Anda di halaman 1dari 4

Salah Tembak

Suara ayam yang sedang berkokok membangunkan remaja lelaki berusia delapan belas tahun
Bernama Nendra. Eits, tunggu, bagaimana bisa ada ayam di perumahan elit kelas atas? Jawabannya
adalah karena Nendra yang memeliharanya!
“Ugh …” Sakha merentangkan tangannya lalu membuka mata lebar-lebar saat mendengar
suara dari Rembo, ayam berjengger merah kesayangannya.
Tok Tok Tok!
“Bang Nendraaa!!”
Nendra menutup kupingnya dengan malas saat mendengar suara teriakan cempreng yang
berpotensi memecah gendang telinganya
Tok Tok Tok
“Itu si Rembo berisik banget! Suruh puasa berkokok dulu bisa nggak?!” teriak seorang gadis
berseragam SMP dari depan pintu kamar Nendra.
“Berisik lo,Siti!” seru Nendra.
“Aaaa! Nama gue Cyntia! Bukan Siti!” sahut Cynthia, adik perempuan Nendra yang duduk di
bangku kelas dua SMP.
Nendra beranjak dari duduk lalu melakukan peregangan. “Suka-suka gua lah mau manggil lo
apa, ini mulut gue sendiri kok.”
Cyntia dari depan kamar Nendra langsung cemberut. Ia pun berlari menuju dapur tempat
Mama dan Papanya berada.
“Mamih! Papih! Bang Nendra nakal!” adu Cyntia.
“Ngadu aja sana!” sahut Nendra yang keluar dari kamarnya setelah sikat gigi dan cuci muka.
Elinda yang sedang memasak di dapur dibuat kaget dengan kedatangan anak perempuannya
yang tiba-tiba teriak. Oh, tidak, sepertinya akan kembali terjadi keributan. Anak Cuma dua, tetapi
seperti mempunyai anak belasan karena rebut melulu setiap hari.
“Nendra, jangan nakal sama adikmu,” ujar Radit, memperingatkan Nendra.
Cyntia bergelayut manja pada lengan Papanya itu. “Tuh pa, masa aku dipanggil Siti sama
Bang Nendra?”
“Sabar, ya, Princess,” ujar Radit sambal mengelus rambut anak perempuan kesayangannya.
Cyntia yang melihat Nendra dating lalu duduk di meja makan pun berujar, “Nih! Dengerin
Papa! Dia manggil gue Princess! Ini lebih baik daripada lo!”
“Nyenyenye,” sahut Nendra, mengejek sambal memeletkan lidahnya.
Ketika Cyntia hendak membalas Nendra, terdengar suara Elinda lebih dulu,
“Stop! Jangan ada yang rebut lagi! Atau uang jajan kalian Mama potong!” ancam sang Mama
Cyntia dan Nendra langsung bungkam lalu mengangguk-angguk, kalau Mama mereka sudah
mode begini, mereka tidak berani mengucap, bahkan Radit sekalipun. Anak-anak takut tidak
mendapatkan uang jajan dari Mamanya, sedangkan Radit takut tidak dapat jatah.
Kenapa tidak minta uang jajan dari Papa Radit? Karena kalau Mama Elinda tidak
memperbolehkan, maka Radit tidak berani. Lagi-Lagi, takut tidak mendapatkan jatah kalau tidak
menurut pada Elinda.
Beberapa menit setelahnya, suasanya di ruang makan hening, keluarga kecil itu mulai makan
pagi
“Nen,” panggil Radit
Nendra menghentikan kunyahannya. “Iya, Pa?”
“Sebentar lagi kan kamu lulus SMA, jangan lupa belajar untuk persiapan seleksi masuk
perguruan tinggi.”
Nendra mengernyit. “Loh, ngapain belajar? Nendra kan punya Papa.”
“Kan Papa jadi dosen, nanti Nendra bisa-“
Nendra langsung kicep saat melihat mata Papanya yang kini menyorot tajam seolah bisa
untuk mencincang-cincang tubuhnya.
“Uhm … oke, Nendra belajar,” ujar Nendra akhirnya.
Usai sarapan, Nendr berlanjut ke halaman belakang rumah sambal membawa pakan ayam.
Tentu saja ia kan memberi makan Rembo, ayam kesayangannya yang sudah ia raawat seperti anak
sendiri.
“Halo, Rembo,” sapa Nendra saat tiba di depan kendang Rembo.
Ayam itu tak menjawab sapaan Nendra, karena sedang sibuk mengorek-ngorek tanah di
bawahnya. Lagi pula, sejak kapan ayam bisa membalasa sapaan manusia?
“Nih, gue bawain lo makan. Sarapan dulu biar makin keren berkokoknya,” ujar Nendra
sambal meletakkan makanan ayam ke hadapan Rembo.
Rembo terlihat kesenangan dan langsung makan dengan lahap. Nendra yang gemas pun
mengulurkan tangannya lalu mengelus Rembo
“Gue bangga banget sama lo, makin gede aja,” kata Nendra masih dengan mengelus ayam
yang sudah lama dirawatnya itu
Usai bertegur sapa dan memberi makan Rembo, Nendra beranjak menuju ke kamaranya untuk
mandi dan berganti pakaian dengan seragam sekolah.
Setelah mandi dan memakai seragam putih abu-abu, Nendra diri di depan cermin. Ia
mengulas senyum, merasa bangga dengan wajah tampannya.
“Saatnya nyemprot parfum yang bisa bikin cewek klepek-klepek,” ujar Nendra
Nendra lalu mengambil parfum dan menyemprotkan ke tubuhnya. Selesai dengan parfum,
Nendra berlanjut menyisir rambutnya.
“Perfect, gue ganteng banget,” ucap nendra kepada diri sendiri.
“Nendra! Itu Marcell udah nunggu!” ujar Elinda dari luar kamar Nendra.
“Iya, Ma! Sebentar!” Nendra buru-buru mengambil tas dan perlengkapan sekolah yang lain,
kemudian berjalan keluar kamar.
Di ruang tamu, terlihat sudah ada tiga remaja lelaki yang menunggu Nendra. Satu berseragam
SMA yang bernama Marcell, dan dua berseragam SMP yang Bernama Azka dan Sean. Mereka
berempat tergabung dalam geng Bernama Ganteng Squad yang diketuai oleh Nendra.
“Oi, gaess! Morning!” sapa Nendra lalu menyalami anggota gengnya.
“Yoi, ayo berangkat!” ujar Marcell si paling semangat
Keempat remaja lelaki itu lantas berpamitan kepada Elinda. Mereka memasuki sebuah mobil
milik Azka- yang di sana ada supir pribadi Azka. Remaja lelaki berumur lima belas tahun itu yang
paling kaya di Ganteng Squad. Bagaimana tidak? Papanya memimpin dua perusahaan besar.
Nendra, Marcell, dan Azka sibuk mengobrol karena pada dasarnya mereka memang doyan
ngomong. Berbeda dengan Sean yang paling pendiam, lelaki itu persis seperti Papanya yang tak
banyak bicara dan ia juga sudah berkacamata.
Tiba di SMA tempat Nendra dan Marcell bersekolah, mobil terhenti lalu kedua lelaki itu
berpamitan kepada Azka dan Sean.
“Gaes, doain gue, ya,” ucap Nendra
“Kenapa emangnya, Bang? Belum ujian kan?” tanya Azka, meskipun ia kakak sepupu
Nendra, tetapi karena lebih muda tiga tahun,jadi terbiasa memanggil dengan sebutan “bang”.
“Belum, tapi gue mau ngelakuin sesuatu yang penting dan meyangkut masa depan!” ucap
Nendra
“Wow, apakah itu?”
“Rahasia, nanti gue kasih tau kalau udah berhasil”
“Semangat, Bang. Apa pun yang terjadi, ingat kalau kita selalu ada di belakang lo,” ucap
Azka yang diangguki oleh Sean
Nendra mengacungkan jempolnya mendengar ucapan Azka. Ia lantas memasuki gerbang
sekolah Bersama dengan Marcell. Sambil berjalan, banyak cewek-cewek yang melirik dua lelaki
tampan itu, kombo ganteng dipaketkan jadi satu, siapa yang tidak tertarik?
“Bang, gue duluan” ucap Marcell.
“Oke,” angguk Nendra.
Marcell berbelok ke Lorong arah kelas 11, karena ia satu tahun di bawah Nendra. Sedangkan
Nendra tetap berjalan lurus menuju ke kelas 12.
Nendra yang berjalan sendirian pun menarik perhatian cewek, terutama wajah tampannya dan
senyumannya yang mempesona sampai bikin klepek-klepek.
Inilah Nendra alias Ganendra Dzaky Nugroho, keturunan dari keluarga pemilik Nugroho
Group, Papanya seorang dosen yang tampan dan Mamanya ibu rumah tangga yang cantik jelita.
Perpaduan good looking dari orang tuanya menghasilkan wajah tampan Nendra. Tentu saja, remaja
lekaki itu pun menjadi pangeran sekolah, sama seperti papanya dulu.
“Kak Nendra! Good Morning!” sapa salah satu cewek, adik kelas Nendra.
“Morning,” balas Nendra, tersenyum singkat lalu memasang muka sok cool. Ia sering
mendapatkan tips dan Papanya soal bersikap ganteng di depan cewek-cewek, dan saat ini sedang ia
praktikan.
“Nendra!” panggil cewek lain daari kelas sebelah.
Nendra menoleh lalu melempar senyum.
“Aaaa! Nendra senyumin gue, gaes! Aduh, jantung gue badum-badum kayak mau copot!”
seru cewek itu dengan histeris
Nendra yang mendengarnya hanya menahan tawa lalu berjalan memasuki ruang kelasnya
yang bertuliskan 12 IPA 1. Tiba di dalam, berbagai sapaan ia dapatkan, ia lantas beranjak duduk di
bangku tengah yang berada persis di sebelah cewek cantik.
Nendra menoleh kesamping, menatap cewek cantik Bernama Kayla. Cewek itulah yang sudah
lama membuat jantung Nendra berdisko hebat setiap menatapnya. Hari ini juga adalah hari penting
plus bersejarah bagi Nendra, karena akhirnya sebagai lelaki sejati, ia akan menembak Kayla,
Selama pembelajaran berlangsung. Nendra terlihat tak focus karena berulang kali memikirkan
cara menembak Kayla.
Tiba di jam istirahat pertama, Nendra menatap Kayla yang berjalan keluar dari ruang kelas
Bersama teman-teman segengnya.
“Lo mau ke kantin ngga?” tanya Ardi, teman sebangku Nendra.
“Nanti aja, gue mau ada urusan penting sebentar. Kalau lo ma uke kantin bisa duluan,” ucap
Nendra
Nendra beranjal dari tempat duduk lalu berjalan keluar kelas. Tiba di luar, ia terdiam bingung,
ke mana perginya Kayla?
Nendra pun berjalan ke kantin, namun saat tiba di sana, tidak ada sosok Kayla. Ia pun
terpikirkan kalau bisa saja Kayla berada di taman belakang sekolah, biasanya nongrong di sana
Bersama teman-temannya.
Nendra bergegas menuju ke sana. Dari kejauhan, Nendra melihat seorang perempuan
berambut panjang sedang berdiri membelakanginnya. Itu pasti Kayla! batin Nendra, merasa yakin, ia
pun menarik napas, Bersiap menembak.
“Heh, lo! Ayo pacaran sama gue!” teriak Nendra. Menembak cewek seperti sedang mengajak
adu jotos
Cewek itu menunduk lalu memakain kacamata di tangannya, kemudian menoleh ke belakang.
Tepat saat itulah, Nendra terbelalak kaget karena ternyata cewek itu bukan Kayla! Melainkan cewek
yang terkenal paling culun di sekolahnya!
“Anjir! Gue salah nembak cewe!’ jerit Nendra dalam hati. “Aaaa! Gimana ini?!”

Writer:
Dimas Rayen Babel

Anda mungkin juga menyukai