Anda di halaman 1dari 7

Makalah MPKT - B

BENCANA BANJIR DI DKI JAKARTA KARENA


DAERAH RESAPAN AIR DI BOGOR KURANG
OPTIMAL

Home Group 5 :
Aryusril F.
Fahira Puti Adylla
Maria Rosinta
Mukhlis Diphda V.
Nathassya S. C. P.
Syamsyuriani
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Daerah resapan air dan sistem pembuangan air (drainase) merupakan salah satu hal yang sangat
penting di suatu lingkungan, terutama di lingkungan tempat tinggal penduduk. Kurangnya daerah
resapan dan sistem pembuangan air di sekitar tempat tinggal dapat menyebabkan daerah lingkungan
tempat tinggal mengalami banjir, baik banjir yang tergolong sedang maupun banjir besar, ditambah lagi
curah hujan yang tinggi.

Tidak dapat dipungkiri bahwasannya perkembangan kota akan berdampak pada perubahan
kondisi fisik kota. Semakin besar suatu kota maka semakin kompleks permasalahan yang ditimbulkan
salah satunya kawasan Puncak, Bogor, yang selama ini disebut sebagai kawasan penyangga resapan air
bagi DKI Jakarta tidak mampu lagi berfungsi secara optimal. Hal tersebut terjadi karena banyaknya
pembangunan yang tidak sesuai dengan perencanaan dan peruntukan lahan terus terjadi. Banyaknya
pembangunan akan membuat fungsi resapan air berkurang. Dengan adanya bangunan air yang terserap
menjadi berkurang, karena kawasan yang tadinya banyak pohon yang dapat menyerap sinar matahari
tergantikan oleh bangunan. hal

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana akibat dari rusaknya penyangga daerah resapan air di Kawasan Puncak
Bogor
2. Apakah kebijakan pemerintah dalam menanggulangi daerah resapan air yang kurang
optimal?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan akibat dari rusaknya penyangga daerah resapan air di Kawasan puncak
Bogor.
2. Menjelaskan kebijakan pemerintah dalam menanggulangi daerah resapan air yang
kurang optimal.

1.4 Manfaat

Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah wawasan tentang
penegakan hukum mengenai lingkungan dan rusaknya penyangga daerah resapan air serta
meningkatkan kesadaran pembaca akan akibat dari rusaknya daerah resapan air, sehingga
diharapkan pembaca sadar akan pentingnya menjaga lingkungan sekitar agar tidak terjadi
bencana alam.
BAB II
TEORI
2.1 Pengertian

Daerah resapan air merupakan daerah yang disediakan untuk masuknya air dari
permukaan tanah ke dalam zona jenuh air sehingga membentuk aliran air dalam tanah,
berfungsi untuk menampung debit air hujan dan prngendali banjir.

Secara umum proses resapan air tanah ini terjadi melalui 2 proses berurutan, yaitu infiltrasi
(pergerakan air dari atas ke dalam permukaan tanah) dan perkolasi yaitu gerakan air ke bawah dari zona
tidak jenuh ke dalam zona jenuh air. Daya infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum yang mungkin,
yang ditentukan oleh kondisi permukaan tanah. Daya perkolasi adalah laju perkolasi maksimum yang
mungkin, yang besarnya ditentukan oleh kondisi tanah di zona tidak jenuh. Laju infiltrasi akan sama
dengan intensitas hujan jika laju infiltrasi masih lebih kecil dari daya infiltrasinya. Perkolasi tidak akan
terjadi jika porositas dalam zona tidak jenuh belum mengandung air secara maksimum.

Proses infiltrasi berperan penting dalam pengisian kembali lengas tanah dan air tanah.
Pengisian kembali lengas tanah sama dengan selisih antara infiltrasi dan perkolasi (jika ada).

Pengisian kembali air tanah sama dengan perkolasi dikurangi kenaikan kapiler (jika ada).
Resapan air tanah akan menentukan besarnya aliran dasar yang merupakan debit minimum sungai di
musim kemarau.

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya daya infiltrasi air

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya daya infiltrasi air adalah (Soemarto, 1987:85) :

a) Dalamnya genangan di permukaan tanah, semakin tinggi genangan maka tekanan air untuk
meresap ke dalam tanah semakin besar pula.
b) Kadar air dalam tanah, semakin kering tanah infiltrasi semakin besar.
c) Pemampatan tanah, akan memperkecil porositas, pemampatan dapat terjadi karena pukulan
butir-butir hujan, penyumbatan pori oleh butir halus, karena injakan manusia, binatang dan
lain sebagainya.
d) Tumbuh-tumbuhan, jika tertutup oleh tumbuhan akan semakin besar.
e) Struktur tanah, yaitu ada rekahan daya infiltrasi akan memperbesar.
f) Kemiringan lahan dan temperatur air (mempengaruhi kekentalan).

2.2 Kawasan Konservasi dan Daerah Resapan Air

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konservasi didefinisikan sebagai pemeliharaan dan
perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan
mengawetkan atau pengawetan. Konservasi adalah usaha yang dilakukan agar sumber daya yang
dibutuhkan untuk kehidupan itu tetap mampu melayani kebutuhan hidup manusia, tidak rusak/ cepat
habis terpakai (Prawiro, 1988:124).

Daerah resapan air adalah daerah tempat meresapnya air hujan ke dalam tanah yang selanjutnya
menjadi air tanah. Kenyataannya semua daratan di muka bumi dapat meresapkan air hujan. Daerah
resapan regional berarti daerah tersebut meresapkan air hujan dan akan mensuplai air tanah ke seluruh
cekungan, tidak hanya mensuplai secara lokal dimana air tersebut meresap (Sudadi, 1996:10).

Keputusan MENEG Lingkungan Hidup No. 39/ MENLH/ 8/ 1996 menggolongkan kawasan
resapan air sebagai kawasan lindung. Kriteria umum kawasan lindung adalah (Hartanto & Karsidi,
1995:136)

a) Ketinggian > 1500 m di atas permukaan laut (dpl).


b) Kemiringan lahan > 40 %
c) Tanah sangat peka/ peka terhadap erosi.
d) Curah hujan > 1500 mm/tahun
e) Penggunaan lahan sebagai hutan.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Akibat Rusaknya Penyagga Daerah Resapan Air

3.1.1. Genangan air dan banjir

Kerusakan pada daerah reasapan air menyebabkan daerah tersebut tidak mampu
menyerap air dengan optimal. Kerusakan daerah resapan air ini pada umumnya
disebabkan oleh kerusakan hutan akibat pembalakan liar baik untuk dijadikan kawasan
pemukiman maupun lahan pertanian. Hutan berperan penting untuk menyerap air dan
mencegah terkikisnya lapisan tanah (erosi) oleh aliran air. Hilangnya atau
berkurangnya tutupan hutan alam meningkatkan resiko banjir.

Laporan fao & cifor menyebutkan bahwa kerusakan hutan hanya menimbulkan resiko
banjir hanya kepada daerah hilir, begitu pula yang terjadi pada banjir di jakarta.
Fenomena banjir juga dapat disebabkan oleh badai hebat dan angin puyuh, namun hal
itu tidak terjadi. sehingga dapat disimpulan bahwa banjir yang tejadi di jakarta lebih
disebabkan oleh rusaknya hutan sebagai penyangga resapan air yang terjadi di daerah
bogor.

3.1.2. Meluasnya penyebaran penyakit

Efek yang ditimbulkan oleh banjir salah satunya yaitu merebaknya penyakit menular.
Penyakit menular yang dapat timbul pada musim penghujan atau banjir yaitu infeksi
saluran pernapasan (ispa), demam berdarah, diare, leptospirosis, malaria, dan penyakit
kulit.

Malaria dan demam berdarah pada umumnya akan mencapai puncak siklusnya pada
saat musim penghujan. Resiko penyakit tersebut juga semakin meningkat akbiat banjir
karena meningkatkan nyamuk untuk berkembang biak.Adapun penyakit lainnya,
seperti diare, leptospirosis, dan penyakit kulit juga penyakit lainnya akan muncul pasca
banjir, akibat sanitasi yang berkurang dsn lingkungsn yang kotor akibat banjir.

3.1.3. Kuantitas dan kualitas air tanah menurun

Salah satu penyebab kuantitas dan kualitas air tanah menurun adalah
eksploitasi tanah oleh rumah tangga dan industri, khususnya air tanah bagian dalam.
Yang kedua adalah disebabkan karena kurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang
secara alamiah menjadi penyaring sekaligus penampung air untuk air hujan. Yang
ketiga adalah disebabkan karena banyaknya limbah / buangan industry dan rumah
tangga yang polutif sehingga mengakibatkan air dan lingkungan menjadi tercemar. Dan
yang terakhir disebabkan oleh belum adanya “konsep hijau” untuk daur ulang air.
Adapun ciri-ciri dari kualitas air yang menurun adalah dapat dilihat dari warna, bau,
dan rasa air yang berubah dan berbeda dengan air berkualitas tinggi. Namun, air yang
terlihat jernih bisa jadi juga tercemar oleh beberapa mikroba atau zat lain yang
kadarnya kecil sehingga besifat transparan.
3.1.4. Pencemaran sungai

Rusaknya daerah resapan air yang terjaid di bogor sebagian disebabkan oleh
pemukiman penduduk maupun oleh industri pabrik. Industri pabrik dan penduduk di
sekitar sungai juga menyebabkan pencemaran sungai. Salah satu sungai yang telah
tercemar akibat hal tersebut adalah kali ciliwung.

Polutan yang mencemari sungai akibat pemukiman penduduk mayoritas disebabkan


oleh sampah organik maupun anorganik. Sampah organik merupakan sampah yang
dapat diuraikan oleh bakteri seperti sisa makanan, daun-daunan, maupun sisa-sia
makhluk hidup lainnya. Adapun sampah anorganik yaitu sampah yang tidak dapat
diuraikan diantaranya plastik, karet, dan logam. Selain itu limbah rumah tangga yang
juga beperan besar dalam pencemaran sungai yaitu deterjen. Saat ini hampir setiap
rumah menggunakan deterjen,

Dampak dari pencemaran sungai yaitu:

 Berkurangnya tingkat oksigen terlarut dalam air akibat bakteri yang


menggunakan oksigen untuk dekomposisi limbah.

 Terhalangnya sinar matahari untuk memasuki dasar sungai sehingga alga


maupun tumbuhan air tidak dapat berforosintesis untuk menghasilkan oksigen.

 Deterjen yang mencemasi daerah perairan bersifat toksik bagi hewan air.

 Deterjen juga menyebabkan peningkatan pertumbuhan eceng gondok hingga


tidak terkendali.

 Sungai maupun daerah perairan lainnya akan mengalami pendangkalan


(eutrofikasi).

3.1.5. Kekeringan di musim kemarau

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa suatu daerah resapan air yang berkualitas
baik mempu menampung dan menyimpan air curah hujan di dalam tanah hingga
sekitar 90%-99,9%, sisanya akan langsung mengalir ke sungai atau menjadi aliran
permukaan (surface run off). Sehingga apabila suatu daerah resapan air rusak, maka
menyebabkan berkurang kemampuan untuk menyerap air dan tanah disekitarnya akan
memiliki tingat kadar air yang rendah sehingga dapat mengalami kekeringan.

3.2 Analisis Peraturan Perundangan Tentang Daerah Resapan Air

Keputusan Presiden No. 32/ 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung menetapkan bahwa
kawasan resapan air digolongkan sebagai kawasan lindung yang berfungsi untuk memberikan
perlindungan bagi kawasan di bawahnya. Hal tersebut diperkuat dengan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 39/MENLH/8/1996 tentang Usaha Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi
Dengan Studi AMDAL yang menyatakan : semua kegiatan di kawasan lindung (termasuk di dalam
kawasan resapan air) wajib dilengkapi AMDAL. Menindaklanjuti keputusan tersebut, Pemda Tingkat
I Jawa Barat mengeluarkan PERDA No. 2/ 1996 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung di Daerah
Tingkat I Jawa Barat yang menyebutkan bahwa kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai
curah hujan lebih besar dari 1.000 mm/tahun, tanah berukuran pasir halus, permeabilitas lebih besar
dari 1 m/hari, kedalaman muka air tanah lebih besar dari 10 m, kemiringan lereng lebih besar dari 40%
dan muka air tanah dangkal lebih tinggi dari muka air tanah dalam. Sebelum peraturan tersebut Pemda
telah mengeluarkan Perda No. 3/ 1994 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Dati I Jawa Barat
yang diantaranya menetapkan bahwa peruntukan lahan di bagian paling utara Kawasan Bandung Utara
sebagai kawasan lindung.

Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2008 tentang pengendalian pemanfaatan KBU, yang
kemudian direvisi dengan Perda Nomor 2 Tahun 2016, berupaya melindungi KBU dengan
mengharuskan pembangunan fisik hanya 20% dari luas lahan dan sisanya untuk ruang terbuka hijau
serta resapan air.

Anda mungkin juga menyukai