Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN

KERJA PRAKTEK
ANALISIS INSTALASI UNIT PENGOLAHAN AIR MINUM
PDAM TIRTA ANOA KOTA KENDARI

DISUSUN OLEH :

ANDI TRIAJULIYANTI E1A3 16 002


ANITHA TERESYA YUSUF E1A3 16 003

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK SIPIL


REKAYASA INFRASTRKTUR DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HALU-OLEO
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan kasih-Nya

yang telah memberikan ilmu pengetahuan, pengalaman, kekuatan, dan kesempatan,

sehingga mampu menyelesaikan Laporan Kerja Praktek yang berjudul Analisis

Proses Pengolahan Air Minum Tirta Anoa di Instalasi Pengolahan Air. Laporan kerja

praktek ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh program

sarjana S1 Program Studi Teknik Sipil Rekayasa Infastruktur dan Lingkungan.

Selama melaksanakan kerja praktek dilapangan penyusun telah banyak

mendapatkan bantuan dan bimbingan. Oleh karena itu penyusun mengucapkan

terimakasih kepada :

1. Bapak Sufirman,SH selaku pendamping selama melaksanakan Kerja Praktek

(KP) di PDAM Tirta Anoa Kota Kendari.

2. Ibu Rini Sriyani, ST,MT., selaku pembimbing selama pelaksanaan kerja praktek.

3. Semua pihak yang telah membantu penyusun dalam menyelesaikan laporan ini.

Penyusun menyadari bahwa laporan ini belum seutuhnya sempurna, oleh

karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun

kesempurnaan laporan ini, semoga dapat bermanfaat bagi kita.

Kendari, Desember 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.3 TUJUAN KERJA PRAKTEK

1.4 MANFAAT KERJA PRAKTEK

1.5 RUANG LINGKUP BATASAN MASALAH KERJA PRAKTEK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN AIR

2.2 AIR BAKU

2.3 SUMBER AIR

2.4 INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM


BAB III GAMBARAN UMUM

3.1 WAKTU DAN TEMPAT

3.2 METODOLOGI

3.3 GAMBARAN UMUM PDAM TIRTA ANOA KENDARI

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 UNIT PENGOLAHAN

4.2 KUALITAS AIR MINUM

BAB V PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

4.2 SARAN

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Suhu Untuk Masing-Masing Golongan Air

Tabel 2.2 Karakteristik Media Filtrasi


DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Peta Lokasi PDAM Tirta Anoa Kendari

Gambar 4.1 Sumber Air Baku, Sungai Pohara

Gambar 4.2 Bak Koagulasi

Gambar 4.3 Bak Flogkulasi

Gambar 4.4 Bak Sedimentasi

Gambar 4.5 Bak Filtrasi

Gambar 4.6 Pipa Pembawa Desinfektan ke Reservoir

Gambar 4.7 Bak Reservoir

Gambar 4.8 Hasil Pemeriksaan Bakteriologis

Gambar 4.9 Hasil Pemeriksaan Fisik dan Kimia


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang

banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

harus dilindungi agar tetap dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk

hidup yang lain. Dalam pengamatan dan pelestarian sumber daya air harus terus

diperhatikan segenap pengguna air termasuk juga oleh pemerintah baik

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sehingga pemanfaatan air untuk

berbagai kepentingan harus dilakukan dengan cara yang bijaksana, dengan

memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang

(Effendi, 2003).

Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk kehidupan

manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, air bersih digunakan untuk mandi,

mencuci, memasak, dan kegiatan penting lainnya. Sumber air bersih

terbatas karena banyak sumber yang sudah tercemar. Pengolahan air bersih

adalah suatu usaha teknis yang dilakukan untuk memberikan perlindungan pada

sumber air dengan perbaikan mutu asal air sampai menjadi mutu yang diinginkan

dengan tujuan agar aman dipergunakan oleh masyarakat pengkonsumsi air bersih

(Narita, KAdek, et al, 2011).


PDAM Tirta Anoa sebagai salah satu BUMD Dikota Kendari yang bergerak

dibidang jasa penyediaan air bersih harus mencukupi kebutuhan masyarakat akan

air bersih baik dalam segi kualitas, kuantitas dan kontinyuitas, serta meliputi

penyediaan, pengembangan pelayanan sarana dan prasarana serta distribusi air

bersih, sedang tujuan lainnya adalah ikut serta mengembangkan perekonomian

guna menunjang pembangunan daerah dengan memperluas lapangan pekerjaan,

serta mencari laba sebagai sumber utama pembiayaan bagi daerah. Pelanggan

dalam PDAM Tirta Anoa ±16.000.000.

Untuk memenuhi pasokan air bersih bagi pelanggan, Tirta Anoa harus

memproduksi air dengan standar kualitas air minum. Standar kualitas air minum

tersebut dapat dicapai dengan melakukan proses yang baik terhadap air baku.

Proses pengolahan yang dilakukan terhadap air baku tersebut seharusnya sesuai

dengan kualitas air baku. Dengan semakin meningkatnya pencemaran terhadap

air baku, proses yang dilakukan juga harus ditingkatkan mutunya.

Berdasarkan hal tersebut maka diperluhkan suatu evaluasi terhadap unit

pengolahan air minum yang ada sehingga dapat memberikan gambaran melalui

kerja praktek (KP) terhadap kondisi-kondisi yang ada pada bangunan pengolahan

air, sehingga dapat memberikan masukan yang dianggap perlu dalam mengatasi

permasalahan yang ada diunit pengolahan air minum yang ada di instalasi (IPA)

Tirta Anoa, Kota Kendari.


1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang kami ambil pada kerja praktek ialah sebagai

berikut :

1. Bagaimana proses pengolahan unit air baku sehingga menjadi air minum?

2. Mengetahui kualitas air minum yang dihasilkan oleh PDAM Tirta Anoa?

1.3 Tujuan Kerja Praktek

Adapun tujuan masalah dari kerja praktek ialah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana proses pengolahan unit air baku sehingga

menjadi air minum.

2. Untuk mengetahui kualitas air minum yang dihasilkan oleh PDAM Tirta

Anoa.

1.4 Manfaat Kerja Praktek

Adapun manfaat yang dapat kita ambil dari kerja raktek (KP) ialah sebagai

berikut : Agar mahasiswa dapat mengetahui proses pengolahan unit air baku

sehingga menjadi air minum, serta mengetahui kualitas air minum PDAM Tirta

Anoa Kota Kendari.


1.5 Ruang Lingkup Batasan Masalah Kerja Praktek

Ruang lingkup kerja praktek ini meliputi :

1. Orientasi, meliputi pengenalan hal-hal umum mengenai PDAM Tirta Anoa.

2. Studi lapangan, meliputi pengenalan terhadap unit-unit (WTP) yang ada di

instalasi PDAM Tirta Anoa Kendari.

3. Pembahasan dibatasi hanya pada analisis proses pengolahan air minum saja

khususnya pada WTP dan kualitas air baku.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Air

Air merupakan salah satu factor penting dalam penentuan kebutuhan manusia.

Keberadaan air dimuka bumi ini sangat berlimpah, mulai dari mata air, sungai,

waduk, danau, laut, hingga samudra. Luas wilayah perairan lebih besar dari pada

luas wilayah daratan. Walaupun demikian tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan

oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satunya adalah

kebutuhan akan air bersih dan air minum.

Pemanfaatan air sebagai air bersih dan air minum, tidak dapat dilakukan

secara langsung akan tetapi membutuhkan proses pengolahan terlebih dahulu.

Pengolahan dilakukan agar air tersebut dapat memenuhi standar sebagai air

bersih maupun air minum. Factor-faktor kualitas air baku dapat sangat

menentukan efesiensi pengolahan. Factor-faktor kualitas air baku dapat meliputi

warna, kekeruhan, pH, kandungan logam, kandungan zat-zat kimia, dan lain-

lainnya. Untuk melakukan proses pengolahan tersebut dibutuhkan suatu instalasi

yang sesuai dengan kualitas yang diinginkan.


2.2 Air Baku

2.2.1 Pengertian Air Baku

Air baku adalah air yang dipersiapkan untuk dijadikan air minum yang

berasal dari daerah tangkapan pada suatu daerah tersebut.

Standar kualitas air baku di Indonesia ditetapkan melalui peraturan

pemerintah no.82 tahun 2001 yang menetapkan kualitas air baku melalui 4

golongan, yaitu :

a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku, air

minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang

sama dengan kegunaan tersebut.

b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk

prasarana/sarana rekreasi air, pemberdayaan ikan air tawar,

perternakan, air untuk mengairi pertaniaan dan atau peruntukan lain

yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk

pembudidayyaan ikan air tawar, perternakan, air untuk mengairi

pertanaman, dan atau penentuan lain yang mempersyaratkan mutu air

yang sama dengan kegunaan tersebut.

d. Kelas empat, air yang diperuntukannya dapat digunakan untuk

mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan

mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.


Kualitas air merupakan konsumsi kegiatan manusia merupakan

kualitas air kelas satu, ada beberapa parameter yang harus diperhatikan

yaitu parameter fisik, kimia, mikrobiologi, dan zat radio aktif. Parameter

fisik seperti kekeruhan, rasa, bau dan warna pada umumnya mempengaruhi

sifat estetika dari air. Parameter kimia dan mikrobiologi akan berbahaya

bagi kesehatan manusia, sehingga perluh dihilangkan.

2.2.2 Pengertian Air Minum

Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa

proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung

diminum. (Permen Kes.no907 tahun 2002).

Dalam pengolahan air yang harus dipertimbangkan adalah kandungan

yang terdapat pada air baku. Air baku untuk memenuhi kebutuhan air bagi

masyarakat harus seminimal mungkin mengandung kadar logam berat,

serta zat-zat yang dapat mempengaruhi kesehatan seperti : merkuri,

flourida dan nitrat. Air yang mengandung banyak kadar polutan BOD,

CODdan bakteri penyakit tidak layak untuk menjadi sumber air baku.

Parameter-parameter yang menjadi acuan standar kualitas air bersih,

antara lain adalah :

a. Kekeruhan

Kekeruhan yang terjadi pada air disebabkan karena air mengandung

bahan suspense yang dapat menghambat sinar menembus air dan


berbagai macam partikel yang bervariasi ukurannya mulai koloid

smapai yang kasar. Bahan organic yang masuk ke dalam air sungai

juga menyebabkan kekeruhan air bertambah, hal ini disebabkan karena

bahan organic merupakan makanan bagi bakteri, akibatnya bakteri

berkembang dan mikroorganisme yang memakan bakteri juga

bertambah. Kekeruhan sangant penting dalam penyediaan air bersih

karena ditinjau dari segi estetika setiap pemakaian air mengharapkan

memperoleh air yang jernih, sedangkan dari segi pengolahan airnya

penyaringan air menjadi lebih mahal bila kekeruhan meningkat, karena

saringan akan cepat tersumbat sehingga meningkatkan biaya

pembersihan. Alat ukur yang digunakan adalah turbidimeter. Satuan

unit kekeruhan yang sering digunakan adalah NTU (Nephelometer

Turbidity Unit), FTU (Formazin Turbidity Unit), JTU (Jackson Candle

Turbidity Unit).

b. Warna

Penyebab warna dalam air adalah sisa-sisa bahan organic seperti daun

dan kayu yang telah membusuk. Zat besi kadang-kadang juga

penyebab warna yang tinggi potensinya. Air permukaan yang

berwarna kuat biasanya disebabkan oleh partikel tersuspensi

berwarnawarnna air yang disebabkan oleh partikel suspense

menimbulkan warna yang disebut warna semu (Apperent Colour),


berbeda dengan warna yang disebabkan oleh bahan-bahan organic

yang berbentuk koloid yang disebut warna sejati (True Colour),

c. Rasa dan Bau

Rasa dan bau dalam air sering sebabkan adanya bahan-bahan organic

dan memungkinkan adanya mikroorganisme penghasil bau yang

mempengaruhi kenyamanan air. Penyebab bau umumnya tidak

terdapat dalam jumlah konsentrasi yang cukup untuk bias dideteksi

kecuali hasil baunya itu sendiri.

d. Suhu

Suhu untuk air minum yang diizinkan adlah sesuai dengan suhu

normal atau dengan kondisi setempat. Suhu untuk masing-masing

golongan (sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

No.82 14 Desember 2001) dapat dilihat pada tabel berikut).

Tabel 2.1 Suhu Untuk Masing-Masing Golongan Air

Golongan Air Syarat Suhu Air

Satu Suhu Udara ± 3 oC

Dua Suhu Udara ± 3 oC

Tiga Suhu Udara ± 3 oC

Empat Suhu Udara ± 5 oC


Dalam suatu industry tertentu, dibutuhkan air dengan suhu yang lebih

tinggi dari suhu normalnya, sehingga air dengan suhu tinggi biasanya

berasal dari air buangan industry. Ekosistem suatu air sungai dapat bila

menampung air buangan industry yang suhunya terlalu tinggi. Karena

suhu air yang terlalu tiggi dapat membunuh mikrobiologi yang

membantu menguraikan zat-zat yang mencemari air.

e. Derajat Keasaman (pH)

pH adalah skala yang digunakan untuk menyatakan suatu air dalam

keadaan basa atau asam, dengan pengukuran konsentrasi ion hydrogen,

atau aktifitas ion hydrogen. Pengukuran pH ini sangat penting bagi

penyediaan air minum, misalnya pada saat koagulasi dengan bahan

kimia, disinfeksi, pelunakan air dan control korosi. Nilai pH yang

tinggi menyebabkan air bersifat basa sehingga air terasa seperti air

kapur dan pada air tersebut akan timbul flok-flok halus berwarna putih

yang lama kelamaan akan mengendap sehingga kurang baik untuk

dikonsumsi. Sedangkan nilai pH yang rendah menyebabkan air

bersifat asam dan peka terhadap senyawa logam sehingga dapat

menyebabkan korosi/karat pada pipa. Air dengan keadaan demikian

tidak baik untuk dikonsumsi karena membahayakan kesehatan. Air

yang normal tidak boleh bersifat asam maupun basa. Standar

persyaratan kadar pH yang diizinkan untuk air minum di Indonesia

yaitu berkisar 6,5 ˂ pH ˂ 9,0. Dengan kadar pH mendekati 7,0 maka


air yang diminum terasa enak dan air itu tidak menyebabkan karat

pada pipa-pipa baja.

f. Kandungan Besi (Fe)

Besi ada didalam tanah dan batuan, kebanyakan dalam ferric oxide

(Fe2O3) yang tidak muda larut. Juga dalam hal ini tertentu berbentuk

ferrous carbonat (FeCO3) yang sedikit larut dalam air, karena air tanah

umumnya mengandung CO2 tinggi, FeCO3 menjadi larut dalam air.

Air yang mengandung besi bila kontak dengan udara, oksigen dari

udara akan larut dan air menjadi keruh sehingga estetika air menjadi

tidak menyenanagkan. Hal ini disebabkan karena oksidasi terhadap

besi menjadi bentuk Fe3+ yang berbentuk koloid. Untuk mengikat besi

dalam air dapat menggunakan klor (sebagai disinfektan). Air yang

mengandung besi dalam jumlah yang tinggi akan mempengaruhi

pekerjaan perpipaan dengan tumbuhnya bakteri dalam system

perpipaan, menimbulkan warna pada air dan besi dalam air juga

menyebabkan rasa logam pada air. Kandungan besi maksimum dalam

air minum adalah 0,3 mg/liter.

g. Mangan (Mn)

Mangan yang berada didalam tanah berbentuk MnO2 dan tidak larut

dalam air yang mengandung CO2 tinggi, air yang mengandung mangan

ini akan menimbulkan rasa dan bau logam, menyebabkan noda pada

pakaian yang dicuci dan menimbulkan endapan dan korosipada


perpipaan, kandungan mangan dalam air berbentuk mangan

bikarbonat. Untuk mengikat zat mangan bikarbonat ini, biasanya

dibubuhkan klor sebagai zat disinfektan. Sehingga banyaknya

pembubuhan zat disinfektan ini sangat dipengaruhi oleh kandungan

mangan bikarbonat.

Reaksi antara mangan bikarbonat dengan klor akan menghasilkan

kandungan mangan dioksida yang jika mengendap akan berwarna

coklat kehitaman dan menyebabkan air menjadi keruh. Mangan

dioksida ini biasanya mengendap di pipa-pipa terutama pada bagian

yang berlekuk, seperti kran-kran penutupan dan ventil-ventil

keamanan. Efek negative yang terasa bila air mengandung kadar

mangan yang cukup tinggi adalah pakaian yang dicuci akan berwarna

kuning atau kecoklatan(terutama pakaian yang berwarna putih).

h. Zat Organik (KMnO4)

Zat organic dihasilkan oleh alga, mikroorganisme pengurai dalam

proses dekomposisi (organisme yang sudah mati), humas tanah dan

feces. Akibat yang ditimbulkan terhadap kenyamanan air adalah

menimbulkan rasa dan bau yang kurang enak. Dan terhadap system

perpipaan dapat menimbulkan korosivitas.

Pada saat ini persyaratan kualitas air untuk konsumsi masyarakat

yang berlaku di Indonsesia adalah Keputusan Menteri Kesehatan RI

Nomor 907/MENKES/SK/VH/2002.
2.3 Sumber Air

Sumber air yang ada di permukaan bumi berasal dari beberapa sumber.

Berdasarkan letak sumbernya air dibagi menjadi empat, yaitu air permukaan, air

hujan, air tanah, dan mata air :

a. Air Permukaan

Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau,

makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah maka aliran permukaan

semakin besar. Alira permkaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah

urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama

yan membawa seluruh air permukaan di sekitar daerah aliran sungai menuju

laut. Air permukaan meliputi badan-badan air semacam sungai, danau,

telaga, waduk, rawa dan sumur permukaan. Sebagian besar air permukaan ini

berasal dari air hujan dan mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah

dan lainnya

b. Air Hujan

Air hujan merupakan sumber utama dari air di bumi. Air ini pada saat

pengendapan dapat dianggap sebagai air yang paling bersih, tetapi pada saat

di atmosfer cenderung mengalami pencemaran oleh beberapa partikel debu,

mikroorganisme dan gas (misal : karbon dioksida, nitrogen dan amonia).

c. Air Tanah (Groundwater)

Air Tanah (Groundwater) umumnya diartikan air yang menempati semua

rongga dalam strata geologi. Zona ini jenuh harus dibedakan dari zona tak
jenuh, atau aerasi, zona di mana void diisi dengan air dan udara (Todd, 2005).

Menurut Effendi 2003 air tanah (groundwater) merupakan air yang berada

dibawah permukaan tanah. Air tanah ditemukan pada akifer. Pergerakan air

tanah sangat lambat; kecepatan arus berkisar antara 10⁻¹° - 10⁻³m/detik dan

dipengaruhi oleh porositas, permeabilitas dari lapisan tanah, dan pengisian

kembali air (recharge). Karakteristik yang membedakan air tanah dari air

permukaan adalah pergerakan yang sangat lambat dan waktu tinggal

(residence time) yang sangat lama, dapat mencapai puluhan bahkan ratusan

tahun. karena pergerakan yang sangat lambat dan waktu tinggal tersebut, air

tanah akan sulit kembali jika mengalami pencemaran.

d. Mata Air (Springs)

Mata air air adalah keluarnya terkonsentrasi air tanah muncul di permukaan

tanah sebagai arus air yang mengalir. Harus dibedakan antara mataair dan

rembesan, yang menunjukkan gerakan lambat air tanah ke permukaan tanah.

Air di daerah rembesan mungkin dari kolam dan meresap atau mengalir,

tergantung pada besarnya rembesan, iklim, dan topografi. Mataair terjadi

dalam berbagai bentuk dan telah diklasifikasikan sebagai menyebabkan,

struktur batuan, debit, temperatur, dan variabilitas. Bryan 1919 dalam Todd

2005, membagi semua mataair ke dalam (a) yang dihasilkan dari kekuatan

nongravitational dan (b) yang dihasilkan dari gaya gravitasi. Dalam kategori

pertama termasuk mataair vulkanik, terkait dengan batuan 4 vulkanik, dan


mataair retakan, akibat retakan memanjang sampai kedalam kerak bumi.

Mataair tersebut biasanya mataair termal. (Todd,2005).

2.4 Instalasi Pengolahan Air Minum

Instalasi pengolahan air minum merupakan suatu sistem yang

mengombinasikan proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi,dan desinfeksi

serta dilengkapi dengan pengontrolan proses. Sistem dan subsistem dalam

instalasi yang akan didesain harussederhana, efektif, dapat diandalkan, tahan

lama, dan murah dalam pembiayaan (Kawamura, 1991). Pemilihan masing-

masing unit operasi yang digunakan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

jenis dan karakteristik air, variasi debit air, kualitas hasil olahan yang

diinginkan, pertimbangan kemudahan dalam operasi dan pemeliharaan yang

berkaitan dengan ketersedian teknologi dan tenaga terampil serta aspek finansial

menyangkut biaya yang harus disediakan untuk pembangunan instalasi serta

biaya operasionalnya. Sedangkan pengolahan air secara khusus yang disesuaikan

dengan kondisi sumber air baku dan atau keperluan/peruntukan penggunaannya

dapat dilakukan diantaranya dengan reverse osmosis, ion exchange, adsorbsi,

dan pelunakan air (Darmasetiawan, 2004).

2.4.1 Bangunan Penangkap Air (Intake)

Dalam pengolahan air minum, bangunan intake berfungsi sebagai

bangunan penyadap yang dibangun pada sumber air untuk mengambil air

baku yang kemudian akan diolah dengan unit unit pengolahan selanjutnya.
Kapasitas bangunan intake yang digunakan harus disesuaikan dengan

kebutuhan air. Intake untuk air permukaan dikelompokkan menjadi river

intake dan reservoir intake. River intake digunakan untuk air baku sungai

sedangkan reservoir intake digunakan pada air baku danau (AWWA, 1990).

Bangunan intake harus diletakkan di tempat yang mudah diakses serta

didesain dan dibangun untuk memenuhi kuantitas tertentu dan kualitas

tertentu dari sumber air baku yang ada (Kawamura, 1991).

Unit ini berfungsi untuk :

a. mengumpulkan air dari sumber untuk menjaga kuantitas debit air yang

dibutuhkan oleh instalasi pengolahan.

b. Menyaring benda-benda kasar dengan menggunakan bar screen.

c. Mengambil air baku sesuai dengan debit yang diperluhkan oleh

instalasi pengolahan yang direncanakan demi menjaga kontinuitas

penyediaan dan pengambilan air dari sumber.

d. Bangunan intake dilengkapi dengan screen, pintu air, dan saluran

pembawa.

Rumus-rumus dan criteria desain yang digunakan dalam perhitungan

intake :

a. Kecepatan aliran pada saringan kasar (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)

Rumus :

𝑄
𝑣=
𝐴
Dimana :

V : Kecepatan (m/s)

Q : Debit Aliran (m3/s)

A : Luas Bukaan (m2)

b. Kecepatan aliran pada saringan halus (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)

Rumus :

𝑄
𝑣=
𝐴 × 𝑒𝑓𝑓

Dimana :

V : Kecepatan (m/s)

Q : Debit Aliran (m3/s)

A : Luas Bukaan (m2)

eff : Luas Saringan (0,5 - 0,6)

c. Kecepatan aliran pada pintu intake (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)

Rumus :

𝑄
𝑣=
𝐴

Dimana :

V : Kecepatan (m/s)

Q : Debit Aliran (m3/s)

A : Luas Bukaan (m2)


d. Kriteria desain (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)

Kecepatan aliran pada saringan kasar : ˂ 0,08 m/s

Kecepatan aliran pada pintu intake : ˂ 0,08 m/s

Kecepatan aliran pada saringan halus : ˂ 0,2 m/s

Lebar bukaan saringan kasar : 5 – 8 cm

Lebar bukaan saringan halus : ± 5 cm

2.4.2 Unit Prasedimentasi

Bak prasedimentasi berfungsi untuk mengendapkan kotoran atau

lumpur yang terkandung didalam air sehingga mengurangi kekeruhan dan

warna secara gravitasi tanpa pembubuhan bahan kimia.

2.4.3 Unit Koagulasi

Koagulasi didefenisikan sebagai proses penambahan sejumlah zat

kimia air yang dapat menyebabkan terjadinya destabilisasi partikel muatan

koloid dan partikel tersuspensi, sehingga memungkinkan untuk terjadinya

penyatuan dengan partikel-partikel lain dan membentuk partikel dengan

dimensi yang lebih besar. Partikel-partikel yang menyebabkan kekeruhan

dan warna pada sumber air baku umumnya adalah tanah liat, endapan

lumpur, virus, bakteri, mineral (parikel radioaktif) dan partikel nonorganic.

Pengadukan cepat (flash mixing) merupakan bagian terintegrasi dari proses

ini. Pengadukan cepat berfungsi untuk melarutkan koagulan, untuk


mendistribusikan koagulan secara merata dalam air, dan untuk

menghasilkan partikel-partikel halus sebagai inti koagualsi sebelum reaksi

koagulasi selesai.

Secara umum proses koagulasi berfungsi untuk :

a. Mengurangi kekeruhan akibat adanya partikel koloid anorganik

maupun organic didalam air.

b. Mengurangi warna yang diakibatkan oleh parikel koloid didalam air.

c. Mengurangi bakteri-bakteri pathogen koloid, alga dan organism

plankton lainnya.

d. Mengurangi rasa dan bau yang diakibatkan oleh partikel koloid dalam

air.

Koagulan yang ditambahkan harus berpresipitasi diluar larutan

sehingga ion tidak tertinggal didalam air, presipitasi ini sangat membantu

dalam proses penyisihan koloid. Koagulan yang paling umum digunakan

adalah koagulan yang berupa garam logam, seperti aluminium sulfat, ferri

klorida, dan feeri sulfat. Polimer sintetik juga sering digunakan sebagai

koagulan. Perbedaan antara koagukan yang berupa garam logam dan

polimer sintetik adalah reaksi hidrolitiknya didalam air. Garam logam

mengalami hidrolisis ketika dicampurkan kedalam air, sedangkan polimer

tidak mengalami hal tersebut.

Factor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi antara lain :

a. Intensitas Pengadukan.
b. Gradien Kecepatan.

c. Karakterikstik Koagulan, Dosis, dan Konsentrasi.

d. Karakteristik Air Baku Kekeruhan, Alkalinitas, pH dan Suhu.

Pengadukan cepat terdiri atas dua jenis yaitu mekanik dan hidrolik.

Pengadukan mekanis memakai energi luar ( paddle). Pengadukan hidrolik

menggunakan efek gravitasi, sehingga terjadi besaran tinggi terjun atau

kehilangan tekanan pada pipa (Joko, 2010). Kecepatan pengadukan

merupakan faktor penting dalam koagulasi yang dinyatakan dengan gradien

kecepatan. Gradien kecepatan (G) merupakan fungsi dari tenaga (P).

Rumus :

𝑃
𝐺=
𝜇 ×𝑉

Dimana :

G : Gradien Kecepatan (detik-1)

P : Tenaga Pengadukan (N.m/detik)

V : Volume Air (m3)

𝜇 : Viskositas Absolut (N.detik/m2)

Unit pengadukan hidrolik memiliki kelebihan antara lain (Droste, 1997):

a. Kebutuhan energi pada instalasi sedikit

b. Operasional mudah

c. Tidak memerlukan perbaikan dan perawatan mekanis


Koagulasi hidrolik terdiri atas dua jenis aliran, yaitu aliran terbuka

(terjunan, baffle channel, gravel bed) yang mudah dalam pengoperasian

dan pemeliharanya serta aliran bertekanan dalam pipa (Schulz et al., 1992).

Metode pengadukan terjunan air merupakan metode pengadukan hidrolik

yang sederhana dalam operasional. Berikut gambar yang menunjukan

pengadukan cepat dengan metode terjunan hidrolik (Masduqi dan

Assomadi, 2012).

Besarnya nilai (G) pada terjunan hidrolik dipengaruhi oleh tinggi

terjunan yang dirancang sehingga (h L) merupakan fungsi dari ketinggian

terjunan (h), semakin besar nilai h L maka semakin besar pula nilai G.

Rumus :

𝐺 × ℎ𝐿
𝐺=√
𝑉 × 𝑇𝑑

Dimana :

g : Kecepatan gravitasi (m/detik)

hL : Kehilangan tekanan (N.detik/m)

Td : Waktu detensi (detik)

V : Viskositas kinematik (m2/detik)


Dosis koagulan yang diperlukan tergantung dari jenis koagulan yang

digunakan, kekeruhan air, warna, pH, temperatur, dan waktu pencampuran.

Penentuan dosis optimum koagulan secara eksperimental dengan jar test

(Darmasetiawan, 2001).

Koagulan yang umum dipakai adalah alumunium sulfat atau tawas.

Keuntungan dari penggunaan tawas ialah harga relatif murah dan dikenal

relatif luas oleh operator sehingga tidak perlu pengawasan khusus

(Anggraini, 2008).

2.4.4 Unit Flokulasi

Flokulasi adalah tahap pengadukan lambat yang mengikuti unit

pengaduk cepat. Tujuannya adalah mempercepat laju tumbukan partikel,

partikel yang tidak stabil akan bertumbukan dan melekat sehingga

membentuk flok dengan ukuran yang cukup besar (makro floc) dan dapat

terendapkan dengan cepat pada unit sedimentasi. Pengadukan pada bak

flokulasi harus diatur sehingga kecepatan pengadukan semakin kehilir

semakin lambat, waktu detensi pada bak dihitung berdasarkan test terhadap

flok umumnya berkisar antara 20 – 60 menit (Syed R, Qasim, Montley,

Guang Zhu, 2000). Hal tersebut dilakukan karna flok yang telah mencapai

ukuran tertentu tidak bias menahan gaya tarik dari aliran air dan dapat

menyebabkan flok pecah kembali, oleh sebab itu kecepatan pengadukan


dan waktu detensi dibatasi. Hal lin yang harus diperhatikan pula adalah

konstruksi dari unit flokulasi ini harus menghindari aliran mati pada bak.

Pengadukan lambat digunakan dalam proses flokulasi karena (Saputri,

2011) :

a. Memberikan kesempatan kepada partikel flok yang sudah terbentuk

inti flok untuk bergabung membentuk flok yang ukurannya semakin

membesar.

b. Memudahkan flokulan untuk mengikat flok-flok kecil.

c. Mencegah pecahnya flok yang sudah terbentuk.

Pada instalasi pengoalhan air minum umumnya flokulasi dilakukan

dengan menggunakan horizontal baffled channel (around the end baffles)

ataupun over and undel baffle. Pemilihan ini didasarkan pada ketersediaan

headloss dan fluktiuasi debit yang kecil. Pada kecepatan 21 – 43 cm/detik

flokulasi yang memadai dapat dicapai pada aliran turbulen yang dihasilkan

oleh belokan 180o pada tiap ujung baffle (AWWA, 2005).

Prinsip perhitungan G yang diperluhkan dalam flokulasi pada dasarnya

sama dengan koagulasi. Perbedaan yang mendasar terletak pada intensitas

pengadukan dari kedua unit tersebut berbeda. Nilai G pada tiap

kompartemen dapat dikalkulasikan dari estimasi headloss yang terjadi pada

sekat.
Rumus :

𝑔 × 𝜌 × ℎ𝐿
𝐺=√
𝜇 × 𝑡𝑑

Dimana :

G : Gradien Kecepatan (detik-1)

P : Massa Jenis Air (kg/m3)

g : Percepatan Gravitasi (m/detik2)

hL : Headloss karena friksi, turbulensi dll (m)

𝜇 : Viskositas Absolut (N.detik/m2)

td : Waktu Detensi Bak (detik)

Sedangkan Headloss dibelokan dapat dicari dengan :

Rumus :

𝑣2
ℎ𝐿 = 𝐾( )
2×𝑔

Dimana :

hL : Headloss (m)

g : Percepatan Gravitasi (m/detik2)

v : Kecepatan Aliran (m/detik)

k : Konstanta Empiris
2.4.5 Unit Sedimentasi

Sedimentasi adalah pemisahan padatan dan cairan dengan

menggunakan pengendapan secara garavitasi untuk memisahkan partikel

tersuspensi yang terdapat dalam cairan tersebut (Reynolds, 1982). Proses

ini sangat umum digunakan pada instalasi pengolahan air minum.

Sedimentasi merupakan salah satu proses penjernian air untuk

mengendapkan flok-flok yang dibentuk oleh proses koagualsi dan flokulasi

pada unit sebelumnya. Untuk mencapai pengendapan yang baik, bentuk

bak sedimentasi harus dibuat sedemikian rupa sehingga karakteristik aliran

didalam bak tersebut memiliki aliran yang laminar dan tidak mengalami

aliran mati (short circuiting)

Pengendapan yang terjadi pada bak sedimentasi bias dibagi menjadi

empat kelas berdasarkan konsentrasi dari partikel dan kemampuan dari

partikel tersebut untuk berinteraksi. Penjelasan mengenai ke empat jenis

pengendapan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Pengendapan Tipe I Free Settling

Pengendapan tipe I adalah pengendapan dari partikel diskrit yang

bukan merupakan flok pada suatu suspense. Partikel terendapkan

sebagai unit terpisah dan tidak terlihat flokulasi atau interaksi antara

partikel-partikel tersebut. Contoh pengendapan tipe I adalah

prasedimentasi dan pengendapan pasir pada grit chamber.


b. Pengendapan Tipe II Flocculant Settling

Pengendapan tipe II adalah pengendapan dari partikel-partikel yang

berupa flok pada suatu suspense. Partikel-partikel tersebut akan

membentuk flok selama pengendapan terjadi, sehingga ukurannya

akan membesar dan mengendap dengan laju yang lebih cepat. Contoh

pengendapan tipe ini adalah pengendapan primer pada air buangan dan

pengendapan pada air yang telah melalui proses koagulasi dan

flokulasi.

c. Pengendapan Tipe III Hindered Settling

Pengendapan tipe ini adalah pengendapan dari partikel dengan

konsemtrasi sedang, dimana partikel-partikel tersebut sangat

berdekatan sehingga gaya antar partikel mencegah pengendapan

partikel disekelilingnya. Partikel-partikel tersebut berada pada posisi

yang tetap satu sama lain dan semua mengendap dengan kecepatan

konstan. Sebagai hasilnya massa partikel mengendap dalam satu zona.

Pada bagian atas dari massa yang mengendap akan terdapat batasan

yang jelas antara padatan dan cairan.

d. Pengendapan Tipe IV Compression Settling

Pengendapan tipe ini adalah pengendapan dari partikel yang memiliki

konsentrasi tinggi dimana partikel-partikel bersentuhan satu sama lain

dan pengendapan bias terjadi hanya dengan melakukan kompresi

terhadap massa tersebut.


Pada instalasi pengolahan air minum, unit sedimentasi ditujukan untuk

pengendapan flok-flok yang dihasilkan baik dari proses koagulasi-

flokulasi. Sehingga tipe pengendapan yang digunakan adalah tipe II.

Secara umum, beberapa hal yang perluh direncanakan dalam system

bak sedimentasi adalah perencanaan bidang pengendapan, perencanaan

inlet dan outlet, serta perencanaan ruang lumpur. Berdasarkan alirannya,

bak sedimentasi dibagi menjadi 2 macam, yaitu :

a. Bak Sedimentasi Aliran Vertikel (Upflow Clarifier)

Bak sedimentasi aliran vertikel umumnya digunakan pada

perindustrian dan perkotaan dimana pelunakan dengan kapur

merupakan proses utama.

b. Bak Sedimentasi Aliran Hirizontal (Horizontal Clarifer)

Umumnya bak sedimentasi yang sering digunakan dalam pengoalahn

air adalah tipe aliran horizontal pada desain bak persegi, persegi empat

ataupun berbentuk lingkaran. Camp menyatakan bahwa bak

sedimentasi berbentuk persegi panjang memiliki karakteristik aliran

yang lebih stabil sehingga memiliki performa sedimentasi yang lebih

baik dari bak berbentuk persegi empat ataupun lingkaran.

Dalam sebuah bak sedimentasi umumnya terdapat emoat zona, yaitu :

a. Zona Inlet

Desain zona inlet ini sangat berpengaruh terhadap proses

pengendapan dan penyisihan flok-flok pada bak sedimentasi agar tidak


terjadi ketidak stabilan aliran dalam bak sedimentasi atau terhentinya

aliran. Sangat penting untuk menjaga keseragaman air agar tidak

terjadi keseragaman aliran yang masuk kedalam bak sedimentasi agar

tidak terjadi turnulensi yang akan mengakinbatkan hancurmya flok-

flok yang telah terbentuk. Kecepatan yang diijinkan untuk dapat

mempertahankan suspense flok agar tidak hancur berkisar antara 0,15

– 0,45 m/menit.

b. Zona Outlet

Zona outlet ini terdiri dari pelimpah, pelimpah saluran, saluran

pengumpul dan saluran outlet. Pada zona ini outlet digunakan

pelimpah berupa mercu tajam sehingga menghasilkan terjunan.

Panjang weir harus diperhatikan untuk mencegah kecepatan yang

terlalu tinggi.

Untuk menentukan panjang weir (saluran pelimpah) untuk effluent

Syed R. Qasim, Edward M. Motley dan Guang Zhu dalam bukunya

“Water Works Engineering” menggunakan persamaan sebagai berikut:

Rumus :

𝑄
𝐿=
𝑊𝑙

Dimana :

L : Panjang Weir (m)


Q : Debit (m3/hari)

Wl : Wear Loading (m3/m.hari)

c. Zona Outlet

Pada zona ini air mengalir secara horizontal menuju zona outlet

dengan kecepatan aliran yang rendah. Pada zona inilah proses

pengendapan.

d. Zona Lumpur

Pada zona inilah lumpur-lumpur yang mengendap terakumulasi.

Penampungan lumpur merupakan bagian penting lainnya dalam unit

sedimentasi. Produk dari proses sedimentasi selain air dengan kualitas

yang lebih baik juga lumpur yang merupakan buangan hasil

penyisihan. Zona lumpur berfungsi sebagi tempat akumulasi lumpur

atau buangan hasil pengendapan. Pada umumnya dasar zona lumpur

ini memiliki kemiringan antara 1/200 – 1/300 menuju titik

pengumpulan lumpur, hal ini untuk memastikan gerakan gravitasi dari

lumpur.

2.4.6 Unit Filtrasi

Filtrasi adalah proses pemisahan padatan dan larutan, dimana larutan

tersebut dilewatkan melalui suatu media berpori atau materi berpori lainnya

untuk menyisihkan partikel tersuspensi yang sangat halus sebanyak

mungkin. Proses ini digunakan pada instalasi pengoalahan air minum untuk
menyaring air yang telah dikoagulasi dan diendapkan untuk menghasilkan

air minum dengan kualitas yang baik.

Filtrasi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa jenis filtasi,

antara lain : saringan pasir lambat, saringan pasir cepat, bahkan dengan

menggunakan teknologi membran. Pada pengolahan air minum umumnya

dipergunakan saringan pasir cepat, karena filter jenis ini memiliki debit

pengolahan yang cukup besar, penggunaan lahan yang tidak terlalu besar,

biaya operasi pemeliharaan yang cukup rendah, dan tentunya kemudiaan

dalam pengoperasiannya dan pemeliharaan.

Berdasarkan jenis media penyaring yang digunakan, saringan pasir

cepat ini dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu sebgai berikut :

a. Filter Media Tunggal

Filter jenis ini mempergunakan satu jenis media saja, biasanya

merupakan antrasit atau pasir dengan gradasi yang baik (well graded

sand).

b. Filter Media Ganda

Filter jenis ini mempergunakan dua jenis media, biasanya merupakan

gabungan dari pasar dan batu bara antrasit yang dihancurrkan.

c. Filter Multimedia

Filter jenis ini mempergunakan tiga jenis media, biasanya sebagai

tambahan dari kedua media yang telah disebutkan diatas diaplikasikan

jenis media ketiga, yaitu batu akik (garnet).


Mekanisme utama penyisihan flok tersuspensi yang memiliki

ukuran lebih kecil daripada ukuran pori-pori media terdiri dari adhesi,

flokulasi, sedimentasi, dan penyaringan.

Selama proses filtrasi berjalan flok yang terakumulasi

menyebabkan ruangan antar partikel mengecil, kecepatan meningkat,

dan sebagian flok yang tertahan akan terbawa semakin dalam diantara

media filter. Flok yang akan terakumulasi tersebut akan menyebabkan

peningkatan headloss hidrolik.

Saringan pasir dikarakterisasi oleh ukuran efektif (effective size)

dan koefisien keseragaman (uniformity coefficient) dari pasir yang

digunakan sebagai media filtrasi. Sebagian besar saringan pasir cepat

memiliki pasir dengan ukuran efektif antara 0,35 - 0,50 mm dan

memili nilai koefisien keseragaman antara 1,3 – 1,7.

Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum umumnya,

saringan pasir cepat yang digunakan adalah saringan pasir cepat

dengan media ganda. Hal ini dilakukan karena filter dengan media

ganda memiliki kelebihan dibandingkan filter dengan media tunggal,

yaitu : waktu filtrasi yang lebih panjang, laju filtrasi yang lebih besar,

kemampuan untuk memfilter air dengan turbiditas dan partikel

tersuspensi yang tinggi.

Karakteristik media filtrasi yang secara umum digunakan dapat

dilihat pada tabel berikut :


Tabel 2.2 Karakteristik Media Filtrasi

Berat Ukuran
Porositas
Material Bentuk Spheritas Jenis Efektif
Relatif (%) mm
Pasir
Rounded 0,82 2,65 42 0,4 – 1,0
Silika
Pasir
Angular 0,73 2,65 53 0,4 – 1,0
Silika
Pasir
Spherical 0,95 2,65 40 O,4 – 1,0
Ottawa
Kerikil
Rounded 2,65 40 1,0 – 5,0
Silika
Garnet 3,1 – 4,3 0,2 – 0,4
1,50 –
Anthrasir Angular 0,72 55 0,4 – 1,4
1,75
Plastik Bisa Dipilih Sesuai Kebutuhan
Sumber : Droste 1997

2.4.7 Desinfeksi

Desinfeksi air bersih dilakukan untuk menonaktifkan dan

menghilangkan bakteri pathogen untuk memenuhi baku mutu air minum.

Desinfeksi sering menggunakan khlor sehingga desinfeksi dikenal juga

dengan khlorinasi. Keefektifan desinfektan dalam membunuh dan

menonaktifkan mikroorganisme berdasar pada tipe disinfektan yang

digunakan, tipe mikroorganisme yang dihilangkan, waktu kontak air

dengan disinfektan, temperatur air, dan karakter kimia air (Qasim, Motley,

& Zhu, 2000).


Khlorin biasanya disuplai dalam bentuk cairan. Ukuran dari wadah

khlorin biasanya bergantung pada kuantitas khlorin yang digunakan,

teknologi yang dipakai, ketersediaan tempat, dan biaya transportasi dan

penanganan. Salah satu khlorin yang umum digunakan adalah sodium

hipoklorit. Sodium hipoklorit hanya bisa berada dalam fase liquid, biasanya

mengandung konsentrasi khlorin sebesar 12,5 - 17% saat dibuat

(Ttchobanoglous, 2003). Sodium hipoklorit bersifat tidak stabil, mudah

terbakar, dan korosif. Sehingga perlu perhatian ekstra dalam pengangkutan,

penyimpanan, dan penggunaannya. Selain itu larutam sodium hipoklorit

dapat dengan mudah terdekomposisi karena cahaya ataupun panas sehingga

harus disimpan ditempat yang dingin dan gelap, dan juga tidak disimpan

terlalu lama. Metode yang dapat digunakan untuk mencampur khlorin

dengan air adalah metode dengan mekanis, dengan penggunaan baffle,

hydraulic jump, pompa booster pada saluran.

Criteria desain (Qasim, Motley, & Zhu, 2000)

Waktu Detensi = 10 – 120 menit

Dosis Kalor = 0,2 – 4 mg/l

Sisa Khlor = 0,5 – 1 mg/l

2.4.5 Reservoir

Reservoir adalah tanki penyimpanan air yang berlokasi pada instalasi

(Qasim, Motley, & Zhu, 2000). Air yang sudah diolah disimpan pada tanki
ini untuk kemudian ditransfer ke sistem distribusi. Desain dari reservoir

meliputi pemilihan dari ukuran dan bentuknya, pertimbangan lain meliputi

proteksi terhadap air yang disimpan, proteksi struktur reservoir, dan

proteksi pekerja pemeliharaan reservoir.

Reservoir terdiri dari dua jenis yaitu ground storage reservoir dan

elevated storage reservoir. Ground storage reservoir biasa digunakan untuk

menampung air dengan kapasitas besar dan membutuhkan pompa dalam

pengoperasiannya, sedangkan elevated storage reservoir menampung air

dengan kapasitas relative kecil dibanding kan ground storage reservoir dan

dalam pengoperasian distribusinya dilakukan dengan gravitasi. Kapasitas

reservoir untuk kebutuhan air bersih dihitung berdasarkan pemakaian

dalam 24 jam (mass diagram). Selain untuk kebutuhan air bersih, kapasitas

reservoir juga meliputi kebutuhan air untuk operasi instalasi dan kebutuhan

air pekerja instalasi.

Kriteria Desain :

Jumlah Unit atau Kompartemen > 2

Kedalaman (H) = (3 – 6) m

Tinggi Hagaan (Hj) > 30 cm

Tinggi Air Minimum (Hmin) = 15 cm

Waktu Tinggal (td) > 1 jam


BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Adapun waktu dan tempat lokasi Kerja Praktek (KP) yang kami lakukan yaitu

sebagai berikut :

A. Waktu

Waktu pelaksanaan Kerja Praktek (KP) dilakukan selama 45 hari, dimulai

pada hari Rabu, 10 Juli – Jumat, 23 Agustus 2019 .

B. Tempat

Adapum tempat lokasi Kerja Praktek (KP) yang kami lakukan yaitu

bertempat di PDAM TIRTA ANOA Kota Kendari, JL. R.Suprapto No. 90A,

Mandonga, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.


Gambar 3.1 Peta Lokasi PDAM Tirta Anoa Kendari

Sumber : Google Eart

3.2 Metodologi

Metodologi pengerjaan laporan ini adalah sebagai berikut :

Pengumpulan data primer melalui dua macam cara yaitu :.

a. Interview (wawancara)

Yaitu tanya jawab dengan pengawai atau teknis lapangan yang bersangkutan

secara langsung.
b. Field Research (metode observasi)

Yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap objek Kerja Praktek (KP).

c. Pengumpulan data sekunder, meliputi gambaran umum perusahaan, tata

letak dan data kualitas air.

d. Analisis data, meliputi analisis proses pengolahan dan analisis data kualitas

air baku sampai menjadi air minum.

3.3 Gambaran Umum PDAM TIRTA ANOA Kota Kendari

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Kendari adalah satu-satunya

Perusahaan Daerah yang pada awal pembentukannya berada dibawah lingkup

pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Kendari yang didirikan berdasarkan

Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1976 tentang Pendirian Perusahaan Air

Minum (PAM) Daerah Tingkat II Kendari. Pelayanan air bersih di Kota

Kendari dimulai tahun 1978 dan Kendari. Pelanggan dalam PDAM Tirta Anoa

±16.000.000. adapun intstalasi pengolahan air minum yang ada di PDAM Tirta

Anoa ialah, bangunan penangka air (intake), prasedimentasi, koagulasi,

flogkulasi, sedimentasi, filtrasi dan klorinasi.


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Unit Pengolahan

Unit pengolahan di dalam water treatment plant di PDAM Tirta Anoa Kendari

ada beberapa tahap dimana setiap tahap merupakan tahap yang penting dalam

pengolahan air bersih sehingga layak untuk digunakan. Instalasi Unit Pengolahan

Air Minum menggunakan sumber air baku yang berasal dari sungai pohara yang

dikelola oleh PDAM Tirta Anoa Kota Kendari. Secara umum, tahap pengolahan

air bersih di PDAM Tirta Anoa Kendari terdiri dari koagulasi, flokulasi,

sedimentasi, filtrasi, dan desinfektan. Debit yang masuk dalam unit pengolahan

PDAM Tirta Anoa ialah 275 liter/detik dengan debit yang keluar setelah melalui

proses pengolahan dengan total masuk 275 dikurangi 5% (proses pengolahan).

Gambar 4.1 Sumber Air Baku, Sungai Pohara

Sumber : Hasil kerja KP


Adapun tahapan-tahapan unit pengolahan PDAM Tirta Anoa Kendari sebagai

berikut :

4.1.1 Koagulan

Partikel koloid dan partikel tersuspensi yang halus tidak mungkin

diendapkan secara gravitasi karena diameter partikel yang sangat kecil

menyebabkan kecepatan mengendap yang sangat kecil. Selain itu partikel

koloid bersifat stabil karena bermuatan elektro statis. Untuk mengatasi hal

tersebut, diupayakan agar partikel bergabung sehingga kecepatan

mengendap lebih besar dan dapat diendapkan secara gravitasi.

Koagulasi adalah proses destabilisasi muatan koloid dan padatan

tersuspensi, termasuk bakteri dan virus dengan koagulan. Pengadukan

cepat merupakan bagian dari koagulasi. Pengadukan cepat bertujuan

untuk secara cepat dan seragam mendispersikan bahan kimia koagulan ke

dalam air yang akan diolah. Keefektivan pengadukan cepat sangat penting

ketika menggunakan koagulan logam seperti alum dan kaporit karena

hidrolisis koagulan tersebut terjadi hanya dalam waktu sedetik dan

kemudian adsorpsi ke partikel koloid sangatlah cepat (Kawamura, 1991).

Koagulator atau pengaduk atau mixer berfungsi mencampur secara

merata koagulan dengan air baku. Ada tiga jenis pengaduk yaitu:

1. Pengaduk Hidrolis, memanfaatkan disipasi energi akibat aliran air.

Contoh pengaduk hidrolis adalah terjunan, hydraulic jump, baffled

channel, dan flash mixer.


2. Pengaduk Mekanis, memanfaatkan energi dari pengaduk dengan

tenaga mekanik atau elektrik. Contoh pengaduk mekanis adalah

pengaduk menggunakan stirrer atau blade.

3. Pengaduk Pneumatis, memasukkan udara bertekanan yang berasal

dari kompresor ke dalam reaktor (pada dasar reaktor).

Gambar 4.2 Bak Koagulasi

Sumber : Hasil kerja KP


Adapun pengaduk yang digunakan oleh PDAM Tirta Anoa Kendari

ialah pengaduk hidrolisis dan Bak pengolahan unit koagulasi berjumlah

satu bak.

4.1.2 Flokulasi

Flokulasi merupakan proses pengadukan lambat. Pengadukan lambat

ini berfungsi menggabungkan partikel koloid yang telah terdestabilisasi

(beberapa di antaranya telah membentuk mikro flok) untuk saling

bergabung membentuk flok yang lebih besar sehingga kecepatan

pengendapan menjadi lebih besar dan secara teknis dapat diendapkan.

Berbeda dengan koagulasi dimana kecepatan aliran relatif tidak dibatasi,

dalam flokulasi kecepatan aliran (termasuk kecepatan aliran relatif

terhadap blade untuk flokulator mekanis) dibatasi. Pembatasan kecepatan

aliran dimaksudkan untuk mencegah pecahnya flok yang terbentuk akibat

gaya gesek (shearing stress) aliran air.

Desain bak flokulasi berdasarkan dua kriteria yatu waktu detensi (t)

dan tingkat energi pencampuran (G). Kriteria desain untuk tangki

flokulasi berbentuk segi empat adalah G x t = 104 -105 atau G = 10 – 70

s-1 dan waktu detensi sebesar 20 – 30 menit (Kawamura, 1991).


Gambar 4.3 Bak Flogkulasi

Sumber : Hasil kerja KP

Ada tiga jenis flokulator yaitu flokulator hidrolis, flokulator mekanis,

dan sludge blanket flocculator. Flokulator hidrolis dalah flokulator

dengan baffled channel yang terdiri dari horizontal flow dan up-down

flow. Jenis flokulator hidrolis yang umum digunakan adalah baffled

channel dengan horizontal flow. Jenis tersebut memiliki keuntungan yaitu

cocok untuk debit medium (100 – 300 L/s), sederhana dalam operasi dan

pemeliharaan, dan perkembangan pembentukan flok dapat dilihat dengan

jelas. Sedangkan, kerugiannya adalah memerlukan lahan yang cukup luas.

Bak pengolahan unit flogkulasi berjumlah satu bak.


4.1.3 Sedimentasi

Fungsi dari sedimentasi adalah menyisihkan zat tersuspensi dalam

bentuk TSS (Total Suspended Solid) atau settleable solid dengan

memanfaatkan gaya gravitasi.

Gambar 4.4 Bak Sedimentasi

Sumber : Hasil kerja KP

Pada unit ini tidak ada penambahan bahan kimia. Dilihat dari zat yang

diendapkan dalam bangunan penyediaan air minum, ada dua jenis unit

sedimentasi yaitu sebagai berikut :

1. Prasedimentasi, untuk partikel diskrit dalam bentuk lumpur kasar dan

halus (settleable solid) dan pasir.

2. Sedimentasi, untuk partikel dalam bentuk flok hasil flokulasi TSS

dan partikel koloid.


Pada bak sedimentasi menggunakan media dengan tudung berdiri

diatas pipa, dimana air masuk melalui pipa yang telah memiliki lubang-

lubang kecil (tempat keluar air) yang kemudian naik ke atas melalui

tudung yang berdiri. Sehingga secara otomatis air naik melewati tudung

akan tersaring. Pada bak sedimentasi ini menghasilkan lumpur-lumpur

yang kemudian dialirkan ke pinggir bak (saluran lumpur) yang kemudian

akan langsung mengalir ke sungai mandongga. Bak pengolahan unit

sedimentasi berjumlah 4 bak.

4.1.4 Filtrasi

Filtrasi adalah proses penyaringan partikel secara fisik, kimia, dan

biologi untuk memisahkan atau menyaring partikel yang tidak

terendapkan di sedimentasi melalui media berpori. Mekanisme

penjernihan dalam filter terdiri dari mechanical straining atau

penyaringan mekanis, sedimentasi, dan adsorpsi. Selama proses filtrasi,

zat-zat pengotor dalam media penyaring akan menyebabkan terjadinya

penyumbatan pada pori-pori media sehingga kehilangan tekanan akan

meningkat. Media yang sering digunakan adalah pasir, karena mudah

diperoleh dan ekonomis. Selain pasir, media penyaring lain yang dapat 68

digunakan adalah karbon aktif, athracite, coconut shell, dan lain-lain.

Diharapkan dengan penyaringan, akan dapat dihilangkan kekeruhan

tersebut secara total.


Gambar 4.5 Bak Filtrasi

Sumber : Hasil kerja KP

Filtrasi diperlukan untuk menyempurnakan penurunan kadar

kontaminan seperti bakteri, warna, rasa, bau, dan besi sehingga diperoleh

air yang bersih memenuhi standar kualitas air minum. Filter dibedakan

menjadi dua macam yaitu saringan pasir lambat dan saringan pasir cepat.

Saringan pasir lambat biasa digunakan pada perusahaan air minum, dan

saringan pasir cepat dimanfaatkan dalam sistem pengolahan air minum.

a. Saringan Pasir Lambat (Slow Sand Filter)

Saringan ini didesain dengan kecepatan penyaringan lambat,

namun dapat menyaring zat pengotor hingga diameter yang lebih

kecil dibandingkan dengan saringan pasir cepat. Sistem pencuciannya


dengan cara scrapping lapisan atas, namun memakan waktu hingga 1-

2 bulan. Luas permukaannya lebih besar dibandingkan dengan

penyaringan pasir cepat.

Filter saringan dapat dikelompokkan sesuai dengan tipe media yang

digunakan antara lain:

1. Single media filter (saringan satu media) Saringan yang menggunakan

satu media, biasanya pasir atau crushed anthracite coal.

2. Dual media filter (dua media saringan) Saringan dengan menggunakan

dua media, biasanya dengan pasir dan crushed anthracite coal. 69

3. Multi media filter (banyak media) Media yang menggunakan banyak

media biasanya pasir , crushed anthracite coal, dan garnet.

Bak pengolahan unit filtrasi berjumlah 4 bak.

4.1.5 Disinfektan

Disinfektan adalah bahan kimia yang digunakan dalam suatu proses

usaha yang dilakukan untuk mematikan mikroorganisme yang masih

tersisa dalam proses unit pengolahan dan untuk mencegah terjadinya

infeksi atau pencemaran dari jasad renik. Penggunaan desinfektan

dilakukan pada reservoir yang dialirkan melalui pipa.


Gambar 4.6 Pipa Pembawa Desinfektan ke Bak Resevoir

umber : Hasil kerja KP

Terdapat cara disinfeksi yang dilakukan :

- Kimia

Larutan Kaporit

Kemampuan dari disinfektan ini adalah sebagai berikut:

1. Menghilangkan bau

2. Membunuh bakteri

3. Mengoksidasi Fe (II) manjadi Fe (III) sehingga konsentrasi di air

turun.

4. Mengoksidasi Mn

Faktor yang mempengaruhi efisiensi disinfeksi adalah:

1. Waktu kontak
2. Jumlah mikroorganisme

3. Temperatur air,dan Ph

4.1.6 Reservoir

Reservoir distribusi merupakan bangunan penampungan air minum

sebelum dilakukan pendistribusian ke pelanggan/masyarakat, yang dapat

ditempatkan di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah.

Bangunan reservoir umumnya diletakkan di dekat jaringan distribusi pada

ketinggian yang cukup untuk mengalirkan air secara baik dan merata ke

seluruh daerah konsumen. Bak reservoir distribusi berjumlah 2 bak.

PDAM Tirta Anoa memiliki 2 reservoir, yaitu

1. Reservoir jalur umum (masyarakat/domestik)

2. Reservoir jalur khusus (perkantoran, hotel, rs)

Gambar 4.7 Bak Resevoir

3.

4.

5.

6.

7.

8. S

Sumber : Hasil kerja KP


4.2 Kualitas Air Minum

Setelah melalui beberapa proses yang dilakukan menghasilkan effluen sebagai

berikut :

a. Sebelum pengolahan

pH =7

Kekeruhan = 80 - 100

Suhu = 29°

b. Sesudah Pengolahan

Hasil Pemeriksaan Bakteriologi

Gambar 4.8 Hasil Pemeriksaan Bakteriologi

Sumber : Hasil kerja KP


Hasil Pemeriksaan Fisik dan Kimia

Gambar 4.9 Hasil Pemeriksaan Fisik dan Kimia

Sumber : Hasil kerja KP

Dari hasil pengolahan di PDAM Tirta Anoa Kendari dengan pedoman

Permenkes No.492 / Menkes / PER / IV / 2010 Kendari, sesuai dengan hasil

pemerikasaan bakteriologis fisik dan kimia menghasilkan effluen atau hasil

akhir yang baik dan aman untuk alirkan atau didistribusikan ke pelanggan

wilayah kota kendari.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Instalasi Pengolahan Air Minum PDAM Tirta Anoa Kendari menggunakan air

baku yang berasal dari Sungai Pohara yang dikelola oleh PDAM Tirta Anoa

Kendari.

2. Air baku yang ada tercemar karena masyarakat seringkali membuang

limbahnya ke sungai.

3. Unit pengolahan yang ada di Instalasi PDAM Tirta Anoa Kendari adalah

koagulan, flogkulasi, sedimentasi, filtrasi, desinfektan dan reservoir.

4. Bahan kimia yang digunakan dalam pengolahan air di Instalasi PDAM Tirta

Anoa adalah koagulan seperti alum, dan kaporit.

5. Kualitas air minum yang dihasilkan PDAM Tirta Anoa Kendari telah

memenuhi baku mutu dengan standar kualitas air minum sesuai Permenkes

No 492/MENKES/PER/IV/2010. Sehingga aman untuk didistribusikan ke

pelanggan Kota Kendari.

6. Air minum Instalasi PDAM Tirta Anoa disimpan di dalam reservoir sebelum

didistribusikan ke konsumen.
5.1 Kesimpulan

1. Pemeriksaan serta perawatan unit-unit pengolahan perlu dilakukan secara

teratur.

2. Pemberian dosis bahan kimia lebih ditingkatkan lagi sehingga menghasilkan

hasil yang baik dan aman.

3. Laboratorium yang belum termanfaatkan dengan baik dan mestinya. Serta alat-

alat yang masih kurang (banyak rusak).

4. Diharapkan seluruh lapisan masyarakat hendaknya peduli terhadap lingkungan

dengan tidak membuang sampah atau limbah ke sungai atau sungai terutama

yang dijadikan sebagai air baku untuk instalasi pengolahan air minum.
DAFTAR PUSTAKA

Kusumawardani, Y.K.Y., & Astuti, W. (2018). EVALUASI PENGELOLAAN

SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI PDAM KOTA MADIUN. NEO

TEKNIKA, (4)1.

PERMENKES NO 492/MENKES/PER/IV/2010

http://repository.fe.unj.ac.id/4431/1/laporan%20pkl_2018_luis20%mariah_82151415

77_s1%20manajemen.pdf

Anda mungkin juga menyukai