Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SISTEM PENGOLAHAN AIR BERSIH DI PDAM TRITA JENEBERANG

PROVINSI SULAWESI SELATAN

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Latifa Mirzatika Al-Rosyid ST., MT

Disusun Oleh:

Rendy Pramuditha (210611062)

FAKULTAS TEKNIK

PRODI TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Sistem Pengolahan Air Bersih di PDAM
Tirta Jeneberang Provinsi Sulawesi Selatan

Tujuan penulisan dari makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Rekayasa Lingkungan. Selain
itu, juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang sistem pengolahan air bersih.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Latifa Mirzatika Al-Rosyid ST., MT selaku
Dosen Rekayasa Lingkungan yang memberikan tugas sehingga dapat menambah pengetahuan
sesuai dengan bidang studi yang diampu.

Penulis menyadari, tugas yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun penulis butuhkan demi kesempurnaan makalah ini. Penulis
ucapkan terimakasi.

Jember , 29 April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................1

1.1. Latar Belakang .................................................................................................1


1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan...............................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN...................................................................................................3

2.1. Sistem Pemeriksaan Kualitas Air di PDAM Tirta Jeneberang.........................3


2.2. Sistem Penyadapan Air di PDAM Tirta Jeneberang.........................................4
2.3. Sistem Transmisi di PDAM Tirta Jeneberang..................................................4

BAB 3 PENUTUP............................................................................................................6

3.1. Kesimpulan.......................................................................................................6
3.2. Saran..................................................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air adalah bagian dari kehidupan di permukaan bumi. Air bukan merupakan hal yang
baru, karena kita ketahui bersama bahwa tidak ada satu pun kehidupan dimuka bumi ini
dapat berlangsung tanpa adanya air. Oleh karena itu, air dikatakan benda mutlak yang sangat
diperlukan dalam kehidupan makhluk hidup. Air dalam tubuh manusia rata - rata 65% dari
total berat badannya dan sangat bervariasi pada masing – masing orang, bahkan juga
bervariasi pada bagian – bagian tubuh seseorang. Beberapa organ tubuh manusia yang
mengandung banyak air antara lain otak 74%, tulang 22%, ginjal 82,7%, otot 75,6%, dan
darah 83%.1 Kebutuhan manusia akan air untuk kepentingan rumah tangga sangat kompleks,
antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya sehingga harus memenuhi
syarat kualitas dan syarat kuantitas. Penyediaan air minum bagi masyarakat juga harus
memenuhi syarat kualitas yang meliputi syarat fisik, syarat biologis, syarat kimia dan syarat
radiologis. Sampai saat ini, air permukaan (sungai, mata air, waduk dan lain – lain) masih
menjadi sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan manusia, baik yang diolah melalui
perusahaan air minum yang dikelola oleh pemerintah maupun yang dikelola oleh perusahaan
swasta. Oleh karena air permukaan mudah tercemar oleh bahan-bahan kimia, biologi dan
radioaktif, maka perlu adanya pengawasan kualitas terhadap air baku untuk menghasilkan air
minum yang memenuhi persyaratan. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
(2010), masyarakat Indonesia yang memiliki akses terhadap air bersih hanya 44,19% dan
55,54% yang tidak memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi dasar. Jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 2015 sekitar 248 juta jiwa dari jumlah tersebut berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar 2010 sebanyak 110 juta jiwa (44,5%) belum memiliki akses terhadap
sanitasi dan 55 juta jiwa (22,1%) belum memiliki akses terhadap air minum, penduduk
pedesaan diperkirakan 153 juta jiwa (61,5%) yang belum memiliki akses terhadap sanitasi
dan 77 juta jiwa (31%) yang tidak memiliki akses terhadap air minum.2 Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 416/MENKES/PER/IX/1990 yang dimaksud dengan air
bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi
syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air bersih harus mempunyai
kualitas tinggi secara fisik, kimiawi maupun biologi untuk mencegah timbulnya penyakit.3 3
Pengadaan air bersih di Indonesia khususnya untuk skala yang besar masih terpusat di daerah
perkotaan, dan dikelola oleh Perusahan Daerah Air Minum (PDAM) kota yang bersangkutan.
Salah satu Penyedia Air Bersih yang ada di provinsi Sulawesi Selatan, yaitu PDAM Kota
Makassar. PDAM Makassar merupakan salah satu dari 12 perusahaan air minum yang masuk
golongan besar di Indonesia yaitu yang memiliki pelanggan diatas 100.000 pelanggan.
Sumber air baku yang digunakan oleh PDAM Kota Makassar untuk melayani penyediaan air

1
minumnya sebagian besar berasal dari air permukaan (sungai), yaitu Sungai Jeneberang dan
dan Sungai Maros.4 Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian terhadap air
tersebut. Pengujian yang biasa dilakukan adalah uji kimia, fisik biologi atau kenanpakan (bau
dan warna). Kualitas air dapat dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika
(suhu, kekeruhan, padatan terlarut, dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut,
BOD, kadar logam, dan sebagainya) dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri dan
sebagainya).5 Berdasarkan data dari BLHD Sulsel per akhir 2013, mutu air Sungai
Jeneberang berada pada tingkat cemar berat. Parameternya mengacu pada hasil uji TSS,
BOD, NO2, H2S, dan CI yang berada di atas baku. Kondisi ini diperparah diperparah dengan
lahan hutan di sekitar Sungai Jeneberang yang luasnya sekitar 2.462 hektare, tergolong
kritis.6 Menurut Apriyantomo dan Nurbowo, menyatakan bahwa Sungai Jeneberang sebagai
sumber air baku PDAM Makassar yang merupakan pensuplai kebutuhan air bersih
masyarakat perkotaan di Makassar harus memenuhi kriteria dan persyaratan dari parameter
tersebut. Ketika kandungan BOD dan DO suatu badan air tinggi, maka menghasilkan bahan
yang organik tinggi sehingga dapat menjadi media pertumbuhan berbagai jenis mikroba yang
dapat menimbulkan bau yang tidak sedap. Untuk mengurangi bau tidak sedap diperlukan
karbon aktif dengan mengguanakan bahan yang halalalan thayyiban sesuai dengan syariat
Islam. Oleh karena itu, untuk mengetahui kadar oksigen terlarut yang terdapat dalam air
perlu dilakukan pemeriksaan kadar oksigen.7 Kekeruhan yang berlebihan dan melampaui
batas standar dapat menimbulkan kerugian terbesar pada PDAM sendiri karena perlu
penggunaan bahan, peralatan dan sarana untuk menetralkannya. Kekeruhan yang tinggi
memerlukan proses pengendapan dengan menggunakan bahan yang banyak.

2
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sistem Pemeriksaan Kualitas Air di PDAM Tirta Jeneberang ?


2. Bagaimana Sistem Penyadapan Air di PDAM Tirta Jeneberang ?
3. Bagaimana Sistem Transmisi di PDAM Tirta Jeneberang ?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui Sistem Pemeriksaan Kualitas Air di PDAM Tirta Jeneberang.


2. Mengetahui Sistem Penyadapan Air di PDAM Tirta Jeneberang.
3. Mengetahui Sistem Transmisi di PDAM Tirta Jeneberang.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sistem Pemeriksaan Kualitas Air di PDAM Tirta Jeneberang

Skema Pengambilan Sampel Air

Pengukuran kualitas air sungai secara langsung maupun lewat uji laboratorium,
menunjukkan nilai-nilai dari kualitas air sungai berada pada mutu air kelas III (3), dimana
beberapa parameter kualitas air telah melewati ambang batas dari kualitas air kelas I dan kelas II.
Untuk padatan terlarut dan tersuspensi air Sungai Jeneberang masih di bawah ambang batas
pencemaran. Namun pada kandungan logam Fe, Mn, Pb dan Zn, telah melewati segala nilai
ambang batas dari kelas-kelas air. Hal ini disebabkan banyaknya kegiatan antropogenik (aktivitas
manusia) di sepanjang aliran sungai dari hulu ke hilir. Diantaranya aktivitas penambangan
material sungai, seperti penggalian, pemuatan, dan pengangkutan bahan pasir batu (sirtu),
aktivitas crushing plant (pabrik pemecah batu menjadi sirtu) di daerah hilir, kawasan rekreasi di
seputar dam Bili-bili. Demikian juga aktivitas di area penyeberangan di Kecamatan Barombong
ke wilayah Taeng. Kandungan logam dalam air Sungai Jeneberang yang tertinggi adalah unsur
logam Zn sekitas 17, 81 mg/l. Sedang yang kedua adalah Timbal (Pb) dengan konsentari dalam
air sungai sebesar 13,58 mg/l. Hasil perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1,
sebagai hasil dari rumusan persamaan ke 6, dan hasil uji laboratorium dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1 Hasil pengukuran dan perhitungan kualitas Sungai Jeneberang

4
Hasil dari perhitungan dengan metode indeks pencemaran sesuai dengan regulasi pemerintah
dalam hal ini Kepmen LH No.115/ 2003, maka nilai PI (Pollutant Index) menunjukkan nilai 6,8
pada Tabel.2. Hal ini berarti Sungai Jeneberang telah mengalami pencemaran dengan kategori
Tercemar Ringan. Nilai ini dapat saja berubah dari tahun ke tahun menjadi lebih besar,
tergantung dari tingkat aktivitas manusia yang ada di sepanjang hulu, hilir hingga ke muara
sungai.

Tabel 2 Nilai kandungan logam yang diuji pada Sungai Jeneberang

Penentuan Titik Sampling

Lokasi kegiatan penelitian dilakukan di sepanjang arah aliran Sungai Jeneberang, dari
Hulu ke Muara, yang meliputi empat (4) kecamatan sebagai titik pantau dan pengambilan sampel
air sungai, yang dibagi dalam 3 lokasi inflow dan 1 lokasi sebagai outflow. Adapun lokasi yang
dimaksud adalah: Kecamatan Parangloe, Desa Lonjo Boko sebagai inflow 1, Kecamatan
Bontomarannu lokasi Dam Bili-bili sebagai Inflow 2, Kecamatan Barombong dengan lokasi
sampling di tempat penyeberangan menuju Taeng Kecamatan Somba Opu, sebagai inflow 3. Dan
outflow 4 merupakan wilayah Kecamatan Mallengkeri yang dianggap sebagai muara Sungai
Jeneberang sebelum bertemu dengan air laut di wilayah Tanjung Bunga, yang dapat dilihat pada
Gambar 1, berikut:

Gambar 1 Lokasi pengukuran dan sampling air Sungai Jeneberang

Pengukuran Debit Sungai Jeneberang

5
Debit aliran adalah laju aliran air dalam bentuk volume air yang melewati suatu penampang
melintang sungai per satuan waktu. Dalam pengelolaan sumber daya air, data debit merupakan
informasi yang paling penting. Debit puncak (banjir) diperlukan untuk merancang bangunan
pengendali banjir. Sementara debit aliran kecil diperlukan untuk perencanaan lokasi
(pemanfaatan air) untuk berbagai macam keperluan, terutama pada musim kemarau panjang.
Debit rata-rata tahunan dapat memberikan gambaran potensi sumberdaya air yang dapat
dimanfaatkan dari suatu daerah aliran sungai. Sub DAS Malino, DAS Jeneberang Kabupaten
Gowa merupakan salah satu wilayah yang sering mengalami kekeringan pada musim kemarau
dan banjir pada musim penghujan di beberapa wilayah. Oleh karena diperlukan analisis
menggunakan model SWAT (Soil and Water Assessment Tools) untuk memprediksi debit di Sub
DAS Malino dengan tujuan untuk menganalisis faktor yang berpengaruh terdahap debit sungai
dan menganalisis nilai koefisien rezim aliran (KRA). SWAT adalah model yang dikembangkan
oleh Dr. Jeff Arnold pada awal tahun 1990-an untuk pengembangan Agricultural Research
Service (ARS) dari USDA. Model tersebut dikembangkan untuk melakukan prediksi dampak
dari manajemen lahan pertanian terhadap air, sedimentasi dan jumlah bahan kimia, pada suatu
area DAS yang kompleks dengan mempertimbangkan variasi jenis tanahnya, tata guna lahan,
serta kondisi manajemen suatu DAS setelah melalui periode yang lama. SWAT merupakan
model terdistribusi yang terhubung dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan
mengintegrasikan Spasial DSS (Decision Support System).
Model SWAT dioperasikan pada interval waktu harian dan dirancang untuk memprediksi
dampak jangka panjang dari praktek pengelolaan lahan terhadap sumberdaya air, sedimen, dan
hasil agrochemical pada DAS besar dan komplek dengan berbagai skenario tanah, penggunaan
lahan dan pengelolaan berbeda (Pawitan, 2004). Parameter yang digunakan dalam analisis debit
dengan menggunakan model SWAT yaitu (1) Penutupan Lahan, (2) Jenis Tanah dan Sifat Fisik-
Kimia Tanah, (3) Kelerengan dan (4) Data Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas
penutupan lahan hutan per sub-sub DAS dan topografi yang curam mempengauhi besarnya debit.
Nilai koefisien rezim aliran (KRA) di Sub DAS Malino menunjukkan kelas KRA yang tinggi (80
< KRA ≤ 110) dan kelas sangat tinggi (KRA>110). Untuk daerah yang pada saat musim kemarau
tidak terdapat air di aliran sungainya maka nilai KRA diperoleh dai perbandingan debit
maximum (Qmax) dan debit andalan (Qa = 0,25×Q rata-rata bulanan) (Kementerian Kehutanan,
2014). Klasifiksi koefisien rezim aliran (KRA) dapat dilihat pada Tabel 3.

2.2 Sistem Penyadapan


Air di PDAM Tirta
Jeneberang

KonsumsiTabel 3 Klasifikasi
atau pemakaian Koefisien
air Rezim
adalahAliran
banyaknya air yang dipakai untuk berbagai
penggunaan. Konsumsi air tergantung dari fungsi pemakai air (konsumen) dan jenis pelayanan
air, termasuk didalamnya ketergantungan pada variabel penggunaan air. Wilayah Metropolitan

6
Mamminasata, meliputi Kota Makassar, Kabupaten Maros, Gowa dan Takalar yang dibentuk
berdasarkan SK Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2003 mencakup seluruh kecamatan
di Kota Makassar dan Kabupaten Takalar, kecuali 3 dari 14 kecamatan di Maros dan 7 dari 18
kecamatan di Gowa. Pengecualian tersebut dilakukan mengingat jarak lokasi kecamatan yang
jauh dari wilayah metropolitan. Luas wilayah Mamminasata adalah 2.462,3 km2 (246.230 ha).
Hasil proyeksi jumlah penduduk pada tahun 2039 diperoleh 4.167.713 jiwa di wilayah
Mamminasata, dengan target jumlah Sambungan Rumah 898.698 SR dan kebutuhan air baku
rata-rata adalah 12.991 liter/detik.

Intake dan Transmisi Air Baku Intake air baku DAM Bili-Bili terletak di Kecamatan
Bontomaranu Kabupaten Gowa. Kapasitas intake air baku eksisting adalah 3.300 liter/detik
termasuk kehilangan air baku pada pipa air baku dan pada proses pengolahan. Diameter pipa
transmisi air baku eksisting saat ini adalah 1.650 mm sepanjang 6 km di bagian hulu dan
diameter 1.500 mm sisanya di bagian hilir dengan panjang 10,3 km dengan jenis pipa HDPE.
Titik penyadapan air baku pada ruang interkoneksi air baku IPA Sombo Opu di Kecamatan
Somba Opu Kabupaten Gowa.

Lokasi titik sadap pipa transmisi air baku IPA Somba Opu II juga direncanakan di lokasi
yang sama denga titik sadap IPA Somba Opu I dengan diameter 1000 mm dan 500 mm
sepanjang masing-masing 500 m dari interconnection chamber dengan menggunakan pipa HDPE
PN 10 SDR 17 pengaliran dengan sistem gravitasi sampai IPA Somba Opu II. Saat ini , terdapat
3 (tiga) katup udara dari 15 katup udara pada jalur pipa transmisi air baku yang bocor, sehingga
memerlukan pemeliharaan. Unit Produksi Dari kapasitas sebesar 3.300 liter/det untuk kebutuhan
air baku tersebut, saat ini telah digunakan dalam oleh PDAM Makassar untuk IPA Somba Opu I
sebesar 1.600 liter/detik dan PDAM Kabupaten Gowa sebesar 190 liter/detik pada 5 bangunan
pengolahan, sehingga air yang tersedia di pipa air baku sebesar1.490 liter/detik, dan relatif cukup
memenuhi kebutuhan IPA Mamminasata (IPA Somba Opu II) sebesar 1,100 liter/detik. Lokasi
IPA Mamminasata berada di Somba Opu (II) Kabupaten Gowa dengan luas lahan tersedia 7,2 Ha
dari total lahan 15,5 Ha

2.3 Sistem Transmisi di PDAM Tirta Jeneberang

Pemkot Makassar telah menyatakan setuju agar lahan IPA Somba Opu II dapat dihibahkan
kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sebagai lahan IPA Regional Mammiinasata
melalui Surat Walikota Makassar kepada Gubernur Sulawesi Selatan no.
032/1165/BPKAD/VII/2020 tanggal 21 Juli 2020 perihal Persetujuan Hibah Lokasi SPAM
Regional Mamminasata. Proses Hibah dari Pemkot Makassar ke Pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan masih berlangsung. Untuk Saat ini telah terbit SK Tim Peneliti Aset yang terdiri dari
lintas OPD Kota Makassar. Hasil penelitian akan dituangkan dalam BA Serah Terima Aset atas
nama Walikota Makassar kepada Gubernur Sulawesi Selatan.

7
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya pada SPAM Regional Mamminasata tahap ini
Kota Makassar akan mendapatkan air curah sebanyak 600 liter/detik, Maros 130 liter/detik,
Gowa 200 liter/detik, dan Kabupaten Takalar 70 liter/detik sehingga total pendistribusian air
curah adalah 1.000 liter/detik. Unit distribusi SPAM Regional Mamminasata ini terdiri dari pipa
jaringan distribusi utaman (pipa transmisi air curah ke masing-masing offtake) dan water meter
induk untuk masing-masing reservoir offtake.

Lokasi Reservoir offtake meliputi : Kota Makassar (Reservoir Offtake Kima, Reservoir Offtake
PERUMAHAN BUMI TAMALANREA PERMAI), Kabupaten Gowa (Reservoir Offtake Barongloe
,Reservoir Offtake Pattalasang, Reservoir Offtake Mangarupi, Reservoir Offtake Barombong, Reservoir
Offtake Limbung, Rencana Penyerapan SR), Kabupaten Maros (Reservoir Offtake Patontongan,
Reservoir Offtake Tamu-Tamu, Reservoir Offtake Galesong). Rencana jalur pipa JDU adalah
menggunakan pipa HDPE S-8-SDR 17 PN 10. Berikut ini adalah plotting jalur JDU SPAM
Mamminasata

Gambar 2 Peta Jalur Pipa Jaringan Transmisi Air Curah

Hasil perhitungan hidrolis pipa dengan menggunakan software Epanet dengan pembebanan
masing-masing jalur seperti rencana kuota air curah di masing-masing offtake. adalah sebagai
berikut ini:

 Jenis Pipa yang digunakan pipa HDPE S-8 SDR 17 PN 10


 Total panjang jalur pipa 67.697 m
 Kapasitas pompa distribusi untuk jalur Makassar-Gowa-Maros, Q = 800 liter/detik, Head
=80 m
 Kapasitas pompa distribusi untuk jalur Gowa-Takalar , Q = 100 liter/detik, Head = 60 m

8
Gambar 3 3 Peta overview jalur pipa jaringan transmisi air curah

Pelayanan SPAM Regional Mamminasata 1.000 liter/detik ini adalah mulai reservoir offtake
dan jaringan distribusi pelayanan sampai dengan SR. Sesuai kesepakatan KSB, kuota air curah
Kota Makassar 600 liter/detik, Maros 130 liter/detik, Gowa 200 liter/detik, dan Kabupaten
Takalar 70 liter/detik. Setiap kabupaten/kota bertanggung jawab terhadap pemanfaatan air curah
dengan membangun jaringan distribusi dan SR kepada masyarakat. Untuk menampung air curah
SPAM Regional Mamminasata diperlukan reservoir offtake di masing-masing titik sadap yang
besar volumenya direkomendasikan sebesar 20% dari kuota air curah.

BAB III

PENUTUP

9
3.1 Kesimpulan

PDAM melakukan 4 kali proses penyaring dalam penggunaan air sungai kapuas sebelum
masuk ke tahap pengolahan, dalam tahapan ini sampah dari sungai akan tersaring melalui filter
yang tersedia, yangberlanjut ke IPA(Instalasi Pengolahan Air) 4 yang dapat menghasilkan air
sebanyak 600 l/d.

3.2 Saran

Dilihat dari jumlah permintaan air bersih yang diminta oleh masyarakat dengan jumlah
air bersih yang dihasilkan oleh Instalasi Pengolahan Air (IPA), perlu adanya penambahan jumlah
peningkatan produksi air bersih oleh IPA agar jumlahnya semakin banyak dan bisa tersebar
kemasyarakat lebih luas cakupannya.

DAFTAR PUSTAKA

10

Anda mungkin juga menyukai