Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu ukur tanah merupakan ilmu terapan yang mempeajari dan


menganalisis bentuk topografi permukaan Bumi beserta obyek – obyek di atasnya
untuk keperluan pekerjaan – pekerjaan konstruksi. Ilmu ukur tanah menjadi dasar
bagi beberapa mata kuliah lainnya seperti rekayasa jalan raya, irigasi drainase dan
sebagainya. Alat yang sering digunakan dalam ilmu ukur tanah adalah Theodolite.

Theodolite adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur jarak dan
sudut, baik sudut vertical maupun horizontal. Theodolite merupakan alat yang
paling canggih diantara peralatan yang duganakan dalam survei. Pada dasarnya alat
ini berupa teleskop yang ditempatkan pada suatu dasar berbentuk (piringan) yang
dapat diputar – putar mengelilingi sumbu vertical, sehingga memungkinkan sudut
horizontal untuk dibaca. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan kedua dan
dapat diputar – putar mengelilingi sumbu horizontal, sehingga memungkinkan
sudut vertical untuk dibaca. Yang dimaksud dengan sudut vertical adalah sudut
yang diukur pada skala tegak lurus. Sedangkan sudut horizontal adalah sudut yang
diukur pada skala mendatar yang dibentuk oleh dua titik pada polygon, sudut yang
terbaca merupakan nilai dimana Theodolite itu ditempatkan.

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :

1. Memahami cara penggunaan Theodolite


2. Mengetahui bentuk permukaan suatu daerah
3. Mengolah data hasil pengamatan menggunakan Theodolite
4. Mengetahui hasil pengukuran pada suatu polygon
1.3 Manfaat Praktikum

Adapun manfaat dari praktikum ini adalah :

1. Mampu memahami cara penggunaan Theodolite


2. Mampu mengetahui bentuk permukaan suatu daerah
3. Mampu mengolah data hasil pengamatan menggunakan Theodolite
4. Mampu mengetahui hasil pengukuran pada suatu polygon

1.4 Tim Pengukur

Anggota kelompok 2 :

1. Ahmad Zarkasih E1A3 16 001


2. Arya Friyandi P. E1A3 16 005
3. Asrul E1A3 16 007
4. Hesti Andriyani E1A3 16 018
5. Randi Adi Riski E1A3 16 042
6. Revina Anindita E1A3 16 043
7. Muh. Rizky Latahe E1A3 16 034
8. Tri Sulastri E1A3 16 051
9. Unes E1A3 16 052

1.5 Alat – Alat Praktikum

Adapun alat – alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :


1.5.1 Theodolite

Gambar 1.1 Pesawat Theodolite

Berikut ini bagian – bagian dari Theodolite :

1. Visir, berfungsi untuk membidik objek secara kasar.


2. Lensa okuler dan sekrup okuler, berfungsi untuk memperjelas benang
diafragma
3. Sekrup micrometer, berfungsi untuk menyetel pembacaan sudut menit
dan detik.
4. Cerimin, berfungsi untuk memantulkan cahaya agar pembacaan dan
micrometer lebih jelas
5. Pengunci vertical, berfungsi sebagai pengunci teropong pada arah
vertical.
6. Sekrup penggerak halus vertical, berfungsi sebagai penggerak pesawat
kearah vertical secara halus.
7. Lensa objektif dan sekrup objektif, berfungsi sebagai pembidik objek
dan sekrup untuk memperjelas bayangan objek.
8. Sekrup 1, berfungsi untuk mengunci pesawat secara horizontal.
9. Sekrup penggerak halus horizontal, berfungsi sebagai penggerak
pesawat kea rah horizontal secara halus.
10. Sekrup kaki tiga, berfungsi sebagai penyetel nivo kotak dan nivo tabung
agar gelembung udara masuk kedalam pusat lingkaran nivo sehingga
pesawat siap untuk digunakan.
11. Lensa pembcaan dan sekrup, berfungsi untuk membaca sudut baik
horizontal ataupun vertical.
12. Nivo kotak dan nivo tabung, berfungsi untuk menyeimbangkan
kedudukan pesawat.
13. Sekrup 2, berfungsi untuk mengunci pesawat kea rah horizontal pada
saat pembacaan.
14. Centre point, berfungsi untuk menyetel kedudukan pesawat agar tepat
pada ujung.
15. Tripod/statif, berfungsi sebagai landasan pesawat yang dilengkapi
dengan sekrup pengunci agar statif dan pesawat dapat menyatu dengan
baik.

1.5.2 Tripod/Statif (Kaki Tiga)

Gambar 1.2 Ttipod (Kaki Tiga)


Tripod/statif merupakan tempat dudukan alat dan
menstabilkan alat Theodolite. Atal ini memounyai kaki 3 yang sama
panjang dan bisa diubah ukuran ketinggiannya. Tripod/ statif teridiri
dari bidang level/ kepala statif, sekrup pengunci, tali pembawa,
sekrup penyetel, dan kaki statif.

1.5.3 Kompas

Gambar 1.3 Kompas

Kompas digunakan untuk menentukan arah utara dalam


pengukuran yang akan dijadikan patokan (o derajat).

1.5.4 Rambu Ukur

Gambar 1.4 Rambu Ukur


Rambu ukur merupakan alat yang digunaka dalam
pengukuran sifat datar memakai pesawat theodolite yang bertujuan
untuk mencari beda tinggi antara dua titik. Rambu ukur dapat terbuat
dari kayu, campuran aluminium yang diberi skala pembacaan.
Ukuran lebarnya 4cm, panjang antara 30cm-50cm, dan millimeter.
Umumnya dicat dengan warna merah, hitam, putih.

1.5.5 GPS (Global Position System)

Gambar 1.5 GPS (Global Positioning System)

Global positioning system (GPS) adalah suatu system


navigasi atau penemu posisi berbasis satelit yang dikembangkan
oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Sistem ini didesain
untuk memberikan posisi dan informasi mengenai waktu, secara
kontinyu di seluruh dunia tanpa tergantung waktu dan cuaca.
Penentuan posisi GPS digambarkan dengan menggunakan nilai
koordinat X dan Y atau garis bujur dan garis lintang,
1.5.6 Unting – Unting

Gambar 1.6 Unting – Unting

Dalam praktikum Theodolite, unting – unting berfungsi


sebagai tolak ukur apakah theodolite sudah berada tepat diatas
patok, dengan cara unting – unting digantung menggunakan benang
yang melekat dibawah penyetel kaki statif.

1.5.7 Roll Meter (Pita Ukur)

Gambar 1.7 Roll Meter (Pita Ukur)


Pita ukur terbuat dari fiber glass dengan panjang 30cm-50cm
dan dilengkapi dengan tangkai untuk mengukur jarak antara patok
yang satu dengan patok yang lain.

1.5.8 Patok

Gambar 1.8 Patok

Patok terbuat dari kayu dan mempunyai penampang


berbentuk lingkaran atau pesegi panjang ± 30cm-50cm dan ujung
bawahnya dibuat runcing berfungsi sebagai suatu tanda dilapangan
untuk titik dalam pengukuran.

1.5.9 Helm Keselamatan (Safety Helmet)

Gambar 1.9 Helm Keselamatan


Helm keselamatan berfungsi untuk melindungi kepala dari
sinar matahari dan hujan.

1.5.10 Alat Penunjang Lainnya

Alat penunjang lain yaitu papan computer, alat tulis, blanko


data dan data board yang dapat dipakai untuk memperlancar
jalannya praktikum theodolite.
BAB II
DASAR TEORI DAN PROSEDUR PENGUKURAN

2.1 Teori Dasar


Theodolit adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk
menentukan tinggi tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak. Berbeda
dengan waterpass yang hanya memiliki sudut mendatar saja. Di dalam
theodolit sudut yang dapat di baca bisa sampai pada satuan sekon (detik).
Theodolite merupakan alat yang paling canggih di antara peralatan yang
digunakan dalam survei. Pada dasarnya alat ini berupa sebuah teleskop yang
ditempatkan pada suatu dasar berbentuk membulat (piringan) yang dapat
diputar-putar mengelilingi sumbu vertikal, sehingga memungkinkan
sudut horisontal untuk dibaca. Teleskop tersebut juga dipasang pada piringan
kedua dan dapat diputarputar mengelilingi sumbu horisontal, sehingga
memungkinkan sudut vertikal untuk dibaca. Kedua sudut tersebut dapat dibaca
dengan tingkat ketelitian sangat tinggi (Farrington 1997).
Survey dengan menggunakan theodolite dilakukan bila situs yang akan
dipetakan luas dan atau cukup sulit untuk diukur, dan terutama bila situs
tersebut memiliki relief atau perbedaan ketinggian yang besar. Dengan
menggunakan alat ini, keseluruhan kenampakan atau gejala akan dapat
dipetakan dengan cepat dan efisien (Farrington 1997) Instrumen pertama lebih
seperti alat survey theodolit benar adalah kemungkinan yang dibangun oleh
Joshua Habermel (de: Erasmus Habermehl) di Jerman pada 1576, lengkap
dengan kompas dan tripod. Awal altazimuth instrumen yang terdiri dari dasar
lulus dengan penuh lingkaran di sayap vertikal dan sudut pengukuran
perangkat yang paling sering setengah lingkaran. Alidade pada sebuah dasar
yang digunakan untuk melihat obyek untuk pengukuran sudut horisontal, dan
yang kedua alidade telah terpasang pada vertikal setengah lingkaran. Nanti satu
instrumen telah alidade pada vertikal setengah lingkaran dan setengah
lingkaran keseluruhan telah terpasang sehingga dapat digunakan untuk
menunjukkan sudut horisontal secara langsung. Pada akhirnya, sederhana,
buka-mata alidade diganti dengan pengamatan teleskop. Ini pertama kali
dilakukan oleh Jonathan Sisson pada 1725. Alat survey theodolite yang
menjadi modern, akurat dalam instrumen 1787 dengan diperkenalkannya Jesse
Ramsden alat survey theodolite besar yang terkenal, yang dia buat
menggunakan mesin pemisah sangat akurat dari desain sendiri. Di dalam
pekerjaan – pekerjaan yang berhubungan dengan ukur tanah, theodolit sering
digunakan dalam bentuk pengukuran polygon, pemetaan situasi, maupun
pengamatan matahari.

Theodolit juga bisa berubah fungsinya menjadi seperti Pesawat


Penyipat Datar bila sudut verticalnya dibuat 90º. Dengan adanya teropong pada
theodolit, maka theodolit dapat dibidikkan kesegala arah. Di dalam pekerjaan
bangunan gedung, Theodolite sering digunakan untuk menentukan sudut siku-
siku pada perencanaan / pekerjaan pondasi, Theodolit juga dapat digunakan
untuk menguker ketinggian suatu bangunan bertingkat.

Gambar 2.1 Theodolit Konvensional ( T0 )


Keterangan gambar Theodolite 0 (T0) :
1. Plat dinding pelindung lingkaran vertikal di dalamnya
2. Ring pengatur lensa tengah
3. Pengatur fokus benang silang
4. Alat baca lingkaran vertikal/horisontal
5. Lensa obyektif
6. Klem vertikal teropong
7. Penggerak halus teropong
8. Klem alhidade horisontal
9. Penggerak halus horisontal
10. Nivo kotak alhidade horisontal
11. Plat dasar instrumen
12. Nivo tabung alhidade horizontal

2.2 Teknik Pengukuran


2.2.1 Pengukuran Rangka Polygon
Polygon adalah garis ayal diatas permukaan bumi yang
merupakan garis lurus yang menghubungkan titik dan merupakan
suatu obyek pengukuran. Polygon juga adalah rangkai segi banyak
untuk pembuatan pita dan dua macam pengukuran yang dilakukan
pada polygon yaitu:
a. Pengukuran jarak mendatar
pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan roll ukur
dan melalui pembacaan benang pada alat ukur Theodolite.
b. Pengukuran sudut mendatar
Pengukuran sdut mendatar adalah dua arah yang berlainan.
Ada dua macam sudut mendatar dan sudut horizontal dalam ukur
tanah:
 Sudut arah (β) yaitu selisah antara A dan B
A

Gamabar 2.2 Sudut Arah (β)

 Sudut jurusan () atau sudut azimuth, sudut yang dimulai dari arah
utara atau selatan jarum magnet sampai garis bidik yang sama
besarnya dengan sudut bacaan. Besar sudut asimuth berbentuk
berdasarkan sumbu Y atau sudut yang dibentuk searah putaran
jarum jam sampai sudut yang ditentukan.

Gambar 2.3 Sudut Azimuth (α)

2.3 Syarat – Syarat Theodolite


Syarat – syarat utama yang harus dipenuhi alat Theodolite (pada galon
air) sehingga siap dipergunakan untuk pengukuran yang benar adalah sbb :
1. Sumbu kesatu benar – benar tegak / vertical.
2. Sumbu kedua haarus benar – benar mendatar.
3. Garis bidik harus tegak lurus sumbu kedua / mendatar.
4. Tidak adanya salah indeks pada lingkaran kesatu.
2.4 Tata Carar Pengukuran Detil Tachymetri Menggunakan
Theodolite Berkompas
Pengukuran detil cara tachymetri dimulai dengan penyiapan alat ukur
(Theodolite) titik ikat dan penempatan rambu di titik bidik. Setelah alat siap
untuk pengukuran, dimulai dengan perekaman data di tempat alat berdiri,
pembidikan ke rambu ukur, pengamatan azimuth dan pencatatan data di rambu
BT, BA, BB serta sudut miring m. Tempatkan alat ukur Theodolite di atas titik
kerangka dasar atau titik kerangka penolong dan atur sehingga alat siap untuk
pengukuran, ukur dan catat tinggi alat di atas titik ini. Dirikan rambu di atas
titik bidik dan tegakkan rambu dengan bantuan nivo kotak. Arahkan teropong
ke rambu ukur sehingga bayangan tegak garis diafragma berimpit dengan garis
tengah rambu. Kemudian kencangkan kunci gerakan mendatar teropong.
Kendorkan kunci jarum magnet sehingga jarum bergerak bebas. Setelah jarum
setimbang tidak bergerak, baca dan catat azimuth magnetis dari tempat alat ke
titik bidik. Kencangkan kunci gerakan tegak teropong, kemudian baca bacaan
benag tengah, atas dan bawah serta catat dalam buku ukur. Bila
memungkinkan, atur bacaan benang tengah pada rambu di titik bidik setinggi
alat, sehingga beda tinggi yang diperoleh sudah merupakan beda tinggi antara
titik kerangka tempat berdiri alat dan titik detil yang dibidik.
Kesalahan pengukuran cara tachymetri dengan Theodolite
berkompas
Kesalahan alat, misalnya:
1. Jarum kompas tidak benar-benar lurus.
2. Jarum kompas tidak dapat bergerak bebas pada prosnya.
3. Garis bidik tidak tegak lurus sumbu mendatar (salah kolimasi).
4. Garis skala 0° – 180° atau 180° – 0° tidak sejajar garis bidik.
5. Letak teropong eksentris.
6. Poros penyangga magnet tidak sepusat dengan skala lingkaran mendatar.
Kesalahan pengukur, misalnya:
a. Pengaturan alat tidak sempurna ( temporary adjustment ).
b. Salah taksir dalam pemacaan
c. Salah catat, dll. nya.
Kesalahan akibat faktor alam, misalnya:
a. Deklinasi magnet.
b. atraksi lokal.

2.5 Macam / Jenis Theodolite


Macam Theodolite berdasarkan konstruksinya, dikenal dua macam
yaitu:
1. Theodolit Reiterasi ( Theodolite sumbu tunggal )
Dalam Theodolite ini, lingkaran skala mendatar menjadi satu dengan
kiap, sehingga bacaan skala mendatarnya tidak bisa di atur. Theodolite yang
di maksud adalah Theodolite type T0 (wild) dan type DKM-2A (Kem)
2. Theodolite Repitisi
Konsruksinya kebalikan dari theodolit reiterasi, yaitu bahwa
lingkaran mendatarnya dapat diatur dan dapt mengelilingi sumbu tegak.

Akibatnya dari konstuksi ini, maka bacaan lingkaran skala mendatar 0º,
dapat ditentukan kearah bdikan / target myang dikehendaki. Theodolite yang
termasuk ke dakm jenis ini adalah Theodolite type TM 6 dan TL 60-DP
(Sokkisha ), TL 6-DE (Topcon), Th-51 (Zeiss).

2.6 Rumus – Rumus Yang Digunakan


Untuk menghitung hasil perhitungan poligon profil memanjang dan profil
melintang, perhtiungan dasar yang digunakan adalah sebagai berikut.
2.6.1 Sudut Horizontal
a. Jumlah Sudut Horizontal
Rumus:
∑ 𝛽 = 𝛽1 + 𝛽2 + 𝛽3 + ⋯ + 𝛽𝑛
Keterangan :
∑ 𝛽 = Jumlah sudut horizontal
𝛽 = Sudut horizontal

b. Kesalahan Koreksi Sudut Horizontal


Rumus:
∑ 𝐹𝛽 = (𝑛 ± 2) + 80° − ∑ 𝛽
Keterangan:
∑ 𝐹𝛽 = Jumlah kesalahan terkoreksi sudut horizontal
𝑛 = Banyaknya titik utama
∑ 𝛽 = Jumlah sudut horizontal

c. Koreksi Sudut
Rumus:
∑ 𝐹𝛽
𝐹𝛽 = 𝑛

Keterangan:
𝐹𝛽 = Koreksi sudut horizontal
∑ 𝐹𝛽 = Jumlah kesalahan terkoreksi sudut horizontal
𝑛 = Banyaknya titik utama

d. Sudut Horizontal Setelah Dikoreksi


Rumus:
𝛽𝑛(𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖) . 𝛽𝑛(𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖) ± 𝐹𝛽
Keterangan:
𝛽𝑛 = Sudut horizontal titik utama
𝐹𝛽 = Koreksi sudut horizontal

2.6.2 Azimuth
a. Azimuth Titik Utama
Rumus:
∝ 𝑛 =∝ 𝑛 − 1 + 𝛽𝑛(𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑘𝑠𝑖) ± 180°/540°
Keterangan:
∝𝑛 = Azimuth titik utama
∝ 𝑛 − 1 = Azimuth titik utama sebelumya
𝛽𝑛 = Sudut horizontal titik utama

b. Azimuth Titik Detail


Rumus:
∝ 𝑑𝑒𝑡 =∝ 𝑛 + 𝛽𝑑𝑒𝑡 ± 180°/540°
Keterangan:
∝ 𝑑𝑒𝑡 = Azimuth titik detail
∝𝑛 = Azimuth titik utama
𝛽 det = Sudut horizontal titik detail
Catatatn :
∝ 𝑛 + 𝛽𝑑𝑒𝑡 > 180° − 180°
∝ 𝑛 + 𝛽 det 480 + 180°
∝ 𝑛 + 𝛽𝑑𝑒𝑡 > 540° − 540°

2.6.3 Jarak Optis


a. Jarak Optis Utama
Rumus:
𝐷𝑛 = (𝛽𝑎 − 𝛽𝑏) 𝑥 100
Keterangan:
𝐷𝑛 = Jarak Optis titik utama
𝛽𝑎 = Benang atas
𝛽𝑏 = Benang bawah

b. Jarak Optis Titik Awal


Rumus:
𝐷𝑑𝑒𝑡 = (𝛽𝑎 − 𝛽𝑏) 𝑥 100
Keterangan:
𝐷𝑑𝑒𝑡 = Jarak optis titik detail
𝛽𝑎 = Benang atas
𝛽𝑏 = Benang bawah
2.6.4 Jarak Proyeksi
a. Jarak Titik Utama
Rumus:
𝐷𝑝𝑛 = 𝐷𝑛 cos2 (90°−∝)
Keterangan:
𝐷𝑝𝑛 = Jarak proyeksi titik utama
𝐷𝑛 = Jarak optis titik utama
∝ = Sudut vertikal titik utama

b. Jarak Proyeksi Titik Detail


Rumus:
𝐷𝑝𝑛 𝑑𝑒𝑡 = 𝐷𝑑𝑒𝑡 cos2 (90°−∝)
Keterangan:
𝐷𝑝𝑛 = Jarak proyeksi titik detail
𝐷𝑑𝑒𝑡 = Jarak optis titik detail
∝ = Sudut vertikal titik detail

2.6.5 Jarak Terhadap Sumbu X (absis)


a. Absis Titik Utama
Rumus:
∆𝑋𝑛 = 𝐷𝑝𝑛 sin ∝ 𝑛
Keterangan:
∆𝑋𝑛 = Absis titik utama
𝐷𝑝𝑛 = Jarak proyeksi titik utama
∝ 𝑛 = Azimuth titik utama

b. Absis Titik Detail


Rumus:
∆𝑋𝑑𝑒𝑡 = 𝐷𝑝𝑛 𝑑𝑒𝑡 sin ∝ 𝑑𝑒𝑡
Keterangan:
∆𝑋𝑑𝑒𝑡 = Absis titik detail
𝐷𝑝𝑛 𝑑𝑒𝑡 = Jarak proyeksi titik detail
∝ det = Azimuth titik detail
2.6.6 Jarak Terhadap Sumbu Y (Ordinat)
a. Ordinat Titik Utama
Rumus:
∆𝑌𝑛 = 𝐷𝑝𝑛 cos ∝ 𝑛
Keterangan:
∆𝑌𝑛 = Ordinat titik utama
𝐷𝑝𝑛 = Jarak proyeksi titik utama
∝ 𝑛 = Azimuth titik utama

b. Ordinat Titik Detail


Rumus:
∆𝑌𝑑𝑒𝑡 = 𝐷𝑝𝑛 𝑑𝑒𝑡 cos ∝ 𝑑𝑒𝑡
Keterangan:
∆𝑌𝑑𝑒𝑡 = Ordinat titik detail
𝐷𝑝𝑛 𝑑𝑒𝑡 = Jarak proyeksi titik detail
∝ det = Azimuth titik detail

2.6.7 Koreksi Jarak Terhadap Sumbu X (Koreksi Absis)


Rumus:
𝐷𝑝𝑛
𝐹𝑥 = ∑𝐷
. ∑ ∆𝑋
Keterangan:
𝐹𝑥 = Koreksi Absis
𝐷𝑝𝑛 = Jarak proyeksi titik utama yang ditinjau
∑ 𝐷 = Jarak proyeksi
∑ ∆𝑋 = Jumlah absis
Catatan:
∑ ∆𝑋 = (+) 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑓(𝑥) = (−)
∑ ∆𝑋 = (−) 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑓(𝑥) = (+)

2.6.8 Koreksi Jarak Terhadap Sumbu Y (Ordinat)


Rumus:
𝐷𝑝𝑛
𝐹𝑌 = ∑𝐷
. ∑ ∆𝑦
Keterangan:
𝐹𝑌 = Koreksi Ordinat
𝐷𝑝𝑛 = Jarak proyeksi titik utama yang ditinjau
∑ 𝐷 = Jarak proyeksi
∑ ∆𝑌 = Jumlah Ordinat
Catatan:
∑ ∆𝑌 = (+) 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑓(𝑦) = (−)
∑ ∆𝑌 = (−) 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑓(𝑦) = (+)

2.6.9 Koreksi Linear


Rumus:

(∑ ∆𝑋)2 +(∑ ∆𝑌)2


𝑓𝐿 = √ ∑𝐷

Keterangan:
𝑓𝐿 = Koreksi ordinat
∑ ∆𝑋 = Jumlah absis
∑ ∆𝑌 = Jumlah ordinat
∑ 𝐷 = Jumlah jarak proyeksi

2.6.10 Koordinat Titik Terhadap Sumbu X


a. Koordinat Titik Utama Terhadap Sumbu X
Rumus:
𝑋𝑛 = 𝑋𝑛 − 1 ± ∆𝑋𝑛 + 𝐹𝑥
Keterangan:
𝑋𝑛 = Koordinat titik utama terhadap sumbu X
𝑋𝑛 − 1 = Koordinat titik utama terhadap sumbu Y
∆𝑋 = Absis titik utama
𝐹𝑥 = Koreksi absis

b. Koordinat Titik Detail Terhadap Sumbu X


Rumus:
𝑋𝑑𝑒𝑡 = 𝑋𝑛 ± ∆𝑋𝑑𝑒𝑡
Keterangan:
𝑋𝑑𝑒𝑡 = Koordinat titik detail terhadap sumbu X
𝑋𝑛 = Koordinat titik utama terhadap sumbu X
∆𝑋𝑑𝑒𝑡 = Absis titik detail

2.6.11 Koordinat Titik Terhadap Sumbu Y


a. Koordinat Titik Utama Terhadap Sumbu Y
Rumus:
𝑌𝑛 = 𝑌𝑛 − 1 ± ∆𝑌𝑛 ± 𝑓𝑦
Keterangan:
𝑌𝑛 = Koordinat titik utama terhadap sumbu Y
𝑌𝑛 − 1 = Koordinat titik utama terhadap sumbu Y sebelumnya
∆𝑌𝑛 = Koordinat titik utama
𝑓𝑦 = Koreksi ordinat

b. Koordinat Titik Detail Terhadap Sumbu Y


Rumus:
𝑌𝑑𝑒𝑡 = 𝑌𝑛 ± ∆𝑌𝑑𝑒𝑡

Keterangan:
𝑌𝑑𝑒𝑡 = Koordinat titik detail terhadap sumbu Y
𝑌𝑛 = Koordinat titik utama terhadap sumbu Y
∆𝑌𝑑𝑒𝑡 = Absis titik detail

2.6.12 Beda Tinggi


a. Beda Tinggi Titik Utama
Rumus:
∆𝑡𝑛 = 𝐷𝑛𝑥 1⁄2 sin2(90°−∝) + (𝑇𝑝 − 𝐵𝑡)
Keterangan:
∆𝑡𝑛 = Beda tinggi titik utama
𝐷𝑛 = Jarak optis titik utama
∝ = Sudut vertikal titik utama
𝑇𝑝 = Tinggi pesawat
𝐵𝑡 = Benang tengah

b. Beda Tinggi Titik Detail


Rumus:
∆𝑡 𝑑𝑒𝑡 = 𝐷𝑂𝑛𝑑𝑒𝑡 1⁄2 sin2(90°−∝) + (𝑇𝑝 − 𝐵𝑡)

Keterangan:
∆𝑡 𝑑𝑒𝑡 = Beda tinggi titik detail
𝐷𝑑𝑒𝑡 = Jarak optis titik detail
∝ = Sudut vertikal titik utama
𝐵𝑡 = Benang tengah

c. Koreksi Beda Tinggi


Rumus:
∑ ∆𝑡
𝑓𝑡 =
𝑛
Keterangan:
𝑓𝑡 = Koreksi beda tinggi
∑ ∆𝑡 = Jumlah beda tinggi
𝑛 = Banyaknya rentang jarak
Catatan:
∑ ∆𝑡 = (+) 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑓𝑡 = (−)
∑ ∆𝑡 = (−) 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑓𝑡 = (+)

2.6.13 Tinggi Titik Utama


a. Tinggi Titik Utama
Rumus:
𝑇𝑛 = 𝑇𝑛 − 1 ± ∆𝑡𝑛 ± 𝑓𝑡
Keterangan:
𝑇𝑛 = Tinggi titik utama
𝑇𝑛 − 1 = Tinggi titik utama sebelumnya
∆𝑡𝑛 = Beda tinggi titik utama
𝑓𝑡 = Koreksi beda tinggi

b. Tinggi Titik Detail


Rumus:
𝑇 𝑑𝑒𝑡 = 𝑇𝑛 ± ∆𝑡 𝑑𝑒𝑡
Keterangan:
𝑇 det = Tinggi titik detail
𝑇𝑛 = Tinggi titik utama
∆𝑡 𝑑𝑒𝑡 = Beda tinggi titik detail

2.6.14 Kemiringan
a. Kemiringan Titik Utama
Rumus:
∆𝑡𝑛
/𝑇𝑛 = [𝐷𝑝𝑛] 𝑥100%

Keterangan:
/𝑇𝑛 = Kemiringan titik utama yang ditinjau
∆𝑡𝑛 = Beda tinggi utama
𝐷𝑝𝑛 = Jarak proyeksi titik utama

b. Kemiringan Titik Detail


Rumus:
∆𝑡 𝑑𝑒𝑡
/𝑇𝑑𝑒𝑡 = [ 𝐷 𝑑𝑒𝑡 ] 𝑥100%

Keterangan:
/𝑇𝑑𝑒𝑡 = Kemiringan titik detail yang ditinjau
∆𝑡 𝑑𝑒𝑡 = Tinggi titik utama
𝐷 𝑑𝑒𝑡 = Jarak proyeksi detail

2.6.15 Luas Areal


Rumus:
2𝑙 = (𝑋𝑛 − 𝑌𝑛 + 1) − (𝑌𝑛 − 𝑋𝑛 + 1)
Keterangan:
𝑙 = Luas areal pengukuran
𝑋𝑛 = Koordinat titik utama terhadap X
𝑌𝑛 = Koordinat titik utama terhadap Y
𝑋𝑛 + 1 = Koordinat titik utama terhadap sumbu X setelahanya
𝑌𝑛 + 1 = Koordinat titik utama terhadap sumbu Y setelahanya

Anda mungkin juga menyukai