Anda di halaman 1dari 14

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Air Baku


Air baku adalah air yang menjadi bahan baku utama air olahan untuk kegunaan
tertentu. Sumber air baku memegang peranan yang sangat penting dalam industri air minum.
Air baku atau raw water merupakan awal dari suatu proses dalam penyediaan dan
pengolahan air bersih. Berdasarkan SNI 6773:2008 tentang Spesifikasi Unit Paket Instalasi
Pengolahan Air dan SNI 6774:2008 tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi
Pengolahan Air yang disebut air baku adalah: “air yang berasal dari sumber air pemukaan,
cekungan air tanah, dan atau air hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu sebagai
air baku untuk air minum”. Agar lebih memahami tentang air baku, berikut penjelasan
mengenai sumber-sumber air baku, kualitas air baku, dan ketersediaan akan air baku.

2.1.1 Sumber Air Untuk Air Baku


Sumber air adalah wadah badan air. Sumber air dapat berupa (palung) sungai, danau,
waduk, sumur, dan mata air. Air hujan adalah pasokan air untuk sumber air. Berikut
merupakan penjelasan mengenai masing-masing sumber air untuk air baku.
1. Air Sumur Dalam dan Air Tanah
Sebagian air hujan yang mencapai permukaan bumi akan menyerap ke dalam
tanah dan akan menjadi air tanah. Sebelum mencapai lapisan tempat air tanah, air
hujan akan menembus beberapa lapisan tanah sambil berubah sifatnya. Sumur
dalam adalah sumber air buatan manusia yang berupa lubang konsentris dari
permukaan tanah sampai ke kedalaman tertentu. Lubang tersebut biasanya
menembus lapisan tanah yang relatif kedap air sehingga dapat mencapai ke
kedalaman 100 m. Sumur dalam yang ideal dapat menampung air tanah dari
lapisan kepasiran yang bertransmisivitas tinggi. Lapisan kepasiran tersebut diapit
oleh lapisan lempung yang mempunyai storivitas tinggi. Kapasitas-kapasitas
sumur dalam dalam memberikan pasokan air tidaklah besar. Debit sumur dalam
sebesar 20 l/s sudah dianggap besar. Produktivitas sumur dalam biasanya semakin

3
4

menurun sesuai dengan berjalannya waktu. Ini terjadi manakala kapasitas simpan
(storivity) lapisan lempung yang mendukungnya semakin mengecil.
2. Mata Air
Mata air adalah tempat air tanah muncul di permukaan tanah. Kapasitas sumber
mata air biasanya lebih besar sedangkan kualitasnya itu lebih baik dari pada sumur
dalam. Kapasitas mata air kadang lebih besar karena outlet air tanahnya dapat
lebih luas ketimbang sumur dangkal. Kualitas mata air pada umumnya bagus
karena daerah imbuhannya masih terjaga dari ancaman pencemaran. Pada awal
munculnya sistem penyediaan air minum perkotaan, mata air merupakan sumber
air baku utamanya. Hal itu terjadi karena penduduk masih sedikit kebutuhan air
minum masih rendah dan ketersediaan sumber air masih banyak. Mata air pada
umumnya berada pada elevasi yang lebih tinggi ketimbang daerah layanannya
sehingga penyampaian air secara gravitasi masih memungkinkan.
3. Air Permukaan
Sungai, danau, dan waduk adalah sumber air baku yang cukup andal karena
kapasitasnya yang besar dan kontinuitasnya yang terjaga. Sebagian besar sumber
air baku untuk air minum di Indonesia saat ini berasal dari air permukaan itu.
Hampir semua sungai besar, danau, dan waduk di Pulau Jawa telah dimanfaatkan
untuk sumber air baku.
4. Air Hujan
Air hujan sebenarnya bukan merupakan sumber air baku. Air hujan menjadi
sumber air baku manakala telah tertampung ke dalam suatu wadah air seperti
sungai, danau, dan waduk. Dibutuhkan suatu rekayasa untuk menjadikan air hujan
menjadi air baku air minum. Waduk, bendungan dan embung merupakan hasil
rekayasa air baku yang diselenggarakan oleh negara atau perusahaan. Sedangkan
penampungan air hujan (PAH) adalah wujud rekayasa air baku secara individual.
Air hujan sebagai pasokan air baku air minum individual telah dipraktikkan di
sepanjang pantai timur Sumatera yang berawa gambut atau payau. Masyarakat di
lokasi itu menampung air hujan yang jatuh di atap rumahnya dan mengarahkannya
ke dalam tangka-tangki beton yang berada di bawah lantai rumah. Tangki-tangki
tersebut berfungsi sebagai fondasi rumah sekaligus sebagai tangki tandon.
5

2.1.2 Kualitas Air Baku


Pada dasarnya setiap sumber air dapat digunakan sebagai sumber air baku untuk air
minum. Namun karena pertimbangan keterbatasan akses teknologi dan biaya, maka pada
umumnya hanya air dengan kualitas tertentu saja yang dipakai untuk air baku. Semakin
bagus kualitas air baku semakin disukai untuk menjadi air baku air minum.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001 mengenai
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, klasifikasi mutu air ditetapkan
menjadi 4 (empat) kelas, yaitu:
1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.

2.1.3 Ketersediaan Air Baku


Pada dasarnya di dunia ini ketersediaan air sangat banyak, namun demikian yang layak
secara finansial digunakan untuk menjadi air baku adalah sangat terbatas. Sebagai gambaran
jumlah air di dunia adalah sekitar 1.400.000.000 km3. Air tersebut terdistribusi sebagai
berikut: 94% merupakan air laut, 4% sebagai air tanah, dan sekitar 2% sebagai lapisan es di
kutub, jumlah yang ada sebagai air permukaan adalah kurang dari 0,01%, itulah yang paling
banyak dimanfaatkan untuk mendukung kehidupan manusia termasuk air baku air minum.
Ketersediaan air tahan tampak cukup besar yaitu 4% namun demikian pemanfaatannya
terkendala oleh lamanya detention time.
6

2.2 Bangunan ABSAH


Akuifer Buatan Simpanan Air Hujan (ABSAH) adalah bangunan konservasi sekaligus
pendayagunaan air dengan memanfaatkan air hujan yang disimpan dan mengalir di dalam
bak pemasukan air dan bak akuifer buatan yang ditampung dalam suatu bak tampungan
(reservoir) dan dimanfaatkan airnya melalui bak pengambilan air, seperti disajikan pada
Gambar 2.1. ABSAH merupakan infrastruktur penyediaan air baku mandiri dengan prinsip
kerja menampung air hujan dalam tampungan yang disaring dengan media akuifer buatan
(kerikil, pasir, bata merah, batu gamping, ijuk, dan arang). Bangunan ini juga berfungsi
sebagai pereduksi genangan lokal dan bebas banjir. Desain bangunan ABSAH tampak atas
berbentuk persegi panjang. Akan tetapi, pada penerapan di lapangan bentuk bangunan
ABSAH dapat disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia, bisa berupa bangunan beton
bertulang, berbahan besi, dan bahan lainnya.

Gambar 2.1 Contoh Bangunan ABSAH


Sumber: Kementerian PUPR (2020, p. 1)

Bangunan ABSAH merupakan salah satu bangunan konservasi dan sekaligus


pendayagunaan air. Bangunan ini dapat menirukan aliran air yang terjadi di alam, berupa:
1. Aliran air tanah alami.
2. Aliran air tanah di sekitar sumur gali atau sumur bor.
3. Aliran mata air.
4. Proses hidrologi dalam daerah aliran sungai (atap bangunan merupakan daerah
aliran tangkapan hujan).
7

5. Proses penyaringan fisik di alam.


6. Proses penambahan mineral di alam, proses fisik, kimia dan biologi.

2.2.1 Bahan dan Peralatan Bangunan ABSAH


Dalam pembangunan ABSAH konstruksi beton bertulang, bahan dan peralatan yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1. Bahan bangunan yang digunakan antara lain:
a) Bata merah atau batako;
b) Semen;
c) Pasir;
d) Besi beton;
e) Pasir laut;
f) Kerikil;
g) Batu gamping;
h) Bata rooster;
i) Kawat;
j) Paku besi;
k) Kasa plastik;
l) Kayu untuk ‘bekisting’;
m) Saluran atau plastik talang dan sambungan-sambungannya;
n) Pipa paralon 3 inchi dan sambungannya termasuk lem;
o) Pelapis geo-membrane (food grade); dan
p) Profil metal (aluminium atau besi).
2. Adapun peralatan yang digunakan antara lain:
a) Pompa penguras air selama konstruksi;
b) Pompa pengambil air atau ember dan kerekan untuk masa operasi;
c) Peralatan pertukangan, penggalian, dan penghamparan tanah; dan
d) Peralatan lain yang diperlukan (alat bor untuk pemasangan geo-membrane,
dan sebagainya).

2.2.2 Penentuan Lokasi


Penentuan lokasi dilakukan untuk mengetahui kondisi lapangan dan lokasi yang tepat
sebelum pekerjaan pembangunan dimulai (Gambar 2.2). Berikut ini persyaratan yang harus
dipenuhi dari lokasi pembangunan ABSAH.
8

1. Tercantum sebagai aset negara atau milik pemerintah (gedung sekolah, rumah
sakit, kantor pemerintahan, dan sebagainya).
2. Bukan merupakan lahan sengketa.
3. Dekat dengan permukiman warga.
4. Memiliki akses yang memadai baik saat pembangunan maupun pemanfaatan.
5. Merupakan daerah pemukiman yang membutuhkan air dan bersedia membentuk
organisasi konsumen pemakai air.
6. Tersedia luas atap yang cukup.
7. Tersedia curah hujan yang memadai.

Gambar 2.2 Diskusi dalam Penentuan Lokasi


Sumber: Kementerian PUPR (2020, p. 3)

2.3 Perencanaan dan Desain Bangunan ABSAH


Konsep bangunan ABSAH yang paling penting harus memiliki 4 komponen utama,
yaitu bak pemasukan air, bak akuifer buatan, bak tampungan air, dan bak pengambilan air
yang tertutup rapat terhadap sinar matahari dan tidak boleh bocor. Komponen bangunan
ABSAH dapat dilihat pada Gambar 2.3. Berikut ini penjelasan singkat masing-masing
komponen.
9

1. Bak Pemasukan Air


Bak pemasukan adalah bak yang digunakan sebagai tempat masuk air hujan dari
talang untuk dilewatkan ke dalam akuifer buatan.
2. Bak Akuifer Buatan
Bak akuifer buatan adalah bak yang dibuat menirukan kondisi akuifer (air tanah)
alami yang dibentuk dan diisi dengan material kerikil kasar, kerikil sedang, kerikil
halus, pasir, hancuran bata merah berukuran kerikil sedang, seonggok kapur 25
kg yang berada di dalam lapisan pasir kasar, arang, ijuk, dan bahan lainnya.
3. Bak Tampungan Air
Bak tampungan adalah bangunan yang menampung keluaran air yang berasal dari
akuifer buatan.
4. Bak Pengambilan Air
Air mengalir masuk ke bak pengambilan air yang berasal dari bangunan
tampungan air setelah melewati lapisan penyaring dan lapisan penambah mineral.

Fungsi setiap bagian bangunan ABSAH:


1. Fungsi akuifer buatan adalah sebagai filter dan penambah mineral melalui kontak
air dengan butiran material akuifer yang diusahakan selama mungkin, dengan
memperlama waktu perlintasan air dan panjang perlintasan airnya sedikit.
2. Fungsi bak penyimpan air adalah untuk menampung air yang lebih bersih dari air
aslinya.
3. Fungsi bak pemasukan air adalah untuk memasukkan air yang tertangkap oleh
atap bangunan melalui talang yang selanjutnya air mengalir melalui akuifer buatan
dan tertampung di bak tampungan.
4. Fungsi bak pengambilan air adalah untuk mengambil air dengan menggunakan
berbagai cara, misalnya menggunakan ember dan kerekan atau pompa
berkapasitas kecil.
10

c
b

d
a

a. Bak pemasukan air


b. Bak akuifer buatan
c. Bak tampungan air
d. Bak pengambilan air

b
e

d
f

a. Atap bangunan
b. Talang
c. Pipa
d. Bak akuifer buatan
e. Bak penyimpanan
f. Pompa pengambilan

Gambar 2.3 Komponen Bangunan ABSAH


Sumber: Kementerian PUPR (2020, p. 4)
11

Selain keempat komponen utama di atas, terdapat beberapa ketentuan umum yang
harus dipenuhi dalam pembangunan ABSAH antara lain:
1. Ukuran bangunan ABSAH yang berbentuk persegi panjang adalah 12 m x 5 m x
2,5 m. Rekomendasi untuk ukuran bangunan per wilayah berdasarkan potensi dan
pola hujan setempat, termasuk luas atap yang diharuskan dan banyaknya
pengambilan air yang diperkenankan, disarankan agar mengikuti tata cara
perhitungan volume bak tampungan optimal.
2. Bagian sisi terluar berupa tembokan beton bertulang kedap air, sedangkan bagian
dalam boleh menggunakan sekat dinding konstruksi batu bata dan rooster tanpa
plesteran.
3. Kedalaman seluruh bak bangunan ABSAH didesain sedalam 2,5 m dengan
ketinggian bangunan dari dasar bak sampai permukaan tanah adalah 1,5 m dan
setinggi 1 m di atas permukaan tanah.
4. Bagian atas tampungan harus ditutup rapat dengan plat beton, namun tempat
masuk untuk pemeriksaan menggunakan plat besi.
5. Bagian bak akuifer buatan ditutup semuanya oleh plat besi baja penutup yang
berukuran 0,70 m x 0,70 m dengan tebal 3 mm dan diberi pegangan untuk
memudahkan pengangkatan dan pemeriksaan.
6. Sebelum membuat bak-bak bangunan ABSAH, hal yang harus diperhatikan
pertama kali adalah penguatan kuda-kuda atap bangunan sebagai bidang
penangkapan air hujan, atap, talang, dan pipa penyalur air ke bak pemasukan air
dengan penguatan yang dibutuhkan.
7. Bak pemasukan air, bak tampungan air, dan bak pengambilan air sebaiknya dibuat
tertutup, namun bisa dibuka sewaktu-sewaktu bila diperlukan. Lubang
pemeriksaan dibuatkan penutup dari plat besi.
8. Konstruksi ABSAH sama sekali tidak boleh retak atau bocor dan sangat
disarankan untuk ditambahkan pelapis anti air. Selain itu, perlu disiapkan dana
darurat untuk penambalan atau pelapisan ulang jika mengalami keretakan atau
kebocoran. Pada daerah-daerah dengan tingkat kegempaan sedang-tinggi
(mengacu pada peta kegempaan) yang dapat memicu terjadinya kerusakan
konstruksi dan daerah gambut atau rawa yang berpotensi terjadi rembesan masuk,
maka sangat disarankan dilapisi dengan geo-membrane HDPE.
9. Pemasangan geo-membrane dilakukan sebelum pemasangan kolam-kolam dan
sekat-sekat dalam.
12

10. Pemeriksaan kualitas air wajib dilakukan terhadap sampel air hujan yang masuk
maupun air yang dihasilkan dari bangunan ABSAH harus sesuai dengan syarat
peruntukannya, yaitu untuk air baku air minum dan meminta rekomendasi
Laboratorium Dinas Kesehatan setempat. Meskipun sudah memenuhi baku mutu,
air tetap harus dimasak terlebih dahulu sebelum dipergunakan.
11. Jika membutuhkan rencana detail dalam pelaksanaannya, maka dapat melibatkan
narasumber ahli teknik sipil struktur, dengan mengacu pada pedoman teknis dan
peraturan beton bertulang yang berlaku di Indonesia.

2.4 Akuifer Buatan


Akuifer buatan adalah lapisan pembawa air atau air tanah buatan yang dibuat
menirukan kondisi akuifer (air tanah) alami, berupa bak yang dibentuk dan diisi dengan
material pasir, kerikil, pasir laut, arang, hancuran bata merah, arang, kapur, ijuk dan bahan
lainnya, dan diisi air melalui talang dan berasal dari curah hujan yang tertangkap oleh atap
bangunan atau bangunan penangkap lainnya. Aliran air yang timbul di dalam lapisan tersebut
terjadi karena terdapatnya perbedaan tinggi tekan yang diakibatkan oleh pengambilan air.
Kedalaman bak sebaiknya diambil sama dengan bangunan tampungan, yaitu 2,5 m
dengan ditanam sedalam 1,5 m dan menonjol ke permukaan tanah setinggi 1 m. Lebar
bangunan dibuat antara 0,90 - 1,25 m dengan sekat-sekat berselang seling posisinya pada
setiap panjang 1,25 m. Panjang bangunan bak akuifer buatan minimal 9 m, yang semakin
panjang semakin baik.
Agar ukuran bangunan tampungan tidak terlalu besar maka dalam perhitungan harus
dikaitkan dengan besarnya pengambilan air yang dibutuhkan (didesain bersifat tetap atau
berubah-ubah setiap saat). Volume tampungan didesain dengan menggunakan lengkung
masa kumulatif seperti dalam perhitungan yang digunakan dalam desain waduk. Jika volume
desain optimal tersebut sudah ditetapkan, maka ukuran panjang dan lebar bisa didesain
dengan ukuran kedalaman sebesar 2,5 m.

2.5 Material Bak Akuifer Buatan


Di dalam bak akuifer buatan material berupa berupa kerikil kasar, kerikil sedang,
kerikil halus, pasir, hancuran bata merah berukuran kerikil sedang, seonggok kapur sebarat
25 kg dan bahan lainnya dicuci terlebih dahulu dengan air bersih, sebelum kemudian
dimasukkan ke dalam sekat-sekat pada bak akuifer buatan, seperti mengikuti Gambar 2.4.
Pengisian material pada bak akuifer buatan dapat terlebih dahulu mengunakan karung-
13

karung geo-membrane, sehingga memudahkan pemasangan dan pada tahap


pemeliharaannya. Material ini berfungsi sebagai filter dan penambah mineral melalui kontak
air dengan butiran material akuifer yang diusahakan selama mungkin, dengan
memperpanjang waktu perlintasan air dan panjang perlintasan airnya sendiri.

Gambar 2.4 Material yang Digunakan pada Akuifer Buatan


Sumber: Kementerian PUPR (2020, p. 12)

Filtrasi adalah metode pemisah fisik yang dipakai dalam memisahkan cairan (larutan)
dengan padatan. Cairan yang telah melalui proses filtrasi/penyaringan disebut filtrate,
sedangkan untuk padatan yang tertumpuk dipenyaringan itu disebut dengan residu. Prinsip
dasar filtrasi ini sangat sederhana yakni menyaring molekul-molekul padatan yang
tercampur dalam larutan, maka tingkat kemurnian filtrat yang didapat dari filtrasi tersebut
tergantung pada kualitas juga ukuran pori dari filter (penyaring yang digunakan). Berikut
merupakan penjelasan mengenai bahan-bahan yang akan digunakan dalam proses
penyaringan, diantaranya:
1. Kerikil
Kerikil adalah butiran batu lebih besar dari pada pasir dan lebih kecil daripada
kerakal (kira-kira sebesar biji kacang tanah atau biji nangka) dan geo endapan
batuan yang komponennya bulat, biasanya bercampur dengan tanah liat dan pasir.
Batu kerikil sebenarnya menunjukkan besaran butir pasir, dapat dikategorikan
14

sebagai batu pasir yang banyak mengandung silika. Umumnya bertekstur halus
dan berbentuk bulat terbentuk akibat dari pecahan batu gunung yang kemudian
terseret air hingga ke laut dan selama ribuan tahun saling beradu sesamanya dan
terkikis air, karena itu diperoleh di daerah pesisir pantai. Tersedia dalam beberapa
warna, ukuran dan bentuk. biasanya batu granit yang dipecahkan. Ukuran kerikil
yang selalu digunakan adalah antara 2 dan 75 mm. Fungsi kerikil untuk filter air
adalah sebagai celah agar air dapat mengalir melalui lubang bawah. Kerikil
penyaring kotoran-kotoran kasar.
2. Pasir
Pasir adalah kumpulan bahan material yang berbentuk butiran halus yang
berukuran antara 0,0625 mm sampai 2 mm. Materi pembentuk pasir adalah silikon
dioksida, tetapi di beberapa pantai tropis dan subtropis umumnya dibentuk dari
batu kapur. Hanya beberapa tanaman yang dapat tumbuh di atas pasir, karena pasir
memiliki rongga-rongga yang cukup besar. Pasir memiliki warna sesuai dengan
asal pembentukannya. Seperti yang kita ketahui pasir juga sangat penting untuk
bahan material bangunan dan industri. Pasir silika adalah salah satu mineral yang
umum ditemukan dikerak kontinen bumi mineral ini memiliki struktur kristal
heksagonal yang terbuat dari silika trigonal terkristalisasi. Jenis pasir ini banyak
memiliki manfaat untuk kehidupan manusia, sebagai contoh pasir silika bisa
digunakan untuk bahan baku kaca, keramik bahkan untuk saringan filter air.
3. Bata Merah
Bata merah yang dimaksud adalah bata yang dibuat dari tanah yang dicetak
kemudian dibakar dengan suhu tinggi sehingga menjadi benar-benar kering,
mengeras, dan berwarna kemerah-merahan.
4. Bata Kapur
Batu kapur di alam bermacam-macam jenisnya antara lain: kalsit (CaCO3),
dolomit (CaCO3.MgCO3), magnesit (MgCO3), siderit (FeCO3), ankerit
(Ca2Fe(CO3)4) dan aragonit (CaCO3) yang berkomposisi sama dengan kalsit tetapi
berbeda dalam struktur kristalnya. Mineral karbonat yang umumnya dijumpai
dengan batu kapur adalah aragonit (CaCO3) yang merupakan mineral metastabil
karena pada kurun waktu tertentu dapat berubah menjadi kalsit (CaCO3)2. Selain
digunakan dalam bidang industri, kontruksi dan pertanian, batu kapur juga dapat
digunakan dalam bidang pengolahan air, roughing filter dengan media batu kapur
dapat menurunkan kekeruhan antara 74.63% hingga 92.07%, zat padat tersuspensi
15

antara 79.25% hingga 88.2%, koliform antara 67.44% hingga 96.09%, dan BOD
antara 51.28% hingga 67.19% (Maung, 2006).
5. Arang
Arang adalah residu hitam berisi karbon tidak murni yang dihasilkan dengan
menghilangkan kandungan air dan komponen volatile dari hewan dan tumbuhan.
Arang umumnya didapatkan dengan memanaskan kayu, gula, tulang, dan benda
lain. Arang yang hitam, ringan, mudah hancur, dan meyerupai batu bara ini terdiri
dari 85 sampai 98 % karbon, sisanya adalah abu atau benda kimia lainnya. Dalam
penelitian ini arang yang digunakan bisa dari arang kayu maupun arang
tempurung kelapa, tetapi lebih baik menggunakan arang kayu karena arang ini
terbuat dari bahan dasar kayu. Arang kayu banyak digunakan untuk keperluan
memasak seperti yang dijelaskan sebelumnya. Sedangkan penggunaan arang kayu
yang lainnya adalah sebagai penjernih air, penggunaan dalam bidang kesehatan,
dan masih banyak lagi. Bahan kayu yang digunakan untuk dibuat arang kayu
adalah kayu yang masih sehat, dalam hal ini kayu belum membusuk.
6. Ijuk
Ijuk atau sekat yang merupakan serat alam yang mungkin hanya sebagian orang
mengetahui kalau serat ini sangat istimewa di banding dengan serat lainya. Ijuk
(duk, injuk) adalah serabut hitam dan keras pelindung pangkal pelepah daun enau
atau aren (Arenga pinnata) yang meliputi dari bawah sampai atas batang aren.
Fungsi dari ijuk (serabut kelapa) dalam proses filtrasi air adalah untuk menyaring
kotoran-kotoran halus dengan membuat lapisan pasir, ijuk, arang aktif, pasir dan
batu. Dan juga sebagai media penahan pasir halus agar tidak lolos ke lapisan
bawahnya.
16

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Anda mungkin juga menyukai