"Kalo lo ke sekolah pake apa aja?"
"Cuma pake sunscreen terus bedak doang. Kalo bibir cuma pake lipbalm yang bening gitu
warnanya. Itu juga disuruh mama" 
"Omg itu sih dandanan gw waktu SD coy. Yaudah nanti gw kasih tau di kelas nanggung kalo
disini" Chacha dan Ran mempercepat langkahnya.

***

"Nih ya Ran gw kalo pake make up tuh beda-beda ada yang buat sekolah ada
yang buat maen ada juga yang buat kondangan atau acara gede gitu. Nah lo mau tau
yang mana dulu?" Chacha menjelaskannya dengan panjang lebar.
"Yang buat ke sekolah aja dulu" jawab Ran penasaran.
"Kalo buat sekolah gw cuma pake sunscreen, primer, bb cushion sama bedak.
Terus buat bikin muka jadi agak fresh gitu, gw pake lip balm terus liptint yang warna
bibir pink alami gitu biar gak menor. Kalo menor abis deh gw di panggil guru BK"
"Wahh pantes lah lo jadi keliatan cantik banget"
"Ahh cantikan juga elo. Nanti gw tunjukin deh pas di mall" 
"Oke deh. Jadi gak sabar deh" 
"Hahaha lo jadi mulai pengen make up ya"

Setelah jam pelajaran selesai sesuai rencana Chacha dan Ran pergi ke mall.
Mereka memesan taxi online agar cepat sampai. 
"Ayok Ran itu taxi online nya." Mereka menaiki taxi online itu dan tidak butuh
waktu cukup lama untuk sampai ke mall.
"Nanti kita ke Stradivarius yuk" ajak Ran. 
"Ngapain? Mau beli baju?" Tanya Chacha.
"Mau liat-liat aja kemaren waktu aku sama mama ada hoodie yang bagus deh."
"Wow, yaudah ayuk."

    Sesampainya di mall mereka langsung masuk dan ke store Stradivarius.


Terlihat sekali mereka sangat senang. Tak kala Ran melihat ke sekitar mall, terdengar
musik jazz di tengah keramaian. Semua orang berkumpul, terlihat band itu menjadi
pusat perhatian.
 "Ran liat deh ini hoodie nya keren bangett" Ucap Chacha. 
"Mana Cha?"
"Ini nih"
"Eh iya bener keren banget" terlihat hoodie itu berwarna putih dan bertuliskan
Fabulous.
"Aku mau beli ah" kata Ran dengan terus mencoba hoodie itu di depan cermin.
"Gw juga mau beli hoodie sih. Bantu gw milih ya"
"Oke Cha"
 
     Chacha mencoba semua hoodie yang ada di Stradivarius, tapi sayangnya dia
tidak menemukan hoodie yang cocok untuknya. Ran sudah mulai lelah dan terus bolak-
balik tanpa tujuan yang jelas. Sedikit kesal, namun Ran tidak mengutarakannya. 
 "Ran kayaknya disini gak ada yang cocok buat gw kita ke pull&bear aja yuk" 
"Oh gitu. Aku bayar dulu hoodie ini ya. Kamu tunggu aja di luar" jawabnya sedikit
ketus.
 
   Selesai membayar Ran dan Chacha langsung ke pull&bear. Dengan raut wajah Ran
yang kecewa dan justru Chacha kebalikannya, raut wajahnya seperti orang yang rakus.
Mereka melihat-lihat apa yang ada disana. Seperti biasanya, Ran murung karena sudah cape
menemani Chacha yang terus mondar-mandir tidak ada hasil. 
 
"Liat Ran ini bagus banget ya" ucap Chacha sambil menunjukkan hoodie yang di
temuinya. 
        "Iya itu cocok banget warnanya juga item jadi netral gitu" 
          "Yaudah beli yang ini aja deh. Kasian lu udah keliatan bete gitu" 
          "Gak kok, santai aja"
          "Udahlah lu tungggu ya. Gw mau bayar dulu"
          "Iya sana, gw mau liat-liat celana jeans dulu"

  Chacha membayar hoodie yang dipilihnya. Ran masih melihat-lihat celana jeans.
Sebenarnya, Chacha masih ingin mencari hoodie yang lainnya, tapi melihat raut wajah Ran
membuat Chacha menjadi tidak bersemangat.
"Yuk Ran gw udah bayar nih"
"Eh Cha masa kita mau pake baju seragam gini sih?" 
"Ya gimana lagi" 
"Aku mau beli jeans ini deh, mau aku pake sekarang sama hoodie yang aku beli tadi di
Stradivarius"
"Celana jeans yang mini ini?" 
"Iya, aku belom punya tau celana jeans mini warna biru" 
"Yaudah deh, gw juga mau beli jeans panjang warna item belom punya juga soalnya" 
"Satuin aja nih. Yuk ke kasir"
 "Mba ini dua" ucap Chacha ke mba kasir. 
"Adek masih SMA ya?" tanya mba kasir melihat seragam yang mereka gunakan.
"Iya mba hehe" kata Chacha sambil sedikit tertawa.

   Setelah itu mereka langsung ke kamar pas dan mengganti pakaian mereka dengan
pakaian yang sudah dibeli tadi. Seragam yang mereka pakai disimpan di tas. Mereka pergi ke
lantai atas dan membeli bubbletea. Untuk membuat Ran ceria kembali, Chacha mengajaknya
melakukan photobox. Dengan setengah tersenyum, Ran mengiyakan ajakan Chacha tersebut. 
"Ran photobox yuk" ajak Chacha.
          "Iya yuk"

  Mereka membayar 25 ribu untuk 1 kali foto. Terlihat Ran berpose imut dengan gaya
peace dua jari sedangkan Chacha dengan gaya swag ala ala bad girl. Chacha dan Ran
meminjam topi dari both photobox, untuk menyempurnakan penampilan mereka. Mereka
terlalu bersenang-senang sehingga tidak sadar bahwa sudah jam 9 malam.
 "Astaga Ran udah jam 9 malam," ucap Chacha dengan nada tinggi.
  "Apaa?" Ran terkejut dan langsung memeriksa handphone nya. Dan benar bahwa
sudah jam 9 malam. Terlihat 21 panggilan tak terjawab dari mamanya dan 5 panggilan tak
terjawab dari Arka.
"OH MY GOG! Gw lupa belom ngasih tau Mama" Kata Ran sambil memegang
kepalanya.
"Yaudah Ran cepetan kita pulang" ajak Chacha terburu-buru.

  Mereka berlari dengan sangat kencang sampai tidak sengaja menabrak oranglain.
Membuat orang-orang disekitarnya kebingungan karena mereka berlari terbirit-birit seperti
orang yang dikejar sesuatu. Sesampainya di luar mall Ran bertemu dengan Arka. Terlihat raut
muka Arka khawatir bercampur marah.
"Arkaaaa?" tanya Ran kebingungan. Dia sangat gugup dan khawatir Arka akan marah
kepadanya.
“Kamu darimana? Kenapa gak bilang sih, mama kamu khawatir sampe dateng ke
rumah aku”
“Aku kan tadi udah  bilang Arka! Kamu lupa?”
“Tapi kenapa lama banget sampe malem. Kamu bikin aku khawatir tau gak?”
“Aku kan gak nyuruh kamu khawatir.”
“Astaga Ran, cepet kamu pulang sama aku.”
“Gak mau, aku kesininya kan bareng Chacha pulangnya harus sama Chacha juga,”

  Chacha hanya diam melihat perdebatan mereka. Disisi lain Chacha merasa bersalah.
Ran tetap tidak mau pulang dengan Arka, dia terus merengek ingin pulang dengan Chacha.
Chacha bingung harus berbuat apa, akhirnya dia menyarankannya untuk pulang bersama
Arka.
“Ran, udah sana pulang aja sama Arka. Jangan pikirin gw, nanti gw bisa minta kelvin
buat nganterin gw.” Ujar Chacha meyakinkan.
“Gak mau, aku mau sama kamu pulangnya Cha”
“Tapi gw gak mau pulang bareng lu. Sana cepet pulang sama Arka.”

   Chacha harus mengatakan itu agar Ran mau pulang bersama Arka. Sementara itu,
Chacha pulang sendiri, dia tidak mau membebankan kelvin dengan harus mengantarkannya
pulang. Arka membukakan pintu dan Ran langsung duduk di mobil, sepanjang perjalanan
pulang mereka hanya diam tanpa suara sedikitpun. Hanya terdengar suara lajunya mobil.
“Seragam sekolah kamu mana?” mendadak Arka menanyakan itu, dia melihat Ran
memakai hoodie dan celana jeans mini.
“Ada, di tas” jawab Ran singkat. 
“Celana kamu kependekan gak sih. Kamu bawa dari rumah atau tadi beli disana?”
“Aku beli disana. Kenapa emangnya gak cocok dipake sama aku?”
“Cocok kok, tapi aku ngerasanya itu kependekan ya” ujar Arka.
“Terus?” jawabnya dengan ketus sambil menbalikkan bola matanya.

    Mendengar jawaban itu, Arka langsung melepas jaket yang dikenakannya. Jaket itu
bermotif army berwarna hijau. Arka tidak senang melihat ran memakai celana yang sangat
pendek. Dia memberikan jaketnya dan langsung menutupi paha Ran dengan jaketnya itu.
“Ini, kasian kedinginan” ujar Arka memancarkan senyuman dengan begitu hangat.
“Thanks,” hanya satu kata yang terucap dari bibir yang manisnya tanpa senyuman
sedikitpun. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Secret Angel 2

    Malam semakin larut, Ran terus memikirkan surat-surat yang tidak jelas siapa
pengirimnya itu. Dia ingin sekali bertemu Risa adik dari Juna. Entah kenapa dia sangat
penasaran dengan Risa, anak yang disebut flawed itu memiliki informasi mengenai siapa
pengirim surat. Dia berpikiran untuk bolos sekolah dan mencari asrama tunanetra. Tapi
dengan siapa dia akan melakukannya? 
“Eh surat yang terakhir itu dimana ya?” Ran bertanya kepada dirinya sendiri. Dia langsung
membuka tasnya dan disana terdapat surat yang dicarinya. Surat itu lecek dan sedikit sobek
dibagian bawahnya, tetapi masih bisa dibaca.
     Surat yang tidak jelas itu terus membayang-bayangi pikiran Ran. Pukul 2 pagi,
terdengar ada sesuatu yang mengetuk kaca jendelanya. Ran terkejut mendengar suara itu dan
langsung bersembunyi didalam selimut. Ketukan itu terdengar hingga 3 kali. Ran tidak berani
membuka matanya, yang ada dipikirannya hanya kapan ketukan itu akan berhenti. Ketukan
itu terulang lagi satu kali. Membuatnya merinding dan terpujur kaku didalam selimut, tidak
berani untuk berteriak. Akhirnya, dia menelepon Arka. Arka tidak menjawab telepon darinya,
dia terus menelepon Arka. Ran sudah tidak tahu lagi untuk berbuat apa, dia menangis
ketakutan.
“Ya Tuhan tolong hambamu ini” ucapnya didalam hati.
     Waktu sudah menunjukkan pukul 4 pagi, Ran sudah tertidur dengan posisi badan
yang ditutupi selimut. Arka mendadak datang ke rumahnya dengan masih menggunakan
setelan tidur, terlihat raut mukanya seperti orang yang kebingungan. Diketuknya pintu rumah
Ran, tetapi tidak ada seorangpun yang membukakan pintu. Dia menelepon Ran bahkan semua
anggota keluarganya. Tidak ada yang menjawab satu orangpun. Arka terus mengetuk pintu
tanpa henti. Pagi yang sangat dingin membuat bulu kuduknya berdiri. Tiba-tiba ada yang
melemparkan secarik kertas, tidak heran dia langsung terkejut bukan kepalang menatap ke
arah kertas itu berasal. 
“Hei siapa ini yang melemparkan kertas?” teriak Arka dengan lantang.
 “Aku,” mendadak seseorang datang dari belakang pohon dan membuatnya refleks
membalikkan badan kebelakang. “Kenapa? Nyari Lil Princess?” dengan menggunakan
pakaian yang serba tertutup, dia menutupi wajahnya dengan topi dan masker hitam.
“Who are you? Why are you here!” tanya Arka dengan sedikit menjauhi orang itu.
“Bantu ratumu memecahkan masalahnya.” Ucap orang itu sambil berlari meninggalkan
halaman rumah Ran.
“Ratu? Siapa? Hei kau siapa, berhenti kau,” Arka mengejar orang itu hingga ujung
komplek tapi orang itu sangat cepat dan dia kehilangan jejaknya. Dilihat dari perawakannya,
sepertinya orang itu sangat familiar. Tapi siapa?
 
  Arka memutuskan untuk kembali ke rumahnya. Dengan napas yang terengah-engah
dia membuat semua orang yang di rumahnya terkejut. Ibunya melihat Arka yang begitu
basah, bermandikan keringat.
“Arka kamu abis olahraga atau gimana sih? Tadi kenapa kamu teriak-teriak, ada orang
di luar?” tanya Ibu Cinta.
“Gak ada apa-apa kok mah, cuman jogging aja sekitaran komplek” jawabnya dengan
menundukkan kepalanya dan mengelap semua keringat yang terus bercucuran. Dia tidak
ingat tujuan awalnya untuk menemui Ran. Arka langsung pergi mandi dan bersiap-siap pergi
ke sekolah. 
 
   Dia memakai seragam sekolahnya, dan langsung pergi tanpa berpamitan dan sarapan
sedikitpun. Ya, sekarang dia menuju rumah Ran. Masih teringat kejadian tadi pagi seseorang
yang melemparkan kertas ke arahnya, membuatnya sedikit ketakutan saat melangkah ke arah
rumah Ran. Dengan keberanian dia mengetuk pintu itu sebanyak tiga kali, tetapi tidak ada
yang membukanya. Ditelepon pun tidak dijawab, Arka memutuskan untuk mengetuk pintu
dapur belakang. Pintu itu tidak terkunci, khawatir terjadi sesuatu Arka langsung masuk
kedalam dan lari ke lantai dua dimana kamar Ran berada. Tidak seperti biasanya, kamarnya
yang selalu dikunci sekarang sedikit terbuka. Arka membuka lebar pintu kamar Ran dengan
hati-hati, dia melihat Ran sedang tidur dengan tertutup selimut. 
“Ran, kamu gak papa?” tanya Arka, tanpa jawaban hening. Di samping Ran tidur ada
beberapa surat yang membuat Arka penasaran.
“Ran kamu kenapa?”
      
      Arka menarik selimut yang dipakainya dan terlihat wajah Ran sangat pucat, dan badannya
sangat dingin. Arka mengabaikan surat itu dan langsung berusaha membangunkan Ran. 
“Ran! Bangun, kamu kenapa” 
“Ka, tolong aku” jawabnya sedikit tersadar. Arka membangunkan Ran yang sudah
sangat lemas.
“Ini aku, Arka. Kamu kenapa Ran?”
“Takut ka,”
“Bilang sama aku, kamu takut kenapa. Jangan takut Ran, aku ada disini.”
“Tengah malam ada seseorang yang mengetuk jendelaku,”
     “Astaga” gumamnya dan mengingat kembali kejadian yang dia alami pagi hari tadi.
“Udah Ran tenang, ada aku disini. Bentar aku bawain kamu air dulu.” Arka pergi ke dapur
dan membawakan air, rumahnya sepi tidak terlihat seorangpun. Dia tidak mengerti siapa
orang yang mengetuk jendela dan orang yang tadi pagi. Apa mereka orang yang sama?
 
    Ran sangat pucat dan lemas, sudah dipastikan dia sakit. Sementara itu waktu terus berjalan
hingga tidak memungkinkan lagi untuk sekolah, Ran melamun dan terus menatap ke arah
surat-surat yang bergeletakkan tidak beraturan.
“Ran, orang tua kamu kemana? Ini minum dulu,”
“Gak tau, makasih ka. Sorry ya malem kemarin itu aku sedikit emosi”
“Iya Ran” Arka hanya menjawabnya dengan tersenyum.
“Arka kamu jangan kemana-mana” melihat Arka memakai seragam sekolah.
“Aku, anterin kamu ke dokter ya. Kamu pucat banget”
“Iya ka” Ran mengiyakan dan langsung memakai jaket yang Arka pinjamkan semalam. 
“Ini surat apa Ran?” tanya Arka dan mengambil surat-surat itu.
“Nanti aku ceritain, tolong kamu bawa dulu ya surat itu. Aku gak mau liat surat itu”
“Oh, oke”
***
 
        Surat itu disimpan rapih ditas sekolah Arka, di mobil Ran menceritakan semua kejadian
yang dialaminya kepada Arka. Surat hingga orang yang mengetuk jendela kamarnya, ia
ceritakan dengan mendetail. Arka khawatir, orang itu akan meneror Ran kembali. Benarkah
ratu yang dimaksud orang itu adalah Ran?
“Ran malem ini, kamu nginep dirumah aku ya. Selesai dari dokter aku beresin barang-
barang kamu, kamu istirahat di rumah aku.” Ujar Arka.
“Iya ka, plis jangan kemana-mana ya ka. Ran takut.” Ucap Ran memikirkan kejadian
semalam yang dialaminya.
“Udah Lil Princess tenang, gak akan ada apa-apa lagi,” dengan mengelus bahunya Arka
mencoba menenangkannya. 
 
      Sesampainya di klinik, ternyata Ran mengalami demam. Dia harus banyak istirahat dan
tidak boleh banyak bergerak. Ran merasa aneh, dia merasa ada seseorang yang
memperhatikannya dari belakang. Ran langsung memegang tangan Arka dengan sangat
kencang, membuatnya terkejut.
“Kenapa Ran?”
“Ada seseorang yang memperhatikanku”
“Bukan ah, itu cuman perasaanmu saja. Ayo kita pulang.”
“Beneran ka, itu tuh orang itu,” Ran mengarah ke orang berbaju hijau.
“Udah ah, ayo kita pulang.” Arka menggenggam tangan Ran dan berjalan menuju
tempat dimana mobilnya diparkirkan.
 
     Diperjalanan pulang, Ran tertidur pulas didalam mobil. Arka memikirkan siapa pelaku
yang tega membuat Ran seperti itu. Tiba-tiba ada panggilan dari Kelvin, dengan segera Arka
menjawab panggilan itu.
“Hallo vin kenapa?”
“Ka, lo kemana tadi gak sekolah?”
“Gw ada kejadian, mendingan lo ke rumah gw aja deh. Nanti gw ceritain,”
“Yaudah, malem gw kerumah lo ya”
“Iya gw tunggu.” Arka memutuskan panggilan itu dan fokus menyetir mobilnya.
    
           Siang itu, terasa sangat kelam. Ran tertidur dikamar Arka, sedangkan Arka
membereskan barang-barang Ran dikamarnya. Dia melihat ke arah jendela kamar, dimana
malam kemarin seseorang mengetuk jendelanya. Tersisipkan dibawah jendela satu surat
berwarna kuning bertuliskan ‘RAN’. Arka tidak membuka surat itu dan langsung saja dia
mengambilnya dan bergegas menuju rumahnya. Rumput yang hijau terasa sangat kering, air
yang jernih terasa kotor, udarapun terasa sesak.
“Ran kamu udah mendingan? Mau makan lagi?” tanya Arka lalu membawakan air
beserta obat.
“Aku mau makan nanti aja,”
“Ran,”
“Kenapa ka?”
“Aku memuin surat baru tadi, disisipin di jendelan kamar kamu. 
“Gak mau ka, surat itu bikin aku jadi gini”
“Aku bakalan bantu kamu nyari orang dibalik surat ini.” Arka memberikan surat itu dan
Ran yang membukanya sendiri.
“Ka, kamu baca ini. Siapa sih orang yang cacat itu?” didalam surat itu tertulis ‘flawed
belum kau temukan’.
“Oh jadi ini, kenapa waktu itu kamu nanyain asrama tunanetra. Chacha kan dia tau,
nanti kita minta bantuin dia buat anterin kita ke asrama itu,”
“Aku mau sekarang” pinta Ran.
“Gak bisa, kamu lagi sakit Ran. Jangan maksain, nanti makin parah lagi. Udah kamu
sekarang minum obatnya terus tidur lagi” jelasnya. “Malem Kelvin mau kesini, nanti aku
suruh dia ajak Chacha kesini.” Tambah Arka.
“Iya ka” dia meminum obatnya dan segera tidur. 
 
Sementara itu, Arka membaca kembali semua surat itu dan berpikir bagaimana bisa
seseorang membuat surat itu. Kelvin sekarang adalah salah satu orang yang bisa Arka
percaya. Dia tidak tahu lagi harus percaya kepada siapa. Sekarang dia tahu bahwa ratu yang
dimaksud orang itu adalah Ran. Ran sangat memerlukan bantuan. Malampun datang
membawa ingatan itu kembali. Kelvin datang bersama Chacha, mereka membawa buah-
buahan untuk Ran. Tidak banyak bicara, mereka langsung masuk tidak sabar ingin bertemu.
Chacha dengan berpenampilan seadanya tidak seperti biasanya memeluk Ran yang sedang
tertidur hingga membangukannya.
“Ran .., lo ga papa kan?” ucap Chacha memegang pipi Ran.
“Aduh, Chachaa. Gak kenapa napa kok gw udah mendingan sekarang,”
“Nih, gw bawain lo buah-buahan. Dari gw sama Kelvin” Chacha menaruh buah-buahan
itu.
“Ran, udah mendingankan sekarang. Kayaknya Arka tadi panik banget hahaha.” Goda
Kelvin.
“Apaan sih lu vin, bisa aja.” Timpal Arka dengan tertawa.
“Maaf ya gw udah ngerepotin kalian semua, terutama lo ka,” ucap Ran memelas.
“Ga papa kok Lil Princess,” ejek Kelvin dengan manis.
“Kelvin, lu ya minta dihajar tau ga” ujar Arka lalu mengacak-acak rambut Kelvin.
“Woy, woy, udah lah canda kali gw baperan amat.” Kelvin merajuk membuat semua
orang tertawa, terutama Ran menjadi tertawa kembali.
 
Dengan suasana yang sudah mulai hangat, tiba-tiba Ran menanyakan mengenai asrama
tunanetra kepada Chacha. Sontak Chacha menjadi bingung, karena ini sudah kedua kalinya
dia menanyakan asrama tunanetra. Sebenarnya Chacha tidak ingin memberi tahu dimana,
tetapi Ran memaksa.
“Cha, asrama tunanetra dimana?” tanya Ran.
‘Kenapa? Kok tiba-tiba”
“Dimana cha, plis kasih tau”
“Iya cha, ini penting banget kita di teror” tambah Arka.
“Hah? Kalian seriuskan? Jangan bercanda deh, gw ga suka”
“Beneran cha, plis bantu gw” Ran menangis karena teringat kembali kejadian kemarin
malam.
“Eh Ran kok nangis sih? Arka, ini beneran lo berdua di teror” ucap Chacha penasaran.
“Beneran cha, kemarin malam Ran jendela kamarnya diketuk terus-terusan. Tadi pagi
juga gw dilempar kertas terus orangnya ngomong gw harus bantuin si Ran.”
“Astaga serius banget, kenapa jadi bisa diteror sih?”
“Ini semua gara-gara surat aneh itu cha, gw gak tau lagi harus ngapain. Salah satu
caranya gw cuman bisa nyari orang yang dimaksud flawed itu, dan itu ada hubungannya
sama Juna.” Teriak Ran.
“Kenapa lo gak ngomong dari awal Ran, gw tau siapa yang dimaksud itu,”
“Siapa cha? Risa kan adiknya sendiri?”
“Iya Ran, gw yakin pasti itu dia,” ucapnya “Besok gw anterin kalian semua ke asrama
tunanetra itu, agak jauh sih tempatnya. Kelvin lo juga harus ikut!” 
“Iya gw pasti ikut,” kata Kelvin.
***
 
Malam itu, mereka pulang pukul 22.00 Ran tidak bisa tertidur karena ingin segera hari
esok datang. Arka meninggalkan Ran sendirian dikamarnya, sedangkan dia sendiri tidur di
lantai bawah bersama keluarganya. Arka menyiapkan segalanya untuk besok, rute yang dia
akan tempuh cukup lama sekitar 2 jam. 
“Besok pagi bakalan jadi hari yang berat, gw harus cepet-cepet tidur.” Gumam Arka.
 
Ran tidak mengetahui apapun tentang asrama tunanetra itu, dia hanya ingin menemui
Risa adik Juna. Risa yang diceritakan Mang Udin sangat sama persis dengan apa yang
ditunjukkan di surat. Sangat cantik, tubuhnya tinggi, rambutnya sehitam gagak, kulitnya
seputih salju, bibirnya semerah apel. Semua itu menutupi kekurangan yang dia miliki. Malam
itu semua orang dapat tertidur dengan cukup nyenyak. Ran masih dihantui bayang-bayangan
pelaku pengetuk jendela kamarnya. Sehingga, dia masih sering terbangun dan turun
kebawah. 
“Ka, aku gak bias tidur. Takut” ujar Ran menuruni tangga dengan mata yang setengah
terlelap.
“Eh Ran, kenapa kamu bangun lagi?” Arka bangun dan menyadari bahwa Ran
terbangun dan mencarinya.
“Takut ka, di atas aku sendiri. Aku tidur disini aja” ucapnya seperti orang yang
sedang dihantui ketakutan.
“Yaudah kalo gitu, kamu tidur di kasur yang di tengah aja” 
“Terus Arka dimana?” Tanyanya bingung.
“Aku tidur disana aja, di sofa.” Jelasnya.
“Hm iya,” Ran mengiyakan dan langsung menyambung tidurnya yang tadi.
 
***
 
 
Pagi itu, Chacha dan Kelvin sudah berada di depan rumah Arka. Tepat jam 06.00
mereka sampai. Karena perjalanan yang ditempuh akan memakan waktu yang cukup lama,
mereka langsung menjemput Arka dan Ran. Chacha membawa banyak makanan untuk nanti
diperjalanan menuju ke asrama tunanetra. Mobil yang dibawa Kelvin akan disimpan dirumah
Arka. Mereka akan menggunakan mobil Arka.
“Ran, Arka! Ayo buruan,” teriak Chacha.
“Iya sebentar lagi tunggu” ucap Arka. “Ran ayo buruan Chacha sama Kelvin udah ada
didepan.”
“Iya, iya aku bawa minum dulu. Eh surat yang kemarin dimana?” tanya Ran.
“Oh iya! Ada ditas aku, aku bawa dulu,”
“Tuh kan, untung aku ingetin.” Ujarnya kesal. 
Arka membawa surat-surat yang aneh itu, dia melemparkan kunci mobilnya ke Kelvin.
Dia tahu bahwa Kelvin adalah seorang pengirit bensin, apalagi dengan mobil mini coopernya
itu. Pagi itu udara terasa sejuk dan langit sangat cerah membuat perjalanan mereka lebih
menyenangkan.
“Nanti kita sarapan dulu ya,” ucap Kelvin yang sedang mengendarai mobil.
“Aku bawa roti nih banyak, buat ganjel aja sih” ujar Chacha lalu mengeluarkan wadah
yang berisi roti dengan selai stroberi di dalamnya. “Nah, makan roti aja dulu biar gak laper-
laper amat” tambahnya.
“Sini gw mau dua, buat Ran satu lagi,” kata Arka yang duduk di belakang bersama
Ran.
“Gak ka, gw belum laper” Ran menolak tawaran roti itu.
“Makan Ran, lo tuh harus minum obat.” Arka membawa roti yang berisi selai stroberi
itu dan langsung memberikannya kepada Ran.
“Ini, nanti tambah sakit. Cepet makannya, kalo udah langsung minum obat,” ujar Arka
terburu-buru.
“Santai aja kali ka, gak usah buru-buru gitu. Kasian tuh lil princess” kata Kelvin.
“Eh gak papa kok, sans aja sih sama gw mah.” Ran mengatakannya dengan tersenyum
miring.
“Sorry Ran,” ucap Arka menatap ke arah Ran.

Tiba-tiba ban mobil yang dikendarai oleh Kelvin itu meledak, membuatnya kehilangan
kendali dan keluar dari jalur jalan. Parahnya, tempat ban mobil meledak itu tergolong sepi,
hanya beberapa kendaraan saja yang berlalu lalang. Semua orang yang berada di dalam mobil
seketika langsung berteriak, termasuk Ran yang sedang memakan roti.
“Aaaaa..., ini kenapa vin?” teriakan Chacha yang begitu kencang membuat mobil itu
berhenti seketika.
“Huhh astaga gw deg degan banget.” Ucap Kelvin dengan nafas yang tidak teratur.

Semua orang menenangkan diri mereka masing-masing, Kelvin masih tidak percaya
apa yang baru saja terjadi. Dia sangat shock dan tangannya bergetar. Ran langsung keluar dari
mobil, sedangkan Chacha menenangkan Kelvin. Arka keluar dan langsung memeriksa ban
mobilnya itu, dan ternyata memang benar bannya meledak.
“Kamu gak papa Ran?” tanya Arka.
“Aku shock, gak tau harus ngapain”
“Iya Ran, gw juga shock banget” ujar Arka.
“Cha, vin sini keluar” teriaknya dibalik mobil.
Chacha dan Kelvin keluar dengan sangat lemas, tidak ada orang di tempat itu. Mereka
bingung harus berbuat apa, mereka tidak akan melanjutkan perjalanan mereka. Tetapi Ran
sangat bersikeras untuk melanjutkan perjalanan.
“Gimana nih, kita jadi gini?” tanya Kelvin.
“Tenang vin, kita balik lagi aja. Gak mungkin kita ngelanjutin perjalanan ini.” Arka
meyakinkan semua orang bahwa tidak akan terjadi sesuatu lagi.
“Gak ka, kita harus ke asrama tunanetra itu” ucap Ran dengan begitu yakin.
“Gw setuju, kita udah lumayan deket buat sampe” tambah Chacha.
“Kalian jangan egois dong, liat kondisi kita kali ini. Mau naik apa kita kesana hah?”
ucap Arka dengan sedikit emosi.
“Udah ka, jangan terlalu keras” Kelvin membuat Arka tenang, dan meminta Ran dan
juga Chacha untuk mengerti.
“Aku mau telfon Juna.” Tiba-tiba Ran mengatakan hal itu dan langsung menelfon Juna.
“Mau apa?” tanyanya sinis.
“Mau nyari bantuan lah kamu mau sampe malem kita disini?” bentak Ran. Arka
langsung mengambil handphone yang dipegang Ran.
“Sini, gak usah”
“Eh apaan sih, Arka sini balikin handphone gw” Ran mencoba merebut kembali
handphonenya.
“Udah kamu diem aja, biar aku yang cari bantuan” kata Arka.
“Gak! Balikin sini,” bentaknya.
“Biar saya saja Lil Princess” ucap Arka dengan lembut membuat Ran diam dan duduk
di bawah pohon yang rindang.

Arka membuka handphone Ran dan melihat kontak siapa saja yang bisa dihubungi.
Ternyata, hanya ada kontak orang tuanya, Arka, Kelvin, Chacha, Juna, dan beberapa teman
sekelasnya.
“Kamu gak ada kontak siapa lagi gitu, selain ini?”
“Gak,” sangat singkat.
“Gw udah telfon orang rumah tapi gak ada yang jawab” ucap Chacha.
“Udah aja kita telfon Juna,” Ran merebut kembali handphonenya.

Ran menelfon Juna, sementara Kelvin terlihat kebingungan. Chacha sibuk menelfon
orang-orang yang ada dikontaknya. Ran hanya fokus menelfon Juna, dan berharap Juna bisa
membantu mereka. Sudah tiga kali dia menelfonnya, tetapi tidak dijawab sekalipun.
“Juna kemana sih kok gak dijawab terus." Gumamnya
Untuk ke empat kalinya dia menelfon, dan akhirnya itu ada yang menjawab.

TELFON
Ran: “Halo, jun?”
Juna: “Halo Ran, kenapa?”
Ran: “Jun, plis tolongin gw dong”
Juna: “Kamu dimana?”
Ran: “Ini aku dijalan yang mau ke” Ran teringat bahwa itu jalan menuju asrama
tunanetra dan takut membuat Juna curiga. “Eh enggak kok, ini aku mau nanyain tugas yang
kemarin, kan aku sama Arka gak sekolah.”
Juna: “Kita kan gak sekelas?” terdengar suara ibunya Ran “Juna ada dokter”
Ran : “Jun, kamu sakit?” Ran berusaha mengalihkan pembicaraan.
Juna: “Ran, kita kan gak sekelas? Jelasnya.
Ran : “Eh iya, maaf aku lupa. Kamu lagi dimana?
Juna: “Oh iya, kamu kenapa? Kok tumben” terdengar sekali suara ibunya memanggil
“Juna di Rumah Sakit gak boleh telfonan, bentar lagi ada dokter.”
Ran : “Juna kamu di Rumah Sakit?”
Juna: “Udah dulu ya Ran, bye” Juna memutuskan sambungan telfon itu.

“Udah telfonannya?” Arka mengejutkan Ran dan langsung membuatnya kesal karena
Arka mengatakannya dengan nada jengkel.
“Apa?” Ran menjawabnya sinis.
“Kamu kenapa, udah dibilang kan jangan telfon si Juna”
“Kamu yang kenapa Arka? Moodnya beda banget setiap denger nama Juna.”
“Gak kok, aku biasa aja. Kamu aja yang nanggepinnya serius,” ucap Arka.
“Iya deh, terserah kamu.” Ujarnya kesal. “Sekarang kita pulang gimana? Mau nungguin
sampe keajaiban dateng tiba-tiba?”
“Terpaksa kalo gitu, mobilnya kita tinggalin. Kita pulang naik taxi online.” Jelasnya.
“Ya udah, kamu pesenin taxi onlinenya.”
“Iya Lil Princess,”

Chacha sudah tidak bisa menghubungi siapapun, semuanya tidak ada yang bisa
memberikan bantuan. Arka memesan taxi online, dan berharap ada yang menerima. Kelvin
sudah mencari bantuan dengan melambai-lambai tangannya di pinggir jalan berharap ada
orang yang baik hati menolong mereka.
“Kok ditolak terus ya?” ucap Arka.
“Apaan ka,” jawab Kelvin.
“Ini taxi online, gimana kita pulangnya kalo gitu?”
“Astaga, cobaan apa lagi ini.” Gerutu Kelvin.
“Bentar ini ada yang nerima”
“Syukur deh kalo beneran.”
“Yeah, akhirnya ada yang nerima juga. Ini 10 menit lagi nyampe sini,”
“Akhirnya, gw bisa pulang. Serem banget coy tempat ini, daerah apa sih ini?" Tanya
Kelvin.
“Gw gak tau, malahan ini first time ke daerah kayak gini,” jawab Arka. “Ran, Chacha
sini bentar lagi ada taxi online dateng” teriaknya.

Chacha dan Ran yang tengah berada di bawah pohon rindangpun langsung beranjak
dan menghampiri Arka dan Kelvin. Ran begitu lemas dan pucat. Mereka membawa barang-
barang yang berada di mobil.
“Ran, lo pucat banget” kata Kelvin.
“Iya Ran, kamu gak papa?” tambah Chacha.
“Gak papa kok.” Jawab Ran.
“Ran sini kamu itu belum minum obat, belum fit,” Arka memberikan obat dan segelas
air putih. Ran langsung meminum obat itu.
“Tuh taxi onlinenya udah dateng, cepetan ambil barang-barangnya”
“Atas nama Pak Asep ya?” tanya Arka.
“Iya, silahkan langsung saja masuk.” Ucap Pak Asep.

Semua langsung naik, siang hari itu sangat panas membuat Ran tertidur selama
perjalanan pulang. Pak Asep menanyakan bagaimana mereka bisa sampai seperti itu, apalagi
dengan tempat yang sangat sepi bahkan jarang sekali kendaraan yang lewat.
“Mobilnya kenapa dek? Gak papa itu ditinggalin gitu aja?” tanya Pak Asep.
“Bannya meledak pak, gak papa kok nanti ada yang derek dari bengkel.” Jawab Arka.
“Oh gitu ya, kenapa bisa meledak? Emangnya kalian mau kemana?”
“Gak tau pak, kita mau ke asrama tunanetra sebenernya pak.”
“Oh asrama tunanetra suci abadi?”
“Eh iya kali pak, gak tau namanya soalnya.”
“Iya kalo jalan ke daerah sana emang suci abadi”
“Oh bapak tau ya?”
“Iya, mau bapak anter kesana gak? Kasian kalian udah jauh-jauh”
“Boleh pak, boleh banget.” Tiba-tiba Chacha mengatakan itu dengan penuh semangat.
“Eh cha, kitakan mau pulang” kata Arka.
“Biar sekalian ka, biar gak capek lagi. Ya ka ya, plis” pinta Chacha.
“Hmm, gimana vin?” tanya Arka ke Kelvin.
“Ya gw mah ngikut,” jawabnya.
“Ya udah pak, ke asrama aja.” Ucap Arka dengan helaan nafas.
“Siap dek.”

Chacha membangunkan Ran yang tertidur, karena mereka sebentar lagi sampai dan Ran
masih tertidur pulas. Terlihat dari kejauhan asrama itu sangat besar dan terawat, halamannya
penuh dengan rumput hijau. Dan juga, ada nama yang sangat terpangpang jelas “Suci Abadi”.
“Ran bangun, udah nyampe” kata Chacha mencubit pipinya Ran.
“Aww.., nyampe? Ini dimana?” Ran kesakitan dengan posisi setengah sadar.
“Ini di asrama itu, yang lo pengen banget kesini.”
“Apa?” Ran terkejut dan langsung bangun merapihkan rambutnya yang kusut acak-
acakan. “Ini beneran kan?”
“Beneran, Lil Princess.” Kata Arka. “Ayo cepetan, keluar.”
Sementara itu Pak Asep menunggu, mereka semua langsung masuk dan tanpa basa-basi
mengetuk pintu asrama. Asrama itu sangat ramai, tapi Ran tidak menemukan ciri-ciri dari
Risa. Keluarlah ibu pemilik asrama itu.
“Halo ibu, permisi” kata Chacha dengan tersenyum hangat.
“Eh iya halo, ayo silahkan masuk.” Ibu asrama itu mempersilahkan mereka untuk
masuk dan duduk tepat diantara banyak anak-anak.
“Aduh maaf ya, biasa anak-anak.” Mereka melihat anak-anak itu sangat bergembira
tidak peduli dengan kekurangannya.
“Maaf sebelumnya, ada apa ya maksud dan tujuan kesini?” tanya ibu asrama.
“Ah iya, ini bu kita disini lagi nyari Risa” jawab Kelvin.
“Risa? Si cantik itu?” jelasnya.
“Iya bu, maaf sebelumnya nama ibu siapa ya.” Tanya Ran.
“Oh nama ibu, nama ibu Bu Ratih”
“Oh Bu Ratih ya. Kami temannya Juna bu, mau menjenguk Risa” kata Arka.
“Juna?” tanya Bu Ratih.
“Iya bu,”
“Oh iya kakaknya Risa ya Juna itu,” kata Bu Ratih. “Mari saya antar, Risanya ada di
kamar lagi sendirian.”
“Terima kasih bu” ucap Ran.

Rahasia yang terungkap

Asrama itu sangat luas, Ran memperhatikan sekelilingnya, banyak sekali kamar
bernomor. Lukisan anak-anakpun berjajaran sangat banyak. Pintu asramanya pun dibuat
dengan warna-warni, melambangkan keceriaan yang ada di asrama itu. Kamar Risa ternyata
di sebelah tengah dengan pintu berwarna kuning. Tetapi tidak terpancar aura yang ceria di
pintu itu. Bu Ratih membuka pintunya dan memanggil Risa. Betapa terkejutnya mereka, dia
benar-benar gadis kecil yang sangat cantik sekali, bahkan bisa dibilang terlalu sempurna.
“Risa, ini ada teman-teman kakakmu” ucap Bu Ratih dengan sangat hangat.
“Kak Juna, Kak Juna sakit.” Kata Risa sambil berjalan menghampiri mereka.
“Halo Risa aku Kak Ran,” ucap Ran. Risa meraba wajah Ran, itu adalah cara dia untuk
mengenali sesuatu.
“Cantik” satu kata yang terucap dari bibir merah gadis kecil itu.
“Ah, terima kasih. Risa lebih cantik” Ran mencubit pipi Risa dengan sangat gemas.
“Tapi aku buta” dia mengatakannya dengan tersenyum, seperti orang yang benar-benar
ikhlas.
“Jangan gitu Risa, kamu udah sempurna. Bahkan menurut kita kamu itu terlalu
sempurna.” Kata Chacha.
“Semua orang mengatakan hal itu, aku sudah terbiasa, Kak Juna sakit.” Jelasnya
dengan singkat.
“Sakit? Sehat aja ah, Risa jago bercanda juga ya hahaha” ucap Kelvin dengan sedikit
tertawa.
“Ini benar, Kak Juna sakit. Sekarang dia di Rumah Sakit, dokter bilang hidupnya paling
lama 3 hari lagi.” Tutur kata Risa membuat mereka percaya.
“Tapi tadi Juna telfonan sama Kak Ran,” ucap Ran.
“Tapi sakit, Kak Juna sakit lupus. Dia terlihat kuat, tapi aslinya sangat rapuh. Setiap
hari Risa bisa ngerasain semua itu, Risa nangis setiap mendengar jeritan Kak Juna yang
kesakitan. Makanya Mama sama Papa ngirim Risa ke asrama ini.” Risa menangis
menjelaskan itu semua, bahkan Ranpun ikut menangis mendengar cerita yang selama ini
belum dia dengar.
“Risaa” terdengar suara Chacha bergetar. “Lalu siapa yang ngirim surat-surat itu Risa?”
“Kak Juna sendiri, dia mau Kak Ran tau kalo Kak Juna sebenarnya sakit. Dan,” Risa
menyela perkataannya.
“Dan apa Risa?” tanya Kelvin.
“Kak Juna suka sama Kak Ran.” Semua orang terkejut mendengar hal itu. Ternyata
selama ini mereka saling menyukai satu sama lain. Tapi apa cinta ini datang terlambat?

Ran langsung jatuh dan menangis, Arka yang mengetahui itu langsung memeluk Ran.
Dia tidak menyangka bahwa selama ini Juna menyembunyikan perasaannya. Arka tidak bisa
berkata apa-apa, apa salah dia bercerita tentang perasaanya kepada Juna waktu itu?
“Udah Ran, ayo kita ke Rumah Sakit” tangisan Ran sangat kencang membuatnya
menjadi pusat perhatian.
“Risa, ayo ikut sama kakak.” Ucap Chacha.
“Risa gak kuat ngerasain kakak yang lagi berjuang ngelawan penyakitnya.” Air
matanya membasahi pipinya. Risa tidak kuat lagi, dan langsung pergi ke kamarnya dan
membanting pintunya dengan sangat kuat.
“Pergi kalian semua! Rumah Sakit Pelita,” teriak Risa dengan nada mengusir.
“Ayo Ran bangun, kita ke Rumah Sakit keburu malem nantinya.” Ajak Chacha sambil
membangunkan Ran yang nangis tersedu-sedu. Ran mengiyakan dan langsung bangun.

***
Pukul 21.00 WIB mereka sampai di Rumah Sakit Pelita dengan terburu-buru, mereka
langsung menuju ruangan dimana Juna dirawat. Kelvin tertidur dibangku Rumah Sakit,
malam itu sangat dingin perasaan yang hampa dan pikiran yang tak menentu. Dimana orang-
orang melihat dengan bayangan hitam. Tidak perlu tamu, hanya dia yang inginku temu.

“Junaa, Juna dimana?” Ran kebingungan, Arka menanyakan dimana ruangan Juna ke
lobby Rumah Sakit. Juna dirawat di ruangan VIP, disana ada orang tua Juna yang sedang
menangis tepat di depan pintu.
“Tante Juna mana?” tanyanya, Chacha dan Arka menyusul dari belakang. “Tante
kenapa nangis? Juna gak kenapa napa kan,” Ibunya Juna terus saja diam dan hanya menangis.
Ran melihat di pintu ke dalam ruangan, Juna terbaring lemah dan sedang ditangani oleh
dokter. Terpancar tidak ada harapan lagi dari kedua bola mata orang tua Juna.
”Om, Juna kenapa?” tanya Chacha, “Juna gak sakit parahkan om?”
“Dia udah kritis, kita gak bisa berharap banyak” perkataanya seperti orang yag sudah
putus asa.
“Gak om, Juna kuat. Aku yakin itu,” dengan air mata yang terus mengalir Ran tidak
bisa menyembunyikan kesedihannya.
“Kamu Ran?” tanya ibunya Juna.
“Iya, tante aku Ran” ucap Ran menghampiri ibunya Juna.
“Juna sering cerita tentang kamu, katanya kamu cantik jadi penghilang rasa kalo dia itu
sebenarnya sakit.” Kata ibunya Juna sambil memegang kedua tangan Ran.
“Tapi tante, Kayla gimana?” Ran masih belum bisa berhenti menangis.
“Kayla bukan siapa-siapa Ran, dia sukanya kamu. Tapi dia gak mau kalo kamu tau,
sebenernya dia sakit. Dokter udah memvonis kalo hidupnya gak akan lama lagi, karna itu dia
bikin surat-surat biar kamu tau Ran. Sekarang Juna udah lega, kamu udah tau.” Ujar Ibunya
Ran berusaha menjelaskan apa yang diderita Juna.
“Juna kuat tante, aku yakin dia bakalan sembuh. Tadi dia telfonan sama aku baik-baik
aja,” Arka langsung memeluk Ran, dia tidak tega melihatnya yang begitu menangisi Juna.
“Saya Arka, tante” kata Arka. “Udah Ran, suttt jangan nangis lagi.” Arka mengusap air
mata dipipinya.
“Arka tolong jaga Ran ya, itu pesan dari Juna,” dokter keluar dengan raut wajah yang
tidak begitu mengenakan.
“Pasien Juna sudah lebih membaik sekarang, beliau juga sudah sadar. Ibu bapak mohon
untuk bersabar ya untuk kesembuhan Juna.” Ucap dokter itu lalu pergi meninggalkan mereka.
Sebelum Ran, Arka, dan Chacha masuk ke dalam ruangan Ibunya Juna menjelaskan panjang
lebar agar Ran tidak terlalu berharap Juna akan pulih kembali.
“Kalian jangan terlalu berharap ya, bukan maksud apa-apa tante bilang kayak gini.
Tapi, Juna udah kesakitan sekali. Kalian tidak akan tega melihatnya. Kalian semua harus
tegar. Tante sama om akan berusaha agar Juna bisa pulih kembali. Kalian sekarang bisa
masuk, jangan lupa tersenyum.” Kata Ibunya Juna dengan sedikit tangisan dan senyuman.
Entah apa yang sekarang ada dibenak mereka semua. Mereka melihat Juna begitu
lemah, tubuh yang kurus, bahkan rambut yang hampir tidak ada sehelaipun. Tangisan Chacha
pecah seketika itu juga, dia tidak menyangka Juna yang begitu kuat bisa terbaring lemah di
atas ranjang rumah sakit.
“Jun, lo gak bilang” Chacha menangis mengatakan hal itu. Ran hanya terdiam kaku.
“Cha, lo jangan nangis. Lu kan strong girl gimana sih” Juna masih bisa bercanda disaat
dia sedang kritis sekalipun.
”Juna, gw benci sama lo. Kenapa gak bilang” gerutu Chacha.
“Apaan cha, lagian gw sakit juga udah lama. Bersyukur gw bisa hidup selama ini,”
“Juna, plis lo jangan ngomong lagi.” Chacha semakin tidak bisa menahan tangisannya.
“Ran, maaf udah bikin kamu ketakutan malem itu,” ucap Juna. “Eh iya ka, sorry juga
gw udah bikin lu takut waktu pagi itu.” Sontak membuat Ran dan juga Arka menangis,
ternyata orang yang mengetuk jendela Ran dan orang misterius yang melemparkan kertas
adalah orang yang sama.
“Gw maafin jun, tapi lo harus sembuh ya” kata Arka yang mencoba menahan
tangisannya.
“Ngapain nangis ka, gw gak papa kok” jelasnya. “I have got some rest” tambahnya.
“Lo harus sembuh Juna, gw gak mau ngomong sama lo kalo lo gak sembuh,” kata
Chacha.
“Kalo hari ini gw mati gimana cha?” ucap Juna sembarangan.
“Juna, plis jangan ngomong kayak gitu. Nanti gw tambah nangis ini,”
“Ran, makasih udah mau nyari Risa ya. Arka makasih udah mau bantuin Ran,” kata-
kata yang terucap dari bibir Juna itu seperti kalimat perpisahan.
“Gw sama Kelvin juga bantuin jun,” ujar Chacha tidak mau kalah.
“Iya makasih buat lo berdua.” Juna mengatakannya dengan nada yang berat. “Gw mau
ngomong sama Ran berdua, boleh?” tanya Juna.
“Oh oke,” Chacha dan Arka meninggalkan Ran di dalam ruangan.

Hanya ada Ran dan Juna di dalam ruangan itu, Juna menjelaskan kenapa dia melakukan
hal itu. Sedangkan Ran hanya menangis. Arka dan Chacha menunggunya di luar.
“Ran kamu udah tau kan perasaan aku? Setidaknya aku nanti bisa lebih lega”
“Aku tau, aku juga suka sama kamu Juna”
“Tapi aku gak bisa, aku sakit”
“Kamu bakalan sembuh”
“Gak Ran, aku udah gak kuat lagi”
“Plis Juna, kamu bertahan demi aku” pinta Ran.
“Arka selalu ada buat kamu, If I leave you now”
“Aku mohon jun, jangan kayak gini. Arka udah aku anggap kakak aku sendiri,”
“Baby take my hand, denger ya Ran. Aku gak akan lama lagi, kamu harus tau, aku
sakit. Aku udah gak sanggup lagi.” Ran menangis mendengar hal ini. Juna memintanya untuk
memanggil Arka. Arka masuk dan Juna hanya mengatakan sesuatu yang singkat tetapi dalam
sekali.
“Arka, janji sama gw. Lo harus jagain Ran, jangan sampe dia nangis.” Ujarnya. “Kalian
bisa pulang gw mau istirahat.”

Mereka semua pulang dan berpamitan kepada orang tua Juna. Mereka memutuskan
untuk menginap di rumah Arka karena sudah sangat malam, bahkan lewat jam 2 malam.
Chacha masih menangis, sedangkan Ran terus melamun. Sesampainya di rumah Arka mereka
langsung tertidur. Hari yang sangat lelah, dan tidak ada istirahat sedikitpun. Dimulai dari ban
mobil yang meledak hingga mengetahui kondisi Juna. Semua itu sangat berkesan bagi
mereka.
Keesokan harinya Arka mendapatkan telfon dari pihak rumah sakit, bahwa Juna sudah
meninggal. Tidak ada yang percaya, hingga Ibu Juna sendiri yang memberitahunya. Perasaan
Ran semakin hancur, tidak ada yang harus disalahkan. Semua itu sudah rencana Tuhan.
Hanya bisa menangis, itu saja.

Selamat Jalan
Pagi pukul 09.10 WIB Juna dinyatakan meninggal oleh dokter. Semua keluarga,
kerabat, teman, berkumpul di tempat kediaman. Sebelum itu.
“Tekanan darahnya rendah, sudah tidak bisa bernafas lagi. Suster pasangkan oksigen”
dokter sangat terburu-buru. Akhir dari semua ini, dokter sudah tidak bisa menolong lagi. Juna
sudah benar-benar tidak bisa bernafas dan tidak terdengar denyutan tadi.

Ran sangat terpukul atas meninggalnya Juna, dia tidak menyangka Tuhan membawa
Juna secepat ini. Rasanya baru kemarin Juna mengantarkannya pulang. Hanya tangisan yang
terdengar. Apa ini yang disebut cinta datang terlambat? Andaikan Juna dan Ran jujur dengan
perasaan mereka waktu itu, mungkin cinta tidak akan datang terlambat.

“Selamat jalan Juna, semoga kau tenang disana. Arka akan menjagaku kau tidak usah
khawatir. Semoga kita bertemu lagi Juna. You’re mine.”
-Kiranni Rilia 2019

“Terkadang tidak mengetahui kebenarannya lebih baik.”


Tentang Penulis

Aulia Tri Sarah Zahara atau Zahara Aulia adalah seorang siswi di SMA Negeri 2 Cianjur.
Perempuan yang kerap disapa “Aul” ini senang sekali membuat video yang ia bagikan di
channel Youtube pribadinya, yang bernama aulia zhrr.

Aulia adalah seorang remaja yang suka dengan hal yang


berbau aesthetic dan dia sangat menyukai warna beige
dan pastel.

Aulia bisa dihubungi melalui instagram @auliatrizhra


atau email auoiatrisarau@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai