Anda di halaman 1dari 15

Dampak dan Kerugian Akibat Kekeringan

Penyebab terjadinya kekeringan


Penyebab terjadinya kekeringan cukup beragam dan berbeda ditiap daerahnya. Penyebab
terjadinya kekeringan biasanya melalui proses alami, namun sayang semakin tahun semakin
diperparah dengan kebiasaan buruk di tengah masyarakat. Tentu saja kekeringan bisa terjadi
karena adanya kebiasaan buruk tersebut, salah satunya kebiasaan membuang air bersih yang
tidak terpakai. Mungkin hal tersebut disebabkan karena rasa aman dengan lingkungan tempat
tinggal, yang bisa saja dirasa memiliki sumber air yang berlimpah. Namun, sebenarnya
berlimpahnya air di masa sekarang bukan berarti cadangan air tersebut tidak akan habis untuk
masa yang akan datang. Mengingat, kondisi iklim di bumi juga sudah tidak menentu akibat dari
Global Warming. Hal tersebut juga akan menjadi penyebab terjadinya kekeringan di lingkungan.
Dengan iklim yang tidak menentu, biasanya curah hujan juga akan terpengaruh, dan bisa saja
dalam satu wilayah justru sama sekali tidak mendapatkan curah hujan yang cukup. Air hujan
yang jatuh kebumi akan di serap oleh tanah. Air tersebut akan disaring dimana pada akhirnya
akan menjadi sumber air baru bagi manusia. Mungkin beberapa penyebab terjadinya kekeringan
belum sepenuhnya dipahami. Apa saja sebenarnya penyebab terjadinya kekeringan yang patut
diperhatikan:
a. Letak Geografis. Indonesia berada tepat di garis khatulistiwa. Letak dari negara ini diapit 2
benua dan 2 samudera. Indonesia secara geografis juga terletak di daerah “monsoon” yang
merupakan fenomena alam di mana sangat sering terjadi perubahan iklim secara ekstrem
disebabkan perubahan tekanan udara dari daratan. Perubahan tersebut menyebabkan “jet
steam effect” dari lautan yang menghempas daratan dengan hawa panas. Hawa panas dan
angin tersebut membuat banyak daerah yang awalnya memiliki kandungan air, menjadi
kering. Hal tersebut diperparah apabila musim kemarau tiba.
b. Minim Daerah Resapan. Alih fungsi lahan terbuka hijau yang digunakan sebagai bangunan
tempat tinggal mempengaruhi kondisi dari cadangan air di tanah. Wajar saja, ketika tanah
yang mampu menyerap air hujan harus tertutup oleh beton yang mengakibatkan air tidak
dapat meresap ke dalam tanah. Semakin sedikitnya cadangan air dalam tanah akan memberi
dampak buruk berupa bencana kekeringan.
c. Boros Air. Boros dalam penggunaan air tanah ternyata berimbas pada kekeringan di
beberapa daerah. Dampak boros air tersebut semakin parah ketika kemarau tiba. Biasanya,
penggunaan air berlebihan ini bisa disebabkan kebiasaan menggunakan air untuk rumah
tangga yang berlebihan atau penggunaan air dalam jumlah besar oleh para petani untuk
mengairi sawah. Jika dilakukan terus menerus akan berdampak pada habisnya cadangan air.
d. Curah Hujan Rendah. Salah satu penyebab terjadinya kekeringan yang umum terjadi di
Indonesia disebabkan oleh perubahan iklim yang membuat hujan menjadi jarang turun.
Rendahnya curah hujan tersebut diakibatkan rendahnya tingkat produksi uap air dan awan.
Apabila hujan yang turun sangat sedikit, maka musim kemarau akan menjadi semakin lama
dan kekeringan akan melanda.
e. Kerusakan Hidrologis. Kerusakan hidrologis yaitu kerusakan fungsi dari wilayah hulu sungai
karena waduk dan pada bagian saluran irigasinya terisi sedimen dalam jumlah yang sangat
besar. Akibatnya, kapasitas dan daya tampung air akan berkurang sangat drastis dan hal
tersebut akan memicu timbulnya kekeringan saat datangnya musim kemarau.
f. Global Warming. Global warming atau yang berarti pemanasan secara global, memang
telah menjadi penyebab terjadinya kekeringan terbesar tidak hanya di Indonesia, namun
hampir di seluruh dunia. Memang, penyebab dari timbulnya Global Warming sangat
beragam, mulai dari polusi kendaraan dan pabrik, hingga penggunaan berbagai zat kimia
berbahaya.

1
Dampak dan Kerugian Akibat Kekeringan
Kekeringan merupakan bencana yang memberikan dampak menyeluruh terhadap komponen
kehidupan. Tidak hanya tumbuhan akan mati, bahkan ancaman kematian juga dapat terjadi pada
manusia akibat kekurangan cairan dan kekurangan makanan karena gagal panen. Berikut ini
adalah akibat dari bencana kekeringan, yaitu:
- Kekurangan Sumber Air Minum. Salah satu dampak kekeringan yang harus diwaspadai
adalah kurangnya sumber air minum. Jika sumber air minum tidak tercukupi dengan baik
manusia akan mengalami dehidrasi yang mana sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh
manusia. Selama ini manusia bisa bertahan beberapa hari tanpa makan, namun manusia
tidak bisa bertahan lama akibat tidak minum. Kehidupan masyarakat yang dilanda kekeringan
pun akan terancam. Dampak yang paling fatal bagi kehidupan manusia adalah kurangnya air
minum. Tubuh yang kekurangan cairan akan mengalami dehidrasi. Tidak hanya akan dialami
oleh manusia, namun hewan-hewan juga akan mengalami kekurangan cairan tubuh karena
tidak adanya air untuk diminum. Salah satu dampak dari kekeringan yang paling berbahaya
adalah kurangnya sumber air minum. Minum merupakan kegiatan pengisian cairan ke dalam
tubuh manusia dan makhluk hidup lainnya. Tubuh makhluk hidup sangat membutuhkan air.
- Kekurangan Air Untuk Kebutuhan Sehari-Hari. Dampak kekeringan selanjutnya yang patut
untuk diwaspadai adalah sumber air untuk sehari-hari menjadi berkurang. Saat ini kekeringan
menjadi ancaman yang serius dikarenakan jika hal ini terjadi terus menerus, kualitas hidup
manusia yang terkena kekeringan akan menjadi menurun. Sebab kebutuhan air untuk MCK,
memasak dan lain sebagainya tidak terpenuhi. Manusia tidak bisa hidup tanpa air. Air adalah
komponen penting bagi manusia sehingga tanpa air manusia tidak bisa bertahan hidup.
Selain fungsi utamanya untuk air minum, air juga dibutuhkan dalam kegiatan sehari hari
seperti memasak, mandi, buang air, mencuci dan sebagainya. Jika tidak ada air maka
kegiatan-kegiatan rumah tangga tidak akan berjalan dengan baik. Selain kebutuhan akan air
minum menjadi kurang, kebutuhan air untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari juga akan
kurang. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kehidupan sehari- hari kita sangat
membutuhkan air, baik untuk mandi, memasak, mencuci, buang air, dan sebagainya. Akan
sangat sulit bagi manusia untuk menemukan pengganti air untuk memenuhi kebutuhan
sehari- hari. Peristiwa kekeringan sungguh benar- benar membuat masyarakat menjadi
mengeluarkan uang lebih banyak daripada biasanya.
- Tanaman dan Hewan Mati. Akibat bagi tanaman adalah layu hingga kematian. Tanaman
menjadi bagian penting dari siklus oksigen dan menjadi sumber pangan bagi manusia dan
hewan. Jika tanaman mati, maka sumber makanan bagi hewan dan manusia akan berkurang
dan menyebabkan kelaparan, bahkan ancaman kematian. Salah satu dampak dari
kekeringan adalah membuat tanaman di sekitar tempat tinggal menjadi mati. Matinya
tanaman dapat berakibat buruk bagi kehidupan manusia. Pohon mempuyai kemampuan
untuk menghasilkan oksigen, mengurangi polusi udara, dan lain sebagainya. Begitulah
akhirnya bahwa tanaman di sekitar kita akan mati apabila tidak ada air. Tanaman selain
menjadi sumber oksigen, juga menjadi sumber makanan bagi manusia. Ketika tanaman
menjadi mati maka sumber makanan bagi manusia juga telah hilang. Bukan hanya manusia
saja, namun juga binatang. Beberapa tanaman akan sangat cepat mati karena kekerigan.
Namun ada beberapa tanaman yang bisa bertahan dalam kekeringan, misalnya adalah
rerumputan. Selain tanaman, binatang juga akan mati karena peristiwa kekeringan. Binatang
seperti manusia yang membutuhkan air minum untuk mempertahankan hidupnya. Ketika
persediaan air semakin menipis maka binatang akan kekurangan air minum. Dan ketika
kekurangan air menum maka binatang akan mencari kemana- mana. Jika tidak menemukan
sumber air, maka binatang akan mati setelah beberapa lama tidak minum. Dengan demikian
sudah sangat jelas bahwa dampak dari kekeringan ini memang sangat berbahaya, yakni
menyebabkan nyawa makhluk hidup melayang.. Tanaman adalah salah satu sumber
kehidupan bagi manusia. Saat musim kemarau seperti ini tanaman menjadi mati karena tidak
ada air yang bisa digunakan sebagai sumber kehidupannya. Mungkin hanya beberapa
tanaman saja yang bisa bertahan hidup seperti jati dan kaktus, selebihnya tanaman lain akan
menjadi kering dan kemudian mati. Jika tanaman banyak yang mati maka polusi udara
semakin marak, oksigen menjadi terbatas sehingga makhluk hidup bisa mudah mati.

2
- Bencana Kelaparan. Kekeringan yang berkepanjangan akan menyebabkan sektor
pertanian, perkebunan dan peternakan mengalami gagal panen. Akibatnya, cadangan
makanan bagi masyarakat menjadi langka.
- Lingkungan Kotor. Meningkatnya Polusi. Dampak selanjutnya ketika tanaman mati, maka
polusii udara akan semakin merajalela. Hal tersebut disebabkan tidak ada tanaman yang
berfungsi sebagai agen yang memproses gas karbondioksida untuk dijadikan oksigen bagi
kehidupan manusia. Maka dari itu, mari bersama-sama mencegah berbagai penyebab
terjadinya kekeringan tersebut, agar kehidupan dapat terus berjalan dan terhindar dari
berbagai bencana. Adanya air dapat dimanfaatkan untuk membersihkan kotoran di sekitar
kita, misalnya mengepel lantai, membersihkan hewan dan lainnya. Jika kekeringan melanda,
maka tidak ada sumber air untuk membersihkan lingkungan. Dampak dari kekeringan yang
lainnya adalah lingkungan menjadi kotor. Air mempunyai fungsi atau manfaat yang sangat
banyak, salah satunya membuat lingkungan menjadi kotor. Salah satu sifat air adalah
mengalir yang dapat meghanyutkan berbagai kotoran.
- Wabah Penyakit. Bibit penyakit akan muncul jika kekeringan terjadi. Hal ini disebabkan
karena kebersihan tubuh dan lingkungan tidak terjadi karena ketiadaan air. Penyakit yang
umumnya muncul adalah gatal-gatal, jamur, dan penyakit kulit lainnya. Kekeringan juga
dapat menimbulkan berbagai macam bibit penyakit. Penyakit- penyakit ini timbul karena
sangat sedikitnya air. Ketika kekeringan, air sangat terbatas dan kemungkinan air untuk
mandi sangat sedikit. Paling tidak manusia hanya bisa mandi satu kali sehari. Ketika manusia
saja jarang mandi, maka akan timbul banyak sekali jenis penyakit. Penyakit yang paling
banyak terjadi atau timbul adalah penyakit kulit. Banyak penyakit kulit yang akan timbul
karena kekeringan, seperti gatal- gatal, jamur, dan lain sebagainya. Biasanya penyakit kulit
ini juga akan terlihat menjijikkan karena berbau dan menular.
- Serangan Serangga. Hama tanaman akan bermunculkan saat kemarau panjang terjadi.
Serangga tersebut muncul karena rantai makanan telah terganggu, seperti predator yang
pergi atau mati.
- Munculnya binatang- binatang aneh. Saat kekeringan, beberapa binatang yang aneh dan
jarang kita lihat akan muncul dihadapan kita. binatang- binatang yang biasanya muncul ketika
kekeringan adalah serangga, baik serangga terbang maupun melata. Di Afrika, benua yang
tandus dan paling sering terjadi kekeringan terdapat binatang- biantang serangga yang
mungkin tidak banyak ditemukan di Indonesia. Selain binatang- binatang serangga terbang,
masih banyak lagi binatang yang akan muncul akibat kekeringan. Itulah beberapa dampak
dari kekeringan yang mungkin akan kita rasakan dalam kehidupan sehari- hari. dampak dari
kekeringan tersebut sangat mengerikan dan juga berbahaya. maka dari itulah sebisa
mungkin kita harus mencegah terjadinya kekeringan.
- Kelaparan massal. Akibat yang sangat mengerikan lainnya dari kekeringan adalah
terjadinya kelaparan massal. Apabila masalah air minum masih bisa diatasi dengan membeli
air mineral, maka lain halnya dengan ketersediaan pangan nasional. Kekeringan yang
melanda suatu negara misalnya, akan membuat masyarakat negara tersebut menjadi
kelaparan. Hal ini karena sumber pangan mereka telah mati. Tananaman pertanian,
perkebunan dan lainnya tidak akan bertahan lama tanpa adanya air yang dapat menyirami
mereka. Dengan matinya tanaman-tanaman tersebut maka manusia akan kehilangan sumber
makanannya dan mereka akan menjadi lapar. Jika di berbagai penjuru negeri telah
mengalami kelaparan, maka lama- kelamaan masyarakat akan mengalami kematian massal.
Hal ini akan menjadi bencana yang sungguh megerikan. Bahkan ada cerita bahwa di satu
negara konflik di Timur Tengah. Ketika banyak pengungsi tidak mempunyai air untuk minum
di tengah padang pasir, para ibu rela mengiris tangan mereka dan meminumkan darah
mereka untuk anak- anak mereka agar mereka tidak kehausan dan bisa bertahan hidup.

Mengatasi Kekeringan
Kekeringan sebagai salah satu bencana alam di Indonesia perlu untuk kita perhatikan
secara seksama agar tidak semakin meraja lela. Buntut dari kekeringan ini sangat luar biasa
berbahaya. tidak hanya menyusahkan manusia, namun juga sangat mudah untuk merenggut

3
nyawa manusia. bahkan bukan hanya manusia saja, namun juga berujung pada bintang dan
tumbuh-tumbuhan. Beberapa dampak kekeringan dapat kita rasakan langsung maupun tidak
langsung. Dampak kekeringan di Indonesia dan solusinya perlu diperhatikan tidak hanya oleh
pemerintah saja namun juga masyarakat. Sehingga masyarakat dan pemerintah bahu membahu
mengatasi kekeringan yang sedang terjadi di Indonesia. Kekeringan merupakan salah satu
bencana alam yang keberadaannya sama sekali tidak diinginkan. Sepeti halnya jenis bancana
alam lainnya yang dapat diupayakan penanggulangannya, demikian halnya dengan kekeringan.
Untuk mencegah dan mengatasi bencana kekeringan, kita dapat melakukan upaya-upaya berikut
ini sebagai solusi, yaitu:
- Membangun atau melakukan rehabilitasi terhadap jaringan irigasi.
- Memelihara dan melakukan rehabilitasi terhadap konservasi lahan maupun air.
- Melakukan sosialisasi untuk penghematan air.
- Reboisasi hutan dan penghijauan di area pemukiman warga maupun di jalan besar.
- Reboisasi dan Penghijauan – Meski reboisasi dan penghijaun memiliki arti berbeda, namun
keduanya memiliki kesamaan dalam penanaman pohon sebagai upaya memperbaiki alam
sehingga tanah dapat menyimpan air. Salah satu cara untuk dapat menanggulangi
kekeringan adalah banyak menanam pepohonan. Seperti yang kita tahu bahwa salah satu
fungsi pohon adalah menyerap dan kemudian menyimpan air di dalam akarnya. Suatu saat
air yang tersimpan di bawah akar pohon dan disebut dengan air tanah ini akan dapat
digunakan di kemudian hari ketika musim kemarau tiba. Tanah yang mempunyai banyak
pohon akan lebih banyak mempunyai air daripada daerah yang kurang pohon.
- Pembuatan Waduk atau Bendungan – Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah
beserta masyarakat adalah membuat bendungan atau waduk sebagai penampungan
cadangan air baik untuk keperluan irigasi serta sehari-hari. Bendungan merupakan salah
satu cara untuk membuat air sungai tersimpan (terbendung) sehingga suatu saat dapat
digunakan ketika masuarakat kekurangan air. Bendungan juga digunakan untuk mengairi
sawah.
- Menghemat Air – Penggunaan air sesuai kebutuhan harus dijadikan kebiasaan masyarakat,
karena air memiliki peranan penting untuk kehidupan. Salah satu solusi yang dapat kita
lakukan dan dimulai dari diri sendiri adalah menghemat penggunaan air. Air yang merupakan
sumber daya alam harus kita hemat dan penggunaannya hanya sewajarnya saja, jangan
berlebihan.

Kekeringan Terparah di Dunia


Sejarah mencatat beberapa bencana kekeringan terparah yang pernah terjadi, antara lain:
China. Pada tahun 1941 China mengalami bencana kekeringan terparah. Keringnya wilayah ini
tercatat sebagai musibah mengerikan, karena menyebabkan 3 juta manusia menjadi korban.
Australia. Pada tahun 1982-1983 curah hujan di Australia berada pada titik dibawah rata-rata.
Kondisi ini mengakibatkan kekeringan yang sangat parah dan tercatat sebagai yang terparah di
Australia pada abad 20. Afrika Timur. Pada 2011 hingga pertengahan 2012 beberapa negara di
Afrika Timur mengalami kondisi sangat memprihatinkan. Antara lain penduduk Somalia, Djibouti,
Ethiopia, dan Kenya yang berjumlah 10 juta jiwa menderita kekeringan akibat kelaparan, gagal
panen, konflik, hingga serangan wabah.
Sebagian besar daerah NTT adalah lahan kering atau yang disebut dengan iklim semiarit.
Karena 60-70 persen lahan kering. NTT termasuk wilayah semi-ringkai (semi-arid). Kata kering
dalam bahasa Inggris, arid, dry, dan drought. Dalam konteks iklim, kata arid digunakan untuk
menyatakan keadaan yang merujuk kepada suatu kontinuum nisbah (ratio) rerata presipitasi
tahunan (meliputi curah hujan, embun, salju) terhadap evapotranspirasi potensial tahunan
(meliputi penguapan dari badan perairan terbuka dan penguapan dari mahluk hidup). Kata
bahasa Indonesia yang digunakan secara teknis sebagai padanan kata arid adalah ringkai
sehingga semi-arid menjadi semi-ringkai.
Kata kering dalam pertanian lahan kering mempunyai makna yang tidak sama dengan kata
arid dalam konteks iklim. Pertama, pertanian lahan kering tidak hanya dilakukan di wilayah yang
secara iklim termasuk dalam kategori ringkai, tetapi juga di wilayah yang termasuk dalam
kategori lembab (humid). Di pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan juga terdapat pertanian

4
lahan kering, padahal wilayah di pulau-pulau tersebut sebagian besar termasuk dalam kategori
zona lembab. Kedua, prasarana pengairan seperti embung, bendungan, dan waduk dapat
dibangun untuk mengubah pertanian lahan kering menjadi pertanian lahan basah di wilayah
dalam kategori ringkai dan telah mengubah pertanian di wilayah itu menjadi pertanian lahan
basah, meskipun dalam kategori zona kering, wilayah tersebut termasuk semi-ringkai.

Ekosistem Lahan Kering


Lahan kering didefinisikan oleh kelangkaan air. Lahan kering adalah zona di mana curah
hujan seimbang dengan penguapan dari permukaan dan transpirasi oleh tanaman
(evapotranspirasi). UNEP mendefinisikan lahan kering sebagai daerah tropis dan beriklim sedang
dengan indeks kegersangan kurang dari 0,65. Lahan kering dapat diklasifikasikan menjadi empat
sub-tipe:
 lahan sub-lembab kering (dry sub-humid lands),
 lahan semi-kering (semi-arid lands),
 lahan gersang (arid lands), dan
 lahan hiper-kering (hyper-arid lands).
Beberapa pihak berwenang menganggap lahan hiper-kering (hyper-arid lands) sebagai
gurun (United Nations Convention to Combat Desertification, UNCCD) meskipun sejumlah gurun
di dunia mencakup zona iklim yang sangat gersang dan gersang. UNCCD mengecualikan
(excludes) zona hiper-kering dari definisi lahan kering. Lahan kering menutupi 41,3% dari
permukaan tanah bumi, termasuk 15% Amerika Latin, 66% Afrika, 40% Asia dan 24% Eropa.
Ada proporsi yang jauh lebih besar lahan kering di negara berkembang (72%). Hampir 100% dari
semua lahan hyper arid berada di negara berkembang. Namun demikian, Amerika Serikat,
Australia dan beberapa negara di Eropa Selatan juga memiliki wilayah lahan kering yang
signifikan. Lahan kering adalah kompleks, struktur yang berkembang yang karakteristik dan sifat
dinamisnya bergantung pada banyak hubungan yang saling terkait antara iklim, tanah, dan
vegetasi.

Keanekaragaman hayati
Mata pencaharian jutaan orang di negara-negara berkembang sangat bergantung pada
keanekaragaman hayati lahan kering untuk menjamin keamanan pangan dan kesejahteraan
mereka. Lahan kering, tidak seperti bioma yang lebih lembab, sebagian besar bergantung pada
limpasan air di atas tanah untuk redistribusi air, dan hampir seluruh redistribusi air terjadi di
permukaan. Gaya hidup penduduk lahan kering memberikan manfaat lingkungan global yang
berkontribusi menghentikan perubahan iklim, seperti penyerapan karbon dan konservasi spesies.
Keanekaragaman hayati lahan kering juga sama pentingnya dalam menjamin pembangunan
berkelanjutan, serta memberikan nilai ekonomi global yang signifikan melalui penyediaan jasa
ekosistem dan produk keanekaragaman hayati. Konferensi PBB tentang Pembangunan
Berkelanjutan Rio+20, yang diadakan di Brasil pada bulan Juni 2012, menekankan nilai intrinsik
keanekaragaman hayati dan mengakui betapa parahnya hilangnya keanekaragaman hayati
global dan degradasi ekosistem. Apa nilai intrinsik keanekaragaman hayati? Nilai
keanekaragaman hayati sangat dikategorikan, meskipun ada dua klasifikasi utama: nilai utilitarian
(ditentukan oleh penggunaan) dan nilai intrinsik (nilai yang melekat pada suatu organisme).

Lahan kering di Afrika Timur


Lahan kering di Afrika Timur mencakup sekitar 47% wilayah daratan dan merupakan
rumah bagi sekitar 20 juta orang. Penggembala yang mengandalkan ternak untuk kesejahteraan
ekonomi dan sosial merupakan mayoritas penduduk pedesaan di lahan kering. Para
penggembala menggunakan strategis pergerakan (strategic movement) untuk mendapatkan
akses ke padang rumput selama musim kemarau, dengan menggunakan sumber daya yang
tersedia secara efektif. Namun, karena berbagai faktor, metode ini telah berubah dan terbatas.
Tantangan terkait demografi dan perubahan iklim. Permasalahan terbesar di lahan kering adalah
degradasi lahan yang menimbulkan bahaya besar terhadap kemampuan dunia untuk mengakhiri

5
kelaparan. Lahan kering menempati sekitar 2 juta km² atau masing-masing 90%, 75%, dan 67%
wilayah Kenya, Tanzania, dan Ethiopia. Lebih dari 60 juta orang, atau 40% populasi negara-
negara tersebut, tinggal di lahan kering. Rendahnya tingkat curah hujan dan tingginya tingkat
variabilitas kondisi iklim membatasi kemungkinan produksi tanaman tadah hujan di wilayah
tersebut.

Sistem lahan kering adalah ekosistem yang ditandai dengan kekurangan air. Mereka
termasuk tanah yang dibudidayakan (cultivated lands), semak belukar, padang rumput, sabana,
semi-gurun dan gurun sejati. Kurangnya air membatasi produksi tanaman pangan, pakan ternak,
kayu, dan jasa ekosistem lainnya. Pertanian kering (dry farming), juga disebut pertanian lahan
kering, budidaya tanaman tanpa irigasi di daerah dengan kelembaban terbatas, biasanya curah
hujan kurang dari 20 inci (50 sentimeter) setiap tahun. Kontrol kelembaban selama pertumbuhan
tanaman sebagian besar terdiri dari penghancuran gulma dan pencegahan limpasan. Afrika
memiliki persentase penduduk yang hampir sama yang tinggal di lahan kering (41 persen)
meskipun jumlah totalnya lebih kecil yaitu hampir 270 juta.
Lahan kering, terletak di bioma sub-lembab, semi-kering dan gersang, menutupi 42% dari
permukaan bumi, dan menyediakan 44% dari semua lahan budidaya dan 50% dari ternak dunia.
Lahan kering dan padang penggembalaannya (rangelands) sangat berharga untuk penyimpanan
karbon karena tingkat keabadiannya yang tinggi—durasi penyimpanan karbon di dalam tanah
(their high degree of permanence) —dibandingkan dengan daerah lembab. Di daerah lahan
kering, seperti Sahel, Timur Tengah, atau Australia, sebagian besar keanekaragaman hayati
ditemukan di bawah permukaan tanah (beneath the soil’s surface) dan melestarikannya sangat
penting untuk ketahanan air dan pangan. Dari lahan kering ini, 75% adalah padang rumput yang
mencakup sekitar sepertiga keanekaragaman hayati terestrial planet kita, menyimpan sepertiga
karbon tanah dunia (yaitu sekitar 450 GtC atau sebanyak karbon organik yang tersimpan di
semua vegetasi terestrial) dan menyediakan mata pencaharian bagi 200 hingga 500 juta orang.
Sebanyak 2 miliar orang tinggal di lahan kering bergantung pada jasa ekosistem dari padang
penggembalaan. Namun demikian, padang penggembalaan ini adalah zona eko-geografis yang
agak terabaikan dengan berbagai ekosistem yang memberikan layanan utama bagi umat
manusia, dalam bentuk mata pencaharian pedesaan, aliran hidrologis, penyerapan karbon, dan
keanekaragaman hayati.
Lahan kering (drylands) merupakan bagian integral dari ekosistem, yang ditandai
dengan kekurangan air dan termasuk lahan pertanian, range lands, padang rumput, lahan hutan,
dan lahan terdegradasi. Lahan ini adalah hasil dari variabilitas iklim dan aktivitas manusia, tetapi
sangat penting, karena mendukung mata pencaharian jutaan orang di dunia. Di lahan kering,
curah hujan sangat rendah dan tidak menentu, sedangkan evapotranspirasi potensial melebihi
curah hujan; Akibatnya, kelangkaan air mendominasi. Rasio rata-rata curah hujan tahunan untuk
evapotranspirasi potensial tahunan juga disebut indeks kekeringan (The ratio of average annual
precipitation to annual potential evapotranspiration also called aridity index). Daerah dengan
indeks kekeringan 0,05-0,65 dianggap sebagai daerah lahan kering (dryland areas). Lahan kering
dapat diklasifikasikan ke dalam zona yang berbeda seperti sangat gersang (dengan <0,05
indeks kekeringan), gersang (0,05-0,20 indeks kekeringan), semi-gersang (0,20-0,50 indeks
kekeringan) dan kering-lembab (0,50-0,65 indeks kekeringan). Lahan kering menempati lebih
dari 40% luas total permukaan tanah, yang merupakan rumah bagi sekitar 35% populasi dunia.
Porsi terbesar dari lahan kering global (72%) terdapat di negara berkembang, dimana sekitar
90% populasi dari total lahan kering tinggal (live). Penghuni tanah ini termasuk yang termiskin di
dunia, banyak yang hidup dengan kurang dari US $ 1 per hari. Sekitar satu miliar penduduk lahan
kering pada umumnya dan sub-Sahara Afrika pada khususnya berada di bawah ancaman
pangan dan ketidakamanan mata pencaharian yang parah.
Air adalah komoditas yang paling langka di lahan kering, yang disebabkan oleh curah
hujan yang rendah dan tidak menentu, ketersediaan sumber daya air yang buruk, praktik
pengelolaan air yang tidak efisien dan tekstur tanah yang buruk. Ketersediaan air per kapita
hampir 35% lebih rendah di lahan kering daripada rata-rata global dan hanya memiliki sekitar 8%
pasokan air terbarukan dunia. Oleh karena itu, peningkatan ketersediaan air untuk produksi
tanaman merupakan tantangan utama dalam pertanian lahan kering. Degradasi sumber daya

6
alam akibat eksploitasi berlebihan merupakan masalah lainnya dan hampir enam juta hektar
lahan produktif hilang setiap tahun karena degradasi lahan, yang merugikan 4-8% produk
domestik bruto negara berkembang. Selain itu, sebagian besar tanah lahan kering kekurangan
bahan organik, nitrogen total, dan fosfor karena suhu tinggi, tutupan vegetasi buruk, dan tekstur
tanah yang kasar. Dengan demikian, curah hujan yang rendah dan sangat bervariasi,
evapotranspirasi potensial yang tinggi, kesuburan tanah yang buruk ditambah dengan kapasitas
penahanan air yang rendah seringkali menyebabkan kegagalan sebagian atau keseluruhan
produksi tanaman. Akibatnya, sering terjadi ketidakstabilan dalam produksi tanaman; dengan
demikian pangan dan mata pencaharian dalam keamanan menjadi tantangan terbesar di lahan.
Di India, lahan kering menempati 69% dari total wilayah geografis (329 m ha) dan 57% dari
total areal budidaya (141 m ha), yang tersebar di 177 kabupaten. Lahan ini menyumbang hampir
40% dari total makanan biji-bijian dan pusat sekitar 50% dari total tenaga kerja pedesaan dan
60% dari ternak negara. Banyak tanaman serealia (sorgum, millet mutiara, jagung, millet jari),
beberapa legum (ngengat, clusterbean, green gram, cowpea, pigeonpea, buncis, dan kuda gram)
dan tanaman biji minyak (wijen, bunga matahari, kacang tanah dan mustard) ditanam di lahan
kering, tetapi produktivitas semua tanaman sangat rendah. Selain kondisi agroklimat yang keras,
penggunaan metode budidaya tradisional, penanaman tanaman multi guna dengan potensi
rendah, penggunaan genotipe non-deskripsi (non-descript genotypes), penerapan input eksternal
yang sangat sedikit atau tidak ada adalah kendala penting yang menyebabkan hasil rendah.
Selain itu, kurangnya sumber daya yang mencukupi untuk produksi tanaman dan efisiensi
penggunaan sumber daya yang rendah juga sangat memengaruhi produktivitas tanaman lahan
kering. Di bawah situasi tersebut, ada kebutuhan untuk menerapkan teknologi pertanian lahan
kering yang efisien, yang dapat efektif untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya
dan hasil serta mengurangi kemungkinan gagal panen.
Gulma adalah penghalang utama untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya
dan produktivitas tanaman di lahan kering. Gulma bersaing ketat untuk faktor produksi tanaman
yang esensial secara umum dan air dan nutrisi pada khususnya dan menyebabkan kondisi stres
air dan hara untuk tanaman, yang mengakibatkan penurunan produksi tanaman lahan kering
sebesar 37-79%. Oleh karena itu, terdapat potensi yang sangat besar untuk meningkatkan
produktivitas di daerah lahan kering dengan mengadaptasi teknologi pengendalian gulma yang
tersedia dan dengan mengembangkan teknologi yang layak secara ekonomi untuk mengelola
gulma yang mengganggu/berbahaya di lahan kering.
Mata pencaharian jutaan orang di negara berkembang sangat bergantung pada
keanekaragaman hayati lahan kering untuk memastikan keamanan pangan dan kesejahteraan
mereka. Lahan kering tidak seperti bioma yang lebih lembab sangat bergantung pada limpasan
air di atas tanah untuk redistribusi air, dan hampir semua redistribusi air di lingkungan ini terjadi di
permukaan. Gaya hidup penduduk penduduk lahan kering memberikan manfaat lingkungan
global yang berkontribusi untuk menghentikan/membatasi perubahan iklim, seperti penyerapan
karbon dan konservasi spesies. Keanekaragaman hayati lahan kering sama pentingnya untuk
memastikan pembangunan berkelanjutan bersama dengan memberikan nilai ekonomi global
yang signifikan melalui penyediaan jasa ekosistem dan produk keanekaragaman hayati.
Konferensi PBB tentang Pembangunan Berkelanjutan Rio + 20 yang diadakan di Brasil pada Juni
2012 menekankan nilai intrinsik keanekaragaman hayati dan mengakui parahnya hilangnya
keanekaragaman hayati global dan degradasi ekosistem.

Empat sub-tipe lahan kering


UNEP mendefinisikan lahan kering sebagai daerah tropis dan beriklim sedang dengan indeks
kegersangan kurang dari 0,65. Lahan kering dapat diklasifikasikan menjadi empat sub-tipe: lahan
kering sub-lembab (dry sub-humid lands), lahan semi-kering (semi-arid lands), lahan gersang
(arid lands), dan lahan hiper-kering (hyper-arid lands).
1. Lahan kering dan sub-lembab (dry and sub-humid lands). Negara-negara seperti
Burkina Faso, Botswana, Irak, Kazakhstan, Turkmenistan, dan Republik Moldova
adalah 99% tercover dalam area lahan kering dan sub-lembab (dry and sub-humid lands).
Keanekaragaman hayati lahan kering dan sub-lembab memungkinkan mereka untuk
beradaptasi dengan pola curah hujan yang tidak dapat diprediksi, yang menyebabkan banjir

7
dan kekeringan. Daerah-daerah ini menghasilkan banyak sekali tanaman dan ternak dunia.
Bahkan lebih jauh daripada penghasilan sebagian besar tanaman di dunia, ini juga penting
karena ini mencakup banyak bioma yang berbeda. Bioma meliputi: padang rumput
(grassland), savannah, iklim Mediterania (Mediterranean climate).
2. Lahan semi-kering (semi-arid lands). Tanah semi kering (semi-arid lands) dapat ditemukan
di beberapa wilayah dunia. Misalnya di tempat-tempat seperti Eropa, Meksiko, bagian Barat
Daya AS, Negara-negara di Afrika yang berada tepat di atas garis khatulistiwa, dan
beberapa negara Selatan di Asia. Definisi lahan semi-gersang (semi-arid lands). Menurut
literatur, tanah gersang dan semi gersang (arid and semi-arid lands) didefinisikan
berdasarkan karakteristik iklim. Misalnya, Mongi dkk. (2010) menganggap tanah semi-kering
sebagai tempat dengan curah hujan tahunan berkisar antara 500 dan 800 mm. Fabricius dkk.
menegaskan bahwa konsep aridity juga harus memasukkan kondisi aridity dan semi-aridity.
Lebih lanjut, ia menilai sebagian besar wilayah Sub-Sahara yang mencakup sekitar 40
negara di benua itu merupakan daratan yang kondisinya gersang (arid conditions). Lahan
kering dan semi-kering (arid and semi-arid lands) memiliki penguapan yang tinggi untuk
semua kondisi yang diperlukan berkumpul di sana: suhu udara tinggi terutama selama musim
kemarau, isolasi yang tinggi dan hampir terus menerus sepanjang tahun dan adanya angin
kencang / kering (dry gale-force winds).
3. Lahan kering (arid lands). Lahan kering (arid lands) membentuk sekitar 41% dari daratan
dunia dan merupakan rumah bagi 20% penduduk dunia. Mereka memiliki beberapa
karakteristik yang membuatnya unik: - Kelangkaan curah hujan (rainfall scarcity) - Suhu tinggi
(high temperatures) – Evapotranspirasi - Kelembaban rendah (low humidity) .
4. Lahan sangat gersang (hyper-arid lands). Lahan ini mencakup 4.2% dari dunia dan terdiri
dari area tanpa vegetasi. Mereka menerima curah hujan tidak teratur yang hampir tidak
melebihi 100 milimeter, dan dalam beberapa kasus mereka mungkin tidak menerima curah
hujan selama beberapa tahun.

Dry and sub-humid lands


Countries like Burkina Faso, Botswana, Iraq, Kazakhstan, Turkmenistan and the Republic of Moldova, are 99% covered in
areas of dry and sub-humid lands. The biodiversity of dry and sub-humid lands allows them to adapt to the unpredictable
rainfall patterns that lead to floods and droughts. These areas produce the vast amount the world's crops and livestock.
Even further than producing the vast majority of crops in the world, it is also significant because it includes many different
biomes. Biomes include:

 Grassland
 Savannahs
 Mediterranean climate

Semi-arid lands
Semi-arid lands can be found in several regions of the world. For instance in places such as Europe, Mexico,
Southwestern parts of the U.S, Countries in Africa that are just above the equator, and several Southern countries in Asia.

Definition of semi-arid lands


According to literature, arid and semi-arid lands are defined based on the characteristics of the climate. For instance,
Mongi et al. (2010) consider semi-arid lands as places where the annual rainfall ranges between 500 and
800mm. Fabricius et al. on the other hand insist that the concept of aridity should also include conditions of aridity and
semi-aridity. Furthermore, they consider that a huge part of the Sub-Saharan area covering around 40 countries on the
continent is land having arid conditions. Arid and semi-arid lands have much higher evapotranspiration rates as compared
to the precipitation along with high air temperature mainly during dry seasons, high and almost continuous isolation
throughout the year, and the presence of dry gale-force winds.

Manifestations of Climate Change in semi-arid lands


Based on spatial repartition of greenhouse gas emissions (GGE) in the atmosphere, it seems that Africa contributes
marginally in comparison to the rest of the world. Africa generates on average less than 4% of GGE produced in the
world. Comparative data on GGE per person show that Europeans and Americans generate about 50 to 100 times more
gas than Africans (Thiam, 2009).

8
Based on the consequences caused by variability and climate change, it appears that African populations are more
vulnerable than others. To illustrate, the trend of reduced rainfall in the Sahel area has been marked by climatic extremes
with devastating consequences on natural resources, agricultural and pastoral activities, etc. In semi-arid lands,
manifestations of climate change on communities and socio-economic activities are more diversified.
The characterization and impact of the variability trend of rainfall depend on several random factors. Among the random
factors, we can mention, the nature and the critical thresholds of extreme events, the frequency of these extremes
according to regions, the precision of data used, and the results of mathematical simulations, and propagation. The state
of scientific knowledge has allowed for the identification of the principal manifestations of climate change on the
development of socio-economic activities in semi-arid lands. These manifestations are

 Increased variability of precipitations and their characteristics (number of rainfall


days, date of start, length of the season) that can be translated to an abrupt
alternative between dry and humid years.
 a shorter rainy season correlatively to its late start; an increase in the occurrence of
dry sequences that can happen at any time in space and time during the actual
period;
 a tendency to the increment of maximal rains cumulated in fewer consecutive days,
that causes damage and important loss on socio-economic systems (culture,
infrastructure) and humans;
Dry and violent winds associated with very scarce rainfall that prevent enough humidification of the soils; making difficult
the development of the whole vegetal life;

 The actual rise without compromise of observed temperatures according to forecasts


of the GIEC creates stressful thermal situations that may seriously handicap vegetal
and animal productivity.

Adaptation, Resilience in SALS


In semi-arid lands where pastoralism is the principal activity, the main adaptation measures are an early departure
to transhumance, the reduction of the size of the herd, a change in the management of water, and diversification of paths
of transhumance. This allows breeders to safeguard their livestock and prevent huge losses as was the case in
the drought of the seventies. Breeders purchase stock for the livestock or simply stock it. They become proactive (engage
in trade, real estate, guarding, transport) in certain countries like Burkina Faso, Senegal, Mali, and Kenya. These
adaptation strategies allow them to be more resilient to the socio-economic consequences of climate change.

Arid lands
Arid lands make up about 41% of the world's land and are home to 20% of the world's people. They have several
characteristics that make them unique :

1. Rainfall scarcity
2. High temperatures
3. Evapotranspiration and low humidity

Hyper-arid lands
These lands cover 4.2% of the world and consist of areas without vegetation. They receive irregular rainfall that barely
surpasses 100 millimeters, and in some cases, they may not receive rainfall for several years.

Definisi transhumance
the action or practice of moving livestock from one grazing ground to another in a seasonal cycle,
typically to lowlands in winter and highlands in summer.

Sekitar 60% dari permukaan tanah dunia mungkin dianggap kering sampai tingkat tertentu.
Di daerah seperti itu kekurangan air merupakan kendala utama pada sistem kehidupan. Aridity
dapat didefinisikan dan diukur dengan berbagai cara. Mungkin yang paling berguna di tingkat
global adalah ukuran rasio curah hujan - hujan, salju, kabut, embun, dll - (P) dengan
evapotranspirasi potensial (PET). Yang terakhir ini pada dasarnya adalah fungsi dari suhu dan
jumlah jam siang hari dan mewakili tingkat potensi kehilangan air dari suatu unit luas melalui

9
penguapan dari tanah dan transpirasi oleh tanaman. Rasio P / PET biasanya dihitung setiap
bulan dan kemudian dirata-ratakan selama setahun untuk menghasilkan rasio P / PET yang
dikenal sebagai indeks kekeringan (AI, Arity Indek). Nilai AI yang lebih besar dari 0,65 biasanya
dianggap lembab. Semua kehidupan membutuhkan air. Di darat, kelimpahan dan
keanekaragaman kehidupan serta jenis makhluk hidup yang ada di suatu wilayah sangat
dipengaruhi oleh dua faktor utama: kelembaban dan suhu. Variabilitas faktor-faktor ini, pada
skala harian, musiman dan antar-tahunan, sama pentingnya dengan rata-rata jangka panjang.
Kekeringan didefinisikan berdasarkan rasio curah hujan (dan curah hujan lainnya) per satuan
luas dengan potensi kehilangan air dari daerah tersebut melalui penggunaan tanaman dan
penguapan.
Daerah lembab, yang ditentukan oleh indeks kekeringan 0,65 atau lebih, mencakup lebih
dari 39% permukaan bumi dan 61% sisanya tidak lembab yang terdiri dari daerah dingin dan
lahan kering. Yang pertama termasuk daerah kutub dan tundra dan pegunungan tinggi dan
dataran tinggi tertentu, bersama-sama menutupi hampir 14% dari daratan. Mereka berbeda
secara ekologis dari daerah tidak lembab lainnya, terutama mempunyai suhu di bawah titik beku
untuk jangka waktu yang cukup lama yang membatasi atau mencegah pertumbuhan tanaman,
meskipun daerah tersebut `kering 'dalam arti bahwa air cair tidak tersedia untuk sebagian besar
tahun.
Lahan kering membentang hampir setengah (47%) dari permukaan bumi dan dapat
dibagi menjadi beberapa zona berdasarkan indeks kekeringan. Daerah hyperarid memiliki
produktivitas biologis yang sangat rendah dan sedikit atau bahkan tidak ada kemungkinan
ditempati manusia dan manusia mendorong degradasi lahan. Daerah kering, semi kering dan
kering subhumid yang tidak terlalu ekstrim dan lebih produktif cenderung terdegradasi oleh
aktivitas manusia, dan secara kolektif dikenal sebagai lahan kering yang rentan.
Lahan kering memiliki habitat alami yang sangat luas, termasuk gurun yang tandus
dengan tanda-tanda kehidupan yang hampir tidak terlihat, semi-gurun yang didominasi oleh
succulents dan tanaman xerophytic lainnya, padang rumput, sabana, dan berbagai jenis semak,
woodlands dan hutan. Namun, berbeda dengan daerah lembab, di mana vegetasi alami yang
dominan biasanya berupa hutan, banyak lahan kering yang memiliki ciri tutupan pohon yang
jarang atau tidak ada. Ini mungkin karena iklim terlalu kering untuk mendukung ekosistem hutan
tertutup atau karena area tersebut terlalu parah terkena kebakaran atau penggembalaan.
Table. Area lahan kering dunia
Aridity zone/ AI Area % global
Zona kering (million km2) land area
Hyperarid <0.05 9.7 7.5 Gurun sejati (true deserts). Curah hujan tidak teratur,
mungkin tidak hujan sama sekali selama beberapa tahun.
Sahara membentuk hampir 70% dari total hyperarid global.
Arid <0.20 >0.05 15.7 12.1 Curah hujan rata-rata tahunan hampir selalu kurang dari
200 mm, meskipun ada variasi yang cukup besar antar
tahun
Semiarid <0.50 >0.20 23.0 17.7 Rezim curah hujan musiman tinggi, dengan curah hujan
tahunan rata-rata maksimum 800 mm dan variasi yang
cukup besar antar tahun
Dry sub-humid/ <0.65 >0.50 12.9 9.9 Biasanya memiliki rezim curah hujan musiman yang tinggi
Kering sub- dengan variasi yang relatif kecil antar tahun.
lembab
Source: UNEP-WCMC. indeks kekeringan (AI)

Tipe utama lahan kering dan sub-lembab


 Ekosistem Mediterania dicirikan oleh iklim yang umumnya sejuk, musim dingin basah dan
musim panas kering yang hangat atau panas. Namun, belum ada definisi iklim atau
bioklimatis tunggal dari ekosistem Mediterania yang telah ditetapkan. Ekosistem Mediterania
mencakup berbagai tipe habitat termasuk hutan, dan padang rumput, tetapi dicirikan oleh

10
semak sclerophyllous yang rendah, berkayu, yang beradaptasi dengan api (dikenal sebagai
maquis, chaparral, fynbos, mallee) di tanah yang relatif miskin nutrisi. Ekosistem ini
terdapat di lima bagian dunia yang berbeda: cekungan (Mediterania Mediterranean basin),
California (A.S.), Chili tengah, Provinsi Cape (Afrika Selatan), dan Australia barat daya dan
selatan. Masing-masing wilayah ini berada di sisi barat benua dan di sebelah timur arus laut
dingin (west side of a continent and to the east of a cold ocean current) yang menghasilkan
curah hujan musim dingin. Mereka mencakup total sekitar 2,5 juta km 2, atau antara 1% dan
2% permukaan bumi (menurut definisi), lebih dari tiga perempatnya berada di dalam
cekungan Mediterania. Mereka adalah spesies tumbuhan yang sangat kaya dibandingkan
dengan kebanyakan bagian dunia lainnya. Di sebagian besar belahan dunia di mana mereka
ditemukan, proporsi ekosistem yang umumnya diklasifikasikan sebagai Mediterania terdapat
di dalam kawasan lahan kering menurut definisi yang diberikan di atas. Di tempat lain,
termasuk wilayah yang umumnya terkait dengan vegetasi sklerofil dengan keanekaragaman
tinggi khas Mediterania, ekosistem tipe Mediterania terjadi di zona iklim lembab dan oleh
karena itu tidak dapat diklasifikasikan sebagai lahan kering.
 Ekosistem padang rumput mungkin secara longgar didefinisikan sebagai daerah yang
didominasi oleh rerumputan (anggota keluarga Gramineae tidak termasuk bambu) atau
tumbuhan yang mirip rumput dengan sedikit tumbuhan berkayu. Ekosistem padang rumput
alami biasanya merupakan karakteristik dari wilayah dengan tiga ciri utama: kekeringan
berkala; api; dan perumputan oleh herbivora besar. Selain itu, mereka sering dikaitkan
dengan tanah dengan kesuburan rendah. Kepentingan relatif dari berbagai faktor dalam
memelihara padang rumput bervariasi secara lokal dan regional.
 Sabana (Savannas) merupakan ekosistem tropis yang ditandai dengan dominasi
rerumputan di lapisan tanah (ground layer) dan tumbuhan mirip rerumputan. Mereka
membentuk kontinum dari dataran tak berpohon melalui hutan terbuka hingga hutan kanopi
tertutup dengan tumbuhan bawah berumput. Sebagian besar, tetapi tidak semuanya, padang
rumput dan sabana alami dunia ditemukan di daerah lahan kering. Sekitar 20% dari
permukaan bumi (tidak termasuk Antartika) mendukung padang rumput dengan berbagai
tingkat kealamian; padang rumput beriklim sedang membentuk sekitar seperempat dari area
ini, dan sisanya sabana. Area padang rumput yang mengalami banjir musiman (seasonally
flooded grassland) ditemukan di banyak lembah sungai (river basins) dan mungkin memiliki
kepentingan ekologi dan biotik yang cukup besar. Area seperti itu dapat dianggap sebagai
ekosistem padang rumput atau ekosistem air pedalaman (lahan basah) (inland water
(wetland) ecosystems); tidak ada garis pemisah yang jelas antara keduanya.

Apa Mediterania itu? Mediterania adalah sebuah wilayah laut antar benua yang membentang dari Samudra Atlantik di
bagian barat hingga Asia di bagian timur. Selain itu, Laut Mediterania juga dikenal sebagai Laut Tengah yang
memisahkan benua Eropa dengan benua Afrika. Kenapa disebut Laut Mediterania? Asal nama mediterania. Laut ini
dinamakan demikian oleh orang Romawi karena menganggap letaknya berada di tengah-tengah bumi.

Lahan kering adalah kawasan lahan tidak tergenang yang berkaitan dengan daya dukungnya terhadap kehidupan
dan kesejahteraan hidup manusia. Sumber daya lahan kering berpotensi besar dalam pembangunan berkelanjutan
dan mempunyai layanan ekosistem penting antara lain penyedia pangan, sandang, pakan, kayu dan air. Lahan kering
ini terjadi sebagai akibat dari curah hujan yang sangat rendah, sehingga keberadaan air sangat terbatas, suhu udara
tinggi dan kelembabannya rendah. Lahan kering sering dijumpai pada daerah dengan kondisi antisiklon yang
permanen, seperti daerah yang terdapat pada antisiklon tropisme.
Pemanfaatan lahan kering merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan
produksi pertanian nasional. Produktivitas lahan kering rata rata saat ini mempunyai tingkat produktivitas masih lebih
rendah karena tingkat kesuburan yang rendah, namun potensi luasannya sangat tinggi. Pada umumnya lahan kering
memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah, terutama pada tanah-tanah yang tererosi, sehingga lapisan olah tanah
menjadi tipis dan kadar bahan organik rendah. Kondisi ini makin diperburuk dengan terbatasnya penggunaan pupuk
organik, terutama pada tanaman pangan semusim. Lahan kering iklim kering secara umum didefinisikan sebagai suatu
hamparan lahan yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun, dengan
curah hujan < 2.000 mm/tahun dan mempunyai bulan kering > 7 bulan (< 100 mm/bulan).

11
Kekeringan adalah salah satu bencana alam yang terjadi secara alamiah maupun karena ulah manusia. Seperti
bencana pada umumnya, bencana kekeringan tentunya terjadi karena ada penyebab dan juga memiliki dampak yang
ditimbulkan bagi manusia dan lingkungan. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG),
kekeringan termasuk dalam bencana hidrometeorologi. Kekeringan didefinisikan sebagai defisit curah hujan pada
suatu wilayah dalam periode tertentu. Sementara pengertian kekeringan menurut Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas), adalah kondisi kurangnya air bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya pada suatu
wilayah yang biasanya tidak kekurangan air. Kekeringan merupakan kondisi normal dari iklim di setiap wilayah.
Proses Terjadinya Kekeringan. Proses terjadinya kekeringan diawali dengan berkurangnya jumlah curah hujan di
bawah normal pada satu musim. Jumlah curah hujan yang rendah akan menyebabkan berkurangnya cadangan air
tanah (kekeringan meteorologi), yang penting dalam kehidupan masyarakat. Jika terjadi dalam jangka waktu yang
lama, kondisi di wilayah tersebut juga akan terganggu, mulai dari menurunnya tinggi permukaan air seperti sungai dan
waduk (kekeringan hidrologi), hingga berkurangnya cadangan air untuk tanaman (kekeringan pertanian) yang banyak
menyebabkan gagal panen, bahkan berpotensi menimbulkan kebakaran pada wilayah di atasnya.
Jenis-jenis Bencana Kekeringan. Kekeringan yang terjadi secara alamiah dibedakan menjadi empat jenis, yaitu
kekeringan meteorologis, kekeringan hidrologis, kekeringan agronomis, dan kekeringan sosial ekonomi.
- Kekeringan meteorologis merupakan kekeringan yang disebabkan karena tingkat curah hujan suatu daerah di
bawah normal.
- Kekeringan hidrologis terjadi ketika pasokan air tanah dan air permukaan berkurang.
- Kekeringan agronomis berkaitan dengan berkurangnya kandungan air di dalam tanah, sehingga pertumbuhan
tanaman dapat terganggu.
- Kekeringan sosial ekonomi merupakan muara dari semua kekeringan yang telah terjadi sebelumnya karena
adanya bencana ini menyebabkan adanya krisis sosial dan ekonomi.
- Kekeringan antropogenik adalah kekeringan yang disebabkan karena ketidakpatuhan pada aturan.
Berikut beberapa kondisinya: Kebutuhan air lebih besar dari pasokan yang direncanakan. Kerusakan kawasan
tangkapan air, sumber air, akibat perbuatan manusia.

Penyebab Terjadinya Kekeringan


Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya bencana kekeringan di suatu wilayah. Baik kekeringan yang
terjadi secara alamiah maupun kekeringan yang terjadi karena ulanh manusia. Berikut beberapa faktor penyebab
kekeringan dan penjelasannya:
- Curah hujan di bawah normal. Kekeringan dapat disebabkan karena suatu wilayah tidak mengalami hujan atau
kemarau dalam kurun waktu yang cukup lama atau curah hujan di bawah normal, sehingga kandungan air di
dalam tanah berkurang atau bahkan tidak ada.
- Konsumsi air yang berlebihan. Hal ini disebabkan konsumsi air berlebih tidak diimbangi dengan sumber air yang
berlebih pula. Konsumsi air berbanding terbalik dengan sumber air, artinya bencana ini dapat terjadi saat
konsumsi air sudah melampaui batasnya namun sumber air hanya mengeluarkan air dengan jumlah yang sama
(terbatas).
- Vegetasi/lahan gundul. Wilayah dengan vegetasi lebat memiliki cadangan air yang lebih banyak, dibandingkan
dengan wilayah yang tidak memiliki vegetasi atau lahan gundul. Vegetasi yang gundul artinya air yang meresap
ke dalam tanah (infiltrasi) erkurang, karena fungsi akar sendiri menyerap dan menyimpan air dari hujan. Air yang
tersimpan di dalam akar tersebut dapat digunakan sebagai cadangan ketika musim kemarau telah tiba.
- Sedikit pepohonan. Hal ini berarti, ketika musim kemarau datang daerah yang memiliki sedikit pohon akan
memiliki cadangan air yang sedikit pula karena pohon-pohon tersebut sudah tergantikan oleh bangunan-
bangunan khususnya di daerah perkotaan.
- Pengelolaan SDA. Kekeringan dapat terjadi karena masyarakat suatu daerah belum bisa mengelola sumber daya
air yang ada secara baik, ataupun prasarana sumber daya air yang kurang. Kekurangan sumber air pun dapat
menjadi penyebab bencana ini.

Dampak dari Bencana Kekeringan


Berikut beberapa dampak yang ditimbulkan dari terjadinya bencana kekeringan di suatu wilayah:
- Banjir bandang, pepohonan mati, tanah menjadi gundul, yang pada musim hujan akan menjadi mudah tererosi
dan banjir.
- Urbanisasi, akibat hilangnya bahan pangan karena tanaman pangan dan ternak mati, petani kehilangan mata
pencaharian.
- Kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan menjadi rentan penyakit.

12
Adapun gejala-gejala terjadinya kekeringan dapat diketahui melalui ciri-ciri antara lain sebagai berikut:
Menurunnya tingkat curah hujan di bawah normal dalam satu musim. Pengukuran kekeringan Meteorologis
merupakan indikasi pertama adanya bencana kekeringan. Kemudian terjadi kekurangan pasokan air permukaan dan
air tanah. Kekeringan ini diukur berdasarkan elevasi muka air sungai, waduk, danau dan air tanah. Kekeringan pada
lahan pertanian ditandai dengan kekurangan lengas tanah (kandungan air di dalam tanah).
Kekeringan adalah salah satu bencana yang terjadi secara alamiah maupun karena manusia. Kekeringan yang
terjadi secara alamiah dibedakan menjadi empat, yaitu kekeringan meteorologis, kekeringan hidrologis, kekeringan
agronomis, dan kekeringan sosial ekonomi.
- Kekeringan meteorologis merupakan kekeringan yang disebabkan karena tingkat curah hujan suatu daerah di
bawah normal.
- Kekeringan hidrologis terjadi ketika pasokan air tanah dan air permukaan berkurang.
- Kekeringan agronomis berkaitan dengan berkurangnya kandungan air di dalam tanah, sehingga pertumbuhan
tanaman dapat terganggu.
- Kekeringan sosial ekonomi merupakan merupakan muara dari semua kekeringan yang telah terjadi sebelumnya
karena adanya bencana ini menyebabkan adanya krisis sosial dan ekonomi.
Pengertian kekeringan merupakan suatu peristiwa yang terjadi pada musim kemarau, apalagi ketika musim
kemarau panjang melanda. Definisi kekeringan secara umum adalah kondisi di mana suatu wilayah, lahan, maupun
masyarakat mengalami kekurangan air sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Kekeringan dapat disebabkan
karena suatu wilayah tidak mengalami hujan atau kemarau dalam kurun waktu yang cukup lama atau curah hujan di
bawah normal, sehingga kandungan air di dalam tanah berkurang atau bahkan tidak ada.
Konsumsi air yang berlebihan pun dapat menjadi penyebab kekeringan, hal tersebut disebabkan konsumsi air
berlebih tidak diimbangi dengan sumber air yang berlebih pula. Konsumsi air berbanding terbalik dengan sumber air,
artinya bencana ini dapat terjadi saat konsumsi air sudah melampaui batasnya namun sumber air hanya
mengeluarkan air dengan jumlah yang sama (terbatas).
Vegetasi pun dapat menjadi penyebab dari bencana ini, wilayah yang masih memiliki vegetasi yang lebat pasti
memiliki cadangan air yang lebih banyak jika dibandingkan dengan wilayah yang tidak memiliki vegetasi atau lahan
gundul. Vegetasi yang gundul artinya air yang meresap ke dalam tanah (infiltrasi) pun pasti akan berkurang, karena
fungsi akar sendiri menyerap dan menyimpan air dari hujan. Air yang tersimpan di dalam akar tersebut dapat
digunakan sebagai cadangan ketika musim kemarau telah tiba. Hal ini berarti, ketika musim kemarau datang daerah
yang memiliki sedikit pohon akan memiliki cadangan air yang sedikit pula karena pohon-pohon tersebut sudah
tergantikan oleh bangunan-bangunan khususnya di daerah perkotaan.
Kekeringan juga dapat terjadi karena masyarakat suatu daerah belum bisa mengelola sumber daya air yang ada
secara baik, ataupun prasarana sumber daya air yang kurang. Kekurangan sumber air pun dapat menjadi penyebab
bencana ini. Ketika sumber air (mata air, sungai, dan lainnya) mengering maka tidak dapat memenuhi kebutuhan air
manusia. Begitu pula ketika sumber air tersebut dimanfaatkan terlalu berlebihan hingga airnya habis maka
pemanfaatan sumber daya air tidak dapat berkelanjutan. Keadaan akan semakin parah ketika sumber air yang ada di
suatu wilayah jumlahnya sedikit dan jaraknya yang jauh. Sumber air yang jaraknya jauh tersebut akan semakin
menyulitkan masyarakat ketika kekeringan melanda, apalagi ketika sumber air tersebut merupakan sumber air yang
dapat terjangkau oleh masyarakat. Mau tidak mau masyarakat harus mengambil air di tempat tersebut.

The Value of Biodiversity. Biodiversity refers to the variety and variability of life at a place, whether that be the Earth or
in your back yard. The value of this biodiversity has been judged in two ways, and there is much discussion between
these different viewpoints.

Why Biodiversity is Important to You. Biodiversity brings direct benefits to humans. Whilst biodiversity in an arable field
can seem very limited, the soil beneath the crop and the multitudes of bacteria and fungi in it are vital to producing
food. Bumblebees and other pollinators are vital for the production of many crops, especially soft fruits. The reductions
in their habitats and food plants means that many soft fruit growers import them to pollinate their crops. Similarly,
biodiversity underpins some of our key rural industries. Grouse chicks need a rich supply of insects whilst young
salmon rely on aquatic invertebrates. Insects such as ladybirds play a vital role in controlling aphid populations in
crops. At the other end of the size spectrum, sea eagles and dolphins bring in eco-tourists. In total it has been
estimated that the value of the benefits humans receive from the environment equals £21 billion for Scotland (2008
prices). Humans directly benefit from their interactions with nature. It has been shown in many studies that people’s
mental health can be improved through interacting with nature, as well as the gains to general health from taking
exercise.

13
Intrinsic Value
The alternative view is that there is intrinsic value in biodiversity and that there is clear moral justification for its
conservation. The concept of valuing nature cannot capture all its real value and that value cannot always be
converted into a price. So, whilst there is value in costing the contributions of biodiversity in decision making, there still
needs to be an awareness that some things are beyond valuation.
All of us are buoyed up /Kami semua bersemangat by chance encounters with wildlife and the pleasure of seeing
something remarkable up close can stay with you for many years. The north east of Scotland still offers many places to
see exceptional wildlife or with some detective work and a long-walk you can still find rare arctic-alpine flowers. Such
connections to the natural world help us to put our personal importance on biodiversity.

Dampak Kekeringan
Kekeringan merupakan periode kemarau berkepanjangan dalam siklus iklim alami yang dapat
terjadi dimana saja di dunia. Ini adalah bencana yang terjadi secara perlahan dan ditandai
dengan kurangnya curah hujan, sehingga mengakibatkan kekurangan air. Kekeringan dapat
berdampak serius terhadap kesehatan, pertanian, perekonomian, energi dan lingkungan.
Diperkirakan 55 juta orang di seluruh dunia terkena dampak kekeringan setiap tahunnya, dan
kekeringan merupakan ancaman paling serius terhadap ternak dan tanaman pangan di hampir
seluruh belahan dunia. Kekeringan mengancam penghidupan masyarakat, meningkatkan risiko
penyakit dan kematian, serta memicu migrasi massal. Kelangkaan air berdampak pada 40%
populasi dunia, dan sebanyak 700 juta orang berisiko menjadi pengungsi akibat kekeringan pada
tahun 2030.

Meningkatnya suhu akibat perubahan iklim membuat wilayah kering menjadi lebih kering dan
wilayah basah menjadi basah. Di daerah kering, hal ini berarti ketika suhu naik, air akan
menguap lebih cepat, sehingga meningkatkan risiko kekeringan atau memperpanjang periode
kekeringan. Antara 80-90% dari seluruh bencana akibat bencana alam yang terdokumentasi
selama 10 tahun terakhir disebabkan oleh banjir, kekeringan, siklon tropis, gelombang panas,
dan badai hebat. Ketika kekeringan menyebabkan kekurangan air dan pangan, maka akan timbul
banyak dampak terhadap kesehatan penduduk yang terkena dampak, yang dapat meningkatkan
risiko penyakit dan kematian. Kekeringan dapat menimbulkan dampak kesehatan yang akut dan
kronis, termasuk:
- malnutrisi akibat berkurangnya ketersediaan pangan, termasuk defisiensi mikronutrien,
seperti anemia defisiensi besi;
- peningkatan risiko penyakit menular, seperti kolera, diare, dan pneumonia, akibat malnutrisi
akut, kekurangan air dan sanitasi, serta pengungsian;
- stres psiko-sosial dan gangguan kesehatan mental;
- terganggunya pelayanan kesehatan setempat karena kurangnya pasokan air, hilangnya daya
beli, migrasi dan/atau terpaksa meninggalkan daerah setempat.
Kekeringan parah (severe drought) juga dapat mempengaruhi kualitas udara dengan
meningkatkan kemungkinan kebakaran hutan dan badai debu, meningkatkan risiko kesehatan
pada orang-orang yang sudah terkena penyakit paru-paru, seperti asma, penyakit paru obstruktif
kronik (chronic obstructive pulmonary disease, COPD), atau penyakit jantung.

Dampak Kekeringan terhadap Lingkungan


Lingkungan hidup terkena dampak langsung dari kekeringan. Kekeringan dapat
memengaruhi sumber air, tanah, ikan, satwa liar, dan komunitas tumbuhan. Kekeringan dapat
mengakibatkan rendahnya permukaan air di waduk, danau dan kolam, serta berkurangnya aliran
sungai. Penurunan ketersediaan air ini juga dapat menyebabkan berkurangnya beberapa lahan
basah, penipisan air tanah dan bahkan berdampak pada kualitas air (misalnya konsentrasi garam
dapat meningkat). Pasokan air yang tidak memadai dapat mengakibatkan berkurangnya
kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, peningkatan jumlah debu akibat kekeringan,
erosi, dan kemungkinan terjadinya kebakaran hutan yang lebih besar karena lanskap yang
kering. Kurangnya air dan berkurangnya kemampuan tanah untuk mendukung tanaman dapat
mempengaruhi kehidupan ikan, hewan dan tanaman. Habitat satwa liar dapat terdegradasi

14
karena kualitas tanah yang buruk dan kurangnya air dapat mempengaruhi pertumbuhan
tanaman, dan mungkin tidak tersedia cukup air minum untuk hewan. Disana mungkin
Examples of Environmental Impacts of Drought
Reduction and degradation of fish and wildlife habitat.
Fish and Animals
Lack of drinking water for livestock and wildlife.
Lower water levels in reservoirs, lakes, and ponds.
Water Sources
Reduced streamflow.
Reduced soil quality.
Land
Increased quantity of dust.
Reduced soil quality.
Plant Communities
Death of vegetation and trees.

Pertanyaan:
1. Jelaskan dampak dan kerugian yang ditimbulkan oleh terjadinya kekeringan
2. Jelaskan apa-apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi kekeringan
3. Lahan kering dapat diklasifikasikan menjadi empat sub-tipe yaitu: lahan kering sub-lembab
(dry sub-humid lands), lahan semi-kering (semi-arid lands), lahan gersang (arid lands), dan
lahan hiper-kering (hyper-arid lands). Beri penjelasan mengenai hal tersebut.
4. Apa itu kekeringan?
5. Apa penyebab kekeringan?
6. Kapan kekeringan dimulai?
7. Apakah kekurangan hujan berarti akan terjadi kekeringan?
8. Bisakah kekeringan mempengaruhi ketinggian air di sumur?

15

Anda mungkin juga menyukai