Anda di halaman 1dari 13

PRAKTIKUM 9

A. Judul Praktikum
PCR : Konvensional dan qPCR (RealTime PCR)

B. Tujuan Praktikum

1. Memperkenalkan mahasiswa tentang perbedaan antara PCR konvensional dan qPCR.


2. Mengajarkan prinsip dasar dan definisi dari PCR konvensional dan qPCR.
3. Mempelajari teknik, metode dan prosedur yang digunakan dalam PCR
konvensional dan qPCR.

C. Dasar Teori

Polymerase Chain Reacton (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi
DNA secara in vitro. Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis pada
tahun 1985. Teknik PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi segmen DNA
dalam jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa jam. Dengan diketemukannya. Teknik
PCR di samping juga teknik- teknik lain seperti sekuensing DNA, telah merevolusi
bidang sains dan teknologi khususnya di bidang diagnosa penyakit genetik,
kedokteran forensik dan evolusi molekular.

Komponen- komponen yang diperlukan pada proses PCR adalah DNA yang
akan di amplifikasi; sepasang primer, yaitu suatu oligonukleotida pendek yang
mempunyai urutan nukleotida yang komplementer dengan urutan nukleotida DNA
templat ; dNTPs (Deoxynucleotide triphosphates); buffer PCR; magnesium klorida
(MgCl2) dan enzim polimerase DNA.

Proses PCR melibatkan beberapa tahap yaitu:

1) Pra-denaturasi DNA
2) Denaturasi DNA
3) Penempelan primer pada templat (annealing)
4) Pemanjangan primer (extension)
5) Pemantapan (postextension).

Tahap (2) sampai dengan (4) merupakan tahapan berulang (siklus), di mana
pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah DNA. PCR adalah suatu teknik yang
melibatkan beberapa tahap yang berulang (siklus) dan pada setiap siklus terjadi
duplikasi jumlah target DNA untai ganda. Untai ganda DNA templat (unamplified
DNA) dipisahkan dengan denaturasi termal dan kemudian didinginkan hingga
mencapai suatu suhu tertentu untuk memberi waktu pada primer menempel (anneal
primers) pada daerah tertentu dari target DNA.

D. Alat dan Bahan

- Alat:
Mesin
PCR
- Bahan:
1) DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan. DNA cetakan
yang digunakan sebaiknya berkisar antara 105 – 106 molekul. Dua hal penting
tentang cetakan adalah kemurnian dan kuantitas.
2) Oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (18 – 28
basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA. Dan
mempunyai kandungan G + C sebesar 50 – 60%.
3) Deoksiribonukelotida trifosfat (dNTP), terdiri dari dATP, dCTP, dGTP, dTTP.
dNTP mengikat ion Mg2+ sehingga dapat mengubah konsentrasi efektif ion.
Ini yang diperlukan untuk reaksi polimerasi.
4) Enzim DNA Polimerase, yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis
rantai DNA. Enzim ini diperoleh dari Eubacterium yang disebut Thermus
aquaticus, spesies ini diisolasi dari taman Yellowstone pada tahun 1969.
Enzim polimerase taq tahan terhadap pemanasan berulang-ulang yang akan
membantu melepaskan ikatan
primer yang tidak tepat dan meluruskan wilayah yang mempunyai struktur
sekunder.
5) Komponen pendukung lain adalah senyawa buffer. Larutan buffer PCR
umumnya mengandung 10 – 50mM Tris-HCl pH 8,3-8,8 (suhu 20o C); 50
mM KCl; 0,1% gelatin atau BSA (Bovine Serum Albumin); Tween 20
sebanyak 0,01% atau dapat diganti dengan Triton X-100 sebanyak 0,1%;
disamping itu perlu ditambahkan 1,5 mM

MgCl2.

E. Hasil

F. Pembahasan

PCR adalah reaksi berantai suatu primer dari urutan (Sequence) DNA dengan
bantuan enzym polymerase sehingga terjadi amplifikasi DNA target secara In vitro.
Ekspresi suatu gen secara molekuler dapat dideteksi pada tahap transkripsi (mRNA)
maupun translasi (protein). Deteksi ekspresi gen pada tingkat mRNA lebih sulit
dibandingkan pada tahap protein karena memerlukan tahapan isolasi mRNA pada fase
atau bagian yang mengekspresikan gen tersebut, selain memerlukan alat yang
sensitive.

Polimerase Chain Reaction (PCR) merupakan bagian dari teknik biomolekular


untuk memperbanyak 1 copi atau beberapa copi fragmen DNA menjadi ribuan atau
jutaan copi DNA fragmen DNA. Proses ini pada dasarnya meniru proses replikasi
pada makluk hidup menggunakan enzim DNA polimerase. Dalam aplikasinya PCR
terdiri dari beberapa
siklus, antara 30-40 siklus. Pada siklus pertama terjadi penggandaan untai DNA dari 1
double stranded DNA menjadi 2 ds DNA, pada siklus kedua menjadi 4 dsDNA,
hingga siklus ke 30 menjadi 230 kopi dsDNA.

Perkembangan Teknologi PCR

Teknologi PCR selalu mengalami inovasi mengikuti dan menjawab


kebutuhan- kebutuhan di bidang riset maupun diagnostik dan inovasi tersebut terjadi
pada komponen “software” yaitu enzim dan komponen kimia pendukungnya,
komponen “technique” yaitu metodologi PCR dan komponen “hardware” yaitu mesin
PCR.isolasi, kloning gen dan modifikasi dari enzim DNA polimerase. Sampai tahun
2013 saja sudah diketahui ada 19 jenis DNA polimerase baik type A maupun B
dengan karakteristik unik hasil pengisolasiandari berbagai jenis thermotolerant bakteri
(genus Themus, Thermoccocus, dan Pyrococcus)sehingga tidak heran dewasa ini
persaingan untuk memunculkan DNA polimerase dengan fungsi unggul sangat
digencar dilakukan oleh berbagai peneliti di dunia. Pencarian mikroorganisme-
miroorganisme baru di ekosistem yang ekstrim serta modifikasi DNA polimeraseyang
sudah ada dengan teknik mutagenesis dan rekayasa genetika merupakan bagian dari
upaya untuk mendapatkan DNA polimerase terbarukan yang diharapkan memiliki
aktivitas, spesifitas dan stabilitas tinggi sehingga bisa meningkatkan efisiensi PCR.

Metodologi PCR yang semula digunakan hanya untuk perbanyakaan DNA


saja sekarang sudah jauh mengalami perkembangan yang cukup memukau mengikuti
kebutuhan akan analisa berdasarkan kasus yang sedang terjadi. Inovasi terkait
technique” PCR yang kini berkembang memiliki peranan cukup signifikan pada hasil-
hasil penelitian dewasa ini terutama pada bidang kedokteran seperti prediksi suatu
penyakti atau mengukur efektivitas suatu obat melalui perhitungan jumlah kopi gen,
analisa keragaman gen pembawa penyakit atau analisa mutasi gen. Metode-metode itu
antara lain COLD (Coamplification at Low Denaturation Temperature)-PCR PNAC
(Peptide Nucleic Acid clamp)PCR, Supression PCR dan TETRA ARMS
(AmplificationRefractory MutationSystem)-PCR.

Inovasi “hardware” PCR setidaknya pada saat ini terdapat empat jenis mesin
PCR yang sudah dikembangkandan digunakan pada penelitian dan diagnostik yaitu
(1) mesin
PCR konvensional biasa (2) mesin PCR konvensional dengan programgradient
temperature, (3) Real-Time PCR,dan (4) droplet digital PCR. Mesin PCR yang
dilengkapi dengan gradient temperaturememiliki fungsi utama yaitu optimasi suhu
annealing primer secara paralel pada pemakainya untuk mendapatkan suhu annealing
terbaik yang akan diterapkan pada perbanyakan DNA selanjutnya. Pengguna tinggal
memilih suhu annealing yang diingikan yang mengacu pada nilai Tm (Melting
Temperature) primer dikurangi 5o
C. Real-Time PCR dengan teknologi komputerisasi yang handal dimana feature yang
tawarkan sudah sangat lengkap termasuk program gradient temperature. Real Time
PCR memiliki keunggulan dalam hal (1) kemampuan dalam menghitung secara tepat
jumlah DNA yang diperbanyak tiap siklusnya yang memungkinkan material genetika
yang terdapat pada sampel dapat dihitung secara tepat pula, (2), perbanyakan DNA
selama proses PCR berlangsung bisa diamati secara langsung (Real-Time), (3)
menawakan beragam jenis deteksi seperti mutasi, genotyping, perhitungan jumlah sel
dan ekspresi gendan (4) mengeliminasi keharusan analisa lebih lanjut seperti
elektroforesis[38] yang merupakan keterbatasan dari PCR konvesional. Teknologi
terkini dari mesin PCR yaitu droplet digital PCR yang dikembangkan oleh perusahaan
ternama Bio-Rad-Ltd. Alih-alih proses amplifikasi DNA dilakukan dalam sistem
aquoes, dalam droplet digital PCR sintesis DNA dilakukan secara enkapsulasi air
yang teremulsi dalam minyak. Metode partisi ini menyebabkan perhitungan atau
analisa DNA dengan droplet digital PCR begitu tinggi ketepatannya. PCR jenis ini
memberikan keunggulankeunggulan luar biasa untuk berbagai tujuan penelitian
maupun diagnostik seperti (1) analisa keragaman jumlah kopi DNA, (2) deteksi
mutasi DNA yang langka, (3) ekspresi gen dan analisa microRNA, (4) aplikasinya
dalam Next Generation Sequencing (NGS) dan (5) analisa aktivitas enzim dengan
resolusi skala sel tunggal (single cell). Tidak tertutup kemungkinan beberapa tahun
lagi dari sekarang dengan semakin canggihnya teknologi komputer dan
berkembangannya ilmu material dan bioteknologi bisa terwujudnya mesin portable
PCR dengan dimensi fisik yang cukup kecil tetapi tetap
memilikifeaturefeaturetercanggih didalamnya sehingga dengan mesin PCR seperti ini
akan sangat membantu bagi para penggunayang dinamis (peneliti kepurbakalaan,
petugas kesehatan dan petugas konservasi)yang mengharuskanproses PCR dan olah
data di lapangan sehingga data yang didapatkan akan lebih cepat dan akurat.
1. Polymerase Chain Reaction (PCR) Konvensional
Pada analisa Polymerase Chain Reaction konvensional deteksi
keberadaan DNA dilakukan pada akhir reaksi dan pengamatan keberdaan
DNA hasil amplifikasi dilakukan di gel agarose setelah dilakukan proses
elektroforesis.
Tahapan PCR konvensional terdiri dari 3 tahap, yaitu Denaturasi,
Annealing dan Ekstensi/Elongasi. Pada tahap denaturasi terjadi pelepasan
untai dsDNA sehingga terbentuk untai tunggal DNA. Umumnya
digunakan suhu 90-96°C selama beberapa detik. Khusus untuk denaturasi
awal digunakan waktu antara 10 menit yang ditujukan untuk menjamin
denaturasi berlangsung baik dan aktiv DNA polimerase.
Tahap kedua adalah annealing, dimana pada tahapan ini terjadi
penempela sekuens primer ke template pada posisi yang komplemen. Suhu
diturunkan menjadi 40-60°C menyesuaikan dengan melting temparature.
Waktu berkisar antara 15-45 detik.
Tahap ketiga adalah ekstensi, dimana pada fase ini terjadi
perpanjangan untai DNA melalui penambahan dNTP sesuai pasanganya
oleh enzim DNA polimerase. Suhu optimal enzim bekerja antara 70-72°C.
Lamanya tergantung pada daerah amplifikasi, Untuk 1000 bp daerah
amplifikasi dibutuhkan waktu 1 menit. Disamping itu ada fase ekstensi
akhir yang dilakukan 5-15 menit untuk menjamin proses perpanjangan
berlangsung sempurna.

2. Real Time PCR


Real time polymerase chain reaction (PCR) adalah suatu metode
analisa yang dikembangkan dari reaksi PCR. Real time PCR adalah suatu
teknik pengerjaan PCR di laboratorium untuk mengamplifikasi
(memperbanyak) sekaligus menghitung (kuantifikasi) jumlah target
molekul DNA hasil amplifikasi tersebut.Real-Time PCR merupakan alat
PCR yang paling sensitif untuk mendeteksi dan mengukur kuantitas
mRNA. Real-Time PCR lebih unggul dibandingkan dengan analisis
northern blot dan RNAse protection assay, karena dapat digunakan untuk
mengukur kadar mRNA dalam sampel yang berukuran kecil. Penggunaan
alat tersebut memberi beberapa keuntungan,
yaitu hasil dapat diperoleh dengan cepat dan hanya memerlukan sedikit
sampel tanaman, Teknik Real-Time PCR tidak hanya dapat digunakan
untuk melihat ekspresi transgen pada tanaman transgenik, tetapi juga
untuk mendeteksi produk transgenik, baik secara kualitatif, semikuantitatif
maupun kuantitatif. Real-Time PCR merupakan suatu perangkat platform
instrumentasi, yang terdiri atas satu buah thermal cycler, satu buah
komputer, lensa untuk eksitasi fluoresen dan pengumpul emisi, serta
perangkat lunak untuk akuisisi dan analisis data. Setiap perusahaan
memroduksi Real-Time PCR dengan standar perangkat platform yang
sama, namun berbeda dalam hal kapasitas sampel, metode eksitasi, dan
tingkat sensitivitas.
Prinsip kerja Real-Time PCR adalah mendeteksi dan menguantifikasi
reporter fluoresen. Sinyal fluoresen akan meningkat seiring dengan
bertambahnya produk PCR dalam reaksi. Dengan mencatat jumlah emisi
fluoresen pada setiap siklus, reaksi selama fase eksponensial dapat
dipantau. Peningkatan produk PCR yang signifikan pada fase eksponensial
berhubungan dengan jumlah inisiasi gen target. Makin tinggi tingkat
ekspresi gen target maka deteksi emisi fluoresen makin cepat terjadi.
Aplikasi dari Real Time PCR (Biosoft, 2007) antara lain digunakan
sebagai studi expresi gen secara kuantitatif, penghitungan jumlah copy
DNA (cDNA) pada genom atau DNAs virus, analisis pembedaan alel atau
genotiping Single Nucleotide polymorphism SNP, untuk verifikasi hasil
microarray, keefektifan obat terapi, penghitungan kerusakan DNA.
Perbedaan Real Time PCR dan PCR biasa yaitu, dengan Real Time
PCR deteksi produk PCR dapat dihasilkan pada fase awal reaksi. PCR
biasa hanya menggunakan Electrophoresis gel untuk deteksi produk
amplifikasi PCR pada fase akhir, tanpa mengetahui jumlah produk PCR
yang dickspresikan atau dihasilkan.
Kuantitas mRNA dalam sel merupakan parameter jumlah gen yang
terekspresi. Untuk menganalisa tingkat ekspresi gen, cDNA yang telah
disintesis dari mRNA diuji secara kuantitatif menggunakan real time PCR.
Analisis hasil real time PCR dapat dilakukan secara absolute quantification
dan
relative quantitation. Metode relative quantitation atau yang dikenal juga
dengan comparative threshold method menghilangkan kebutuhan akan
kurva standar yang digunakan dalam perhitungan absolute quantification
dan menggunakan perhitungan secara matematika untuk mengukur tingkat
kuantitatif relatif ekspresi dari gen target dengan menggunakan gen
referensi dan kalibrator dari jaringan (Arya et al., 2005).
Untuk mengetahui ekspresi suatu gen maka dibutuhkan gen referensi
sebagai pembanding internal (endogenous control) jumlah DNA agar tidak
terjadi kesalahan interpretasi akibat jumlah DNA yang berbeda. Gen
referensi yang digunakan adalah gen yang tidak terpengaruhi oleh
lingkungan. Gen yang paling banyak digunakan adalah housekeeping gene
seperti actin dan gliseraldehida-3- fosfat-dehidrogenase (GAPDH) (Bustin,
2000).
Hasil real time PCR dengan metode comparative threshold meliputi
nilai Cq dan relative quantitation. Cq merupakan hasil fraksi jumlah siklus
PCR dimana nilai reporter fluoresensi lebih besar dari tingkat deteksi
minimal mesin real time PCR sehingga amplicon meningkat secara
signifikan. Nilai Cq didapat dari jumlah siklus pada proses PCR yang
berpotongan dengan garis threshold. Threshold adalah garis yang
menandai peningkatan sinyal fluoresensi secara signifikan berdasarkan
variabilitas baseline, namum posisi threshold dapat diatur bebas pada
setiap titik di fase eksponensial (Life TechnologiesTM, 2012).
Nilai relative quantitation dihitung berdasarkan satuan massa dengan
rasio nilai Cq kalibrator dengan Cq sampel dengan bentuk rumus:

Rasio(sampel/kalibrator) =ECq (kalibrator)-Cq (sampel)

E adalah nilai efisiensi amplifikasi yang menjelaskan berapa


banyaknya target yang diproduksi dalam setiap siklus PCR. Jika proses
PCR efisien 100%, maka setiap siklus akan memproduksi dua kali lipat
hasil dari template semula. E bernilai 2 jika amplifikasi PCR 100% efisien
(Bio-Rad, 2006). Jika E bernilai 2, maka perhitungannya menjadi sebagai
berikut:
Rasio (sampel/kalibrator) = 2Cq (kalibrator) - Cq (sampel)

;atau Rasio (sampel/kalibrator) = 2DCq; dimana DCq = Cq (kalibrator) Cq


(sampel)

Analisis relative quantitation menggunakan gen referensi yang umum


digunakan adalah Livak Method atau yang dikenal juga dengan metode 2
DDCq dan metode Pfaffl. Pada metode ini diperlukan formula rumus
alternatif untuk menentukan ekspresi relatif gen target pada sampel yang
berbeda-beda (Pfaffl, 2001).

PROSEDUR PCR

Pengambilan sampel Isolasi DNA

Pemeriksaandengan PCR konvensional Pemeriksaan dengan Real Time PCR

Setting profile PCR


Amplifikasi

Preparasi reagen PCR


Elektroforesis

Pembuatan gel agarose Proses RealTiime PCR

Amplifikasi PCR
Interpretasi data

Running Elektroforesis

Dokumentasi gel dengan UV


Aplikasi metode PCR dalam deteksi berbagai macam penyebab penyakit

Aplikasi PCR Deteksi Gen/kromosom Metode Metode Keampuhan metode Referensi


PCR
pembanding

Sensitifitas Spesifisitas

Diagnostik Salmonella Lokus RealTime Metode *** *** [49]


penyebab Penyakit ttrRSBCA
sp. pada PCR kultur bakteri
berbahaya
pangan

Mycobacteium IS6110 NestedPCR - ** ** [50]


tuberculosis
pada darah
dan urin

Plasmodium 18s RNA Multiplex Blood smear *** *** [51]


RealTime menggunakan
sp. pada
PCR Microskopi
darah

Diagnostik Down’s Duplikasi gen Quantitative Analisa *** *** [52]


penyakit turunan syndrome TTC3 pada RealTime karyotype
kromosom 21 PCR kromosom
dan KDM2A
pada kromosom
11

48,XXYY kromosom sex Quantitative Anilsa *** *** [53]


syndrome flourescence karyotype
PCR kromosom
Ret syndrome MEPC2 Quantitative DHPLC, *** *** [54]
real time DGGE, dan
PCR SSCP

Diagnostik kanker Otak EGFR, TP53, Droplet Sequencing *** *** [55]
KRAS, dan Digital PCR
Neurofibro min
2 dan
NF2p.R57
Hati P16 Metilasi- Deteksi ** ** [56]
PCR stabilitas
mikrosatelite
DNA atau
deteksi
mutasi P53

Payudara Her-2 RealTime IHC *** *** [57]


(ImmunoHys
PCR
toChemistry)

Peranan PCR dalam Diagnostik Kesehatan

Diagnostik klasik,sebelum PCR dipopulerkan sebagai metode deteksi dalam


klinis, menggunakan metode analisa protein sebagai sarana dalam melakukan deteksi
suatu penyakit. Tidak mengejutkan bahwa sistem deteksi yang banyak dipakai atau
ditawarkan pada suatu institusi kesehatan seperti rumah sakit pada umumnya
menggunakan metode yang mengacu pada prinsip-prinsipimunokimia, sebagai contoh
yang terkenal yaitu deteksi human papiloma virus mengunakan tes Pap Smear atau
deteksi kelainan sel menggunakan metode imunohistokimia.Namun terkadang,
deteksi semacam itu riskan akan terjadinya
kesalahan dalam penafsiran hasil dikarenakan rendahnya sensitifitas metode yang
mungkin terjadi karenarusaknya antibodi yang digunakan (misalkan salah proses
penyimpanan atau kadaluarsa) atau rendahnya kualitas sampel jaringan akibat proses
penyimpanan yang terlalu lama. Untuk mengkonfirmasi salah penafsiran data maka
diperlukan suatu metode mumpuni baik sifatnya sebagai metode tunggal deteksi atau
komplemen untuk mengatasi batasan tadi. Aplikasi PCR dalam diagnostik kesehatan
telah banyak dilakukan dewasa ini dengan tingkat sensitifitas dan spesifitas yang
cukup tinggi. Oleh sebab ituwajar jika teknologi ini cukup mumpuni dalam
mendeteksi mikroorganism berbahaya yang titernya cukup kecil sekalipun dalam
beragam sampel, mendeteksi suatu mutasi gen tertentu pada pasien penderita kanker,
dan mendeteksi kelainan gen-gen bawaan. Secara teknis, metode PCR dapat dipakai
sebagai metode komplemen terhadap metode baku yang sudah diakui sebagai gold
standard dalam diagnostik klinis seperti FISH (Flouresence In Situ Hybdridization)
yang menggunakan prinsip kerja yaitu pelabelan DNA target pada jaringan secara in
situ menggunakan probe berflourensensi, IHC (ImmunoHistoChemistry) yang
menggunakan prinsip yaitu deteksi protein menggunakan antibodi spesifik yang sudah
ditempelkan probe khusus, maupun sanger sequencing yang menggunakan prinsip
kerja yaitu pengurutan basa-basa DNA oleh DNA polymerase dengan memasangkan
basa-basa DNA yang sudah dimodifikasi secara kimia hanya dengan melibatkan
penggunaan satu primer.
G. Kesimpulan

PCR adalah reaksi berantai suatu primer dari urutan (Sequence) DNA dengan
bantuan enzym polymerase sehingga terjadi amplifikasi DNA target secara In vitro.
Polimerase Chain Reaction (PCR) merupakan bagian dari teknik biomolekular untuk
memperbanyak 1 copi atau beberapa copi fragmen DNA menjadi ribuan atau jutaan
copi DNA fragmen DNA. Proses ini pada dasarnya meniru proses replikasi pada
makluk hidup menggunakan enzim DNA polimerase. Dalam aplikasinya PCR terdiri
dari beberapa siklus, antara 30-40 siklus. Pada siklus pertama terjadi penggandaan
untai DNA dari 1 double stranded DNA menjadi 2 ds DNA, pada siklus kedua
menjadi 4 dsDNA, hingga siklus ke 30 menjadi 230 kopi dsDNA.

Perbedaan Real Time PCR dan PCR biasa yaitu, dengan Real Time PCR
deteksi produk PCR dapat dihasilkan pada fase awal reaksi. PCR biasa hanya
menggunakan Electrophoresis gel untuk deteksi produk amplifikasi PCR pada fase
akhir, tanpa mengetahui jumlah produk PCR yang dickspresikan atau dihasilkan.

H. Daftar Pustaka

Bartlett, John MS, and David Stirling. "A short history of the polymerase chain
reaction." PCR protocols. Humana Press, 2003. 3-6.

Gibbs, Richard A. "DNA amplification by the polymerase chain reaction." Analytical


Chemistry 62.13 (1990): 1202-1214.

Ladisch, Michael R., and Karen L. Kohlmann. "Recombinant human insulin."


Biotechnology progress 8.6 (1992): 469-478.

Robson, Martin C., Thomas A. Mustoe, and Thomas K. Hunt. "The future of
recombinant growth factors in wound healing." The American journal of
surgery 176.2 (1998): 80S-82S.

Anda mungkin juga menyukai