Anda di halaman 1dari 34

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum
Air merupakan elemen paling melimpah di bumi. Menurut Richard
Middleton, (2009) 2/3 (±70 %) dari bagian bumi adalah perairan. Jumlah air kira-
kira 1,4 ribu juta km3. Menurut UNESCO, (1978) dalam Chow et al, (1988) yang
dikutip DESDM, (2008) dalam buku Manajemen Air Tanah Berbasis Konservasi,
jumlah air di dunia adalah 1.385.984.610 km3, terdiri dari 96,54 % (1.338.000.000
km3) air laut/air asin dan 3,46 % air lainnya yang terdiri dari; air asin di luar air
laut 0,93 % (12.955.400 km3) dan air tawar 2,53 % (35.029.210 km3). Menurut
Tasman, (2009) dari jumlah total air tawar terdiri dari Es dan Salju tersimpan di
kutup utara dan selatan 69,533 %, air tanah dalam 30,061 % (10.530.000 km3), air
tanah dangkal (Soil Moisture) 0,047 %, Danau 0,260 %, Sungai 0,006 %,
Rawa/payau 0,033 %, air biologi 0,003 % dan air di atmosfir 0,037 %.
Menurut Tasman, (2009) kebutuhan air bersih (domestik) penduduk di
perkotaan adalah 200 liter/orang/hari, sedangkan di perdesaan sebesar 60
liter/orang/hari. Jika kebutuhan air bersih setiap orang/hari rata-rata 100
liter/orang/hari, maka pada tahun 2050 untuk kebutuhan domestik saja diperlukan
air bersih sebanyak 10.500 milyar km3/hari belum termasuk untuk kebutuhan
pertanian, industri dan sebagainya.
Jumlah air di bumi memang sangat melimpah, tetapi untuk memperoleh air
bersih yang sesuai dengan standar kesehatan sudah mulai dirasakan sulit. Sungai
yang dulunya bersih, sekarang sudah berubah menjadi sungai yang tercemar,
karena sampah dan air limbah. Suplai air bersih untuk memenuhi kebutuhan
penduduk tergantung dari air tanah. Air tanah tidak hanya digunakan sebagai
sumber air minum dan kebutuhan rumah tangga tetapi juga digunakan untuk
kebutuhan industri, pertanian dan lainnya. Pengambilan air tanah secara terus
menerus akan menyebabkan kuantitas akan berkurang yang ditandai turunnya
muka air tanah. Padahal terbentuknya air tanah membuntuhkan jangka waktu

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
4

bulanan hingga ribuan tahun, tergantung curah hujan dan kondisi geologi
setempat.
Seiring dengan pertambahan penduduk maka kebutuhan air juga
bertambah, sedangkan lahan yang berfungsi sebagai daerah resapan air menjadi
berkurang. Lahan hijau yang fungsi utamanya sebagai pabrik oksigen, mengatur
suhu dan kelembaban udara serta yang sekaligus sebagai poros infiltrasi air hujan
masuk kedalam tanah, menghalangi erosi dan pencegah banjir telah berubah
fungsi menjadi ruang terbangun sebagai pemukiman, industri dan sebagainya
sehingga infiltrasi air ke dalam tanah menjadi berkurang karena dihalangi oleh
bangunan. (Tasman, 2009).
Menurut Neni, (2006) penurunan kuantitas dan kualitas juga dialami oleh
situ, kubangan air raksasa yang terbentuk secara alami untuk menampung
sekaligus meresapkan air ke akuifer air tanah secara terus-menerus, termasuk saat
musim kering. Data Departemen Kimpraswil menunjukkan telah terjadi
penyusutan secara drastis luas 200 situ di Jabodetabek dari semula 2.337,10 ha
menjadi 1.462,78 ha. Hal ini di sebabkan maraknya permukiman liar di sekitar
wilayah situ. Forum Air Dunia II (World Water Forum) di Den Haag pada Maret
2000 memprediksi Indonesia termasuk salah satu negara yang akan mengalami
krisis air pada 2025.
Forum Air Dunia II (Den Haag 2000) menghimbau untuk melakukan
beberapa upaya yang perlu diterapkan dalam mengatasi masalah tentang
ketersediaan air antara lain :
a. Pembudayaan gerakan hemat air, dengan memanfaatkan air secara efisien
(water use efficiency).
b. Menghitung pemanfaatan air sebagai bagian biaya produksi, dimana sebagian
hasil pemanfaatan air hendaknya diinvestasikan dalam upaya konservasi air
secara berkelanjutan.
c. Sosialisasi bahwa biaya untuk penyediaan air bersih semakin mahal seiring
dengan makin beratnya tingkat pencemaran air.
d. Melakukan tindakan penampungan, misalnya menampung air hujan, yang
dapat digunakan untuk air cuci, mandi, bahkan untuk minum.

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
5

e. Menerapkan konsep penggunaan berulang air (reuse). Air yang telah dipakai
digunakan berkali-kali (reuse) sehingga lebih efisien. Terutama bagi industri-
industri yang banyak menggunakan air tanah.

2.2 Kuantitas Air Baku Serta Peruntukkannya


2.2.1 Definisi Air Baku (Air Bersih)
Air baku adalah air dari bahan air yang diolah menjadi air minum/bersih
yang pada pokoknya diolah dengan cara kougulasi pengendapan, penyaringan
dan penyuci hamaan (bebas dari mikroorganisme pathogen, melalui proses
desinfeksi).
Air bersih adalah air yang telah bebas dari pencemar dan memenuhi
persyaratan kualitas air bersih yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
RI no. 416/MENKES/PER/IX/1990. Air bersih juga dapat diartikan sebagai air
yang secara kualitas dan estetika memenuhi syarat kesehatan serta tersedia terus
menerus dalam jumlah yang cukup besar.

2.2.2 Sumber-sumber Air Baku


Menurut Layla, 1978 terdapat beberapa macam sumber air yang dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih, yaitu (sumber :
Winarni, 2003)
a. Air tanah (ground water), dapat dibedakan atas :
 Mata air (spring)
 Sumur dalam
 Air tanah permukaan (sumur dangkal), riverbed water (subsurface water)
Kualitas air tanah pada umumnya baik dengan sedikit perubahan suhu
sepanjang tahun :
1. Fisik : baik, dengan kekeruhan rendah. Namun air tanah permukaan dan
badan air masih dipengaruhi oleh kondisi pada permukaan tanah, yaitu
peningkatan kekeruhan dan kandungan zat-zat padat tersuspensi pada
waktu hujan lebat.

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
6

2. Kimia tergantung dari formasi batuan yang dilalui oleh air, misalnya air
yang melewati tanah kapur akan mengandung kalsium dengan konsentrasi
yang tinggi. Umumnya masalah yang dihadapi adalah air dengan
kandungan besi, mangan, karbon dioksida, ferrobacteria.
3. Bakteriologis : air tanah dalam umumnya tidak terkontaminasi sehingga
tidak diperlukan proses pengolahan air kecuali pembubuhan disinfeksi.
Sedangkan untuk kondisi bakteriologis tergantung dari ada tidaknya
pencemaran dari permukaan tanah.
Karena kuantitasnya terbatas, maka air tanah hanya sesuai untuk sarana air
bersih dengan skala kecil.
b. Air permukaan, contohnya :
 Sungai
 Danau, waduk
 Rawa
Air permukaan umumnya terekspos (terbuka) sehingga terjadi kontak antara
badan air dengan lingkungan sekitarnya yang seterusnya dapat mempengaruhi
kualitasnya, yaitu mengandung senyawa organik dan anorganik, serta
mengandung mikroorganisme.
Ditinjau dari segi kuantitas; kuantitas dari air pemukaan jauh lebih besar dari
air tanah sehingga air permukaan umum digunakan sebagai sumber untuk
sistem berskala besar. Kuantitas air permukaan ini dipengaruhi oleh:
 Luas daerah tangkapan (catchment area), atau daerah aliran sungai (DAS)
 Curah hujan, infiltrasi, dan evapotranspiras
 Pelestarian sumber dan pengamanan DAS.
c. Air hujan
Jarang digunakan, dan jika digunakan umumnya dipakai oleh komunitas kecil
yang tidak memiliki sumber air lainnya guna pemenuhan kebutuhan
domestiknya. Air hujan adalah hasil dari proses destilasi, sehingga air yang
dihasilkan adalah air suling yang bebas mineral.
Penampungan air hujan dapat dilakukan sebagai berikut :

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
7

 Melalui atap rumah air hujan ditampung untuk melayani keperluan rumah
tangga
 Menggunakan daerah tangkapan dan mengalirkan ke waduk/kolam
tampungan dengan dasar waduk yang kedap air
d. Air laut
Air laut merupakan pilihan terakhir karena sulit dan mahal untuk
mengolahnya menjadi air tawar.

2.2.3 Peruntukan Air


Menurut Layla, 1978 menyebutkan komsumsi air di perkotaan dapat
diklasifikasikan dalam beberapa penggunaan, seperti dijelaskan dibawah ini:
a. Kebutuhan Domestik
Merupakan air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga,
misalnya untuk minum, memasak, mencuci, mandi, penggelontoran toilet, dan
lain-lain. Kebutuhan domestik mempunyai rentang yang lebar, sesuai dengan
standar hidup konsumen, kebiasaan, adat istiadat dan musim.
b. Kebutuhan Publik atau Umum
Merupakan air yang digunakan untuk keperluan publik dan dapat
dikelompokan untuk keperluan antara lain :
1. Institusi, misalnya pemakaian air di gedung milik publik, seperti kantor
pemerintahan, kantor sarana kota, sekolah serta untuk sarana sosial lainnya
seperti rumah sakit, panti asuhan.
2. Perkotaan, yaitu air yang dipakai untuk pemeliharaan kota, misalnya
pembersihan jalan, penyiram tanaman, penggelontoran saluran kota, air
mancur, pemadam kebakaran.
3. Kebutuhan komersial, dikonsumsi pada sarana komersial seperti gedung
perkantoran, restaurant, pertokoan, departemen store, hotel. Selain
dipengaruhi oleh pekerja pada gedung tersebut, konsumsi air juga
dipengaruhi oleh luas lantai gedung.
4. Kebutuhan industri, industri umumnya mengkonsumsi air dalam jumlah
yang besar. Kualitas yang digunakan tergantung dari besaran pabrik dan

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
8

juga tipe industri. Air digunakan untuk proses industri, air pendingin dan
juga kebutuhan karyawan (domestik).
5. Kebutuhan yang lain misalnya untuk memenuhi kebutuhan air di
pelabuhan. Selain air digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik
karyawan (kantor di pelabuhan), juga konsumsi air di pelabuhan termasuk
suplay air bersih ke kapal yang akan berlayar.

2.3 Kualitas air baku


Menurut Hadi, (1992:18), untuk berbagai keperluan manusia, air
mempunyai persyaratan kualitas tertentu, sehingga dapat dikatakan bahwa
persyaratan air industri berbeda dengan persyaratan kualitas air untuk keperluan
pertanian. Demikian pula keperluan minum, perikanan dan sebagainya.
Penyimpangan terhadap kualitas yang telah ditentukan akan menyebabkan
gangguan pada berbagai keperluan tersebut diatas. Air mempunyai persyaratan
fisis, kimia, radioaktif dan mikroorganisme yang mempunyai besaran
(konsentrasi) tertentu.
Selanjutnya menurut Fina, (2008) air bersih yang layak dipergunakan
harus memenuhi standar persyaratan-persyaratan antara lain:
1. Persyaratan fisik
Air yang berkualitas baik harus memenuhi persyaratan berikut :
a. Jernih atau tidak keruh
b. Tidak berwarna
c. Rasanya tawar
d. Tidak berbau
e. Temperaturnya normal
f. Tidak mengandung zat padatan
2. Persyaratan kimia
Kualitas air tergolong baik bila memenuhi persyaratan kimia sebagai berikut :
a. pH normal
b. Tidak mengadung bahan kimia beracun
c. Tidak mengandung garam atau ion-ion logam

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
9

d. Kesadahan rendah
e. Tidak mengandung bahan organik
3. Persyaratan mikrobiologis
Persyaratan mikrobiologis yang harus dipenuhi oleh air adalah sebagai
berikut:
a. Tidak mengandung bakteri patogen, misalnya bakteri golongan coli,
salmonellatyphi, vibrio chlotera, dan lain-lain. Kuman-kuman ini mudah
tersebar melalui air (transmitted by water).
b. Tidak mengandung bakteri nonpatogen, seperti actinomycetes,
phytoplankton coliform, cladocera, dan lain-lain.
c. Menurut peraturan pemerintah Kelas III No 82 Tahun 2001 Tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk
penyiraman tanaman sebesar 10000 MPN/100 mL.

2.4 Teknologi Pengolahan Air Bersih


Sistem pengolahan air bersih dengan sumber air baku sungai, tanah dan air
pegunungan, dengan skala atau standar air minum, memerlukan beberapa proses,
dimana proses yang perlu diterapkan tergantung dari kualitas air baku. Proses
yang diterapkan dalam sistem pengolahan air bersih antara lain: Proses
penampungan air dalam bak penampungan air yang bertujuan sebagai tolak ukur
dari debit air bersih yang dibutuhkan. Ukuran bak penampungan disesuaikan
dengan kebutuhan (debit air) yang mana ukuran bak 2 kali dari kebutuhan.
Proses pengendapan atau koagulasi, proses ini bisa dilakukan dengan
menggunakan bahan kimia seperti bahan koagulan (Hipoklorite/PAC) dengan
rumus kimia kobalt diproduksi ketika hidroksida hujan, hujan akan timbul
hipoklorit sodium ( Naocl)2Co2+(aq) + NaOCl(aq) + 4OH-(aq) + H2O
2Co(OH)3(s) + NaCl(aq) Asam hipoklorit | HClO +1 +7,5 | Asam klorit | HClO 2
+3 +2,0 | Asam klorat | HClO proses ini bisa dilakukan dengan menggunakan
teknik lamela plate.

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
10

Menurut Zeofilt, (2008) proses filtrasi bertujuan untuk menghilangkan


kotoran-kotoran yang masih terkandung dalam air dan bertujuan untuk
meningkatkan kualitas air agar air yang dihasilkan tidak mengandung
mikroorganisme dan rasa serta aroma air. Biasanya proses ini menggunakan bahan
pasir filter yang disesuaikan dengan kebutuhan baik debit maupun kualitas air
dengan media filter (silica sand/quarsa, zeolite).

2.4.1 Pengolahan Air Berdasarkan Proses Pengolahannya


Menurut Reynold, (1982) pengolahan air secara garis besar dapat dibagi
yakni pemisahan padatan tersuspensi (solid-liquid separation), pemisahan
senyawa koloid, serta penghilangan senyawa polutan terlarut. Ditinjau dari jenis
prosesnya dapat dikelompokkan :
a. Proses pengolahan secara fisika
Merupakan operasi yang digunakan dalam pengolahan air baku, dimana
perubahan dilakukan dengan cara menggunakan gaya fisika atau mekanisme
fisis. Pada umumnya pengolahan secara fisis bertujuan untuk menghilangkan
zat padat kasar dan zat padat terapung.
b. Proses secara kimia
Merupakan pengolahan air baku dengan cara menambahkan bahan kimia.
Pengolahan secara kimia bertujuan untuk menghilangkan partikel tersuspensi
dan partikel koloid.
c. Proses pengolahan secara biologis
Merupakan pengolahan air baku dengan memanfaatkan aktivitas biologis.
Pengolahan biologis terutama dilakukan untuk menyisihkan kandungan bahan
organik.

2.4.2 Pengolahan Air Berdasarkan Tingkat Pengolahannya


Tujuan pengolahan pendahuluan (pretreatment) adalah untuk mengurangi
beban pada unit-unit pengolahan selanjutnya, sehingga dapat meningkatkan
kinerja instalasi pengolahan air. Menurut Schulz dan Okun (1984), ada beberapa
tipe pengolahan pendahuluan yang biasa digunakan, yaitu:

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
11

1. Saringan Kasar (screening)


Saringan kasar bertujuan utnuk menyaring benda-benda kasar yang melayang
di atas permukaan air, khususnya benda atau partikel yang relatif berukuran
besar. Dengan cara melewatkan air pada suatu penangkap dari besi.
2. Prasedimentasi
Prasedimentasi merupakan tahap pengendapan awal setelah penyaringan kasar
(bar screen). Bak prasedimentasi berfungsi untuk mengendapkan partikel
diskrit yang berdiameter 0,1 mm – 1 mm, yang lolos dari penyaringan tahap
awal (bar screen), dengan cara gravitasi, yang bertujuan untuk mengurangi
beban pada unit-unit pengolahan selanjutnya.
Selain dari itu, dengan adanya bangunan prasedimentasi maka bahan
kimia yang dipakai akan lebih kecil sehingga pengolahan lebih ekonomis
(Darmasetiawan, 2001).
Biasanya prasedimentasi digunakan untuk air baku dengan kekeruhan
tinggi dan dengan waktu detensi yang cukup lama. Menurut Japan
International Cooperation Agency (JICA), prasedimentasi diperlukan untuk
mengolah air dengan kekeruhan lebih besar dari 300 NTU.
Bangunan prasedimentasi terbagi atas 4 zona, yaitu zona inlet, zona
outlet, zona settling, dan zona lumpur (sludge). Setelah melewati unit
prasedimentasi ini, diharapkan terjadi penurunan kekeruhan, sehingga effluent
dari sedimentasi dan filtrasi selanjutnya akan lebih baik kualitasnya.
Selain prasedimentasi buatan, ada juga prasedimentasi alami, seperti
waduk. Kegunaannya adalah menurunkan kekeruhan secara alami,
menstabilkan fluktuasi aliran, menaikkan kualitas air karena mengurangi
jumlah bakteri patogen, dan dapat digunakan sebagai cadangan air di musim
kemarau.
3. Prakhlorinasi (Chemical Treatment)
Prakhlorinasi berfungsi untuk mengoksidasi senyawa-senyawa yang mudah
teroksidasi dengan tujuan agar senyawa-senyawa tersebut mudah mengendap
dan juga mengurangi kadar deterjen yang ada

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
12

2.5 Saringan Pasir Lambat


Menurut Tarsi, (2008) penyaringan pasir lambat disebut sebagai biosand,
filter atau filter pasir biologis. Ketiga nama-nama ini menunjuk kepada filter yang
bekerja mengunakan tindakan biologis di pasir tanpa menambahkan bahan kimia
apapun ke dalam air. Filter ini adalah contoh baik dari teknologi berkelanjutan.
Filter pasir lambat dapat beroperasi tanpa mengunakan listrik atau bahan bakar
berbasis minyak bumi dan dapat dibuat dari bahan daur ulang sebagian besar.
Sebuah pasir lambat penyaring terdiri dari sebuah wadah dengan sistem pipa
dengan di bor lubang di dalamnya tercangkup oleh sekitar 6 inci kerikil pada
gilirannya tertutup oleh 3 kaki pasir. Air dibiarkan mengalir dari atas pasir dan
mengalir perlahan-lahan ke bawah (karena tarikan gravitasi) melalui pasir dan
kerikil ke pipa bagian bawah. Air kemudian mengalir ke bagian atas (karena
tekanan hidrolik) melalui salah satu pipa keluaran ke tingkat input. Setelah sekitar
3 atau 4 minggu lapisan biologis terbentuk di atas pasir yang memerangkap dan
menghancurkan bakteri dan virus berbahaya.
Menurut Nusa Idaman, (2008) penyaringan dengan saringan pasir lambat
merupakan salah satu proses pengolahan air yang efektif, murah dan sederhana.
Efektif karena dengan satu macam saja dapat dihasilkan pemisahan atau
pengurangan kekeruhan air sampai pada tingkat yang dapat ditoleransi untuk air
bersih, penurunan derajat warna, dan kosentrasi bakteri yang cukup tinggi, serta
penurunan kandungan zat organik dan zat besi. Murah pada dasarnya proses
tersebut tidak memerlukan energi dan bahan kimia, serta pembangunannya tidak
memerlukan biaya basar. Sederhana karena operasinya tidak memerlukan tenaga
khusus yang terdidik dan terampil.Teknologi pasir lambat dari segi arah alirannya
dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu aliran dari atas ke bawah (down flow), aliran
dari bawah ke atas (up flow) dan kombinasi keduanya.
Umumnya yang banyak diterapkan di Indonesia adalah saringan pasir
lambat konvensional dengan arah aliran dari atas ke bawah (down flow). Masalah
yang dihadapi jika kekeruhan air baku naik, terutama pada waktu hujan, maka
sering terjadi penyumbatan pada saringan pasir, sehingga perlu dilakukan
pencucian secara manual dengan cara mengeruk media pasirnya dan dicuci,

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
13

setelah bersih dipasang lagi seperti semula, dengan demikian memerlukan tenaga
yang cukup banyak. Hal ini yang sering menyebabkan saringan pasir lambat yang
telah dibangun kurang berfungsi dengan baik, terutama pada musim hujan. Untuk
mengatasi masalah yang sering terjadinya kebuntuan saringan pasir lambat akibat
kekeruhan air baku yang tinggi, dapat ditanggulangi dengan cara modifikasi disain
saringan pasir lambat yakni dengan menggunakan proses penyaringan dengan
aliran dari bawah ke atas. Dengan sistem penyaringan dengan aliran dari bawah ke
atas, maka waktu operasi menjadi lebih panjang, dan pencucian media
penyaringan lebih murah.
Dalam rangka meningkatkan kebutuhan dasar masyarakat khususnya
mengenai kebutuhan akan air bersih di daerah pedesaan, maka perlu disesuaikan
dengan sumber air baku serta teknologi yang sesuai dengan tingkat penguasaan
teknologi dalam masyarakat itu sendiri. Salah satu alternatif yakni dengan
menggunakan pengolahan air sederhana dengan proses ”Saringan Pasir Lambat”
(Nusa Idaman, 2008)

Gambar 2.1 Sketsa Reaktor Filter Pasir Lambat


(Sumber: Nugroho, Y.A. 2008)

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
14

2.5.1 Definisi
Menurut Nusa Idaman, (2008), sistem saringan pasir lambat merupakan
teknologi pengolahan air yang sangat sederhana dengan air yang bersih yang
mempunyai kualitas yang baik. Oleh karena itu sistem saringan lambat
mempunyai keungulan tidak memerlukan bahan kimia (koagulan) yang mana
bahan kimia ini merupakan kendala sering dialami pada proses pengolahan air di
daerah pedesaan.
Di dalam sistem pengolahan ini proses pengolahan yang utama adalah
penyaringan dengan media pasir dengan kecepatan penyaringan. Air baku
dialirkan ke tangki penerima, kemudian dialirkan ke bak pengendap tanpa
memakai zat kimia untuk mengendapkan kotoran yang ada dalam air baku.
Selanjutnya disaring dengan saringan pasir lambat. Setelah disaring dilakukan
proses khlorinasi dan selanjutnya ditampung di bak penampung air bersih,
selanjutnya dialirkan ke konsumen.
Jika air baku dialirkan ke saringan pasir lambat, maka kotoran-kotoran
yang ada di dalamnya akan tertahan pada media pasir. Oleh karena adanya
akumulasi kotoran baik dari zat organik maupun zat anoranik pada media filternya
akan terbentuk lapisan (film) biologis. Dengan terbentuknya lapisan ini maka di
samping proses penyaringan secara fisika dapat juga menghilangkan kotoran
(impuritis) secara bio-kimia. Biasanya ammonia dengan kosentrasi yang rendah,
zat besi, mangan dan zat-zat yang menimbulkan bau dapat dihilangkan dengan
cara ini. Hasil dengan pengolahan pengolahan ini mempunyai kualitas yang baik
(Nusa Idaman, 2008).

2.5.2 Faktor yang Berpengaruh pada Proses Saringan Pasir Lambat


Menurut M. Ridwan Saifudin, Nugroho Widiarto dan Dwi Astuti, (2004)
faktor-faktor yang mempengaruhi penyaringan adalah sebagai berikut:
a. Temperatur
Efisiensi penyaringan juga dipengaruhi oleh temperatur, karena temperatur
mempengaruhi kecepatan reaksi-reaksi kimia serta metabolisme bakteri dan
mikroorganisme lainnya selama penyaringan. Temperatur yang baik apabila

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
15

aktivitas bakteri tinggi, dengan tingginya aktivitas maka terbentuklah lapisan


lendir pada media filter sehingga partikel-partikel yang lebih kecil dari
porositas media penyaring dapat bertahan lama (Sularso, 1998:20).
b. pH
Kondisi pH lebih kecil dari 6,5 atau lebih besar dari 9,2 maka akan
menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa air yang terbuat dari logam dan dapat
mengakibatkan beberapa senyawa kimia berubah menjadi racun yang dapat
mengganggu kesehatan manusia (Sanropie, et, al, 1984:57).
c. Diameter Media
Menurut Huisman dalam Sularso, 1998:20 semakin halus butiran yang
digunakan sebagai media penyaring, semakin baik air yang dihasilkan. Jika
diameter butiran kecil menggunakan ukuran 1,0-0,5 mm akan meningkatkan
penyaringan.
d. Ketebalan Media
Menggunakan ketebalan media pasir, dikarenakan semakin tebal media
semakin bagus hasil yang di dapat sehingga apabila dengan susunan tersebut
ditambah ketebalan medianya akan menurunkan lebih baik lagi.
e. Debit Aliran
Debit aliran sangat mempengaruhi menurunkan konsentrasi parameter
dikarenakan dalam debit kecil waktu kontak air dalam media lebih lama.

2.5.3 Media Pasir


Pasir adalah media filter yang paling umum dipakai dalam proses
penjernihan air, karena pasir dinilai ekonomis, tetapi tidak semua pasir dapat
dipakai sebagai media filter. Artinya diperlukan pemilihan jenis pasir, sehingga
diperoleh pasir yang sesuai dengan syarat-syarat media pasir. Dalam memilih
jenis pasir sebagai media filter hal-hal yang diperhatikan adalah:
a. Susunan Kimia Pasir
Pada umumnya pasir mempunyai senyawa kimia antara lain : SiO2,
Na2O, CaO, MgO, Fe2O, dan Al2O3. Senyawa yang terpenting dalam pasir
sebagai media filter adalah kandungan SiO2, yang tinggi, karena SiO2 yang

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
16

tinggi memberikan kekerasan pasir semakin tinggi pula. Proses yang


terpenting dalam filter yang berhubungan dengan kekerasan pasir adalah
pencucian pasir.
b. Karakterisik Fisik Pasir
Karakteristik fisik pasir yang perlu diperhatikan untuk media filter
antara lain adalah :
1. Bentuk Pasir
Umumnya dalam satu jenis pasir ditemukan bentuk lebih dari satu bentuk
butir. Pasir dengan bentuk bundar memberikan kelolosan lebih tinggi dari
pada pasir bentuk lain.
2. Ukuran Butiran Pasir
Butiran pasir berukuran kasar dengan diameter > 2 mm memberikan
kelolosan yang besar, sedangkan ukuran pasir berukuran halus dengan
diameter 0,2-0,4 mm memberikan kelolosan yang rendah. Faktor yang
penting dalam memilih ukuran butiran pasir sebagai media saring adalah
effective size (ES).
3. Kemurnian Pasir
Pasir yang digunakan sebagai media saringan semurni mungkin, artinya
pasir benar-benar bebas dari kotoran, misalnya lempung. Pasir dengan
kandungan lempung yang tinggi jika digunakan sebagai media filter akan
berpengaruh pada kualitas filtrasi yang dihasilkan.
4. Kekerasan Pasir
Kekerasan pasir dihubungkan dengan kehancuran pasir selama pemakaian
sebagai media filter. Kekerasan berhubungan erat dengan kandungan SiO2
yang tinggi, maka akan memberikan kekerasan yang tinggi pula (Trianna
Sukawati, (2008).

2.5.4 Media Karbon Aktif


Menurut Ronald, (1997) dalam Sukawati, (2008) karbon aktif sering
digunakan untuk mengurangi kontaminan organik, partikel kimia organik (SOCs),
tapi karbon aktif juga efektif untuk mengurangi kontaminan anorganik seperti

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
17

radon-222, merkuri, dan logam beracun lainnya. Karbon aktif terdiri dari berbagai
mineral yang dibedakan berdasarkan kemampuan adsorpsi (daya serap) dan
karakterisiknya. Sumber bahan baku dan proses yang berbeda akan mengasilkan
kualitas karbon aktif yang berbeda. Sumber bahan baku karbon aktif berasal dari
kayu, batu bara, arang tempurung kelapa, lignite.
Menurut Droste, (1997) dalam Sukawati, (2008) desinfeksi merupakan
fungsi lain dari karbon aktif dimana Chlorin dan chloramine bereaksi dengan
karbon aktif untuk membentuk produk klorida dan karbon dioksida. Karbon aktif
dapat dibuat dari hampir seluruh material carbonaceous seperti kayu, lignite,
tempurung kelapa, batu bara) dengan cara memanaskan dengan atau tanpa
tambahan bahan kimia terdehidrasi pada kondisi tidak ada udara untuk
melepaskan karbon dari ikatan atomnya. Proses ini disebut karbonisasi
(Tempurung kelapa merupakan bahan yang baik sekali untuk dibuat arang aktif
yang dapat digunakan sebagai bahan penyerap adsorbant), selain karena
kekerasannya juga karena bentuknya yang tidak terlalu tebal sehingga
memungkinkan proses penyerapan berlangsung secara merata.
Sifat karbon aktif yang paling penting adalah daya serap. Dalam hal ini,
ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu :
a. Sifat Adsorben
Karbon aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang
sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing- masing berikatan
secara kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif bersifat non polar.
Selain komposisi dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor yang
penting diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan,
semakin kecil pori-pori arang aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin
besar. Dengan demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan
kecepatan adsorpsi, dianjurkan agar menggunakan karbon aktif yang telah
dihaluskan. Jumlah atau dosis karbon aktif yang digunakan, juga diperhatikan.
b. Sifat Serapan
Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh karbon aktif, tetapi
kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing- masing senyawa.

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
18

Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul


serapan dari struktur yang sama, seperti dalam deret homolog. Adsorpsi juga
dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur
rantai dari senyawa serapan.
c. Temperatur
Dalam pemakaian karbon aktif dianjurkan untuk mengukur temperatur pada
saat berlangsungnya proses. Karena tidak ada peraturan umum yang biasanya
diberikan mengenai temperatur yang digunakan dalam adsorpsi. Faktor yang
mempengaruhi temperatur proses adsoprsi adalah viskositas dan stabilitas
thermal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat
senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna mau dekomposisi, maka
perlakuan dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi
dilakukan pada temperatur kamar atau bila memungkinkan pada temperatur
yang lebih kecil.
d. Derajat Keasaman (pH)
Untuk asam-asam organik adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu
dengan penambahan asam-asam mineral. Hal ini disebabkan karena
kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut.
Sebaliknya bila pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan
alkali, adsorpsi akan berkurang sebagai akibat terbentuknya gara
e. Waktu Kontak
Bila karbon aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk
mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan
jumlah yang digunakan. Waktu yang dibutuhkan ditentukan oleh dosis karbon
aktif, pengadukan juga mempengaruhi waktu kontak. Pengadukan
dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel arang aktif untuk
bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai
viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang lebih lama. Struktur pori
adalah faktor utama dalam proses adsorpsi. Distribusi ukuran pori menentukan
distribusi molekul yang masuk dalam partikel karbon untuk diadsorp. Molekul
yang berukuran besar dapat menutup jalan masuk ke dalam micropore

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
19

sehingga membuat area permukaan yang tersedia untuk mengadsorp menjadi


sia-sia. Karena bentuk molekul yang tidak beraturan dan pergerakan molekul
yang konstan, pada umumnya molekul yang lebih dapat menembus kapiler
yang ukurannya lebih kecil juga.

2.5.5 Pembuatan media Karbon Aktif (Tempurung Kelapa)


Menurut Hasanudin, (2008), karbon aktif adalah suatu bahan padat berpori
yang merupakan hasil pembakaran bahan yang mengandung karbon. Karbon aktif
merupakan suatu bentuk arang yang telah melalui aktifasi dengan menggunakan
gas CO2, uap air atau bahan-bahan kimia sehingga pori-porinya terbuka dan
dengan demikian daya adsorpsinya menjadi lebih tinggi terhadap zat warna dan
bau. Karbon aktif mengandung 5 sampai 15 % air, 2 sampai 3 % abu dan sisanya
terdiri dari karbon. Karbon aktif berbentuk amorf terdiri dari pelat-pelat datar,
disusun oleh atom-atom C yang terikat secara kovalen dalam suatu kisi
heksagonal datar dengan satu atom C pada setiap sudutnya. Pelat-pelat tersebut
bertumpuk-tumpuk satu sama lain membentuk kristal-kristal dengan sisa
hidrokarbon dan senyawa organik lain yang tertinggal pada permukaannya. Bahan
baku karbon aktif dapat berasal dari bahan nabati atau turunannya dan bahan
hewani. Diantaranya adalah tempurung kelapa, serbuk gergaji, ampas tebu, dan
bahan-bahan lain yang mengandung karbon. Mutu karbon aktif yang dihasilkan
dari tempurung kelapa mempunyai daya serap tinggi, karena arang ini berpori-pori
dengan diameter yang kecil, sehingga mempunyai internal yang luas. Luas
permukaan arang adalah 2 x 104 cm2 per gram, tetapi sesudah pengaktifan dengan
bahan kimia mempunyai luas sebesar 5 x 106 sampai 1,5 x 107 cm2 per gram.
Ada dua tahap utama proses pembuatan karbon aktif yakni proses
karbonasi dan proses aktifasi. Menurut Astuti, (1990) dijelaskan bahwa secara
umum proses karbonisasi sempurna adalah pemanasan bahan baku tanpa adanya
udara sampai temperatur yang cukup tinggi untuk mengeringkan dan menguapkan
senyawa dalam karbon. Pada proses ini terjadi dekomposisi termal dari bahan
yang mengandung karbon, dan menghilangkan spesies non karbonnya.
Proses aktifasi bertujuan untuk meningkatkan volume dan memperbesar diameter

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
20

pori setelah mengalami proses karbonisasi, dan meningkatkan penyerapan. Pada


umumnya karbon aktif dapat di aktifasi dengan 2 (dua) cara, yaitu dengan cara
aktifasi kimia dan aktifasi fisika.
1. Aktifasi kimia, arang hasil karbonisasi direndam dalam larutan aktifasi
sebelum dipanaskan. Pada proses aktifasi kimia, arang direndam dalam larutan
pengaktifasi selama 24 jam lalu ditiriskan dan dipanaskan pada suhu 600-
900oC selama 1-2 jam.
2. Aktifasi fisika, yaitu proses menggunakan gas aktifasi misalnya uap air atau
CO2 yang dialirkan pada arang hasil karbonisasi. Menurut Bansal (1988),
proses ini biasanya berlangsung pada temperatur 800-1100oC.
Berikut Gambar 2.2 yang menampilkan hasil akhir dari karbon aktif
(tempurung kelapa) yang telah melalui proses aktifasi tersebut diatas.

Gambar 2.2 Karbon Aktif


Karbon aktif pada umumnya mempunyai beberapa spesifikasi yang dapat
dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1 Spesifikasi karbon aktif


Jenis Persyaratan
Bagian yang hilang pada pemanasan 950 oC. Maksimum 15%
Air Maksimum 10%
Abu Maksimum 2,5%
Bagian yang tidak diperarang Tidak nyata
Daya serap terhadap larutan I Minimum 20%
Sumber : Arya Fatta, (2008)

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
21

2.6 Proses, Sistem dan Kriteria Disain


2.6.1 Proses Pengolahan
Menurut Nusa Idaman, (2008) di dalam sistem pengolahan saringan pasir
lambat, proses pengolahan yang utama adalah penyaringan dengan media pasir
dengan kecepatan penyaringan. Adapun yang terjadi pada saringan pasir lambat
adalah sebagai berikut; Apabila air baku dialirkan ke saringan pasir lambat, maka
kotoran-kotoran yang ada di dalamnya akan tertahan pada media pasir. Oleh
karena adanya akumulasi kotoran baik dari zat organic maupun zat anorganik
pada media filternya, maka terbentuk lapisan (film) biologis. Dengan
terbentuknya lapisan ini maka di samping proses penyaringan secara fisika terjadi
pula kehilangan kotoran (impuritis) secara biokimia. Dengan demikian zat besi,
mangan dan zat-zat yang menimbulkan bau dapat dihilangkan. Hasil dengan cara
pengolahan ini mempunyai kualitas yang baik. Cara ini sangat sesuai untuk
pengolahan yang air bakunya mempunyai kekeruhan yang rendah dan relative
tetap. Biaya operasi rendah karena proses pengendapan tanpa bahan kimia.

2.6.2 Sistem Pencucian Bersih Pada Saringan Pasir Lambat


Menurut SNI No. 03-398, (1995) Sejalan dengan proses penyaringan,
bahan pencemar dalam air baku akan bertumpuk dan menebal di atas permukaan
media pasir. Setelah melampaui perioda waktu tertentu, tumpukan tersebut
menyebabkan media pasir tidak dapat merembeskan air sebagai mana mestinya,
dan bahkan menyebabkan debit efluen menjadi sangat kecil, dan air yang ada di
dalam bak saringan mengalir melalui saluran pelimpah. Kondisi ini
mengindikasikan bahwa media pasir penyaring sudah mampat (clogging). Untuk
memulihkan saringan yang mampat, pengelola harus segera mengangkat dan
mencuci media pasir menggunakan alat pencuci pasir. Saringan pasir lambat akan
beroperasi secara normal kembali, kurang lebih dua hari setelah melakukan
pengangkatan atau pencucian media pasir.

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
22

2.6.3 Kriteria Disain pada Saringan Pasir Lambat


Reaktor saringan pasir lambat mempunyai beberapa ketentuan-ketentuan
yang dapat kita lihat pada Tabel 2.1 berikut yang menampilkan kriteria desain dari
reaktor saringan pasir lambat.

Tabel 2.2 Kriteria Disain Saringan Pasir Lambat


Sumber penelitian
Kriteria Disain Media
menurut
SNI 03-3981-1995 a. Tinggi bebas a. Pasir diameter (0,2 -0,4 mm)
(freeboard) 0,20-0,30 m b. Kerikil dengan diameter (3-4
b. Tinggi air di atas media mm)
pasir 1,00-1,50 m c. Jenis pasir mengandung SiO2
c. Tebal pasir penyaring lebih dari 90%
0,60-1,00 m
d. Tebal kerikil penahan
0,15-0,30 m
e. Saluran pengumpulan
bawah 0,10-0,20
f. Kecepatan penyaringan
0,1-0,4 m/jam
Nusa Idaman, 2008 a. Kecepatan penyaringan a. Pasir dengan butiran diameter
3 2
5-10 m /m /jam (0,2 -0,4 mm) silika
b. Tinggi lapisan pasir 70- b. Kerikil dengan diameter 1,5
100 cm mm
c. Tinggi lapisan kerikil
25-30 cm
d. Tinggi muka air diatas
media pasir 40-120 cm
e. Tinggi ruangan bebas
antara 25-40 cm
Sumber : 1.SNI 03-3981-1995, 2.Nusa Idaman, (2008)

2.7 Penelitian-penelitian yang telah dilakukan


Menurut Huisman L. and Wood, WE, WHO, (1974) sistem saringan pasir
lambat mempunyai keuntungan antara lain:

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
23

a. Metode ini tidak menggunakan energi yang cukup besar.


b. Memiliki kemampuan beradaptasi yang besar dalam pemeliharaan komponen
dan aplikasi minimal.
c. Sistem dapat dibangun dan dipasang oleh orang awam.
d. Biaya bangunan dan berjalan secara signifikan lebih rendah dari pada metode
disinfestation lain.
Menurut Nusa Idaman, (2008) pengolahan air bersih dengan
menggunakan sistem saringan pasir lambat konvensional ini mempunyai
keunggulan antara lain :
a. Tidak memerlukan bahan kimia, sehingga biaya operasinya sangat murah.
b. Dapat menghilangkan zat besi, mangan, dan warna serta kekeruhan.
c. Dapat menghilangkan amoniak dan polutan organik, karena proses
penyaringan berjalan fisika dan biokimia.
d. Sangat cocok untuk daerah pedesaan dan proses dan proses pengolahan sangat
sederhana.
Sedangkan beberapa kelemahan dari sistem saringan pasir lambat
konvensional tersebut yakni antara lain :
a. Jika air baku mempunyai kekeruhan yang tinggi, beban filter menjadi besar,
sehingga sering terjadi kebuntuan , akibatnya waktu pencucian filter menjadi
pendek.
b. Kecepatan penyaringan rendah, sehingga memerlukan euangan yan cukup luas
c. Pencucian filter dilakukan secara manual, yakni dengan cara mengeruk lapisan
pasir bagian atas dan dicuci dengan air bersih, dan setelah bersih dimasukkan
lagi ke dalam bak saringan seperti semula.
d. Karena tanpa bahan kimia, tidak dapat digunakan untuk menyaring air
gambut.
Menurut penelitian yang dilakukan Andi Susilawaty (2007) menjelaskan
bahwa ketebalan pasir sangat membantu menyisihkan konsentrasi parameter
seperti TSS, BOD, amoniak bebas, fosfat, total coliform. Karena pasir mempunyai
pori-pori yang sangat halus agar air olahan mudah masuk yang melalui aliran
berkelok-kelok.

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
24

Menurut Andi Susilawaty, (2007) karbon aktif (tempurung arang kelapa)


merupakan bagian terpenting dalam penurunan parameter-parameter dengan
mekanisme sorpsi baik adsorpsi maupun absorbsi Mulai dari menempelnya
larutan pada permukaan benda padat (adsorpsi) hinggga proses terdifusinya
larutan ke dalam pori benda padat sehingga larutan tersebut terperangkap
(absorbsi). Jika larutan tersebut menempel secara sempurna maka hal ini
menunjukkan terjadinya reaksi kimia antara benda padat dan larutan tersebut.
Proses lain yang dapat terjadi adalah pertukaran ion, dimana ion-ion positif yang
terdapat pada arang tempurung kelapa pada penyaringan ini, akan menarik
parameter yang bermuatan negatif.
Nusa Idaman, (2008) menjelaskan media penyaringan dapat dibuat dari
segala jenis bahan inert (tidak larut dalam air ataupun tidak bereaksi dengan bahan
kimia yang ada dalam air). Media penyaring yang umum dipakai yakni tidak
mudah pecah. Diameter pasir yang digunakan harus cukup halus yakni dengan
ukuran 0,2-0,4 mm. Dan sistem saluran bawah pada media penyaringan berfungsi
untuk mengalirkan air olahan serta sebagai penyangga media penyaringan.
Saluran ini terdiri dari saluran utama dan saluran cabang, terbuat dari pipa
berlubang yang di atasnya ditutup dengan lapisan kerikil. Lapisan kerikil ini
berfungsi untuk penyangga lapisan pasir agar pasir tidak menutup lubang saluran
bawah.

2.8 Hasil Uji kinerja yang Berkaitan dengan Penelitian Saringan Pasir
Lambat
Penelitian mengenai saringan pasir lambat yang pernah dilakukan dapat
dilihat pada Tabel 2.3 hasil uji kinerja dari berbagai macam penelitian yang
pernah dilakukan berikut :

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
25

Tabel 2.3 Hasil Uji kinerja


(1) Nusa Idaman
Media
kriteria disain
Penyisihan zat besi (Fe)
a. Kecepatan Konsentrasi Awal Konsentrasi Akhir Efisiensi (%)
penyaringan 5-10 (Down Flow) (Down Flow) (Down Flow)
3 2
m /m /jam 0,53 mg/l 0,13 mg/l a. Pasir diameter
82,6
b. Tinggi lapisan 0,93 mg/l 0,11 mg/l (0,2 mm-0,4 mm)
pasir 70-100 cm Konsentrasi Awal Konsentrasi Akhir Efisiensi (%) b. Kerikil dengan
c. Tinggi lapisan (Up Flow ) (Up Flow ) (Up Flow ) diameter (3-4
kerikil 25-30 cm 0,53 mg/L 0,1 mg/L mm)
92,7
d. Tinggi muka air 0,93 mg/L 0,03 mg/L c. Jenis pasir
diatas media pasir Penyisihan Amonium (NH4+) mengandung
40-120 cm SiO2 lebih dari
Konsentrasi Awal Konsentrasi Akhir Efisiensi (%)
e. Tinggi ruangan 90%
bebas antara 25-
0,09-1,68 mg/l Tidak jauh berbeda 11-90,7
40 cm
Penyisihan zat organik
Efisiensi
Konsentrasi Awal Konsentrasi Akhir (%)
(Down Flow) (Down Flow) (Down
Flow)
5,8-7,8 mg/L 4,6-5,8 mg/L 28,35
Efisiensi
Konsentrasi Awal Konsentrasi Akhir
(%)
(Up Flow ) (Up Flow )
(Up Flow )
5,8-7,8 mg/L 4,3-4,6 mg/L 33,73

(2) Andi susilawaty

Kriteria Penyisihan TSS Media

Ketebalan media 60 Efisiensi


Awal Akhir
cm (%) Pasir-arang-
66 mg/L 4 mg/L 93,93 tempurung kelapa

66 mg/L 12 mg/L 80,80 Pasir -zeolit


Tempurung kelapa-
66 mg/L 26 mg/L 60,6
zeolit
Pasir-Tempurung
66 mg/L 10,3 mg/L 84,34
kelapa-zeolit

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
26

Penyisihan BOD
Pasir-arang-
175,608 mg/L 41,9 mg/L 76,13
tempurung kelapa
175,608 mg/L 48,42 mg/L 72,42 Pasir -zeolit
Tempurung kelapa-
175,608 mg/L 97,96 mg/L 44,21
zeolit
Pasir-Tempurung
175,608 mg/L 42,73 mg/L 75,66
kelapa-zeolit
Penyisihan Amoniak
Pasir-arang-
0,93 mg/L 0,66 mg/L 28,31
tempurung kelapa
0,93 mg/L 0,56 mg/L 39,06 Pasir -zeolit
Tempurung kelapa-
0,93 mg/L 0,12 mg/L 86,73
zeolit
Pasir-Tempurung
0,93 mg/L 0,12 mg/L 87,09
kelapa-zeolit
Penyisihan fosfat
Pasir-arang-
54,1 mg/L 5,3 mg/L 90,20
tempurung kelapa
54,1 mg/L 21,6 mg/L 60,07 Pasir -zeolit
Tempurung kelapa-
54,1 mg/L 11,7 mg/L 78,37
zeolit
Pasir-Tempurung
54,1 mg/L 7,9 mg/L 85,39
kelapa-zeolit
Penyisihan Tot.Coliform
Pasir-arang-
16 jt 9450 rb 40,93
tempurung kelapa
16 jt 9500 rb 40,62 Pasir -zeolit
Tempurung kelapa-
16 jt 9400 rb 41,25
zeolit
Pasir-Tempurung
16 jt 3800 rb 76,25
kelapa-zeolit

(3) M.Ridwan Saifudin,Nugroho Widiarto dan Dwi Astuti


Penyisihan Mangan (Mn)
1,60 mg/L 0,80 mg/L 50 Pasir-zeolit
1,60 mg/L 0,90 mg/L 43,75 Pasir-karbon aktif
1,60 mg/L 0,80mg/L 50 Zeolit-karbon aktif
1,50 mg/L 0,70 mg/L 53,3 Pasir-zeolit
1,50 mg/L 0,90 mg/L 40 Pasir-karbon aktif

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
27

1,50 mg/L 1,00 mg/L 33,33 Zeolit-karbon aktif


1,70 mg/L 1,00 mg/L 41,1 Pasir-zeolit
1,70 mg/L 0,80 mg/L 52,94 Pasir-karbon aktif
1,70 mg/L 0,80 mg/L 52,94 Zeolit-karbon aktif
Sumber : (1) Nusa Idaman, (2008), (2) Andi Susilawaty,(20007), (3) M. Ridwan Saifudin,
Nugroho Widiarto dan Dwi Astuti, (2004)

2.9 Kinetika Laju Penyisihan Substrat


Menurut Eckenfelder (1970) yang dikutip dari Reynolds (1982),
mengembangkan persamaan kecepatan spesifik penyisihan substrat, yaitu :

1.δS
= k.S……………………………………………………(2.1)
x.δt
dimana :

1.δS
= spesifik rata dari penggunaan substrat
x.δt

δS
= kecepatan penggunan substrat, massa / (volume. Waktu)
δt
k = konstanta, volume / (massa mikroba . waktu)
S = konsentrasi substrat, massa / volume
Integrasi dari persamaan 2.1 menghasilkan
St
= e –k x t
So
Dimana :
St = konsentrasi substrat setelah waktu tertentu, massa / volume
So = konsentrasi substrat yang masuk, massa / volume
X = rata-rata konsentrasi massa sel, massa / volume
Rata-rata konsentrasi massa sel X sebanding dengan luas permukaan media (As)
X ≈ As

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
28

Karena ketebalan biofilm adalah merata maka :


X =S
X = k’. As
Dimana : k’ ≈ konstanta
Untuk waktu kontak t, Howland. W.E (1957) merumuskan

T=C D ………………………………………………….(2.4)
Qln

Dimana :
T = waktu kontak
D = kedalaman filter
Ql = beban hitrolik / hidrolik permukaan (m3/m2. Hari)
C, n = konstanta eksperimen
Substitusi persamaan 2.2, 2.3 dan 2,4 dapat disederhanakan menjadi :
St m
-kAs D/
=e Qlu…………………………………………..(2.5)
So
Dimana :
St = konsentrasi substrat efluen, massa / volume
So = konsentrasi substrat influen, massa / volume
K = konstanta
As = luas permukaan, luas / volume
D = kedalaman filter
Ql = beban hidrolik / hidrolik permukaan, (m3/m2.hari)
m = konstanta geometris media (bedasarkan bentuk media)
n = konstanta eksperimen (karekteristik aliran media)
nilai n biasanya sekitar 0,5 – 0,67
persamaan 2.5 dapat disederhanakan menjadi persamaan berikut :
St
= e –k D/Ql ………………………………………………(2.6)
So

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
29

Persamaan 2.6 dapat disederhanakan menjadi persamaan 2.7 dan 2,8 berikut :
St -K.D
ln =
So Qln

St -K.D
ln = ……………………………………….(2.7)
n
So Ql

St K.D 1
ln ln = ln
So Qln

St
ln ln = ln K.D – n . ln Ql …………………………………(2.8)
So

Nilai n dapat diketahui dari grafik perbandingan antara :

St
ln ln dan ln Ql
So

2.10 Perhitungan Head Loss pada saat Filtrasi dan Pencucian


Media filtrasi mempunyai beberapa ketentuan-ketentuan yang dapat kita
lihat pada Tabel 2.3 berikut yang menampilkan kriteria media filter.
Tabel 2.4 Kriteria Media Filter
Media filter Porositas (f) Faktor bentuk (ψ)
Pasir 0,4 0,8
Karbon aktif (tempurung kelapa) 0,18 0,8
Kerikil 0,38 0,98
Perhitungan head loss (HL) media pada saat filtrasi dan pencucian

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
30

Perhitungan head loss filter (media)


Nre = vs.di
ν
d v2 xi
HL = 1,067 ∑ cd
Ψ ε4 g dp
Diketahui :
Vs = kecepatan pengendapan, cm/det
d = diameter
ν = viskositas kinematik, m2/detik
Nre = Bilangan Reynolds

24
Kriteria cd ketika aliran laminer (NRe < 1,9) =
NRe
18,5
Kriteria cd ketika aliran turbulen (NRe > 1,9) =
(NRe)0,6
dp = diameter mean geometris = n√ di.d2....
Ψ = Faktor bentuk media filter
g = Gravitasi
xi = Fraksi (%)
ε = Porositas media pasir

2.11 Baku Mutu Tentang Air Bersih


2.11.1 Baku Mutu Lingkungan (BML)
Semua kegiatan ataupun aktifitas manusia baik itu yang berhubungan
dengan dunia industri, pekembangan penduduk, kemajuan teknologi maupun
kegiatan ekonomi hampir bisa dipastikan akan menghasilkan limbah. Keadaan ini
lambat laun akan menyebabkan penumpukan limbah yang berakibat munculnya
dampak negative bagi kehidupan. Oleh karenanya dibutuhkan standar tertentu
untuk mengeliminir jumlah buangan limbah terhadap lingkungan, yang kemudian
dikenal dengan istilah Baku Mutu Lingkungan (BML).

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
31

Adapun pengertian baku mutu lingkungan adalah batas /kadar maksimum


suatu zat atau komponen dari kegiatan manusia atau proses alam yang
diperbolehkan berada pada suatu lingkungan agar tidak menimbulkan dampak
negatif. Dasar hukum baku mutu lingkungan terdapat dalam UU No.4 Thn 1982
pasal 15 yang berbunyi sebagai berikut:
“ Perlindungan lingkungan hidup dilakukan berdasarkan baku mutu lingkungan
yang diatur dengan peraturan perundang-undangan”.

2.11.2 Baku Mutu berdasarkan Keputusan Meneg Kependudukan


Lingkungan Hidup
Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup dalam
keputusannya No. KEP-03/MENKLH/II/1991 telah menetapkan baku mutu air
pada sumber air, baku mutu limbah cair, baku mutu udara ambien, baku mutu
udara emisi dan baku mutu air laut.
1. Baku mutu air pada sumber air, adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi
zat atau bahan pencemar terdapat dalam air, namun tetap berfungsi sesuai
dengan peruntukannya.
2. Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau
bahan pencemar untuk dibuang dari sumber pencemaran ke dalam air pada
sumber air, sehingga sehingga tidak meyebabkan dilampauinya baku mutu air.
3. Baku mutu udara ambien adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau
bahan pencemar terdapat di udara, namun tidak menimbulkan gangguan
terhadap mahluk hidup, tumbuh-tumbuhan dan atau benda.
4. Baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau
bahan pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemaran ke udara,
sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien
5. Baku mutu air laut adalah batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi, atau
komponen lain yang ada atau harus ada, dan zat atau bahan pencemar yang
ditenggang adanya dalam air laut.

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
32

2.11.3 Baku Mutu Air Berdasarkan Peraturan Pemerintah


Peraturan Pemerintah. No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air ditetapkan untuk mencegah pencemaran
lingkungan akibat berbagai aktivitas tersebut. Baku mutu air pada sumber air
adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar yang
terdapat di dalam air, tetapi air tersebut tetap dapat digunakan sesuai dengan
kriterianya.
Menurut peruntukkannya yang berdasarkan baku mutu air, maka sumber
air dapat dikategorikan menjadi empat golongan, yaitu :
1. Kelas I, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung
tanpa diolah terlebih dahulu
2. Kelas II, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku untuk diolah sebagai
air minum dan keperluan rumah tangga lainnya
3. Kelas III, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan
peternakan
4. Kelas IV, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan dapat
pula digunakan untuk usaha perkotaan, industri, dan listrik tenaga air
Pada lingkungan air dikenal pula baku mutu limbah cair, yaitu batas kadar
yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar untuk dibuang dari sumber
pencemar ke dalam sumber air, sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku
mutu air. (Tabel tentang PP. No. 82 Tahun 2001 dapat dilihat pada Lampiran A).

2.12 Filtrasi
Filtrasi merupakan proses penyaringan partikel secara fisik, kimia dan
biologi untuk menyaring zat tersuspensi dan partikel koloid yang tidak
terendapkan di bak sedimentasi melalui media berpori. Selain itu, filtrasi dapat
menyaring sebagian besar bakteri yang terdapat dalam air. Filtrasi bertujuan
menurunkan kekeruhan, warna, rasa, bau dan unsur lainnya. Setelah proses
sedimentasi diharapkan air sudah mempunyai kekeruhan yang kecil atau nilai
maksimum kandungan zat padat adalah sebesar 10 NTU. Proses yang terjadi

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
33

selama penyaringan adalah pengayakkan atau straining, flokulasi antar butir,


sedimentasi antar butir, dan proses mikrobiologis.
Media yang umum digunakan adalah pasir, karena pasir mudah diperoleh
dan sangat ekonomis dan pasir dapat dikategorikan sebagai penyaring yang baik
selain tanah. Selain pasir dapat digunakan antrasit dan karbon aktif. Semakin
halus butiran pasir yang digunakan, semakin halus pula partikel yang dapat
ditahan, tetapi akan semakin besar kehilangan tekanan melalui media pasir dan
saringan akan semakin cepat tersumbat.
Untuk mengatasi ketersumbatan tersebut, dapat dihilangkan dengan jalan
membalikkan arah aliran air (backwashing) yang disaring sebelumnya. Pada
proses pencucian dapat pula dibantu dengan semburan udara dari bawah, cara ini
dapat menghemat air pada saat pencucian (Montgomery, 1985).
1. Jenis-jenis Filtrasi
Seleksi media filter yang tepat sangat besar artinya dalam mendesain
suatu unit filtrasi. Seleksi media filter yang tepat untuk suatu unit filtrasi
meliputi :
a. Kontrol media
b. Hydraulic loading rate dari filter
c. Hasil kualitas akhir air olahan.
Berdasarkan kontrol terhadap laju filtrasinya, filter dibedakan menjadi:
1. Saringan pasir lambat (slow sand filter)
Kecepatan filtrasi 0,1 – 0,2 m3/m2/jam. Memungkinkan aktivitas biologi
dipermukaan media filter disebabkan karena adanya zat organik dan
mikroorganisme dalam air buangan.
2. Saringan pasir cepat (rapid sand filter)
Kecepatan filtrasi 3-5 m3/m2/jam, biasanya didahului koagulasi dan
flokulasi.
Berdasarkan jumlah media yang digunakan, filtrasi dibedakan menjadi:
1. Single-medium filter
Single-medium filter adalah jenis filter yang hanya menggunakan satu
media saja sebagai penyaring, biasanya media yang digunakan adalah

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
34

pasir dengan diameter yang berbeda. Masalah yang biasa terjadi pada
filtrasi jenis ini adalah pada saat dilakukan backwashing, butiran pasir
yang besar biasanya mengendap lebih dulu daripada butiran yang kecil,
fenomena ini sering disebut sebagai stratifikasi atau reverse gradasi
(stratification or reverse gradation).
Reverse gradation ini akan tidak menguntungkan pada single-media filter
ini, hal ini karena lapisan yang paling efektif menangkap partikel
tersuspensi hanya 4-5 cm saja pada bagian atas media pasir. Ini
mengakibatkan kapasitas penyaringan filter menjadi berkurang sehingga
pengoperasian filter menjadi sangat singkat dimana backwashing akan
dilakukan lebih cepat dari desain semula. Untuk mengatasi masalah ini,
dapat dilakukan dengan memilih spesifikasi pasir dengan diameter yang
lebih besar dengan koefisien keseragaman (uniformity coefficient)
mendekati nilai sama (kurang dari 1,4) (Qasim, 2000). Gambar 2.3
menunjukkan single medium filter.
2. Dual medium filter
Filtrasi tipe ini menggunakan dua media, biasanya berupa pasir dan
antrasit sebagai penyaring partikel tersuspensi yang masih ada pada air
olahan. Specific gravity dari antrasit ini adalah sekitar 1,5 yang lebih
ringan jika dibandingkan dengan pasir yang specific gravity-nya adalah
2,65. Pada dasarnya butiran antrasit yang lebih besar memiliki kecepatan
pengendapan yang sama dengan butiran pasir yang halus/kecil.
Karakteristik ini akan membuat antrasit berada pada lapisan teratas dari
lapisan pasir, dimana lapisan antrasit akan menangkap partikel tersuspensi
yang lebih besar sedangkan pasir akan menangkap partikel-partikel
tersuspensi yang kecil. Gambar dual medium filter dapat dilihat pada
Gambar 2.4
3. Multi media filter
Media filter yang digunakan lebih dari dua lapisan dan dari jenis media
yang bermacam-macam, biasanya berupa pasir, antrasit, dan garnet. Pada
umumnya jenis media yang digunakan adalah anthracite dengan specific

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
35

gravity 1,55, pasir dengan specific gravity 2,65, dan garnet yang memiliki
specific gravity 4,05. Mixed-media filters pada dasarnya merupakan
perbaikan dari dual-media filters, dengan peningkatan waktu
pengoperasian dari unit filtrasi terhadap kualitas air. Biaya mixed-media
filters lebih mahal daripada dual-media filters, hal ini disebabkan oleh
tingginya harga dari media garnet. Multimedia filter dapat dilihat pada
Gambar 2.5 Kriteria desain berdasarkan jumlah media yang digunakan
pada unit filtrasi ditunjukkan oleh Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Kriteria Disain Media Pada Unit Filtrasi
Deskripsi Filter dengan 1 Filter dengan Filter dengan
media 2 media > 2 media

Anthrasit
Ukuran efektif, mm 0,50 – 1,5 0,7 – 2,0 1,0 – 2,0
Uniformity coefficient 1,2 – 1,7 1,3 – 1,8 1,4 -1,8
Depth (H), cm 50 – 150 30 – 60 50 – 130

Pasir
Ukuran efektif, mm 0,45 – 1,0 0,45 – 0,6 0,4 – 0,8
Uniformity coefficient 1,2 – 1,7 1,2 – 1,6 1,2 -1,7
Depth (H), cm 50 – 150 20 – 40 50 – 130

Garnet
Ukuran efektif, mm - - 0,2 – 0,8
Uniformity coefficient - - 1,5 -1,8
Depth (H), cm - - 5 – 15

Sumber : Qasim, 2000

Gambar 2.3 Single Media Filter


(Sumber: Reynolds, 1982)

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho
36

Gambar 2.4 Dual Media Filter


(Sumber: Reynolds, 1982)

Gambar 2.5 Multi Media Filter


(Sumber: Reynolds, 1982)

Pengolahan Air Efluen Constructed Wetland Menggunakan Filter Pasir Lambat Kombinasi Karbon Aktif Tempurung Kelapa
Arief Sigit Nugroho

Anda mungkin juga menyukai