Anda di halaman 1dari 122

KUALITAS AIR WADUK PALANGAN DI

DESA PALANGAN KECAMATAN


KARANGBINANGUN KABUPATEN
LAMONGAN

Disusun oleh :
Moch Saad, S.Pi., M.Si
Ir. Endah Sih Prihatini, M.Si
Tri Wahyuni

FAKULTAS PERIKANAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN
ABSTRAK
Air merupakan kebutuhan utama makhluk
hidup untuk menunjang kehidupannya sehari-hari.
Pencemaran pada air dapat disebakan karena
masukknya unsur yang tidak sesuai dengan
karakteristik air baik itu dari segi biologis, fisika
ataupun kimia yang jumlahnya melebihi ambang
batas yang dapat ditoleransi sehingga kualitas air
menurun dan tidak dapat dimanfaatkan dengan baik
(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2001).
Pemilihan daerah penelitian ditentukan di
waduk palangan desa palangan ecamatan
karangbinangun kabupaten lamongan. Pemilihat
tersebut atas pertimbangan bahwa di waduk tersbut
belum pernah di teliti sebelumnya dan memiliki
potensi yang besar apabila digunakan sebagai
tempat budidaya ikan sistem keramba jaring apung
(KJA) karena memiliki luas tanah yang cukup
besar.
Pada penelitian ini menggunakan Metode
deskriptif kuantitatif, yakni suatu teknik yang
menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-
data yang telah terkumpul dengan memberikan
perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek
situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga
memperoleh gambaran secara umum dan
menyeluruh tentang keadaan sebenarnya
(Kriyantono, 2007 dalam Akhmad, 2015).
Total skor nilai STORET dari stasiun I, II
dan III untuk kelas III yang diperuntukkan untuk

ii
budidaya perikanan adalah 0 sehingga dapat
dinyatakan bahwa perairan tersebut masuk kedalam
golongan kelas A yaitu memenuhi baku mutu.
Dengan data yang sudah ada perairan waduk
palangan dapat digunakan untuk budidaya
perikanan dengan sistem keramba jaring apung.
Hasil analisis parameter kualitas air waduk
Palangan dari stasiun I, II dan III menunjukkan
bahwa baik dari parameter Fisika, kimia dan
biologi masih dalam batas normal dari batas baku
mutu air kelas III yanh sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Status Mutu Air Waduk Palangan
berdasarkan hasil analisis metode STORET dengan
membandingkan pada baku mutu air kelas III
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22
Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup menunjukkan air
Waduk Palangan termasuk dalam kelas A yaitu
memenuhi baku mutu dengan skor 0.

Kata Kunci : Kualitas air, Status Mutu, STORET,


Waduk Palangan, Lamongan

iii
DAFTAR ISI

ABSTRAK .......................................................ii
DAFTAR ISI ...................................................iv

I. PENDAHULUAN ....................................1
1.1 Latar Belakang ...................................1

II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................5


2.1 Penelitian Terdahulu .........................5
2.2 Kualitas Air .......................................11
2.3 Baku Mutu .........................................13
2.4 Pencemaran Perairan .........................15
2.5 Parameter Pencemar ..........................20
2.5.1 Parameter Fisika .....................21
2.5.2 Parameter Kimia .....................25
2.6 Sungai ................................................42
2.7 Waduk ...............................................43
2.8 Metode Storet ....................................44

iv
2.9 Metode Most Probable Number (MPN)
..................................................................45

III. METODE PENELITIAN .......................48


III.1...........................................................Wak
tu Penelitian .......................................48
III.2...........................................................Lok
asi Penelitian .....................................48
III.3...........................................................Alat
dan Bahan ..........................................49
III.4...........................................................Met
ode Penelitian ....................................52
III.4.1 Pengambilan Sampel ..............52
III.4.2 Teknik Pengumpulan Data .....54
III.4.3 Teknik Pengambilan Air .........55
III.5...........................................................Ana

lisis Data.............................................69

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...............74


4.1 Hasil ..................................................74
4.1.1 Parameter Fisika ........................74

v
4.1.2 Parameter Kimia ........................76
4.1.3 Parameter Biologi ......................78
4.1.4 Hasil Analisis Menggunakan Metode
STORET .............................................80
4.2 Pembahasan .......................................84
4.2.1 Parameter Fisika ........................84
4.3.2 Parameter Kimia ........................86
4.4.3 Parameter Biologi ......................94
4.4.4 Analisis STORET ......................96

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...............98


5.1 Kesimpulan .......................................98
5.2 Saran .................................................99

DAFTAR PUSTAKA .....................................100

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan utama makhluk hidup


untuk menunjang kehidupannya sehari-hari. Fungsi
lain dari air dapat digunakan sebagai bahan pelarut,
pembersih dan keperluan sehari-hari ataupun untuk
dikomersilkan. Meski keberadaan air sangat
berlimpah akan tetapi hal ini juga berbanding lurus
dengan permasalahan yang dihadapi terkait dengan
persediaan air bersih di permukaan bumi yang
jumlahnya terus berkurang. (Pemerintah Kabupaten
Lamongan, 2014).
Pencemaran pada air dapat disebakan karena
masuknya unsur yang tidak sesuai dengan
karakteristik air baik itu dari segi biologis, fisika
ataupun kimia yang jumlahnya melebihi ambang
batas yang dapat ditoleransi sehingga kualitas air

1
menurun dan tidak dapat dimanfaatkan dengan baik
(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2001).
Sedangkan menurut (Naslilmuna dkk, 2018)
Pencemaran air adalah ancaman yang banyak
dikhawatirkan oleh manusia karena air merupakan
sumber kehidupan. Timbulnya pencemaran di DAS
(Daerah Aliran Sungai) dan air tanah akibat
kemajuan industri akan mempengaruhi daya
dukung lingkungan terhadap mahluk hidup.
Pencemaran pada Sungai Bengawan Solo
bukanlah hal yang asing. Menurut data Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Lamongan, (2016)
Sungai Bengawan Solo termasuk dari 7 sungai
yang tercemar yang ada di kabupaten lamongan
“Terdapat 7 (tujuh) sungai di Kabupaten Lamongan
yang statusnya tercemar yaitu : Flood Way
(Sudetan Bengawan Solo), Kali Kuro, Kali
Plalangan, Kali Sidoharjo, Kali Dapur, Kali Glugu
dan Kali Lamong. Hal ini didukung dengan
penelitian yang di lakukan oleh (Lolo dan Pambudi,

2
2020) dimana industri batik rumahan menjadi
salah satu penyumbang limbah yang
mengakibatkan tercemarnya DAS Bengawan Solo
karena Pemerintah Kota Surakarta belum maksimal
dalam mengolah limbah tekstil batik.
Potensi perikanan di Kabupaten Lamongan
meliputi sektor perikanan tangkap, perikanan
budidaya dan sektor perikanan lainnya. Menurut
Bachtiar dkk, (2013) penangkapan ikan dilaut
mencapai rata-rata 63.000 ton pertahun.
Penangkapan ikan juga dilakukan diperairan umum
berupa rawa-rawa dan waduk serta sungai yang
mencapai rata-rata 2.192 ton pertahun atau sekitar
10.155 ha. Pada perikanan budidaya, kegiatan
diusahakan pada areal sekitar 25.322 hektar yang
meliputi tambak seluas 1.380 hektar; sawah tambak
23.602 hektar dan kolam seluas 340 hektar, adapun
nilai produksi perikanan budidaya rata-rata 29.758
ton pertahun.

3
Waduk Palangan merupakan salah satu
waduk yang berada diantara dua kecamatan yaitu
Kecamatan Karangbinangun dan Kecamatan
Kalitengah yang sumber airnya dari tampungan air
hujan dan Sungai Bengawan Solo. Waduk yang
mempunyai luas 2.326 Ha dan volume 51.093.192
m3 memiliki potensi yang besar selain untuk irigasi
dan kebutuhan rumah tangga misalnya dapat
dimanfaatkan dalam bidang budidaya perikanan
khususnya budidaya keramba jaring apung, akan
tetapi hal tersebut masih belum terealisasi secara
optimal.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan salah satu sumber


informasi yang datanya bisa dijadikan acuan atau
refensi untuk penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti saat ini. Data yang terdapat penelitian
terdahulu dapat mendukung sebuah argumen atau
terpatahkan oleh hasil penelitian yang terbarukan
menginggat objek yang menjadi penelitian dapat
berubah baik dari faktor internal ataupun eksternal.
Berikut beberapa penelitian terdahulu yang
memiliki beberapa kesamaan dan perbedaan.

5
2.1.1 Setyaningrum dan Agustina, 2020
(Analisis Kualitas Air Di Daerah Aliran
Sungai Bengawan Solo Wilayah
Kabupaten Bojonegoro)
Penelitian yang dilakukan oleh Setyaningrum
dan Agustina bertujuan untuk menganalisis
kualitas air sungai dan status mutu air DAS
(Daerah Aliran Sungai) Bengawan Solo di
Kabupaten Bojonegoro. Pengambilan sampel
dilakukan pada 6 titik pantau sepanjang daerah
aliran Sungai Bengawan Solo di Kabupaten
Bojonegoro. Penentuan titik pengambilan
sampel di lapangan menggunakan metode
purposive sampling, dengan penentuan titik
sampling berdasarkan perbedaan karakteristik
yang terdapat di daerah penelitian. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan aktivitas manusia di
sekitar daerah titik pantau 1, memberikan hasil
yang paling tinggi tingkat pencemarannya. Hal
ini dikarenakan, di daerah ini terdapat aktivitas

6
pusat kota yang beragam dan limbah yang di
hasilkan juga beragam.
Persamaan dengan peneliti terdahulu :
1. Salah satu titik pengambilan sampel di
Sungai Bengawan Solo.
2. Peneliti menggunakan metode purposive
sampling untuk menentukan titik
pengambilan sampel.
3. Memiliki tujuan untuk mengetahui kualitas
air Sungai Bengawan Solo.
Perbedaan dengan penelitian terdahulu:
1. Penelitian terdahulu dilakukan di Sungai
Bengawan Solo lebih tepatnya DAS
Bengawan Solo Kabupaten Bojonegoro,
sedangkan Penelitian saat ini salah satu
stasiunnya dilakukan di Sungai Bengawan
Solo di Kecamatan Kalitengah Kabupaten
Lamongan dan lebih diperluas ke Waduk
Palangan sebagai salah satu waduk yang

7
sumber airnya berasal dari Sungai Bengawan
Solo.
2. Parameter yang di gunakan oleh peneliti
terdahulu meliputi : Suhu, DO, BOD, COD,
Konduktivitas dan Minyak. Sedangkan
parameter yang digunakan oleh peneliti saat
ini meliputi : Suhu, Kecerahan, Salinitas, pH ,
DO, BOD, COD, total Coliform dan
identifikasi plankton.
2.1.2 Shaleh, 2017 (Status Mutu Air dan
Tingkat Kesuburan Perairan Bengawan
Jero Kecamatan Turi Kabupaten
Lamongan)
Penelitian ini dilaksanakan pada Juli 2017 di
Kecamsatan Turi dengan menggunakan metode
deskriptif secara logik dengan analisis data
status mutu air menggunkan metode STORET
berdasarkan Kepmen Lingkungan Hidup Nomor
115 Tahun 2003 serta Carlson Trophic State
Index (TSI) untuk mengetahui tingkat kesuburan

8
perairan. Berdasarkan hasil penelitian, Status
mutu air di Bengawan Jero berdasarkan metode
STORET dalam kondisi buruk (tercemar berat)
pada Kelas I dan II, sedangkan pada kelas III
dalam kondisi sedang (tercemar sedang).
Tingkat kesuburan perairan di Bengawan Jero
berdasarkan Carlson Trophic State Index (TSI)
telah dalam kondisi hipereutrofik atau kondisi
dimana unsur haranya sangat tinggi.
Persamaan dengan penelitian terdahulu:
1. Peneliti menggunakan metode STORET.
Perbedaan dengan penelitian terdahulu:
1. Lokasi penelitian terdahulu dilakukan di
kecamatan Turi lebih tepatnya di Sungai
Bengawan Njero (Bonorowo), sedangkang
penelitian saat ini di Kecamatan Kalitengah
yaitu di Waduk Palangan yang sumber
airnya berasal dari Sungai Bengawan Solo.
2. Parameter yang di gunakan oleh peneliti
terdahulu meliputi : pH, DO, suhu,

9
kecerahan, nitrat, amoniak dan fosfor
sedangkan parameter yang digunakan oleh
peneliti saat ini meliputi : suhu, kecerahan,
salinitas, pH, DO, BOD, COD, total
Coliform dan identifikasi plankton.
2.1.3 Kasry dan Fajri, 2012 (Kualitas
Perairan Muara Sungai Siak Ditinjau
dari Parameter Fisika Kimia dan
Organisme Plankton)
Penelitian ini dilakukan oleh Kasry dan Fajri
pada tahun 2012 dengan tujuan mengumpulkan
data Perairan Muara Sungai Siak dengan
parameter fisika, kimia dan biologi, melakukan
identifikasi untuk mengatuhi kondisi Muara
Sungai Siak. Hasil penelitian tersebut adalah
Secara fisik, kualitas Perairan Muara Sungai
Siak ditandai dengan rendahnya tingkat
kecerahan dan tingginya berbagai partikel yang
melayang-layang dalam perairan (TSS),
sehingga cukup berpengaruh terhadap derajat

10
keasaman (pH) dan terhadap produktivitas
perairan yang ditandai dengan rendahnya
kelimpahan plankton, walaupun dari kandungan
fosfatnya cukup tinggi. Berhubung jangka waktu
penelitian yang singkat, maka diperlukan
penelitian lanjutan minimal dalam jangka waktu
satu tahun dan secara periodik (misal sekali lima
tahun). Berbagai temuan ini tentu sangat
bermakna sebagai masukan dalam pemanfaatan
dan pelestarian fungsi DAS Siak.
Persamaan dengan penelitian terdahulu.
1. Menggunakan 3 uji yaitu uji fisika, kimia dan
biologi.
2. Penelitian dilakukan untuk mengetahui
kualitas perairan salah satunya adalah sungai.
Perbedaan dengan penelitian terdahulu.
a) Penelitian terdahulu untuk mengetahui
kualitas perairan menggunakan parameter
suhu, kecepatan arus, kedalaman, kecerahan,
salinitas, TSS dan plankton, sedangkan pada

11
penelitian saat ini menggunakan parameter
suhu, kecerahan, pH, salinitas, DO, BOD,
COD, total Coliform dan identifikasi
plankton.

2.2 Kualitas Air

Air memiki standar baku yang telah ditetapkan oleh


pemerintah yang salah satu didalamnya adalah
kualitas air, pengujian itu untuk menunjukkan air
tersebut sudah layak digunakan sesuai dengan
peruntukkannya atau belum. Menurut Pusat
Pendidikan Kelautan dan Perikanan, (2015)
kualitas air adalah istilah yang menggambarkan
kesesuaian atau kecocokan air untuk penggunaan
tertentu, misalnya air minum, perikanan,
pengairan/irigasi, industri, rekreasi dan sebagainya.
Penurunan kualitas air disebabkan tercemar
berbagai macam limbah, baik limbah domestik,
limbah industri, yang masuk ke badan perairan
(Ningrum, 2018).

12
2.3 Baku Mutu

Menurut Peraturan Pemerintah Indonesia, (2021)


Baku Mutu air adalah patokan standar yang
diperbolehkan makhluk hidup, zat, energi atau
komponen yang lain ada ataupun harus ada dan
atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya di dalam air. Kelas air adalah
peringkat kualitas air yang dinilai masih layak
untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu.
Menurut Peraturan Gubernur Jawa Timur, (2010).
Tabel 2.1 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas

Kelas
Parameter Satuan
I II III IV
Temperatur ˚C Dev 3 Dev 3 Dev 3 Dev 3
pH   6-9 6-9 6-9 6-9
DO Mg/L 6 4 3 1
BOD Mg/L 2 3 6 12
COD Mg/L 10 25 40 80
Total (MPN/100
1.000 5.000 10.000 10.000
Coliform ml)

13
Sumber : Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021

Batas Maksimum Air yang diperbolehkan


atau batas maksimum yang diperbolehkan adalah
batas atas (maksimum) kandungan suatu zat yang
diperkenankan ada dalam air karena apabila batas
tersebut dilampaui akan berakibat negatif pada
manusia (atau makhluk hidup lain) yang
menggunakan. Artinya apabila batas tersebut
dilampaui maka air tersebut dinyatakan tercemar.
Walaupun air merupakan sumber daya alam yang
dapat di-perbarui, tetapi air akan dapat dengan
mudah terkontaminasi oleh aktivitas manusia.
klasfikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat)
yang meliputi :
a) Kelas satu, air yang peruntukkannya dapat
digunakan untuk air baku air minum, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sarna dengan kegunaan
tersebut.

14
b) kelas dua, air yang peruntukannya dapat
digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi
air, pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman,
dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sarna dengan
kegunaan tersebut.
c) kelas tiga, air yang peruntukannya digunakan
untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman
dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sarna dengan
kegunaan tersebut.
d) kelas empat, air yang peruntukannya dapat
digunakan untuk mengairi pertanaman dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
2.4 Pencemaran Perairan

15
Pencemaran air merupakan adanya campuran
benda lain yang berbeda jenis melebihi ambang
batas toleransi zat tersebut sehingga dapat
menyebabkan perubahan tatanan kualitas air, baik
dimasukkan secara sengaja oleh kegiatan manusia
atau tidak sengaja melalui proses alami (Keputusan
Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup, 1988).
Pencemaran air adalah peristiwa masuknya
zat, energi, unsur, atau komponen lainnya kedalam
air sehingga menyebabkan kualitas air terganggu.
Kualitas air yang terganggu ditandai dengan
perubahan bau, rasa, dan warna.
Ditinjau dari asal polutan dan sumber
pencemarannya, pencemaran air dapat dibedakan
antara lain :
1. Limbah Pertanian
Pertanian dapat menghasilkan limbah
pencemar atau menjadi polutan karena terdapat
zat aktiv inteksida dan pupuk organik. Zat

16
kimia yang terdapat pada Insektisida dapat
membunuh biota sungai. Jika biota sungai
tidak mati kemudian termakan oleh hewan atau
manusia dapat menyebabkan keracunan. Untuk
lebih aman lebih baik memilih memilih
insektisida yang terspesifik seperti khusus
membunuh hewan sasaran serta bersifat
biodegradabel (dapat terurai oleh mikroba) dan
melakukan penyemprotan sesuai dengan
aturan. Jangan membuang sisa obat ke sungai.
Sedangkan pupuk organik yang larut dalam air
dapat menyuburkan lingkungan operairan
(eutrofikasi). Karena air kaya nutrisi, ganggang
dan tumbuhan air tumbuh subur (blooming)
yang dapat mendangkalkan bendungan dan
menyebabkan biota air mati.
2. Limbah Rumah Tangga
Limbah rumah tangga merupakan sumber
pencemaran air baik padat ataupun cair. Dari
limbah rumah tangga dapat dijumpai berbagai

17
bahan organik (misal sisa sayur, ikan, nasi,
minyak, lemek, air buangan manusia) yang
terbawa air got/parit, kemudian ikut aliran
sungai. Adapula bahan-bahan anorganik
seperti plastik, alumunium, dan botol yang
hanyut terbawa arus air. Sampah bertimbun,
menyumbat saluran air, dan mengakibatkan
banjir. Bahan pencemar lain dari limbah rumah
tangga adalah pencemar biologis berupa bibit
penyakit, bakteri, dan jamur. Bahan organik
yang larut dalam air akan mengalami
penguraian dan pembusukan. Akibatnya kadar
oksigen dalam air turun dratis sehingga biota
air akan mati. Jika pencemaran bahan organik
meningkat, kita dapat menemui cacing Tubifex
berwarna kemerahan bergerombol. Cacing ini
merupakan petunjuk biologis (bioindikator)
parahnya pencemaran oleh bahan organik dari
limbah pemukiman. Di kota-kota, air got
berwarna kehitaman dan mengeluarkan bau

18
yang menyengat. Didalam air got yang
demikian tidak ada organisme hidup kecuali
bakteri dan jamur. Dibandingkan dengan
limbah industri, limbah rumah tangga di
daerah perkotaan di Indonesia mencapai 60%
dari seluruh limbah yang ada.
Deterjen merupakan bahan kimia yang
umum dipakai untuk mencuci. Deterjen
mempunyai banyak pengaruh yang
membahayakan lingkungan perairan.
Banyaknya kandungan deterjen dapat
menghambat transfer massa, sehingga
berbahaya bagi organisme yang berada
diperairan tersebut (Supriharyono dalam
Pratiwi, 2017).
3. Limbah Industri

Adanya sebagian industri yang membuang


limbahnya ke air. Macam polutan yang
dihasilkan tergantung pada jenis industri.
Mungkin berupa polutan organik (berbau

19
busuk), polutan anorganik (berbuih, berwarna),
atau mungkin berupa polutan yang
mengandung asam belerang (berbau busuk),
atau berupa suhu (air menjadi panas).
Pemerintah menetapkan tata aturan untuk
mengendalikan pencemara air oleh limbah
industri. Misalnya, limbah industri harus
diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke
sungai agar tidak terjadi pencemaran. Di laut,
sering terjadi kebocoran tangker minyak
karena bertabrakan dengan kapal lain. Minyak
yang ada di dalam kapal tumpah menggenangi
lautan dalam jarak ratusan kilometer. Ikan,
terumbu karang, burung laut, dan hewan-
hewan laut banyaknya yang mati karenanya.
Untuk mengatasinya, polutan dibatasi dengan
pipa mengapung agar tidak tersebar, kemudian
permukaan polutan ditaburi dengan zat yang
dapat menguraikan minyak.

2.5 Parameter Pencemar

20
Pengertian parameter menurut (Harsoyo, 2010)
adalah suatu besaran yang menandai suatu sistem
hidrologi yang memiliki nilai tetap, tidak
tergantung pada waktu.

2.5.1 Parameter Fisika

1. Suhu
Suhu merupakan parameter yang
menentukan panas atau dingin suatu
objek dengan satuan derajat yang
telah disepakati. Dahulu orang
menetukan panas atau dingin suatu
benda menggunakan indra peraba
akan tetapi hal itu membuat data
yang terekam tidak valid dan
berbahaya. Dengan perkembangan
jaman yang sudah modern, untuk
mengukur suhu dapat menggunkan

21
alat yang disebut termometer ada
beberapa satuan yang digunakan
untuk menentukan derajat suhu yaitu
reamur, fahrenheit dan yang paling
umum digunakan adalah satuan
celsius (Wijanarko dan Hasanah,
2017).
Menurut Puspitasari, (2015)
Perubahan pada suhu bersifat
dinamis, hal ini dapat difaktori oleh
banyak hal seperti intensitas cahaya
matahari, kanopi oleh vegetasi
(pohon/tumbuhan air), dan
pertukaran panas antara air dan udar
di sekitar hal ini dapat menyebabkan
kelarutan oksigen menurun dalam
air. Perubahan pada suhu dapat
mempengaruhi ekosistem karena
terganggunya proses fisika, kimia
ataupun biologi. Meningkatnya

22
metabolisme dan respirasi pada ikan
dapat dipengaruhi oleh suhu yang
meningkat, Komsumsi oksigen
organisme perairan dapat meningkat
2-3 kali lipat tiap kenaikkan 10°C.
Adapun peningkatan suhu juga
mempengaruhi proses dekomposisi
bahan organik oleh bakteri
meningkat (Pratiwi, 2017).
2. Kecerahan
Kecerahan merupakan ukuran
transparansi perairan yang
ditentukan secara visual dengan
menggunakan Secchi disk. Nilai
kecerahan sangat dipengaruhi oleh
keadaan cuaca, waktu pengukuran,
kekeruhan dan padatan tersuspensi
serta ketelitian orang yang
melakukan pengukuran. Pengukuran
kecerahan sebaiknya dilakukan pada

23
saat cuaca cerah. Nilai kecerahan
dinyatakan dalam satuan meter
(Pusat Pendidikan Kelautan dan
Perikanan, 2015). Sedangkan
menurut (Saraswati et al., 2014)
Kecerahan perairan merupakan
kemampuan dari cahaya dapat
menembus masuk ke dalam perairan.
Kecerahan perairan dipengaruhi oleh
jumlah cahaya yang dapat
menembus perairan.
Kecerahan suatu perairan
tergantung warna air, kekeruhan dan
kedalaman perairan semakin gelap
warnanya maka air akan semakin
keruh menurut (Andria dan
Rahmaningsih, 2018). Kecerahan
optimum untuk kegiatan budidaya
perikanan dalam suatu perairan
berkisar antara 20-40 cm (Hasim

24
dkk, 2015). Sedangkan menurut
(Hidaya, 2001 dalam Arizuna dkk,
2014) tipe perairan oligotrofik
mempunyai tingkat kecerahan > 6
meter, mesotrofik 3 – 6 meter dan
eutrofik < 3 meter.

2.5.2 Parameter Kimia

1. Salinitas
Menurut Pratiwi, (2017) Salinitas
dapat diartikan sebagai sejumlah
zat yang terkadung dalam satu
kilogram air laut. Salinitas atau
kadar garam yang terdapat pada
perairan dapat mempengaruhi laju
pertumbuhan makhluk hidup
yang ada di dalamnya karena
salinitas berpengaruh pada

25
tekanan osmotik cairan tubuh
pada ikan. tekanan osmotik akan
menjadi beban bagi beberapa
jenis ikan, sehingga ikan
membutuhkan energi yang relatif
besar untuk mempertahankan
osmotik tubuhnya melalui proses
osmoregulasi agar berada tetap
pada keadaan yang ideal (Aliyas
dkk, 2016).
2. Derajat Keasaman (pH)
Menurut (Ngafifuddin dkk, 2017)
pH adalah jumlah konsentrasi ion
Hidrogen (H +¿¿ ) pada larutan
yang menyatakan tingkat
keasaman dan kebasaan yang
dimiliki. pH merupakan besaran
fisis dan diukur pada skala 0
sampai 14. Bila pH < 7 larutan
bersifat asam, pH > 7 larutan

26
bersifat basa dan pH = 7 larutan
bersifat netral.
Menurut (Andria dan
Rahmaningsih, 2018) Derajat
keasaman sangat menentukan
kualitas air karena sangat
membantu proses kimiawi. Titik
kematian ikan pada pH asam
adalah 4 dan pH basa adalah 11
Dan kisaran pH optimal untuk
ikan berkisar 6,5 – 8,5.
3. Oksigen Terlarut (Dissolved
Oxygen)
Oksigen terlarut (Dissolved
Oxygen = DO) memiliki peran
penting dalam perairan, berfungsi
sebagai indikator kualitas air
karena berperan dalam proses
oksida dan reduksi bahan organik
dan anorganik yang hasil

27
akhirnya meliputi nutrien yang
dapat menyuburkan perairan.
Dalam kondisi anaerobik, oksigen
mereduksi senyawa kimia
menjadi bentuk nutrien yang
lebih sederhana dan gas, proses
oksidasi dan reduksi inilah yang
dapat memurnikan perairan
karena membantu mengurangi
beban pencemaran pada perairan
(Pratiwi, 2017).
Dalam Anastiti, (2016) DO
atau oksigen terlarut yaitu
oksigen yang berasal dari udara
dan hasil dari fotosintesis
tumbuhan air. Nilai DO yang
biasanya diukur dalam bentuk
konsentrasi jumlah oksigen (O2)
yang tersedia dalam suatu badan
air. Semakin besar nilai DO pada

28
air, semakin besar nilai DO pada
air dan begitupun sebaliknya.
Pengukuran DO pada perairan
untuk mengetahui makluk hidup
seperti ikan dan biota air lainnya
yang dapat di tampung dalam
perairan tersebut dan kemampuan
air untuk membersihkan
pencemaran yang ditentukan oleh
banyaknya oksigen yang terlarut.
Semua makhluk hidup yang
ada di perairan baik
mikroorganisme, hewan dan
tanaman air membutuhkan
oksigen yang terlarut dalam
perairan untuk proses pernapasan
(Hasim, dkk, 2015). Kebutuhan
oksigen ikan sangat bergantung
pada faktor – faktor suhu, pH,
CO 2 (karbondioksida) dan

29
kecerahan. Ikan lebih banyak
mati ketika suhu turun (musim
dingin) karena lemas, pada
malam hari bakteri mengurai
bahan organik dan tumbuhan
berespirasi sehingga oksigen di
perairan mengalmi murunan pada
saat pagi hari (Andria dan
Rahmaningsih, 2018).
Menurut (Tatangindatu dkk,
2013) DO untuk budidaya yang
seimbang diatas >5 mg/l. Apabila
oksigen yang terlarut dalam
perairan tidak seimbang akan
menyebabkan ikan stres karena
suplai oksigen ke otak tidak
cukup yang dapat menyebabkan
kekurangan oksigen (anoxia)
yang dapat menyebabkan
kematian pada ikan. Kadar

30
oksigen maksimum terjadi pada
sore hari dan minimum
menjelang pagi hari.
4. BOD (Biochemical Oxygen
Demand)
BOD merupakan suatu ukuran
jumlah oksigen yang digunakan
oleh populasi mikroba yang
terkandung dalam perairan
sebagai respon terhadap
masuknya bahan organik yang
dapat diurai. Dari pengertian ini
dapat dikatakan bahwa walaupun
nilai BOD menyatakan jumlah
oksigen, tetapi untuk mudahnya
dapat juga (Anastiti,
2016)diartikan sebagai gambaran
jumlah bahan organik mudah urai
(biodegradable organics) yang
ada di perairan (Atima, 2015).

31
Menurut (Anastiti, 2016),
BOD adalah oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme
untuk menguraikan bahan organik
secara biokimiawi dalam 1 liter
air selama waktu inkubasi (5 x 24
jam) pada suhu 20°C. Bahan
organik yang sulit terurai
umumnya berasal dari limbah
pertanian, pertambangan dan
industri sehingga semakin banyak
bahan organik yang tidak mudah
terurai dalam air, yang membuat
BOD meningkat dan nilai DO
semakin rendah. Dalam Pratiwi,
(2017) nilai BOD tinggi
merupakan indikasi bahwa
perairan tersebut tercemar oleh
bahan organik, bahan organik
akan distabilkan melalui proses

32
aerobik dan anaerobik dengan
bantuan mikroba.
5. COD (Chemical Oxygen
Demand)
COD atau Chemical Oxygen
Demand adalah jumlah oksigen
yang diperlukan untuk mengurai
seluruh bahan organik yang
terkandung dalam air (Atima,
2015).

Analisis COD pada prisipnya


merupakan analisis untuk
mengetahui jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi
bahan-bahan organik dengan
menggunakan reaksi kimia,
karena bahan organik dapat
menurunkan konsentrasi oksigen
terlarut di dalam air, maka
semakin besar konsentrasi COD

33
maka semakin besar pula polutan
yang ada di dalam badan air
tersebut (Putri dan Kurnia, 2018).

2.5.3 Faktor Biologi

1. Total Coliform
Salah satu indikasi tercemarnya
suatu badan air adalah
terdapatnya bakteri Coliform.
Tubuh mengeluarkan bakteri
Coliform setiap hari bersamaan
dengan keluarnya tinja, serta
sebagian besar adalah
Escherichia coli. Salah satu cara
untuk mendeteksi suatu
pencemaran dengan cara

34
menghitung kepadatan Coliform
yang berasal dari tinja yang
masuk kedaam perairan tersebut
(Khotimah, 2013).
Bakteri Coliform adalah
golongan bakteri yang berasal/
hidup di pencernaan (intestinal)
manusia. Bakteri Coliform juga
dijadikan sebagai indikator
bakteri patogen lainnya lebih
tepatnya adalah bakteri Coliform
fecal. Bakteri Coliform fecal
dijadikan indikator pencemaran
perairan karena jumlah koloninya
berkorelasi positif dengan
keberadaan bakteri patogen
(Siregar, 2019).
Menurut (Sunarti, 2015)
Bakteri Coliform dibedakan

35
menjadi 2 kelompok yang
meliputi :
a. Colifom fekal, contoh :
Escherichia coli,
merupakan bakteri yang
berasal dari kotoran hewan
dan manusia. Adanya
Escherichia coli dalam air
minum yang dikomsumsi
telah terkontaminasi oleh
feses manusia, oleh karena
itu standar air minum
mensyaratkan Escherichia
coli harus 0/100 ml.
b. Coliform non fecal
misalnya : Enterobancter
aerogenes bakteri yang
yang ditemukan pada
hewan atau tanaman-
tanaman yang telah mati.

36
Bakteri Coliform
merupakan indikator
kontaminasi lingkungan atau
sanitasi yang kurang baik
sedangkan E. coli sebagai
indikator kontaminasi tinja dari
manusia dan hewan berdarah
panas (Tururaja dan Mogea,
2010).
Total Coliform merupakan
indikator adanya cemaran tinja
pada air dan dapat menyebabkan
diare jika jumlah Coliform dalam
air melebihi ambang batas yang
ditentukan oleh Permenkes
Republik Indonesia. Berdasarkan
persyaratan kualitas air secara
mikrobiologi Nomor 492 tahun
2010 disebutkan bahwa Total
Coliform yang diperbolehkan

37
dalam air minum adalah 0
MPN/100ml.
2. Plankton
Plankton adalah sebutan dari
organisme yang terdapat pada
perairan, jenis plankton sangat
banyat baik dari golongan hewan
atau tumbuhan, segi ukuran dan
tempat tersebarnya. Produktivitas
perairan di pengaruhi oleh
kelimpahan plankton, plankton
juga berfungsi sebagai
bioindikator untuk mengetahui
kualitas perairan karena memiliki
memiliki tingkat sensitivitas yang
tinggi serta batasan toleransi
terhadap suatu zat tertentu
(Ginting, 2021).

a. Fitoplankton

38
Fitoplankton merupakan
mikroorganisme yang
memiliki peran sangat besar
dalam ekosistem perairan,
Karena memiliki bentuk
yang mikro yang
menyebabkan fitoplankton
mudah berpindah tempat
karena terbawah oleh arus.
Fitoplankton memiliki
klorofil yang dapat
melakukan proses
fotosintesis, hal inilah yang
menjadikan fitoplankton
sebagai produsen dalam
ekosistem perairan.
Fitoplankton menjadi
sumber nutrisi utama bagi
organisme yang berperan
sebagai konsumen seperti

39
zooplankton dan diikuti
oleh konsumen yang lebih
tingkatannya sehingga
membentuk pola rantai
makanan. Hasil fotosintesis
yang dilakukan oleh
fitoplankton bersama
tumbuhan air lainnya
diisebut produktifitas
primer ( Ginting, 2021).
b. Zooplankton
Zooplankton adalah
mikroorganisme hewan
yang hidupnya melayang-
layang di perairan, sebagian
besar zooplankton
tergolong kedalam jenis
herbivora yaitu pemakan
fitoplankton yang
merupakan produsen,

40
zooplankton juga sebagai
makanan bagi ikan disini
zooplankton berperan
sebagai agen tranfer energi
dan indikator kesuburan
suatu perairan (Ginting,
2021).

Menurut Ruga et al.,


(2014) sebagian besar
zooplankton masuk
kedalam kategori herbivora
(konsumen tingklat I) yaitu
pemakan produsen atau
fitoplankton. Meskipun
sebagian besar termasuk
kedalam golongan
herbivora adapula beberapa
jenis plankton yang tidak
memakan fitoplankton

41
secara langsung, sehingga
tidak semua jenis
zooplankton dapat
dijafdikan sbagai indikator
perairan.

2.6 Sungai

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


No. 22 Tahun 2021 Sungai merupakan wadah
alami dan atau buatan yang mengalur berupa
jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya
mulai dari hulu sampai muara, bagian kiri
kanannya dibatasi dengan garis sepadan (Presiden
Republik Indonesia, 2021).

Dari data (Badan Pusat Statistik Kabupaten


Lamongan, 2021) sungai yang di miliki Kabupaten

42
Lamongan terdapat 42 dan salah satunya adalah
Sungai Bengawan Solo yang merupkan sungai

terpanjang di Pulau Jawa dengan 110o18’ BT

sampai 112o45’ BT dan 6o49’LS sampai 8o08’ LS.


Bengawan Solo secara administratif terletak di 20
kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah dan Jawa

Timur. Dengan luas wilayah 20.125 km2.

2.7 Waduk

Waduk menurut pengertian umum adalah


tempat pada permukaan tanah yang digunakan
untuk menampung air saat terjadi kelebihan air/
musim penghujan sehingga air itu dapat di
manfaatkan pada musim kering. Air hujan dan
aliran air dari sungai yang ditampung dalam sebuah
waduk menjadi sumber utama waduk tersebut.
(Kartini dan Permana, 2016).

43
Waduk di Kabupaten Lamongan berjumlah
33 Waduk dengan luas keseluruhan 2.326 Ha dan
volume 51.093.192 m3. Keberadaan waduk di
Kabupaten Lamongan dapat mengairi lahan sawah
seluas 20.960 Ha utamanya lahan sawah
berpengairan teknis dan ½ teknis, sehingga
keberadaan waduk sangat bermanfaat bagi
masyarakat khususnya untuk meningkatkan
produksi pertanian. (Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Lamongan, 2016).

2.8 Metode STORET

Metode STORET merupakan salah satu metode


untuk menentukan status mutu air yang umum
digunakan. Secara prinsip metode ini
membandingkan antara data kualitas air dengan
baku mutu air sesuai dengan peruntukannya
(Keputusan Menteri Lingkungan hidup, 2003).
Hasil perbandingan dari masing-masing parameter
tersebut diberi nilai (scoring), sehingga nilai

44
(score) keseluruhan parameter menjadi suatu
indeks yang menyatakan tingkat kualitas air. baku
mutu yang digunakan adalah baku mutu untuk
peruntukan biota air (perikanan). Apabila
berdasarkan studi rona awal diketahui bahwa
parameter tertentu melebihi baku mutu tetapi
merupakan kondisi alami setempat, maka nilai
kondisi alami tersebut yang dijadikan acuan.
Penilaian tingkat kualitas air dengan pendekatan
metode STORET ini, memang tidak ditetapkan
berapa parameter dan parameter apa saja yang
harus digunakan. Selama parameter kualitas air
yang ada dapat dibandingkan dengan baku mutunya
(ada baku mutunya), maka dapat ditentukan indeks
tingkat kualitasnya dengan metode STORET
(Pasisingi dkk, 2017).

2.9 Metode Most Probable Number (MPN)

Metode MPN (Most Probable Number) adalah


suatu metode numerasi mikroorganisme yang

45
menggunakan data dari hasil pertumbuhan
mikroorganisme pada medium cair spesifik dalam
seri tabung yang ditanam dari sampel padat atau
cair yang ditanam berdasarkan jumlah sampel atau
diencerkan menurut tingkat seri tabungnya
sehingga dihasilkan kisaran jumlah
mikroorganisme yang diuji dalam nilai
MPN/satuan volume atau massa sampel (Sari dan
Apridamayanti, 2014).
Metode MPN merupakan metode yang
melalui fermentasi tabung ganda dengan tujuan
untuk mengetahui jumlah bakteri Coliform. Alasan
menggunakan metode ini karena pada metode MPN
memiliki sensitifitas yang lebih tinggi dan dapat
mendeteksi bakteri Coliform dengan mudah dan
dalam jumlah yang sangat minim sekalipun
(Ningrum, 2020).
Metode Most Probable Number (MPN),
merupakan metode perhitungan sel terutama untuk
perhitungan bakteri Coliform berdasarkan jumlah

46
perkiraan terdekat. Perkiraan terdekat yaitu
perhitungan dalam range tertentu. Dihitung sebagai
nilai duga dekat secara statistik dengan merujuk
pada tabel MPN (Putri dan Kurnia, 2018). Pada
metode uji MPN, terdapa serangkaian uji yang
meliputi : uji pendugaan, uji penegasan dan uji
lengkap dengan menggunakan media Mac Conkey
agar (Sholihah, 2020).

2.10 Kerangka Penelitian

Sungai Bengawan Solo merupakan sungai


terpanjang di Pulau Jawa yang melintasi dua
Provinsi, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sungai
Bengawan Solo juga melintasi beberapa kota
termasuk Kabupaten Lamongan yang dimanfatkan
sebagai bahan baku air PDAM, irigasi persawahan
dan sumber air untuk kebutuhan sehari-hari bagi
masyarakat sekitar aliran sungai.

47
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yang


dimulai pada tanggal 1 Maret - 30 juni 2021.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Waduk Palangan yang


berada diantara 2 kecamatan yaitu Kecamatan
Karangbinangun dan Kecamatan Kalitengah lebih
tepatnya 7°0'37"S 112°26'50"E Kabupaten
Lamongan. Waduk Palangan merupakan salah satu
dari 34 waduk yang ada di Kabupaten Lamongan.
Waduk Palangan berada di antara 2 Kecamatan
yaitu Kecamatan Karangbinangun dan Kecamatan
Kalitengah dengan luas lahan 55 ha dan memiliki
volume daya tampung 615.250 M 3 yang di
fungsikan untuk irigasi dan kebutuhan sehari-hari

48
masyarakat (Wibisana, 2017). Pengambilan Sampel
di sajikan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Peta Stasiun Pengambilan Sampel


(sumber : google earth).

3.3 Alat Dan Bahan

1. Alat Penelitian
Peralatan penelitian yang digunakan di
lapangan antara lain : Timba plastik,
Sechi disk, Refaktometer, pH pen, DO
meter, Botol kaca gelap, Coolbox, BOD

49
sensor system 6 (Velp), BOD inkubator,
Strinhg Bar, Gelas Ukur, Pipet, Magnetic
Strrier, Refrigated Termostat, COD Test
tube heater/ COD reactor (HANNA),
Mikroskop, Botol steril, Cawan petri,
Tabung elemeyer, Tabung reaksi, Rak
tabung reaksi, Gelas ukur, Mikropipet,
Tabung durham, Jarum inokulasi (ose),
Spatula kaca, Pembakar bunsen,
Timbangan, Autoclave, Gunting, Kapas,
Masker, Sarung tangan..
1. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam mendukung
penelitian ini adalah sampel air, es batu,
alkohol, aquades, BOD Seed (benih
Mikroba), alkali tablet (KOH), COD
Reagent, Deionized wate (air steril),
lugol, Lactosa Broth (LB), dan Brilliant
Green Lactose Broth (BGLB).

50
3.4 Metode Penelitian

Menurut Raco, (2018) Metode berarti 'jalan' atau


'cara' dari asal katanya. Metode penelitian berarti
cara pengumpulan data dan analisis. Dari analisa
data tersebut kemudian peneliti akan mendapatkan
hasil apakah itu berupa penegasan atas teori yang
pernah ada (confirmation) atau suatu penemuan
baru (discovery).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian deskriptif kualitatif, yakni suatu
teknik yang menggambarkan dan
menginterpretasikan arti data-data yang telah
terkumpul dengan memberikan perhatian dan
merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang
diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh
gambaran secara umum dan menyeluruh tentang
keadaan sebenarnya (Akhmad, 2015).
Dalam Penelitian deskriptif kuantitatif ini
memaparkan bagaimana atatus mutu air Waduk
Palangan sebagai air kelas tiga yang diperuntukkan

51
untuk budidaya perikanan. Diagram metode
penelitian dapat dilihat secara lengkap pada
Gambar 3.1 Skema Metode Penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian
adalah metode deskriptif kuantitatif yaitu Penelitian
yang menghimpun informasi dilapangan
berdasarkan data-data yang ada, kemudian
dkumpulkan, ditafsirkan sesuai dengan angka yang
diperoleh (Akhmad, 2015).

3.4.1 Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel menggunakan


metode purposive sampling yaitu teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu (Rozi, 2017). Sehingga data yang
diperoleh lebih representatif dengan melakukan
proses penelitian yang kompeten dibidangnya.
Untuk pengambilan sampel dimana sampel
diambil di beberapa stasiun dengan
pertimbangan tertentu. penelitian ini ditetapkan

52
3 stasiun pengamatan dengan pertimbangan
sebagai berikut :

1. Stasiun 1 ditetapkan di Sungai Bengawan


Solo yang berada di sebelah utara Waduk
Palangan yang menjadi bahan baku air
waduk yang sebelumnya diperkirakan
terindikasi tercemar (Hulu).
2. Stasiun 2 berada di pintu masuk air,
sebagai saluran transisi air dari Sungai
Bengawan Solo ke Waduk Palangan
(Tengah ).
3. Stasiun 3 di tetapkan di Waduk Palangan
yang menjadi sumber air untuk perikanan
dan pertanian oleh masyarakat sekitar
(Hilir).
Penetapan 3 Stasiun yaitu bagian hulu,
tengah dan hilir. Pada 3 tersebut dibagi menjadi
9 titik pengambilan sampel, titik pengambilan
sampel (TPS) 1,2 dan 3 yang mewakili bagian
air masuk (hulu), titik pengambilan sampel 4, 5

53
dan 6 mewakili air bagian tengah (transisi), titik
pengambilan sampel 7, 8 dan 9 mewakili air
bagian hilir (air Waduk Palangan). Sampel yang
telah diambil diujikan di Laboratorium Fakultas
Perikanan, Laboratorium Kesehatan Lingkungan
Universitas Islam Laboratoriun, Laboratorium
Kesehatan Daerah Kabupaten Lamongan dan
Laboratorium Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Gresik.

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara


memperoleh data (variabel/data,
kuantitatif/unsur/data, kualitatif) yang dapat
dilakukan dengan cara wawancara, angket,
observasi atau mempelajari dokumen. Data
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang didapatkan
ketika melakukan penelitian di lapangan seperti

54
hasil pengukuran parameter perairan
menggunakan alat yang selanjutnya di perkuat
dengan pengujian di Laboratorium. Sedangkan
Data sekunder adalah data yanh didapatkan dari
sumber yang dapat dipertanggung jawabkan
berupa literatur yang telah diterbitkan seperti
buku, jurnal, skripsi, tesis, disertasi, peraturan
perundang-undangan dan yang lainnya.
Teknik pengambilan sampel :

3.4.3 Teknik Pengambilan Air

Pengambilan sampel air pada setiap lokasi


masing-masing dilakukan 1 kali ulangan.
Sampel air diambil dengan memasukkan botol
gelap steril kedalam air 10-20 cm dibawah
permukaan air. Pada saat pengambilan air
botol sampel dimiringkan 45°, setelah botol
terisi 100 ml, un tuk menghidari gelembung
udara masuk penutupan di lakukan pada saat
masih di dalam air kemudian botol diangkat

55
kepermukaan, diberi label dan dimasukkan ke
dalam coolbox berisi es batu, kemudian
dilakukan analisis di laboratorium.
1. Metode Pengukuran Parameter Fisika
a. Suhu
Pengukuran suhu perairan di lakukan
menggunakan alat DO meter lutron
DO-5510, pengecekkan dilakukan
dengan mencelupkan pen yang sudah di
sterilkan dan di kalibrasi terlebih
dahulu ke dalam perairan. Tekan
tombol on Secara otomatis nilai suhu
perairan akan terlihat pada layar
monitor bagian bawah, tunggu angka
berhenti dan berbunyi klik sehingga
nilai tersebut valid.
b. Kecerahan
Untuk mengukur kecerahan perairan
menggunakan secchi diks, turunkan
sechi disk secara perlahan ke dalam air.

56
Kedalaman dimana pola pada disk tidak
terlihat lagi diambil sebagai ukuran
transparasi air, kemudian ukur tali yang
tercelup tadi. Unuk menghitung

kecerhan dengan rumus ( D1+2 D 2 )


dengan keterangan D1 adalah
kedalaman saat secchi disk hilang dan
D2 adalah kedalaman saat secchi disk
tampak lagi.
2. Metode Pengukuran Parameter Kimia
a. Salinitas
Pengukuran salinitas menggunakan
refaktrometer, pertama bersihkan kaca
media menggunakan tissu, teteskan air
yang diuji, kemudian arahkan ke
sumber cahaya dan tempelkan ke mata
untuk melihat hasilnya.
b. pH

57
Pengukuran dilakukan menggunakan
Ph pen, pertama kalibrasi terlebih
dahulu pH pen, Ambil sampel air yang
mau di ukur kadar pHnya (letakkan
dalam wadah). Nyalakan dengan
menekan tombol on pada pH meter.
Masukkan pH meter ke dalam wadah
yang berisi air yang akan di uji. Pada
saat di celupkan ke dalam air, skala
angka akan bergerak acak. Tunggu
hingga berbunyi klik dan angka
tersebut berhenti tidak berubah-ubah.
Hasil akan terlihat di display digital.
c. Dissolved Oxygen (Oksigen terlarut)
Pengukuran suhu perairan di lakukan
menggunakan alat DO meter lutron
DO-5510, Tekan tombol on,
pengecekkan dilakukan dengan
mencelupkan pen yang sudah di
sterilkan yang sebelumnya telah di

58
kalibrasi ke dalam perairan. Secara
otomatis nilai nilai suhu perairan akan
terlihat pada layar monitor, tunggu
angka berhenti dan berbunyi klik
sehingga nilai tersebut valid.
d. BOD (Biological Oxygen Demand)
Pengukuran BOD menggunakan BOD
sensor system 6 (VELP) dan BOD
inkubator.
Tata cara :
a) Tuangkan sample ke dalam gelas
ukur.
b) Tuangkan deionized water (air
suling) 10% dari jumlah sample
dalam gelas ukur. (Hal ini
dibutuhkan jika sample harus
dilengkapi dengan nutrisi)
c) Ambil sample yang telah dicampur
air suling menurut skala yang akan
digunakan dengan menggunakan

59
silinder ukur. Lalu tuangkan ke
dalam botol kaca gelap.
d) Masukkan stirring bar ke dalam
setiap botol.
e) Ambil cairan BOD Seed (benih
Mikroba/Bakteri) sebanyak 1%
dari nilai sample dari gelas ukur
menggunakan micropippete. (Hal
ini opsional).
f) Tempatkan alkali holder pada
botol, terdapat beberapa lubang
kecil terletak di bawah tutup botol
yang berfungsi sebagai penyerap
karbon dioksida. Isi wadah tersebut
dengan alkali tablet (KOH),
batasnya adalah dibawah lubang
kecil yang terletak di bawah tutup
botol. Jika beberapa alkali tablet
jatuh ke dalam botol maka alkali

60
tablet harus diambil dan sample
diambil ulang.
g) Tempatkan botol pada posisinya
untuk diaduk.
h) Masukkan magnetic stirrer ke
dalam refrigrated thermostat lalu
pilih suhu untuk inkubasi.
i) Hubungkan magnetic stirrer ke
listrik. Jalankan termostat.
j) Setelah 30-40 menit, peralatan dan
sampel biasanya berada dalam
kesetimbangan termal pada suhu
yang dipilih.

k) Peralatan siap untuk memulai


pengukuran BOD. Tempatkan
Sensor BOD pada setiap botol dan
kencangkan sekrupnya. Setel ulang
setiap BOD Sensor, pilih skala
yang paling sesuai dengan jumlah

61
sample yang akan diukur dan mulai
siklus pengukuran.

e. COD (Chemical Oxygen Demand)


Pengukuran COD menggunakan 2 alat
yaitu COD test tube heater dan COD
reactor (HANNA).
a)d COD test tube heater :
1) Baca terlebih dahulu manual
resmi atau Material Safety Data
Sheet (MSDS) sebelum
menggunakan reagent kit
parameter yang akan diuji.
2) Siapkan sampel yang telah
dihomogenkan.
3) Panaskan Reactor Heater
HI839800 hingga suhu
mencapai 150oC Dilarang
memanaskan sampel
menggunakan oven atau
microwave karena sampel akan

62
mudah terkorosi, bocor, dan
mudah meledak.
4) Ambil botol sampel (16 mm
VIALS).
5) Buka tutup botol sampel
tersebut.
6) Buat blanko dengan
menambahkan bahan bahan
seperti berikut:
- Ambil COD reagent
- Tambahkan 0.2 mL
Deionized water/
Strerilized water ke dalam
botol sampel 16mm
VIALS.
- Tutup botol sampelnya.
7) Buat sampel dengan
menambahkan bahan-bahan seperti
berikut:
- Ambil COD reagent.

63
- Tambahkan 0.2 ml sampel
air ke dalam botol sampel
16mm VIALS.
- Tutup botol sampelnya.
8) Kocok botol sampel 16mm
VIALS dengan kemiringan 45o..
9) Masukkan botol sampel dan
blanko 16mm VIALS ke dalam
Reactor Heater HI839800 dan
panaskan selama 2 jam hingga
suhu 150oC.
10) Setelah 2 jam, matikan tombol
(Off) Reactor Heater
HI839800.
11) Biarkan sampel di suhu ruang
selama 20 menit hingga botol
sampel 16mm VIALS dingin
mencapai suhu 120oC.
12) Tiriskan kedua botol (sampel
maupun blanko) ke rak

64
botol/tabung reaksi. Lalu
diamkan botol VIALS hingga
dingin.
b) COD reactor (HANNA)
1) Nyalakan tombol ON (power
button.
2) Klik tombol Method kemudian
pilih option Parameter yang
dipilih (Lihat buku manual
warna biru karena setiap
reagen/sampel diberikan
perlakuan yang berbeda).
3) Buka cover/penutup sampling
holder botol sampel pada bagian
atas HI83399 Multiparameter
Photometer.
4) Masukkan Botol Blanko
kedalam sampling holder nya.
5) Tutup cover sampling holder.

65
6) Klik Zero. Ketika tampilan layar
menunjukkan -0.0- maka siap
untuk dilakukan pengukuran
COD.
7) Keluarkan Botol Blanko dari
sampling holder nya.
8) Masukkan Botol Sampel
kedalam sampling holder.
9) Klik Read untuk membaca hasil
pengukuran. Hasil pengukuran
menunjukkan satuan mg/L.

3. Metode Pengukuran Parameter


Biologi
a. Pengambilan sampel plankton
Pengambilan sampel plankton
permukaan menggunakan
bantuan timba sampai
kedalaman 50 cm secara
horizontal. Penyaringan

66
menggunakan planktonet
dengan volume air yang disaring
sebanyak 10 liter.
b. Pengawetan sampel plankton
Pengawetan sampel plankton
yang telah di saring dipindahkan
kedalam botol kaca gelap yang
telah disiapkan dengan kondisi
suhu stabil. Untuk menjaga
sampel plankton agar tetap
dalam kondisi baik, sampel
plankton diawetkan
menggunakan cairan lugol
sebanyak 3-4 tetes kemudian
diberi label. Pengawetan ini
dimaksudkan untuk tetap
menjaga keutuhan dan bentuk
plankton agar mudah
diidentifikasi.

67
c. Pengamatan dan identifikasi
plankton
Sampel plankton yang telah
diawetkan menggunakan cairan
lugol kemudian di bawah
Kelaboratorium Fakultas
Perikanan UNISLA untuk
diamati dan diidetifikasi.
Pengamatan dilakukan dengan
menggunakan mikoskop dengan
pembesaran 400 kali. Sampel
plankton yang akan diamati
diteteskan terlebih dahulu ke
atas sedwick-rafter kemudian
ditutup menggunakan cover
slip, penutupan dilakukan
dengan teiliti agar tidak
menimbulkan gelembung.
Identifikasi plankton mengacu
pada buku identifikasi

68
“Freshwater Algae” (Edward,
2010), “Plankon a Guider Their
Ecology and Monitoring for
Water Quality” (Iain, 2009), “
Illustrations of The Marine
Plsnkton of Japan” (Isamu,
1986),” Phytoplankton
Identification (Kudela Lab
Biological Oceanography)”.

3.5 Analisis Data

Analisa data mengenai air waduk dilakukan dengan


menggunakan metode STORET. Menurut (Liana
dkk, 2016) Metode STORET (Storage and
Retrieval of Water Quality Data System)
merupakan salah satu metode untuk menentukan
status mutu air yang umum digunakan. Dengan
metode STORET ini dapat diketahui parameter-
parameter yang telah memenuhi atau melampaui
baku mutu air. Secara prinsip metode STORET

69
adalah membandingkan antara data kualitas air
dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan
peruntukkannya guna menentukan status mutu air.
Penentuan status mutu air adalah dengan
menggunakan sistem nilai dari US-EPA (United
State – Environmental Protection Agency).
Sedangkan menurut (Djokosetiyanto dan
Hardjono, 2005 dalam Walukow, 2010) metode
STORET merupakan salah satu metode untuk
menentukan status mutu air yang umum digunakan.
Dengan metode STORET ini dapat diketahui
tingkatan klasifikasi mutu parameter- parameter
yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu
air. Penentuan status mutu air dengan sistem
STORET ini dimaksudkan sebagai acuan dalam
melakukan pemantauan kualitas air tanah dengan
tujuan untuk mengetahui mutu (kualitas) suatu
sistem akuatik.
Berdasarkan (Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup, 2003) Tentang Pedoman

70
Penentuan Status Mutu Air. Jika hasil pengukuran
memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran ≤
baku mutu). maka diberi skor 0. jika hasil
pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air
(hasil pengukuran > baku mutu) maka diberi skor
sesuai dengan yang telah di tetapkan oleh
pemerintah. Nilai skor di sajikan dalam tabel pada
Tabel 3.1
Tabel 3.1 Penentuan Sistem Nilai untuk
Menentukan Status Mutu Air

Parameter
Jumlah contoh Nilai
Fisika Kimia Biologi
Maksimum -1 -2 -3
<10 Minimum -1 -2 -3
Rata-rata -3 -6 -9
>10 Maksimum -2 -4 -6
  Minimum -2 -4 -6
  Rata-rata -6 -12 -18
Sumber :Keputusan Menteri Nomor 115 tahun
2003.
Secara prinsip metode Storet
membandingkan anatara data kualitas air

71
dengan baku mutu air yang dissesuaikan
dengan peruntukkannya guna menentukan
status mutu air. Penentuannya
menggunakan sistem nilai dari US-EPA
(Environmental Protection Agency) dengan
mengklasifikasikan mutu air dalam empat
kelas. Klasifikasi kelas di sajikan dalam
Tabel 3.2
Tabel 3.2 Klasifikasi Mutu Air
No. Kelas Kondisi Skor Keterangan

1. Kelas Baik 0 Memenuhi Baku


A Sekali Mutu

2. Kelas Baik -1 S/D Cemar Ringan


B -10

3. Kelas B -11 S/D Cemar Sedang


C Sedang -30

4. Kelas Buruk ≥-30 S/D Cemar Berat


D

Sumber :Keputusan Menteri Nomor 115 tahun


2003.

72
73
METODE
PENELITIAN
Analisis
Permasalahan
Pengumpulan
Data

Wawancara Penelitian Referensi

Metode Storet

Biologi Fisika Kimia


-Total Coliform -Suhu -pH
- Identifikasi -Kecerahan -Salinitas
Plankton -DO
-BOD
-COD

Intepretasi Data

Kesimpulan

Gambar 3.2 Metode Penelitian

74
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Parameter Fisika

Hasil analisis dari pengujian kualitas air


parameter fisika yang meliputi kecerahan dan
suhu pada stasiun I (Sungai Bengawan Solo),
stasiun II (saluran / saluran kecil transisi dari
Sungai Bengawan Solo ke Waduk Palangan),
dan stasiun III (Waduk Palangan). Hasil
pengamatan parameter fisika selama penelitian
pada tanggal 01 Maret – 30 Juni 2021 tersaji
pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil Pengujian dari Parameter Fisika


Stasiun I Stasiun II Stasiun III
Paramete Baku
Satuan TPS TPS TPS TP TPS TP TPS TPS TPS
r Mutu
1 2 3 S4 5 S6 7 8 9

Suhu °C Dev3 31 31 31 33 31 31 32 33 31
Kecerahan Meter   0,7 0,75 0,75 0,6 0,6 0,6 0,6 0,8 0,6

75
5
*Keterangan : TPS (Tempat Pengambilan Sampel)

Pada Tabel 4.1 menunjukkan kualitas air pada


stasiun I, II, dan III parameter fisika untuk
pengukuran kecerahan perairan menunjukkan
perbedaan dengan kisaran 0,15-0,2 m, dengan
nilai terendah terdapat pada titik pengambilan
sampel 4,5,6,dan 9. pada stasiun II kecerahan
sebenarnya bisa lebih tinggi akan tetapi karena
saluran trasnsisi tersebut volume kedalaman air
hanya mencapai 0,6 meter, sehingga hal tersebut
yang menjadi batasan kecerahan. Untuk
kecerahan pada stasiun III titik pengambilan
sampel 7 dan 9 kecerahan rendah dapat
dikarenakan masuknya bahan lain dari buangan
limbah rumah tangga dikarenakan dekatnya
pemukiman perairan yang diteliti. Kecerahan
tertinggi pada stasiun III titik pengambilan
sampel 8 hal ini dapat diidentifikasi karena
pengambilan sampel berada di tengah-tengah
waduk yang jauh dari pemukiman warga.

76
Pengukuran suhu perairan menunjukkan
perbedaan suhu dengan kisaran 1-2°C dengan
kisaran rata-rata 31,5°C.

4.1.2. Parameter Kimia

Hasil analisis dari pengujian kualitas air


parameter kimia yang meliputi salinitas, pH,
oksigen terlarut (DO), BOD dan COD pada
stasiun I (Sungai Bengawan Solo), stasiun II
(saluran / sungai kecil transisi dari Sungai
Bengawan Solo ke Waduk Palangan), dan
stasiun III (Waduk Palangan). menurut baku
mutu kualitas air kelas 3 yang diperuntukkan
untuk bidang perikanan tersaji pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Hasil Pengujian dari Parameter Fisika

Stasiun I Stasiun II Stasiun III


Para Sat Baku
T T T T T T T T T
mete ua Mut
PS PS PS PS PS PS PS PS PS
r n u
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Salin
itas ppt   0 0 0 0 0 0 0 0 0
pH   6-9 8, 8, 8, 8, 8, 8, 8, 7, 8,5

77
3 3 3 2 2 2 1 6
mg 7, 7, 7, 7, 7, 6, 7, 4,
DO /l ≥3 7 4 1 7 6 8 5 4 9
mg 4, 1, 2, 3, 2, 1, 1,
BOD /l ≤6 6 8 6 1 2 78 12 18 2,1
mg
COD /l ≤40 37 35 38 34 35
*Keterangan : TPS (Tempat Pengambilan Sampel)

Salinitas pada stasiun I, II, dan III bernilai


0 hal ini dikarenakan pengukuran yang
dilakukan adalah jenis air tawar pada sungai dan
waduk yang memang tidak terdapat sumber
aliran ataupun mengandung NaCl atau garam.
Analisis pH dari stasiun I, II dan III
menunjukkan kisaran nilai 7,6-8,5 dengan
perbedan 0,5-0,9.
Hasil pengukuran Oksigen terlarut atau
DO dari stasiun I, II dan III dengan kisaran 4,4
– 9 ppm. Nilai DO terendah terjadi stasiun III
yaitu lebih tepatnya pada titik pengambilan
sampel 8 dan nilai DO tertinggi pada stasiun III
di titik pengambilan sampel 9.
Sedangkan hasil analisis dari BOD
(Biological Oxygen Demand) menunjukkan

78
kisaran 1,1 – 6 mg/L. Dengan nilai terendah
poada stasiun I titik pengambilan sampel 2 dan
nilai tertinggi pada stasiun II ulangan ke titik
pengambilan sampel 4.
Hasil analisis COD (Chemical Oxygen
Demand) menunjukkan angka yang berbeda-
beda pada tiap stasiun yakni dengan kisaran 34-
38 mg/L. Dengan nilai terendah pada stasiun III
pada titik pengambilan sampel 8 dan nilai
tertinggi pada stsiun III titik pengambilan
sampel 7.
4.1.3. Parameter Biologi

Hasil analisis dari pengujian kualitas air


parameter biologi yaitu identifikasi plankton
pada stasiun I (Sungai Bengawan Solo), stasiun
II (saluran / sungai kecil transisi dari Sungai
Bengawan Solo ke Waduk Palangan), dan
stasiun III (Waduk Palangan) tersaji pada Tabel
4.3

79
Tabel 4.3 Identifikasi Plankton pada Tiap
Stasiun.

Stasiun I Stasiun II Stasiun III


T T T T T T T T T
Golong
Spesies P P P P P P P P P
an
S S S S S S S S S
I 2 3 4 5 6 7 8 9
Branchionus
calyciflorus √ √ √ √ √ √
Keratella
Zooplan
tropica √ √
kton Sapphirina
stellata √ √

Nauplii √ √
Radiococcus
plantonicus √ √ √
Pesdiatrum
duplex √ √ √

Spirogya √ √ √

Pandorina √ √

Aulacoseira √ √
Asterionello
Fitoplan
psis √
kton
Detonula √ √

Hemiaulus √ √

Gloecapsa √
Cylindros
spermopsis √ √ √

Planktothrix √ √ √ √ √
Leptocylindr
us √ √ √ √
*Keterangan : TPS (Tempat Pengambilan Sampel)

80
Hasil identifikasi plankton pada stasiun I,
II dan III diketahui komposisi meliputi
zooplankton dan fitoplankton yang terbagi
menjadi 16 spesies. 4 spesies masuk kedalam
zooplankton yang meliputi kelas Eutatoria,
Rotifera, Maksilopoda dan Crustacea.
Sedangkan terdapat 12 spesies yang masuk
kedalam fitoplankton yang meliputi kelas
Chlorophyceae, Bacillariophyceae,
Cyanophyeae, dan Coscinodiscophyceae.

4.1.4. Hasil Analisis Data Menggunakan


Metode STORET

Dari hasil analisis pamameter fisika, kimia dan


biologi disajikan data dan menganalisisnya
menggunakan metode STORET pada tiap
stasiun, patokan baku mutu yang digunakan
adalah kelas 3 untuk perikanan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah republik indonesia
yang termuat pada peraturan pemerintah no. 22

81
tahun 2021 data stasiun perhitungan storet
tersaji pada tabel 4.3

Tabel 4.3 Hasil Analisis Kualitas Air dengan


Metode Storet

Stasiun I SKOR
Parame Baku
ter Mutu TP TP TP Mi Ma Rata-
S1 S2 S3 n x rata
Fisika

Suhu
(°C) Dev 3 31 31 31 31 31 31 0
Kecerah
0,7 0,7 0,7 0,7 0,7
an 0,75 -
5 5 5 5 5
(Meter)  
Kimia

Salinitas
(‰)   0 0 0 0 0 0 -

pH 6-9 8,3 8,3 8,3 8,3 8,3 8,3 0


DO
(mg/L) 3 7,7 7,4 7,1 7,1 7,7 7,4 0
BOD
(mg/L) 6 6 4,8 1,6 1,6 6 4,1 0
COD
(mg/L) 40 37 37 37 37 0

Biologi
Total
Colifor 1.6 1.6
m 10.000 >1600 00 00 1.600 0
Plankto
n              

Nilai Total Storet 0

82
Stasiun II SKOR
Baku Rat
Parameter TP TP TP Mi
Mutu Max a-
S4 S5 S6 n
rata
Fisika

Suhu (°C) Dev 3 33 31 31 31 33 31,7 0


Kecerahan
(Meter)   0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 -

Kimia

Salinitas (‰)   0 0 0 0 0 0 -

pH 6-9 8,2 8,2 8,2 8,2 8,2 8,2 0

DO (mg/L) 3 7,7 7,6 6,8 6,8 7,7 7,4 0


2,7
BOD (mg/L) 6 2,1 3,2 8 2,1 3,2 2,69 0

COD (mg/L) 40 35 35 35 35 0

Biologi
Total 10.00 1.6 1.60 1.60
Coliform 0 >1600 00 0 0 0

Plankton               -

Nilai Total Storet 0

Stasiun III SKOR


Baku Rat
Parameter TP TP TP Mi
Mutu Max a-
S7 S8 S9 n
rata
Fisika

0
Suhu (°C) Dev 3 32 33 31 31 33 32

83
Kecerahan
-
(Meter)   0,6 0,8 0,6 0,6 0,8 0,7

Kimia
  0 0 0 0 0
Salinitas (‰) 0 -
6-9 8,1 7,6 8,5
pH 7,6 8,5 8,1 0
3 7,5 4,4 9
DO (mg/L) 4,4 9 7,0 0
BOD (mg/L) 1,1 1,1 1,1 2,1 1,47 0
6 2,1
2 8 2
40 38 34 35
COD (mg/L) 34 38 35,7 0

Biologi
Total 10.00 >1600 1.6 1.60 1.60 0
Coliform 0 00 0 0

Plankton               -

Nilai Total Storet 0


*Keterangan : TPS (Tempat Pengambilan Sampel)

Hasil perhitungan nilai minimal, maksimal dan


rata- rata dengan menggunakan metode STORET
pada tiap parameter bernilai 0. nilai tersebut
sebagai akumulasi tiap parameter yang nilainya
masih sesuai dengan nilai batas Baku Mutu PP No.
22 Tahun 2021.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Parameter Fisika

84
1. Suhu
pada stasiun I, II dan III memiliki
nilai suhu yang stabil dan masih
dalam batas baku mutu yaitu deviasi
3, kisaran yang di dapatkan 31-33°C.
hal ini masih tergolong kedalam
kondisi Normal untuk perairan. Hal
ini sama seperti pendapat gusriman
dalam (Andria dan Rahmaningsih,
2018) suhu optimal untuk
pertumbuhan ikan berkisar 27-33 °C,
hal ini didukung dengan pendapat
(Illahude dan liasarputr dalam Patty,
2013) suhu yang wajar perairan tropik
berkisar antara 25,6-32,3°C.
Perbedaan suhu dapat dikarenakan
waktu pengambilan sampel yang
berbeda dengan rentan sekitar 30
menit pada tiap stasiun serta pada titik
pengambilan sampel 5,6 dan 9

85
pinggiran sungai ditumbuhi pohon
bambu sehingga menyebakan
berkuranya cahaya matahari yang
masuk kedalam perairan karena
terhalang daun-daunan dan batang
pohon. Hal ini sesuai dengan pendapat
Menurut (Boyd, 2015 dalam Muarif,
2016) radiasi matahari, suhu udara,
cuaca, dan iklim akan mempengaruhi
besarnya suhu perairan.

2. Kecerahan
Kecerahan pada tiap stasiun
menunjukkan nilai yang dinamis
namun cenderung stabil dengan
kirasan 0,6-0,8 meter. Hal tersebut
dapat dikarenakan pada saat
pengambilan sampel curah hujan lebih
rendah dan aliran air tenang sehingga
tidak didapati sedimen yang

86
mengotori perairan. Hal ini tentu
berbeda apabila waktu pengambilan
sampel pada saat awal musim
penghujan yang volum dan arus air
tinggi.
Menurut Hasim, Koniyo dan
Kasim, (2015) kecerahan optimum
untuk budidaya antara 20-40 cm. Hal
ini berbeda pendapat dengan (Andria
dan Rahmaningsih, 2018) kecerahan
perairan untuk budidaya ikan
tergolong kurang optimum kisaran
antara 30-40 cm.

4.2.2. Parameter Kimia

1. Salinitas
Pada stasiun I,II dan III untuk
pengukuran salinitas bernilai 0 yang
sesuai dengan jeis air yang diteliti
yaitu air tawar. Menurut (Fitriani,

87
Indrasari dan Umiatin, 2019) air yang
dapat dimanfaatkan sebagai air bersih
memiliki syarat salah satunya adalah
nilai salinitas ≤0,5‰ , air yang ≥0,5‰
dapat menyebabkan gangguan
kesehatan seperti dehidrasi, diare, dan
penyakit kulit. Ikan nila adalah jenis
ikan air tawar yang dapat
dibudidayakan dengan salinitas 0-
30‰ (Aliyas, Ndobe dan Ya’la,
2016).
2. pH
Derajat keasaman atau power of
hydrogen yang disingkat (pH), Derajat
keasaman menentukan kualitas air
karena sangat membantu proses
kimiawi air. pH yang didapatkan
termasuk stabil dengan kisaran 7,6-8,5
yang termasuk pH netral ke basa dan
masih sesuai dengan Baku Mutu PP

88
No .22 Tahun 2021 yang nilainya 6-9.
Hal ini sependapat dengan (alabaster
1882 dalam Hasim, Koniyo dan
Kasim, 2015) bahwa pH ideal untuk
kehidupan ikan adalah 6,7-8,6.
Sedangkan Menurut (Andria dan
Rahmaningsih, 2018) Pada umumnya
ikan air tawar dapat hidup dengan
baik pada pH sedikit asam berkisar
6,5 – 8, perkembangbiakan ikan yang
baik berkisar 6,4 – 7,0 sesuai jenis
ikan sedangkan kisaran pH optimal
untuk ikan berkisar 6,5 – 8,5.
3. DO (Dissolved Oxygen)
Tersedianya oksigen terlarut dalam air
sangat menentukan kehidupan udang
dan ikan. Oksigen terlarut dalam suatu
perairan diperoleh melalui difusi dari
udara ke dalam air, aerasi mekanis,
dan fotosintesis tanaman akuatik.

89
Sementara itu, oksigen terlarut dalam
air dapat berkurang akibat adanya
respirasi dan pembusukan bahan
organik pada dasar perairan
(Department of Primary Industries
and Resources of South Australia,
2003 dalam Mubarak dkk, 2010).
Menurut (Salmin, 2005) perbedaan ini
dapat terjadi karena kecepatan difusi
oksigen dari udara ke perairan di
pengaruhi oleh beberapa faktor seperti
kekeruhan perairan, suhu, salinitas,
pergerakkan massa air dan udara
seperti arus.
Oksigen terlarut atau DO yang
didapatkan dengan kisaran 4,4 – 9
mg/L, nilai tersebut masih sesuai
dengan baku mutu yang nilai
minimumnya 3. Menurut (Urbasa,
Undap dan Rompas, 2019) nilai DO

90
optimum untuk budidaya ikan adalah
5-7 mg/L hal ini sedikit berbeda
dengan pendapat dengan (Hasim dkk,
2015) Oksigen terlarut dalam suatu
perairan untuk kegiatan budidaya
perikanan optimumnya berkisar antara
5-9 mg/L.
Kandungan oksigen terlarut (DO)
minimum adalah 2 ppm dalam
keadaan nornal dan tidak tercemar
oleh senyawa beracun (toksik).
Kandungan oksigen terlarut minimum
ini sudah cukup mendukung
kehidupan organisme (SWINGLE,
1968).
Perubahan konsentrasi oksigen
terlarut pada perairan dipengaruhi
oleh proses pengurangan oksigen
terlarut (deoksigenasi) akibat aktivitas
bakter dalam menguraikan bahan

91
organik dalam air (dekomposisi bahan
organik) serta proses peningkatan
oksigen terlarut (reaerasi) yang
disebabkan oleh turbulensi aliran
sungai (Arbie dkk, 2015).
4. BOD
Proses biologi dalam air merupakan
suatu parameter yang menunjukan
jumlah pemakaian oksigen pada
sebuah perairan. Menurut (Arizuna,
2014) Tingginya kandungan BOD
disebabkan oleh tingginya tingkat
pencemaran air akibat
terakumulasinya hasil metabolisme
dari sisa pakan yang tidak
terkonsumsi. BOD yang tinggi
menunjukkan banyaknya oksigen
yang digunakan oleh mikroorganisme
terutama bakteri untuk merombak
bahan organik dalam air. Dengan

92
demikian BOD merupakan ukuran
relatif banyaknya bahan organik
dalam air, sehingga erat hubungannya
dengan tingkat kesuburan perairan.
Nilai BOD yang didapatkan
berkisar antara 1,12 – 6 mg/L, nilai
tersebut masih sesuai dengan baku
mutu kelas III PP No. 21 tahun 2021
yang nilai maksimalnya adalah 6.
Berdasarkan hasil analisis untuk
parameter BOD masih tergolong
aman karena masih dibawah baku
mutu, sehingga periran tersebut masih
dapat digunkn untuk budidaya ikan.
5. COD
COD atau Chemical Oxygen Demand
adalah jumlah oksigen yang
diperlukan untuk mengurai seluruh
bahan organik yang terkandung dalam
air (Boyd, 1990 dalam Atima, 2015).

93
Dan apabila Cod pada perairan
melebihi baku mutu maka dapat
dinyatakan peraian tersebut tercemar.
Nilai COD yang didapatkan dari
stasiun I, II dan III tergolong dinamis
yang relatif stabil dimana kisarannya
34- 38 mg/L yang masih di bawah
batas baku mutu yang nilai
maksimalnya adalah 40 mg/L. Angka
COD merupakan ukuran pencemaran
air oleh zat- zat organik yang secara
alamiah dapat dioksidasi melalui
proses kimiawi dan mengakibatkan
berkurangnya oksigen terlarut di
dalam air (Sitanggang, 2019).
Sedangkan Menurut (Indrayana dkk,
2014) COD pada perairan yang tidak
tercemar biasanya memiliki nilai
kurang dari 20 mg/l dan perairan
tercemar lebih dari 200 mg/l.

94
(UNESCO, WHO/UNEP, 1992 dalam
Indrayana dkk, 2014) menerangkan
nilai COD pada perairan yang tidak
tercemar biasanya memiliki nilai
kurang dari 20 mg/l dan perairan
tercemar lebih dari 200 mg/l.

4.2.3. Parameter Biologi

1. Total Coliform
Salah satu indikator suatu perairan
mengalami dengan adanya keberadaan
bakteri Coliform, bakteri ini dijadikan
indikator karena bersifat patogen yang
dapat menyebabkan penyakit (Tururaja
dan Mogea, 2010). Hasil dari analisis
total coliform menggunakan metode
MPN adalah cukup tinggi yaitu lebih
dari 1600 MPN/100 ml sampel.
Meskipun nilai tersebut terbilang
melampaui batas yang telah ditetapkan

95
oleh Permenkes No.
492/Menkes/Per/IV/2010 akan tetapi
nilai tersebut masih diperbolehkan jika
digunakan sebagai budidaya perikanan
hal ini sesuai dengan baku mutu PP No
22 Tahun 2021 untuk kelas 3 yang bats
maksimalnya adalah 10.000 MPN/100
ml.

2. Plankton
Hasil dari identifikasi, ditemukan 16
spesies plankton. 4 spesies masuk
kedalam golongan zooplankton yang
meliputi : Branchionus Calyciflorus,
Keratella Tropica, Sapphirina Stellata,
dan Nauplii. Sendangkan 14 spesies
masuk kedalam golongan fitoplankton
yang meliputi : Radiococcus
Plantonicus, Pesdiatrum Duplex,
Spirogya, Pandorina, Aulacoseira,
Asterionellopsis, Detonula, Hemiaulus,

96
Gloecapsa, Cylindros Spermopsis,
Planktothrix, dan Leptocylindrus.
Dari hasil identifikasi diatas dapat
dinyatakan perairan waduk palangan
teramsuk subur dimana golongan
fitoplankton lebih mendominansi
dibandingan dengan golongan
zooplankton. Karena golongan
fitoplankton adalah produktivitas
primer yang dapat melakukan
fotosintesis dan menghasilkan oksigen.

4.2.4. Analisis STORET

Dari data yang telah dikumpulkan dan


dianalisis didapatkan Total skor nilai
STORET dari stasiun I, II dan III untuk
kelas III yang diperuntukkan untuk
budidaya perikanan adalah 0 sehingga

97
dapat dinyatakan bahwa perairan tersebut
masuk kedalam golongan kelas A yaitu
memenuhi baku mutu. Dengan data yang
sudah ada perairan waduk palangan dapat
digunakan untuk budidaya perikanan
dengan sistem keramba jaring apung.

98
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengambilan sampel air dan


anlisis yang telah dilaksanakan pada tanggal 01
Maret – 30 juni 2021 di waduk Palangan dapat
disimpulkan:
1. Hasil analisis parameter kualitas air waduk
Palangan dari stasiun I, II dan III menunjukkan
bahwa baik dari parameter Fisika, kimia dan
biologi masih dalam batas normal dari batas
baku mutu air kelas III yanh sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
2. Status Mutu Air Waduk Palangan berdasarkan
hasil analisis metode STORET dengan
membandingkan pada baku mutu air kelas III

99
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22
Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup menunjukkan
air Waduk Palangan termasuk dalam kelas A
yaitu memenuhi baku mutu dengan skor 0.

5.2. SARAN

Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait


kelimpahan, keanekaragaman, dan dominansi
plankton pada waduk palangan sehingga dapat
diketahui tingkat kesuburan secara biologi secara
spesifik lagi .

100
DAFTAR PUSTAKA

Akhmad, K. A. (2015) “Pemanfaatan Media Sosial


bagi Pengembangan Pemasaran UMKM
(Studi Deskriptif Kualitatif pada Distro di
Kota Surakarta),” DutaCom Journal, 9(1),
hal. 43–54. Tersedia pada:
http://journal.stmikdb.ac.id/index.php/dutaco
m/article/view/17.
Aliyas, Ndobe, S. dan Ya’la, Z. R. (2016)
“Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup
Ikan Nila (Oreochromis Sp.) Yang Dipelihara
Pada Media Bersalinitas,” Jurnal Akuakultur
Indonesia, 5(1), hal. 19–27. Tersedia pada:
http://mfile.narotama.ac.id/files/Umum/JUR
NAL IPB/PERTUMBUHAN DAN
EFISIENSI PAKAN IKAN NILA MERAH
YANG DIPELIHARA PADA MEDIA
BERSALINITAS.pdf.
Anastiti, P. P. (2016) Pemodelan BOD dan COD

101
dengan Pendekatan Regresi Nonparametrik
Birespon pada Data Longitudinal
Berdasarkan Estimator Polinomial Lokal
(Studi Kasus : Daerah Air Mengalir Sungai
Surabaya sebagai Bahan Baku Air PDAM).
Andria, A. F. dan Rahmaningsih, S. (2018) “Kajian
Teknis Faktor Abiotik pada Embung Bekas
Galian Tanah Liat PT. Semen Indonesia Tbk.
untuk Pemanfaatan Budidaya Ikan dengan
Teknologi KJA [Technical Study of Abiotic
Factors in Clay Embankment Used at PT.
Semen Indonesia Tbk for Utilization of,”
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan,
10(2), hal. 95. doi: 10.20473/jipk.v10i2.9825.
Arbie, R. R., Nugraha, W. D. dan Sudarsono
(2015) “Studi Kemampuan Self Purification
pada Sungai Progo ditinjau dari Parameter
Organik DO dan BOD (Point Source: Limbah
Sentra Tahu Desa Tuksono Kecamatan
Sentolo Kabupaten Kulon Progo Provinsi D.I

102
Yogyakarta),” Jurnal Tehnik Lingkungan,
4(1). doi: 10.5614/jtl.2011.17.1.1.
Arizuna, M., Suprato, D. dan Muskananfola, M. R.
(2014) “Kandungan Nitrat dan Fosfat dalam
Air Pori Sedimen di Sungai dan Muara
Sungai Wedung Demak,” Diponegoro
Journal Of Maquares, 3, hal. 7–16. Tersedia
pada: http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/maquares.
Atima, W. (2015) “BOD dan COD sebagai
Parameter Pencemaran Air dan Baku Mutu
Air Limbah,” Jurnal Biology Science &
Education, 4(1), hal. 99–111.
Bachtiar, N., Harahap, N. dan Riniwati, H. (2013)
“Strategi Pengembangan Pemasaran Ikan
Sidat (Anguilla bicolor) di Unit Pengelola
Perikanan Budidaya (UPPB) Desa Deket,
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur,” APi
Student Journal, I(1), hal. 29–36.
Fitriani, N., Indrasari, W. dan Umiatin (2019)

103
“Pengukuran Salinitas Air Sungai Tercemar
Limbah Cair Menggunakan Sensor
Konduktivitas,” Prosiding Seminar Nasional
Fisika, VIII, hal. SNF2019-PA-65–70. doi:
10.21009/03.snf2019.02.pa.10.
Ginting, M. S. C. B. (2021) Keanekaragaman
Plankton di Danau Lau Kawar Kabupaten
Karo.
Harsoyo, B. (2010) “Review Modeling Hidrologi
Das di Indonesia,” Jurnal Sains & Teknologi
Modifikasi Cuaca, 11(1), hal. 41. doi:
10.29122/jstmc.v11i1.2179.
Hasim, Koniyo, Y. dan Kasim, F. (2015)
“Parameter Fisik-kimia Perairan Danau
Limboto sebagai Dasar Pengembangan
Perikanan Budidaya Air Tawar,” Jurnal
Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 3(4), hal.
130–136. Tersedia pada:
http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/nike/article/
view/1324.

104
Hidup, M. N. K. dan L. (1988) Keputusan Menteri
Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup.
Indonesia, P. (2021) “Peraturan Pemerintah Nomor
22 Tahun 2021 tentang Pedoman
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup,” Sekretariat Negara Republik
Indonesia, 1(078487A), hal. 483. Tersedia
pada:
http://www.jdih.setjen.kemendagri.go.id/.
Indonesia, P. R. (2001) Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001
tentang pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
Indrayana, R., Yusuf, M. dan Rifai, A. (2014)
“Pengaruh Arus Permukaan Terhadap
Sebaran Kualitas Air di Perairan Genuk
Semarang,” Journal of Oceanography, 3(4),
hal. 651–659.
JawaTimur, G. (2010) Peraturan Gubernur Jawa

105
Timur Nomor 61 Tahun 2010 tentang
Penetapan Kelas Air pada Air Sungai.
Kadim, M. K., Pasisingi, N. dan Paramata, A. R.
(2017) “Kajian Kualitas Perairan Teluk
Gorontalo dengan Menggunakan Metode
STORET,” Depik Jurnal, 6(3), hal. 235–241.
doi: 10.13170/depik.6.3.8442.
Kartini, T. dan Permana, S. (2016) “Analisis
Operasional Waduk Ir.H.Djuanda,” Jurnal
Kalibrasi Sekolah Tinggi Teknologi Garut,
14(1), hal. 13–14. Tersedia pada:
http://jurnal.sttgarut.ac.id.
Kasry, A. dan Fajri, N. El (2012) “Kualitas
Perairanmuara Sungai Siak Ditinjau Dari
Parameter Fisik-Kimia Dan Organisme
Plankton,” Statewide Agricultural Land Use
Baseline 2015, 1(2), hal. 96–113.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
(2003) “Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 115 Tentang

106
Pedoman Penentuan Status Mutu Air,”
Jakarta : Menteri Negara Lingkungan Hidup,
hal. 1–15. Tersedia pada:
http://medcontent.metapress.com/index/A65
RM03P4874243N.pdf.
Khotimah, S. (2013) “Kepadatan Bakteri Coliform
di Sungai Kapuas Kota Pontianak,”
Prosiding Semirata FMIPA Universitas
Lampung.
Lamongan, B. P. S. K. (2021) Kabupaten
Lamongan Dalam Angka 2021. Diedit oleh
B. K. Lamongan. BPS Kabupaten Lamongan.
Lamongan, D. L. H. K. (2016) Buku Laporan
Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan
Hidup Kabupaten Lamongan 2016 Informasi
Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup
Kabupaten Lamongan 2016 LEMBAR
PERNYATAAN.
Lamongan, P. K. (2014) Laporan Akhir Penyusun
Rencana Induk Sistem Penyediaan Air

107
Minum Kabupaten Lamongan.
Liana, C., Marzuki, I. dan Ariyanti, D. (2016)
“Rancang Bangun Sistem Pendukung
Keputusan Kualitas Air Limbah Di Bagian
Ipal Dengan Menggunakan Metode Storet
( Storage And Retrieval ),” 6(1), hal. 18–22.
Lolo, E. U. dan Pambudi, Y. S. (2020) “Penurunan
Parameter Pencemar Limbah Cair Industri
Tekstil Secara Koagulasi Flokulasi ( Studi
Kasus : IPAL Kampung Batik Laweyan ,
Surakarta , Jawa Tengah , Indonesia ),”
Serambi Engineering, V(3), hal. 1090–1098.
Muarif (2016) “Karakteristik Suhu Perairan di
Kolam Budidaya Perikanan,” Jurnal Mina
Sains, 2(2), hal. 96. doi:
10.30997/jms.v2i2.444.
Mubarak, A. S., Satyari, D. A. dan Kusdarwati, R.
(2010) “Korelasi Antara Konsentrasi Oksigen
Terlarut pada Kepadatan yang Berbeda
dengan Skoring Warna Daphnia spp,” Jurnal

108
Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 2(1), hal.
45–50.
Naslilmuna, M., Muryani, C. dan Santoso, S.
(2018) “Analisis Kualitas Air Tanah dan Pola
Komsumsi Air Masyarakat Sekitar Industri
Kertas PT Jaya Kertas Kecamatan Kertosono
Kabupaten Nganjuk,” Jurnal GeoEco, 4(1),
hal. 51–58.
Ngafifuddin, M., Susilo dan Sunarno (2017)
“Penerapan Rancangan Bangun pH Meter
Berbasis Arduino pada Mesin Pencuci Film
Radiografi Sinar-x,” Jurnal Sains Dasar,
6(1), hal. 66. doi: 10.21831/jsd.v6i1.14081.
Ningrum, I. (2020) Uji Kandungan Bakteri
Koliform pada Petis Ikan Tongkol dengan
Menggunakan Metode MPN (Most Probable
Number) yang Terdapat di Pasar Klampis
Bangkalan Madura.
Ningrum, S. O. (2018) “Analisis Kualitas Badan
Air dan Kualitas Air Sumur di Sekitar Pabrik

109
Gula Rejo Agung Baru Kota Madiun,”
Jurnal Kesehatan Lingkungan, 10(1), hal. 1–
12.
Patty, S. I. (2013) “Distribusi Suhu, Salinitas dan
Oksigen Terlarut di Perairan Kema, Sulawesi
Utara,” Ilmiah Platax, 1(3), hal. 148–157.
Perikanan, P. P. K. dan (2015) Modul
Mengidetifikasi Parameter Kualitas Air.
Teknologi. Pusat Pendidikan Kelautan dan
Perikanan.
Pratiwi, I. (2017) Karakteristik Parameter Fisika
Kimia pada Berbagai Aktivitas Antropogenik
Hubungannya dengan Makrozoobenthos di
Perairan Pantai Kota Makassar.
Putri, A. M. dan Kurnia, P. (2018) “Identifikasi
Keberadaan Bakteri Coliform dan Total
Mikroba dalam Dung-dung di Sekitar
Kampus Universitas Muhammadiyah
Surakatar,” Media Gizi Indonesia, 13(1), hal.
41–48. doi: 10.20473/mgi.v13i1.41.

110
Raco, J. (2018) “Metode penelitian kualitatif: jenis,
karakteristik dan keunggulannya.” doi:
10.31219/osf.io/mfzuj.
Rozi, A. F. (2017) “Analisis Strategi Pemasaran
pada Djawa Batik Solo Analysis Marketing
Strategies On Djawa Batik Solo,” Jurnal
Manajemen Dan Bisnis Indonesia, 3(2), hal.
173–186. Tersedia pada:
http://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/J
MBI/article/view/1204/966.
Ruga, L. et al. (2014) “Identifikasi Zooplankton di
Perairan Pulau Bunaken Manado,” Jurnal
MIPA UNSRAT Online, 3(2), hal. 84–86.
Salmin (2005) “Oksigen Terlarut (DO) dan
Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) sebagai
Salah Satu Indikator untuk Menentukan
Kualitas Perairan,” Oseana, 30(3), hal. 21–
26.
Saraswati, S. P. et al. (2014) “Kajian Bentuk dan
Sensitivitas Rumus Indeks PI,

111
STORET,CCME untuk Penentuan Status
Mutu Perairan Sungai Tropis di Indonesia,”
J. Manusia dan Lingkungan, 21(2), hal. 129–
142.
Sari, R. dan Apridamayanti, P. (2014) “Cemaran
Bakteri Coli dalam Beberapa Makanan Laut
yang Beredar di Pasar Tradisional Kota
Pontianak,” Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi,
2(2), hal. 14–19.
Setyaningrum, D. dan Agustina, L. (2020)
“Analisis Kualitas Air Di Daerah Aliran
Sungai Bengawan Solo Wilayah Kabupaten
Bojonegoro,” Semakia : J. Ilmu Perikanan,
11(1), hal. 1–9.
Shaleh, F. R. (2017) “Status Mutu Air dan Tingkat
Kesuburan Perairan Bengawan Jero
Kecamatan Turi Kabupaten Lmaongan,”
jurnal grouper, 8(115), hal. 21–27.
Sholihah, N. (2020) Analisis Kualitas Air dan
Pencemaran Air Sungai Pule di Desa

112
Lamongrejo Kecamatan Ngimbang
Kabuopaten Lamongan. Tersedia pada:
https://online210.psych.wisc.edu/wp-
content/uploads/PSY-
210_Unit_Materials/PSY-
210_Unit01_Materials/Frost_Blog_2020.pdf
%0Ahttps://www.economist.com/special-
report/2020/02/06/china-is-making-
substantial-investment-in-ports-and-
pipelines-worldwide%0Ahttp://.
Siregar, A. M. S. (2019) “Perhitungan Beban
Pencemaran dari Parameter Total Suspended
Solid (TSS) dan Total Coliform serta
Pengaruh Perilaku Masyarakat terhadap
Kualitas Air Sungai Percut.”
Sitanggang, B. (2019) Penentuan Kadar Chemical
Oxygen Demand (COD) pada Air Sungai
Percut di Laboratorium Dinas Lingkungan
Hidup Secara Spektrofotometri UV-Visible.
Sunarti, R. N. (2015) “Uji Kualitas Air Sumur

113
dengan Menggunakan Metode MPN ( Most
Probable Numbers ),” Bioilmi, 1(1), hal. 30–
34.
Tatangindatu, F., Kalesaran, O. dan Rompas, R.
(2013) “Studi Parameter Fisika Kimia Air
pada Areal Budidaya Ikan di Danau Tondano,
Desa Paleloan, Kabupaten Minahasa,” e-
Journal BUDIDAYA PERAIRAN, 1(2), hal.
8–19. doi: 10.35800/bdp.1.2.2013.1911.
Tururaja, T. dan Mogea, R. (2010) “Bakteri
Coliform di Perairan Teluk Doreri,
Manokwari Aspek Pencemaran Laut dan
Identifikasi Species,” Ilmu Kelautan, 15(1),
hal. 47–52.
Urbasa, P. A., Undap, S. L. dan Rompas, R. J.
(2019) “Dampak Kualitas Air Pada Budi
Daya Ikan Dengan Jaring Tancap Di Desa
Toulimembet Danau Tondano,” e-Journal
BUDIDAYA PERAIRAN, 3(1), hal. 59–67.
doi: 10.35800/bdp.3.1.2015.6932.

114
Walukow, A. f. (2010) “Penentuan Status Mutu Air
dengan Metode Storet di Danau Sentani
Jayapura Provinsi Papua,” Berita Biologi,
10(3), hal. 277–281.
Wibisana, M. I. (2017) “Analisis Kebutuhan
Pengairan Kawasan Pertanian Berdasarkan
Bencana Kekeringan di Kabupaten
Lamongan Berbasis Sistem Informasi
Geografis.”
Wijanarko, D. dan Hasanah, S. (2017) “Monitoring
Suhu dan Kelembaban Menggunakan SMS
Gateway pada Proses Fermentasi Tempe
Secara Otomatis Berbasis Mikrokontroler,”
Jurnal Informatika Polinema, 4(1), hal. 49.
doi: 10.33795/jip.v4i1.144.

115
LAMPIRAN 1

Pengukuran Pengukuran pH
Kecerahan

Pengukuran DO Pengukuran COD

116

Anda mungkin juga menyukai