Anda di halaman 1dari 8

NASKAH DRAMA

“TOXIC ZONE”
Adaptasi Wattpad ‘Dear J’ karya tx421cph

Pemeran :
1. Naya
2. Sherin
3. Hanna
4. Alisa
5. Marsha
6. Bella
7. Vansa (Kakaknya Sherin)
8. Rendi
9. Arsen
10. Galang
11. Evan
12. Nathan
13. Refaza
14. Aditya
15. Pak Harun
16. Dokter Tama
17. Rian (Papanya Rendi dan Naya)

Kelas XII-U2
Beberapa menit sebelum pelajaran pertama dimulai,
Hanna : “Eh gais, udah kerjain PR fisika?”
Sherin : “Udah, mau liat?”
Hanna : “Hah? Tumben.”
Sherin : “Iya dong, kan yang ngerjain Rendi.”
Alisa : “Ih enak banget yang punya pacar pinter.”
Sherin : “Haha yaudah cepetan salin, bentar lagi masuk nih.”
Tak selang beberapa lama saat Hanna dan Alisa sedang menyalin tugas fisika milik Sherin, Pak
Harun selaku guru BK tiba-tiba datang ke kelas mereka.
Pak Harun : “Selamat pagi semuanya.”
Murid : “Selamat pagi, Pak.”
Pak Harun : “Anak-anak, hari ini saya membawa anggota kelas baru untuk kalian.” (menoleh
ke arah pintu) “Ayo masuk.” (seorang gadis pun masuk)
Seisi kelas mendadak berisik, mereka berbisik-bisik.
Pak Harun : “Dia akan bergabung di kelas unggulan ini karena nilai-nilainya sempurna sejak
tahun pertama. Tolong dibantu untuk beradaptasi disini ya.”
Anak-anak menjawab dengan malas-malasan.
Pak Harun : “Kalau begitu silahkan duduk Naya. Pertahankan dan jika bisa tingkatkan
nilaimu ya.”
Gadis yang ternyata bernama Naya itu hanya mengangguk kecil tanpa mengangkat kepalanya.
Terlihat gugup dan tertutup.
“Eh dia kan Naya yang itu?”
“Hah beneran yang itu?”
“Ih ngapain sih masuk kesini.”
“Oh naya yang itu ya.”
“Males banget sih.”
Sherin, Hanna, dan Alisa hanya saling pandang karena bingung apa yang sebenarnya terjadi dan
siapa emangnya Naya itu.

~~~

Pulang sekolah
Setelah berpisah dengan kedua sahabatnya, Sherin pun menemui Rendi, pacarnya.
Rendi : “Mau langsung pulang apa makan dulu?”
Sherin : “Makan dulu aja deh, laper.”
Rendi : “Oke ayok!”
Sherin : (merogoh saku) “Eh bentar, kayaknya dompetku ketinggalan di laci deh. Aku
mau ambil dulu, kamu langsung ke parkiran aja.”
Rendi : “Yaudah cepet ya.”
Sherin : “Iya.”
Sherin kembali ke kelas dan ternyata disana masih ada Naya yang sedang asyik membaca buku
di kursinya yaitu pojok belakang kelas. Ia menyendiri.
Sherin mencoba mengabaikan dia, dan fokus ke tujuan awalnya yaitu mengambil dompet.
Namun, entah mengapa gadis itu menarik perhatiannya. Sherin merasa iba karena Naya terlihat
kesepian. Sherin pun memberanikan diri memanggilnya.
Sherin : “Naya!”
Hening. Tidak ada jawaban.
Sherin : “Em, Naya!”
Panggilan kedua masih tidak ada jawaban, padahal Sherin sudah memanggilnya dengan keras.
Sherin : “Bener kan namanya Naya? Masak iya suaraku ga kedengeran.”
Terakhir, ia mencoba sekali lagi.
Sherin : “Naya!”
Setelah 3 kali memanggil, Naya tetap tidak menyahut atau bahkan menoleh. Akhirnya, Sherin
memutuskan untuk menghampirinya.
Sherin : (menepuk pundak Naya pelan) “Nay.”
Naya menoleh dengan cepat, tampak terkejut. Sangat terkejut.
Sherin : “Maaf, ngagetin ya?”
Buru-buru ia menutup bukunya dan menatap Sherin dengan pandangan aneh.
Sherin : “Kenapa masih disini? Nggak pulang?”
Naya diam selama beberapa detik seperti masih syok dan tidak merespon apa yang dikatakan
Sherin. Namun setelahnya, ia tersadar.
Naya : “Ah maaf sebentar.” (mengambil sesuatu dan memasangnya di telinganya)
“Maaf, ada apa?”
Sherin : “Kamu kenapa nggak pulang? Udah sore lho ini, bentar lagi kelasnya juga mau
dikunci.”
Naya : “Oh iya, bentar lagi aku pulang kok.”
Sherin : “Yaudah kalau gitu, aku duluan ya. Kamu hati-hati pulangnya.”
Naya : “Iya kamu juga hati-hati, makasih ya.”
Sherin mengangguk dan tersenyum. Ia merasa ada yang janggal pada Naya. Merasa penasaran
dengan apa yang dipasang pada telinga Naya tadi. Gadis itu sedikit aneh.

~~~
Pukul 17.00
Sesampainya di tempat makan yang biasa mereka kunjungi, Rendi langsung memesan makanan.
Sedangkan Sherin menunggu di mejanya. Tiba-tiba ponselnya berdering, ada panggilan masuk
dari Kakaknya.
Sherin : (mengangkat telepon) “Halo kak.”
Vansa : “Heh kemana kamu? Jam segini kok belum pulang?”
Sherin : “Oya maaf, aku lupa ngabarin. Aku lagi makan sama Rendi di tempat biasa.”
Vansa : “Hah dasar, pacaran mulu. Sampe lupa ya punya saudara yang lagi sendirian
di rumah.”
Sherin : “Hehe iya maaf, habis makan langsung pulang kok.”
Vansa : “Yaudah jangan lupa bawain McD satu porsi buat kakakmu yang cantik ini.”
Sherin : “Duit?”
Vansa : “Elah ni bocah, pake duitmu dulu lah.”
Sherin : “Iye.”
Vansa : “Inget! Jangan kemaleman pulangnya.”
Sherin : “Iyaa, yaudah aku tutup ya. Dah.”
Kemudian tak lama, Rendi datang membawa nampan pesanannya.
Rendi : “Siapa yang telfon?”
Sherin : “Kak Vansa, minta dibungkusin makanan.”
Rendi : “Oh yaudah berarti nanti bungkusin orang rumah dulu sebelum pulang.”
Sherin mengangguk.
Sherin : “Oh iya Ren.”
Rendi : “Hm?”
Sherin : “Ada murid transfer lho di kelasku.”
Rendi : “Oh ya? Siapa?”
Sherin : “Perempuan, namanya Naya.”
Tiba-tiba Rendi tersedak minumannya
Sherin : “Eh pelan-pelan.” (menepuk punggung Rendi pelan) “Gapapa kan?”
Rendi mengangguk.
Rendi : “Naya?”
Sherin : “Iya, kamu kenal?”
Rendi : “Ha? Enggak. Cuma tau orangnya aja.”
Sherin : “Oh kirain. Tapi kenapa ya anak-anak kelas kayak gak pada suka sama dia. Dia
dijauhin banget gitu, digunjingin juga.”
Rendi : “Dia emang pantes digituin.”
Sherin : “Hah?”
Sherin sedikit tidak percaya bahwa Rendi bisa berbicara seperti itu.
Rendi : “Kamu jangan deket-deket dia.”
Sherin : “Emang kenapa?”
Rendi : “Ya lebih baik kamu gak perlu berurusan sama Naya.”
Sherin : “Iya, tapi kenapa? Aku gak bisa jauhin orang gitu aja tanpa alasan yang jelas.”
Rendi : “Sherin..”
Sherin : “Ren plis, kasih tau aku kalau kamu emang tau sesuatu.”
Rendi : (menghela napas) “Naya dikucilin sama semunya, bahkan gak ada yang mau
deket-deket sama dia. Itu karena.. Naya sakit mentalnya, dia cacat, dan dia tuli.”
Sherin termenung di tempat begitu mendengar jawaban Rendi.
Rendi : “Sampe sini paham?”
Sherin : “Cuma karena itu?”
Rendi : “Apa?”
Sherin : “Jadi cuma karena dia cacat dia jadi dikucilin, gitu?”
Rendi : “Maksud kamu apa?” (nada sarkas)
Sherin : “Ya apa dosa Naya sampai dia diperlakukan gak adil?”
Rendi : “Itu bukan dosa, itu takdir. Takdir dia ya begitu”
Sherin : “Rendi, sejak kapan kamu jadi gini?”
Rendi : “Kenapa kamu jadi belain orang asing itu? Dia siapamu?”
Sherin menyadari atmosfer disekitarnya menjadi tegang. Dia tidak tahan dengan suasana seperti
ini.
Sherin : “Rendi, aku-“
Rendi : “Ayo pulang. Kasihan Kak Vansa dah nungguin.”
Rendi langsung keluar dari pintu utama tanpa menunggu Sherin terlebih dahulu. Sherin benar-
benar bingung dan merasa aneh mengapa hanya dengan mendengar satu nama perempuan itu,
Rendi jadi begitu sensitif.
Naya. Satu nama yang menyebabkan pertengkaran ini.

~~~

Esoknya di sekolah sebelum jam pelajaran pertama di mulai, murid-murid di kelas sedang
bercanda dan mengobrol. Sementara Sherin tampak murung karena pertengkaran dengan Rendi
kemarin. Kedua sahabatnya yang melihat hal itu pun terheran.
Alisa : “Ada masalah sher? Dari berangkat murung terus.”
Sherin : (menghela napas sejenak) “Lagi berantem sama Rendi.”
Hanna : “Serius? Kok bisa? Jarang-jarang.”
Sherin : “Makanya, aku juga bingung. Selama 3 tahun kita pacaran, Rendi gak pernah
marah sama aku sekalipun. Kalaupun berantem, dia yang selalu ngalah duluan. Tapi ini bahkan
dia gak ngabarin aku sama sekali.”
Hanna : “Emang gara-gara apa?”
Sherin : “Aku cuma bahas tentang Naya, tapi kita sempet beda pendapat. Dan ya, tiba-
tiba dia marah.”
Alisa : “Yaudahlah minta maaf aja dulu.”
Sherin : “Masalahnya aku gak ngerasa salah sama sekali. Justru dia lah yang salah.”
Hanna : “Apa sih? Emang Naya kenapa? Dia siapa? Dan Rendi sama kamu beda
pendapat gimana?”
Alisa : “Oh ngomong-ngomong tentang Naya, aku denger-denger ternyata dia tuna
rungu. Mungkin itu salah satu alasan yang bikin anak-anak gak suka sama dia.”
Sherin : “Nah itulah yang bikin aku sama Rendi berantem. Karena menurut dia itu
tindakan yang bener. Tapi menurutku itu salah besar. Itu kan pembullyan.”
Alisa : “Yes setuju banget. Aku kasihan sama Naya. Cacat itukan bukan suatu
kejahatan. Lagian kalo dia bisa milih juga dia gak akan mau jadi cacat kalik.”
Hanna : “Oh gitu toh ceritanya. Hah dasar, anak-anak zaman sekarang pada kenapa sih?
Bula buli bula buli, kayak ngerasa paling bener aja.”

~~~
Di jalan menuju kantin
Sherin, Hanna, dan Alisa bertemu dengan Rendi dan para sohibnya yaitu Galang dan Arsen.
Suasana antara Rendi dan Sherin terasa canggung karena pada saat itu mereka memang belum
baikan.
Rendi : “Sher, aku minta maaf. Kemarin aku kebawa emosi.”
Sherin : “Iya, maafin aku juga ya.”
Mereka berdua tersenyum kemudian. Akhirnya, gerombolan itu berjalan bersama menuju kantin.
Sesampainya di kantin, Rendi duduk sebelah Sherin. Arsen tentu saja memilih di sebelah
gebetannya yaitu, Hanna. Dan Galang duduk depan Alisa. Alisa yang memang menyukai Galang
sejak kelas 10 pun menjadi gugup dengan kehadiran lelaki itu.
Rendi : “Sen, pesen gih”
Arsen : “Monmaap nih, saya udah pusing ya sama Matematika. Tolong jangan bikin
saya pusing juga sama antrian kantin.”
Galang : “Yaudah aku aja yang pesenin.”
Hanna : “Arsen nih tadi aku beli di jalan. Mau nggak?”
Arsen : “Mau dong, makasih ya.”
Alisa : “Oh cuma Arsen doang nih yang ditawarin?”
Sherin : “Iya. Bucin ae lo berdua, jadian juga enggak. Lemah!”
Alisa : “Tau tuh. Friendzone aja bangga.”
Hanna : “Bagus ya mainnya keroyokan.”
Arsen : “Bacot amat lo pada.”
Galang datang membawa pesanan mereka semua.
Galang : “Nih gais, baik bang-“
Brak!!
“?!”
Nathan : “Mata lo kemana sih bangsat!”
Seketika seisi kantin langsung melihat ke sumber keributan itu.
Arsen : “Ada apaan tuh?”
Alisa : “Itu kan Naya. Ada masalah apaan si sama Nathan?”
Di seberang sana, ada gerombolan Nathan dkk, yaitu Marsha, Bella, Refaza, dan Aditya terlihat
mengerubungi Naya dan merundungnya
Marsha : “Lo lagian ngapain disini, hm?”
Bella : “Bikin polusi aja lo dasar cacat.”
Nathan : “Orang segede ini, lo gak bisa liat hah?!”
Refaza : “Oh ternyata selain tuli, lo juga buta ya?”

Anda mungkin juga menyukai