Anda di halaman 1dari 6

Nama : Hafidz Ar Rashif Habibi

NPM : 230110200159

Kelas : Perikanan C 2020

Resume Praktikum Bioteknologi Minggu ke – 4

AMPLIFIKASI DNA DENGAN PCR

Pendahuluan

Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu teknik sintesis (penggabungan) dan
amplifikasi (penggandaan) DNA secara in vitro yang ditemukan oleh Karry Mullis tahun 1985. Teknik
PCR memungkinkan untuk menggandakan segmen DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam waktu
beberapa jam (Handoyo dan Rudiretna 2001).

Secara umum proses PCR terdiri atas beberapa tahap, yaitu : (1) pra-denaturasi DNA template; (2)
denaturasi template; (3) annealing (penempelan) primer pada template; (4) extension (pemanjangan) primer
dan (5) post-extension (pemantapan). Menurut Handoyo dan Rudiretna (2001), terjadi pengulangan tahap
(siklus) pada tahap (2) denaturasi template hingga tahap (4) extension. Menurut Hasibuan (2015), tahap
(siklus) yang sangat esensial dalam reaksi PCR terjadi pada saat pengulangan tahap (2) denaturasi template
hingga tahap (4) extension, uraian ringkas dari tiga tahapan tersebut adalah sebagai berikut :

• Denaturasi merupakan tahap dimana terjadi pemisahan untai DNA ganda menjadi dua untai
tunggal. Suhu yang tinggi (antara 900C – 950C) menjadi penyebab putusnya ikatan hidrogen di
antara basa-basa yang komplemen
• Annealing (penempelan) terjadi pada suhu 500C – 600C, merupakan tahap dimana ikatan hidrogen
antara primer akan terbentuk dan menempel pada sekuen cetakan DNA (DNA template) yang
komplemen sehingga DNA polimerasi tersebut akan berikatan dan menjadikan ikatan hidrogen
sangat kuat dan tidak akan terputus ). Sintesis DNA ini berlangsung dari arah 5’ ke 3’.
• Extension (pemanjangan) atau reaksi polimerisasi terjadi pada suhu 72oC, merupakan tahap
dimana DNA polimerasi yang sudah terbentuk dan menempel kuat pada primer mengalami
perpanjangan. Proses pemanjangan ini dilakukan oleh primer dengan arah yang berlawanan pada
DNA template yang komplemen hingga terbentuk DNA untai ganda yang baru.
Pengulangan ketiga tahapan tersebut menyebabkan sintesis DNA akan terus berlanjut. Pada akhirnya
akan diperoleh produk PCR berupa sekuen DNA yang diinginkan dalam jumlah yang berlipat ganda, yakni
sebanyak 2n (n = banyaknya siklus PCR yang digunakan). Selain ketiga tahapan tersebut, secara umum
PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan berikut (Hasibuan 2015):

• Pra-denaturasi DNA template merupakan tahap dimana awal reaksi dimulai, proses ini dilakukan
selama 1-9 menit untuk memastikan kesempurnaan denaturasi dan mengaktifasi DNA polimerasi
• Post-extension (pemantapan) template merupakan tahap dimana siklus PCR terakhir. Umumnya
dilakukan pada suhu optimum enzim (70oC – 72oC) selama 5-15 menit untuk memastikan bahwa
setiap untai tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara sempurna.

Penanda genetik (marka molekuler) adalah urutan DNA yang dapat diidentifikasi yang terdapat pada
genom di lokasi tertentu dan dapat diwariskan dari induk ke progeninya berdasarkan hukum pewarisan sifat
(Reece dan Haribabu 2007). Selanjutnya Reece and Haribabu (2007) menjelaskan bahwa pengaplikasian
penanda genetik sangatlah beragam, sehingga pemilihan penanda genetik harus disesuaikan dengan
organisme yang diteliti dan pada DNA mana yang akan diidentifikasi serta dianalisis sekuennya. Terdapat
tiga teknologi penanda genetik untuk mengidentifikasi polimorfisme, yaitu penanda morfologi, biokimia
(protein) dan molekuler (DNA) (Zulfahmi 2013).

Menurut Liu et al. (1998), hereditas Mendel dijadikan basis dari penanda morfologi terkait bentuk,
warna, ukuran dan berat yang merupakan ciri fenotip yang khas daripada gen dalam kromosom yang
mempengaruhi morfologi yang nampak. Menurut Zulfahmi (2013), keragaman genetik (polimorfisme)
secara morfologi dilihat melalui berbagai pengujian, salah satunya uji progeni dengan mengamati
penampilan fisik dari tanaman atau hewan yang diuji. Studi secara konvensional ini dinilai kurang efektif
karena membutuhkan waktu yang lama, biaya relatif mahal, keragaman yang diperoleh tidak konsisten dan
terbatas akibat pengaruh lingkungan. Selanjutnya pada penanda biokimia, protein yang merupakan produk
ekspresi gen dijadikan basis dimana produk yang dihasilkan gen akibat dari perbedaan alel akan
mempengaruhi komposisi dari asam amino, ukuran, dan modifikasinya (Liu et al. 1998).

Pada penanda molekuler, DNA dijadikan basis identifikasi pada tingkat ini. Menurut Zulfahmi (2013),
DNA merupakan sumber informasi genetik yang potensial dan akurat yang keberadaanya terdistribusi
merata hampir pada semua sel organisme. Penanda molekuler ini cenderung lebih stabil dari penanda yang
lain karena dapat dideteksi tanpa terpengaruh faktor lingkungan. Jenis variasi genetik pada tingkat ini
meliputi : substitusi basa yang umumnya dikenal sebagai single nucleotide polymorphisms (SNPs),
penyisipan (insertion) atau penghilangan (deletion) urutan nukleotida dalam lokus, pembalikan (inversion)
segmen DNA dalam lokus, dan penataan ulang (rearrangement) segmen DNA di sekitar lokus (Dunham
2004, Liu dan Cordes 2004).

Penanda molekuler (DNA) dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok penanda DNA dengan
PCR seperti RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), AFLP (Amplified Fragment Length
Polymorphism), CAPS (Cleaved Amplified Polymorphic Sequences), SCAR (Sequence Characterized
Amplified Region), SSCP (Single-Strand Conformation Polymorphism), mikrosatelit atau SSRs (Simple
Sequence Repeats), dan DNA Berkoding, serta kelompok penanda DNA tanpa PCR (non-PCR based
technique) seperti RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism) (Zulfahmi 2013). Pada tiap penanda
memiliki teknik amplifikasi yang berbeda serta jumlah pola fragmen atau fragmen yang dihasilkan berbeda
pula (Irmawati 2016). Menurut Sharma et al. (2008) fungsi dari penanda genetik yang digunakan dalam
sektor akuakultur secara umum adalah untuk mengidentifikasi genotip dari individu yang diuji, mengetahui
derajat kekerabatan, serta variasi genetik suatu populasi.

Menurut Irmawati (2016), Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) merupakan salah satu teknik
untuk mendeteksi keragaman genetik (polimorfisme) pada tingkat DNA dengan memanfaatkan penggunaan
primer tunggal yang memiliki susunan basa sebanyak sepuluh (decamer) basa dan bersifat acak (arbitrary
nucleotide sequence). Prinsip kerja dari RAPD adalah menempelnya single primer berukuran decamer
tersebut pada dua tempat berbeda dengan utas berlawanan dari DNA genom target yang akan menghasilkan
fragmen fragmen DNA dengan ukuran tertentu. RAPD mampu memindai seluruh genom sehingga dapat
mendeteksi sejumlah polimorfisme yang terdapat di dalam genom melalui reaksi PCR (Dunham 2004).

Kesesuaian primer sangat menentukan hasil analisa keragaman genetik individu dari spesies atau strain
yang diuji. Pemilihan primer acak merupakan hal yang perlu diperhatikan agar dapat menghasilkan fragmen
DNA polimorfik dalam amplifikasi metode RAPD (Hartana 2004 dalam Irmawati 2016). Keragaman
genetik dapat teridentifikasi ketika urutan nukleotida primer memiliki kesesuaian dengan urutan nukleotida
dari genom sehingga menghasilkan amplifikasi fragmen DNA dalam jumlah tertentu (Dinesh et al. 1996).
Menurut Zulfahmi (2013) terdapat faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan penempelan primer untuk
dapat berkomplemen dengan sekuen DNA cetakan yaitu ketepatan suhu annealing pada proses amplifikasi
dengan PCR sehingga menghasilkan fragmen DNA yang muncul.

Dalam tahap analisis, fragmen DNA hasil amplifikasi metode RAPD diskoring dengan ketentuan “1”
yang menandakan terdapat fragmen yang muncul dan “0” yang menandakan tidak terdapat fragmen yang
muncul, kemudian skor disimpan dalam matrik biner untuk analisis lanjutan untuk mengetahui hubungan
kekerabatannya melalui interpretasi menggunakan pohon filogeni (Liu 2007, Zulfahmi 2013). Menurut
Cheng et al. (1997), kelebihan penggunaan metode RAPD adalah secara teknik lebih sederhana dan efisien
dalam pengujiannya, primer banyak tersedia secara komersial, jumlah sampel DNA yang digunakan hanya
sedikit, dan tidak memerlukan informasi sekuen DNA sehingga dapat diaplikasikan secara luas.

Prosedur Kerja

Untuk amplifikasi PCR menggunakan dua macam arbitrary primer berukuran 10 nukleotida yang
diproduksi oleh Operon Technology untuk proses amplifikasi DNA dengan menggunakan PCR. Kedua
macam primer tersebut adalah RAPD OPA-03 dan OPA-06. Komponen larutan yang digunakan untuk
reaksi PCR yaitu GoTaq ® green master mix, NFW, Primer RAPD (OPA-03 dan OPA-06) dan DNA
template. Seluruh bahan dimasukan ke dalam tube aliquot khusus untuk alat Thermal Cycler. Proses
amplifikasi ini meliputi tiga tahapan besar, yakni tahap denaturasi DNA 940C selama satu menit, tahap
penempelan (annealing) 360C selama satu menit, dan tahap perpanjangan (ekstensi) 720C selama dua
menit, saat annealing, homologi sekuens antara primer dan utas DNA berperan dalam keberhasilan reaksi.

Proses tahapan akan berulang sebanyak 45 siklus hingga diperoleh nukleotida yang diakibatkan
insersi atau delesi pada beberapa lokus gen yang nantinya akan dianggap sebagai polimorfisme yang
menjadi penanda diversitas genetic. Penambahan primer dilakukan untuk seluruh sampel, tahap selanjutnya
mengatur suhu dan waktu pada mesin PCR atau Thermal cycler. Sample yang sudah siap untuk
diamplifikasi dapat dimasukkan ke dalam mesin Thermal cycler, selanjutnya menjalankan mesin PCR yang
sudah diatur suhu dan waktu yang digunakan.
Penggunaan Alat PCR Sensoquest Genecraft Labs

1. Pasangkan kabel power supply dari alat PCR ke UPS kabel dari UPS ke stabilizer (220 volt) kabel
dari stabilizer ke stop kontak
2. Nyalakan stabilizer► UPS ► tombol ON di alat PCR
3. Buka tombol yang ada di alat PCR
4. Tutup kembali alat PCR sampai bunyi “klik” (pastikan tertutup rapat)
5. Layar pada alat PCR Touchscreen jadi harus menggunakan balpoint khusus untuk alatnya,
6. Tekan file ► New ► Program ► Edit nama program ►Enter
7. Tekan menu STEPS► masukkan profile seperti pada
8. Baris no 1 : Pra Denaturasi, temperatur 94oC time (dalam detik) 120 detik► Enter
9. Baris no 2 : Denaturasi, temperatur 94oC time (dalam detik) 60 detik ► Enter
10. Baris no 3 : Annealing, temperatur 36oC► Enter
11. Close
12. Baris no 4 : Extention, temperatur 72oC time (dalam detik) 120 detik, (repeat) 2, #passes 44 ►
Enter
13. Baris no 5 : Final Extention, temperatur 72oC time (dalam detik) 300 detik► Enter
14. Baris no 6 : Hold, temperatur 4oC time (dalam detik) 600 detik
15. Save
16. Masukkan sampel ke hole yang akan di running seperti pada gambar 12 (sesuaikan sampel dengan
settingannya). Apabila jumlah sampel ganjil maka harus ditambahkan satu microtube dengan
volume yang sama dengan sampel agar jumlah microtube yang ada dalam mesin seimbang.
17. Tekan Run ► Start ► pilih File yang akan di running ►Start Now
18. Jika susah kembali lagi ke File ► Edit ► Buka program yg di set ► Run ► Start ► Start now
19. Mesin akan running
20. Close 2x untuk tampilan proses running dan akan terlihat fase running
21. Jika program telah selesai akan terlihat pada screen mesin “Run Complete”. Tunggu sampai suhu
turun

Anda mungkin juga menyukai