Anda di halaman 1dari 12

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kekeringan
Posisi geografis menyebabkan Indonesia berada pada belahan bumi dengan iklim monsoon
tropis yang sangat sensitif terhadap anomali iklim El-Nino Southern Oscillation (ENSO).
ENSO menyebabkan terjadinya kekeringan apabila kondisi suhu permukaan laut di Pasifik
Equator bagian tengah hingga timur menghangat (El Nino). Berdasarkan analisis iklim 30
tahun terakhir menunjukkan bahwa, ada kecenderungan terbentuknya pola iklim baru yang
menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Dampak terjadinya perubahan iklim terhadap sektor
pertanian adalah bergesernya awal musim kemarau yang menyebabkan berubahnya pola tanam
karena adanya kekeringan.
Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam masa yang
berkepanjangan (beberapa bulan hingga bertahun-tahun). Biasanya kejadian ini muncul bila
suatu wilayah secara terus-menerus mengalami curah hujan di bawah rata-rata. Musim
kemarau yang panjang akan menyebabkan kekeringan karena cadangan air tanah akan habis
akibat penguapan (evaporasi), transpirasi, ataupun penggunaan lain oleh manusia.
Menurut Shelia B. Red (1995) kekeringan didefinisikan sebagai pengurangan persediaan air
atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume yang
diharapkan untuk jangka waktu khusus. Dampak kekeringan muncul sebagai akibat dari
kekurangannya air, atau perbedaan-perbedaan antara permintaan dan persediaan air.
Menurut Shelia B. Red (1995) kekeringan bisa dikelompokan berdasarkan jenisnya yaitu:

1. Kekeringan meteorologis, berasal dari kurangnya curah hujan dan didasarkan pada tingkat
kekeringan relatif terhadap tingkat kekeringan normal atau rata–rata dan lamanya periode
kering. Perbandingan ini haruslah bersifat khusus untuk daerah tertentu dan bisa diukur pada
musim harian dan bulanan, atau jumlah curah hujan skala waktu tahunan. Kekurangan curah
hujan sendiri, tidak selalu menciptakan bahaya kekeringan.

2. Kekeringan hidrologis mencakup mencangkup berkurangnya sumber–sumber air seperti


sungai, air tanah, danau dan tempat–tempat cadangan air. Definisinya mencangkup data
tentang ketersediaan dan tingkat penggunaan yang dikaitkan dengan kegiatan wajar dari sistem
yang dipasok (sistem domestik, industri, pertanian yang menggunakan irigasi). Salah satu
dampaknya adalah kompetisi antara pemakai air dalam sistem–sistem penyimpanan air ini.
3. Kekeringan pertanian adalah dampak dari kekeringan meteorologi dan hidrologi terhadap
produksi tanaman pangan dan ternak. Kekeringan ini terjadi ketika kelembapan tanah tidak
mencukupi untuk mempertahankan hasil dan pertumbuhan rata-rata tanaman. Kebutuhan air
bagi tanaman, bagaimanapun juga, tergantung pada jenis tanaman, tingkat pertumbuhan dan
sarana- sarana tanah. Dampak dari kekeringan pertanian sulit untuk bisa diukur karena
rumitnya pertumbuhan tanaman dan kemungkinan adanya faktor–faktor lain yang bisa
mengurangi hasil seperti hama, alang–alang, tingkat kesuburan tanah yang rendah dan harga
hasil tanaman yang rendah.

4. Kekeringan sosioekonomi berhubungan dengan ketersediaan dan permintaan akan barang–


barang dan jasa dengan tiga jenis kekeringan yang disebutkan diatas. Ketika persediaan
barang–barang seperti air, jerami atau jasa seperti energi listrik tergantung pada cuaca,
kekeringan bisa menyebabkan kekurangan. Konsep kekeringan sosioekonomi mengenali
hubungan antara kekeringan dan aktivitas–aktivitas manusia. Sebagai contoh, praktek–praktek
penggunaan lahan yang jelek semakin memperburuk dampak–dampak dan kerentanan
terhadap kekeringan di masa mendatang.
B. Penyebab Terjadinya Kekeringan
Faktor-faktor penyebab terjadinya bencana kekeringan:
1. Lapisan tanah tipis
Dengan lapisan tanah yang tipis, air hujan yang terkandung dalam tanah tidak akan bertahan
lama. Hal ini dapat terjadi karena air akan lebih cepat mengalami penguapan oleh panas
matahari. Biasanya bencana kekeringan sering terjadi di daerah pegunungan kars, karena di
daerah ini memiliki lapisan tanah atas yang tipis.
2. Air tanah dalam
Air hujan yang jatuh pada saat musim penghujan, akan meresap jauh ke dalam lapisan bawah
tanah mengingat selain hanya mampu menyimpan air dengan intensitas yang terbatas, tanah
juga tidak mampu menyimpan air dengan jangka waktu yang lebih lama.Hal ini menyebabkan
aliran-aliran air di bawah tanah (sungai bawah tanah) yang dalam, sehingga tanaman tidak
mampu menyerap air pada saat musim kemarau, karena akar yang dimiliki tidak mampu
menjangkaunya. Air tanah yang dalam menyebabkan sumber-sumber mata air mengalami
kekeringan di musim kemarau, karena air yang terdapat jauh di bawah lapisan tanah tidak
mampu naik, sehingga kalaupun ada sumber mata air yang tidak mengalami kekeringan pada
musim kemarau, itu jumlahnya terbatas.
3. Tekstur tanah kasar
Tekstur tanah yang kasar, tidak mampu menyimpan air dengan jangka waktu yang lama.
Karena air hujan yang turun akan langsung mengalir ke dalam, karena tanah tidak mampu
menahan laju air. Di lain sisi, air yang terkandung dalam tanah yang memiliki tekstur yang
kasar akan mengalami penguapan relatif lebih cepat, karena rongga-rongga tanah jelas lebih
lebar dan sangat mendukung terjadinya proses penguapan.
4. Iklim
Dalam hal ini iklim berkaitan langsung dengan bencana kekeringan. Keadaan alam yang tidak
menentu akan berpengaruh terhadap kondisi iklim yang terjadi. Sehingga mengakibatkan
perubahan musim.
Misalnya: Akibat perubahan kondisi iklim, menyebabkan musim kemarau berjalan lebih lama
daripada musim penghujan, dengan musim kemarau yang lebih lama tentunya akan
memungkinkan terjadinya bencana kekeringan. Karena kebutuhan air kurang terpenuhi di
musim kemarau.
5. Vegetasi
Vegetasi juga mempunyai andil terhadap terjadinya kekeringan .Jenis vegetasi tertentu seperti
ketela pohon yang menyerap air tanah dengan intensitas yang lebih banyak,daripada tanaman
lain, tentunya akan sangat menguras kandungan air dalam tanah. Dan lebih
parahnya, penanaman ketela pohon banyak terjadi di daerah pegunungan karst yang rawan
akan bencana kekeringan. Vegetasi lain yang dapat memicu kekeringan adalah tanaman
bambu. Bambu memiliki struktur yang sangat rumit, dan menutupi permukaan tanah (lapisan
tanah atas) di sekitar bambu itu tumbuh. Sehingga kemungkinan tanaman lain untuk tumbuh
sangat kecil. Dengan demikian tanaman yang seharusnya berfungsi untuk menyimpan air tidak
ada atau terbatas jumlahnya.
6. Topografi
Topografi atau tinggi rendah suatu daerah sangat berpengaruh terhadap kandungan air tanah
yang dimiliki. Biasanya daerah yang rendah akan memiliki kandungan air tanah yang lebih
banyak daripada di daerah dataran tinggi. Hal ini disebabkan karena air hujan yang diserap oleh
tanah akan mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Oleh karena itu air akan
lebih banyak terserap oleh tanah di dataran yang lebih rendah. Dengan kata lain.di dataran
tinggi kemungkinan terjadi bencana kekeringan lebih besar daripada di dataran rendah. Karena
dataran tinggi tidak mampu menyimpan air lebih lama.

C. Dampak Kekeringan
1. Fisik
a. Kerusakan terhadap habitat spesies ikan dan binatang.
b. Erosi-erosi angin dan air terhadap tanah.
c. Kerusakan spesies tanaman.
d. Pengaruh-pengaruh terhadap kualitas air (salinisasi).
e. Pengaruh-pengaruh terhadap kualitas udara (debu, polutan, berkurangnya daya
pandang).
f. Kekeringan juga menjadikan tanah menjadi mengeras dan retak-retak, sehingga sulit untuk
dijadikan lahan pertanian.
g. Keadaan suhu siang hari pada saat kekeringan akibat musim kemarau menjadikan suhu
udara sangat tinggi dan sebaliknya pada malam hari suhu udara sangat dingin. Perbedaan suhu
udara yang berganti secara cepat antara siang dan malam menyebabkan terjadinya pelapukan
batuan lebih cepat.
2. Non fisik
a. Ekonomi
1) Kerugian-kerugian produksi tanaman pangan, susu, ternak, kayu, dan perikanan.
2) Kerugian pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
3) Kerugian pendapatan petani dan lain-lain yang terkena secara langsung.
4) Kerugian-kerugian dari bisnis turisme dan rekreasi.
5) Kerugian pembangkit listrik tenaga air dan meningkatkan biaya-biaya energi.
6) Kerugian-kerugian yang terkait dengan produksi pertanian.
7) Menurunya produksi pangan dan meningkatnya harga-harga pangan.
8) Pengangguran sebagai akibat menurunnya produksi yang terkait dengan kekeringan.
9) Kerugian-kerugian pendapatan pemerintah dan meningkatnya kejenuhan pada lembaga-
lembaga keuangan.
b. Sosial Budaya
1) Saat terjadi kekeringan, tanah menjadi kering dan pasir lembut atau debu mudah terbawa
angin. Hal ini menyebabkan debu ada dimana, sehingga menimbulkan banyak gejala
penyakit yang berhubungan dengan pernafasan. Banyak orang yang akan sakit flu dan
batuk.
2) Pengaruh-pengaruh kekurangan pangan ( kekurangan gizi, kelaparan).
3) Hilangnya nyawa manusia karena kekurangan pangan atau kondisi- kondisi yang terkait
dengan kekeringan.
4) Konflik di antara penggunan air.
5) Masalah kesehatan karena menurunnya pasokan air.
6) Ketidakadilan dalam distribusi akibat dampak-dampak kekeringan dan bantuan pemulihan.
7) Menurunnya kondisi-kondisi kehidupan di daerah pedesaan.
8) Meningkatnya kemiskinan, berkurangnya kualitas hidup.
9) Kekacauan social, perselisihan sipil.
10) Pengangguran meningkat, karena yang tadinya bertani kehilangan mata pencaharian.
11) Migrasi penduduk untuk mendapatkan pekerjaan atau bantuan pemulihan,banyaknya TKI
(tenaga kerja indonesia) yang memilih keluar negeri.
c. Politik
Pemerintah harus bekerja keras untuk membuat kebijakan penanggulangan bencana
kekeringan. Badan khusus penanggulangan bencana juga harus dibentuk, seperti yang sudah
dibentuk di Indonesia yaitu BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).
D. Penanganan Bencana Kekeringan
1. Penyusunan peraturan pemerintah tentang pengaturan sistem pengiriman data iklim
dari daerah ke pusat pengolahan data.
2. Penyusunan PERDA untuk menetapkan skala prioritas penggunaan air dengan
memperhatikan historical right dan azas keadilan.
3. Pembentukan pokja dan posko kekeringan pada tingkat pusat dan daerah.
4. Penyediaan anggaran khusus untuk pengembangan/perbaikan jaringan pengamatan
iklim pada daerah-daerah rawan kekeringan.
5. Pengembangan/perbaikan jaringan pengamatan iklim pada daerah-daerah rawan
kekeringan.
Jika lebih dirincikan, tahap mitigasi bencana kekeringan adalah sebagai berikut:
1. Pra bencana
a. Memanfaatkan sumber air yang ada secara lebih efisien dan efektif.
b. Memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang masih tersedia sebagai air baku
untuk air bersih.
c. Menanam pohon dan perdu sebanyak-banyaknya pada setiap jengkal lahan yang
ada di lingkungan tinggal kita.
d. Membuat waduk (embung) disesuaikan dengan keadaan lingkungan.
e. Memperbanyak resapan air dengan tidak menutup semua permukaan dengan
plester semen atau ubin keramik.
f. Kampanye hemat air, gerakan hemat air, perlindungan sumber air
g. Perlindungan sumber-sumber air pengembangannya.
h. Panen dan konservasi air
Panen air merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan atau air
aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk digunakan pada waktu curah hujan
rendah. Panen air harus diikuti dengan konservasi air, yakni menggunakan air yang
sudah dipanen secara hemat sesuai kebutuhan. Pembuatan rorak merupakan contoh
tindakan panen air aliran permukaan dan sekaligus juga tindakan konservasi air.
Daerah yang memerlukan panen air adalah daerah yang mempunyai bulan
kering (dengan curah hujan < 100 mm per bulan) lebih dari empat bulan berturut-turut
dan pada musim hujan curah hujannya sangat tinggi (> 200 mm per bulan). Air yang
berlebihan pada musim hujan ditampung (dipanen) untuk digunakan pada musim
kemarau. Penampungan atau 'panen air' bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan air
tanaman, sehingga sebagian lahan masih dapat berproduksi pada musim kemarau serta
mengurangi risiko erosi pada musim hujan.
1) Rorak
Rorak adalah lubang kecil berukuran panjang/lebar 30-50 cm dengan kedalaman 30-80
cm, yang digunakan untuk menampung sebagian air aliran permukaan. Air yang masuk ke
dalam rorak akan tergenang untuk sementara dan secara perlahan akan meresap ke dalam tanah,
sehingga pengisian pori tanah oleh air akan lebih tinggi dan aliran permukaan dapat dikurangi.
Rorak cocok untuk daerah dengan tanah berkadar liat tinggi-di mana daya serap atau
infiltrasinya rendah—dan curah hujan tinggi pada waktu yang pendek.
2) Saluran buntu
Saluran buntu adalah bentuk lain dari rorak dengan panjang beberapa meter (sehingga
disebut sebagai saluran buntu). Perlu diingat bahwa dalam pembuatan rorak atau saluran buntu,
air tidak boleh tergenang terlalu lama (berhari-hari) karena dapat menyebabkan terganggunya
pernapasan akar tanaman dan berkembangnya berbagai penyakit pada akar.
3) Lubang penampungan air (catch pit)
Bibit yang baru dipindahkan dari polybag ke kebun, seharusnya dihindarkan dari
kekurangan air. Sistem 'catch pit' merupakan lubang kecil untuk menampung air, sehingga
kelembaban tanah di dalam lubang dan di sekitar akar tanaman tetap tinggi. Lubang harus
dijaga agar tidak tergenang air selama berhari-hari karena akan menyebabkan kematian
tanaman.
4) Embung
Embung adalah kolam buatan sebagai penampung air hujan dan aliran permukaan.
Embung sebaiknya dibuat pada suatu cekungan di dalam daerah aliran sungai (DAS) mikro.
Selama musim hujan, embung akan terisi oleh air aliran permukaan dan rembesan air di dalam
lapisan tanah yang berasal dari tampungan mikro di bagian atas/hulunya. Air yang tertampung
dapat digunakan untuk menyiram tanaman, keperluan rumah tangga, dan minuman ternak
selama musim kemarau.
Embung cocok dibuat pada tanah yang cukup tinggi kadar liatnya supaya peresapan air tidak
terlalu besar. Pada tanah yang peresapan airnya tinggi, seperti tanah berpasir, air akan banyak
hilang kecuali bila dinding dan dasar embung dilapisi plastik atau aspal. Cara ini akan
memerlukan biaya tinggi.
5) Bendungan Kecil (cek dam)
Cek dam adalah bendungan pada sungai kecil yang hanya dialiri air selama musim
hujan, sedangkan pada musim kemarau mengalami kekeringan. Aliran air dan sedimen dari
sungai kecil tersebut terkumpul di dalam cekdam, sehingga pada musim hujan permukaan air
menjadi lebih tinggi dan memudahkan pengalirannya ke lahan pertanian di sekitarnya. Pada
musim kemarau diharapkan masih ada genangan air untuk tanaman, air minum ternak, dan
berbagai keperluan lainnya.
6) Panen air hujan dari atap rumah
Air hujan dari atap rumah dapat ditampung di dalam bak atau tangki untuk
dimanfaatkan selama musim kemarau untuk mencuci, mandi, dan menyiram tanaman. Untuk
minum sebaiknya digunakan air dari mata air karena pada awal musim hujan, air hujan
mengandung debu yang cukup tinggi.
Antisipasi penanggulangan kekeringan dapat dilakukan melalui dua tahapan strategi yaitu
perencanaan jangka pendek dan perencanaan jangka panjang.
a) Perencanaan jangka pendek (satu tahun musim kering):
 Penetapan prioritas pemanfaatan air sesuai dengan prakiraan kekeringan.
 Penyesuaian rencana tata tanam sesuai dengan prakiraan kekeringan.
 Pengaturan operasi dan pemanfaatan air waduk untuk wilayah sungai yang
mempunyai waduk.
 Perbaikan sarana dan prasarana pengairan.
 Penyuluhan/sosialisasi kemungkinan terjadinya kekeringan dan dampaknya.
 Penyiapan cadangan pangan.
 Penyiapan lapangan kerja sementara (padat karya) untuk meringankan dampak.
 Persiapan tindak darurat.
 Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.
 Penyediaan air minum dengan mobil tangki.
 Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.
 Penyediaan pompa air.
b. Sedangkan perencanaan jangka panjang meliputi antara lain:
 Pelaksanaan reboisasi atau konservasi untuk meningkatkan retensi dan tangkapan di
hulu.
 Pembangunan prasarana pengairan (waduk, situ, embung).
 Pengelolaan retensi alamiah (tempat penampungan air sementara) di wilayah sungai.
 Penggunaan air secara hemat.
 Penciptaan alat sanitasi hemat air.
 Pembangunan prasarana daur ulang air.
 Penertiban pengguna air tanpa ijin dan yang tidak taat aturan.
2. Saat terjadi Bencana
Sasaran penanggulangan kekeringan ditujukan kepada ketersediaan air dan dampak yang
ditimbulkan akibat kekeringan. Untuk penanggulangan kekurangan air dapat dilakukan
melalui:
 Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.
 Penyediaan air minum dengan mobil tangki.
 Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.
 Penyediaan pompa air.
 Pengaturan pemberian air bagi pertanian secara darurat (seperti gilir giring).
Untuk penanganan dampak, perlu dilakukan secara terpadu oleh sektor terkait antara
lain dengan upaya:
a. Dampak Sosial:
 Penyelesaian konflik antar pengguna air.
 Pengalokasian program padat karya di daerah-daerah yang mengalami kekeringan.
b. Dampak Ekonomi:
 Peningkatan cadangan air melalui pembangunan waduk-waduk baru, optimalisasi
fungsi embung, situ, penghijauan daerah tangkapan air, penghentian perusakan hutan,
dll.
 Peningkatan efisiensi penggunaan air melalui gerakan hemat air, daur ulang
pemakaian air.
 Mempertahankan produksi pertanian, peternakan, perikanan, dan kayu/ hutan
melalui diversifikasi usaha.
 Meningkatkan pendapatan petani, dan perdagangan hasil pertanian melalui
perbaikan sistem pemasaran.
c. Dampak Keamanan:
 Mengurangi kriminalitas melalui penciptaan lapangan pekerjaan.
 Mencegah kebakaran dengan meningkatkan kehati-hatian dalam penggunaan api.
d. Dampak Lingkungan:
 Mengurangi erosi tanah melalui penutupan tanah (land covering).
 Mengurangi beban limbah sebelum dibuang kesumber air.
 Membangun waduk-waduk baru untuk menambah cadangan air pada musim
kemarau.
 Mempertahankan kualitas udara (debu, asap, dll) melalui pencegahan pencemaran
udara dengan tidak melakukan kegiatan yang berpotensi menimbulkan kebakaran yang
menimbulkan terjadinya pencemaran udara.
 Mencegah atau mengurangi kebakaran hutan dengan pengolahan lahan dengan cara
tanpa pembakaran.

3. Pasca Bencana
Kegiatan pemulihan mencakup kegiatan jangka pendek maupun jangka panjang akibat bencana
kekeringan antara lain:
 Bantuan sarana produksi pertanian.
 Bantuan modal kerja.
 Bantuan pangan dan pelayanan medis.
 Pembangunan prasarana pengairan, seperti waduk, bendung karet, saluran pembawa,
dll.
 Penggunaan air secara hemat dan berefisiensi tinggi.
 Penciptaan alat-alat sanitasi yang hemat air.

Kejadian kekeringan mempengaruhi sistem sosial, disamping sistem fisik dan sistem
lingkungan, sehingga manajemen kekeringan merupakan suatu tanggung jawab sosial,
yang pada dasarnya terarah pada upaya pasokan air dan mengurangi/meminimalkan dampak
(Yevjevich-1978).
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kekeringan merupakan suatu peristiwa atau suatu rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
aktivitas alam tetapi aktivitas alam ini sangat menggangu dan merugikan banyak aspek seperti
aspek fisik dan non fisik (sosial budaya, ekonomi, politit). kerugian fisik yang di timbulkan
misalnya terutama rusaknya tanaman petani yang menggakibatkan gagal panen dan kelaparan,
selain itu kerugian fisik selalu menggarah pada manusia karena kekeringan menyebabkan
kekurangan air bersih yang memaksa orang untuk mengkonsumsi air yang tidak sehat, bahkan
banyak hewan, tanaman dan manusia mati karena kekurang air yang sangat di butuhkan untuk
bertahan hidup. Kerugian non fisik yaitu terjadi kerugian terhadap pemasukan negara dan
ekonomi.
Upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana kekeringan sebelum terjadi dilakukan
dengan cara mengadakan sosialisasi di masyarakat akan bahaya kekeringan yang tejadi apabila
masyarakat menggunakan air berlebihan diluar batas kebutuhan.

B. Saran
Bagi masyatrakat hendaknya menggunakan air dengan baik, jangan terlalu berlebihan dalam
menggunakan air kerena bisa meyebabkan kekuranagan air. Gunakanlah air secukupnya atau
sesuai kebutuhan. Menurut keagamaan kekeringan itu di sebabkan oleh tingkah laku manusia
sendiri yang terlalu serakah serta faktor kemaksiatan yang merajalela.
CONTOH LAMPIRAN

Kekeringan Tahun Lalu Bikin Tegang Menko Darmin

pada 02 Mar 2016, 20:39 WIB

El Nino mempengaruhi produksi padi (Reuters)

Liputan6.com, Jakarta - Kekeringan berkepanjangan atau El Nino yang terjadi sepanjang


periode tahun lalu memicu kekhawatiran pemerintah terhadap stok pangan nasional. Periode
yang dianggap menegangkan itu telah berakhir, dan hasilnya, pemerintah mampu
mengendalikan laju inflasi dengan pencapaian 3,35 persen di akhir 2015.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution membuka kondisi pangan


akibat terjadi El Nino di tahun lalu. Pemerintah serius mengevaluasi mata rantai distribusi
pangan di Indonesia yang menyebabkan harga pangan sangat mahal, mulai dari pola
penyaluran sampai pembentukan harga di masing-masing tingkatkan.

"Kami menekuni ini sejak 6 bulan lalu, dan kami sangat surprise karena persoalan
panjangnya jalur distribusi sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu, bahkan tidak pernah
selesai. Jadi ini pasti ada yang kurang," jelasnya saat ditemui di Gedung BTN,Jakarta, Rabu
(2/3/2016).

Darmin menganggap, El Nino tahun lalu merupakan periode paling menegangkan. Pasalnya
dalam mengambil keputusan, pemerintah dibayang-bayangi kejadian 1998. Pada saat El Nino
berlangsung di 1997, katanya, impor pangan atau beras oleh Indonesia hanya 400 ribu ton.
Anehnya setelah itu, impor justru meledak.

"Jadi impor di 1998 justru 7 juta ton beras karena akibat El Nino 1997 musim tanam bergeser
semua dan ini harus diantisipasi dengan impor. Bayang-bayang itu yang dikatakan paling
menegangkan sehingga kita pun memutuskan impor di 2015," terangnya.

Namun demikian, mantan Gubernur Bank Indonesia itu mengaku, impor beras di tahun lalu
sebagai dampak El Nino sebanyak 1,5 juta ton. Kebijakan impor tersebut tentu sudah
mempertimbangkan banyak hal, termasuk para pemain impor.

"Impor bukan sekadar jumlah di belakangnya ada pemain. Pemain itu bisa memukul pemain
lain, jadi perlu kecermatan ini semua. Tapi impor kemarin 1,5 juta ton, sekarang tidak impor
sama sekali. Jadi ini yang perlu dipelajari bukan hanya jumlah tapi perilaku pemain juga,"
jelas Darmin.

Dengan situasi pangan saat ini, ditambah tarif yang diatur pemerintah (administer prices),
Darmin optimistis dapat mengendalikan inflasi di kisaran 4 persen, bahkan berpotensi di
bawah itu. "Tapi kalau lihat Filiphina, kita masih kalah. Ini kita jadikan proses pembelajaran
mengendalikan inflasi," terangnya. (Fik/Gdn)

Anda mungkin juga menyukai