TINJAUAN PUSTAKA
3.1 UMUM
Salah satu fungsi dari saluran transmisi adalah untuk membawa air baku
dari bangunan pengambilan air baku ke unit produksi, atau membawa air hasil
olahan unit produksi ke reservoir. Saluran transmisi untuk aliran bertekanan
biasanya menggunakan pipa sebagai saluran pipa transmisi. Saluran transmisi
untuk aliran yang bertekanan dapat membawa air melalui jalur yang turun-naik
mengikuti kontur permukaan tanah yang dilewatinya.
Pipa transmisi pada aliran bertekanan perlu memperhatikan titik yang
paling tinggi dan titik yang paling rendah. Pada titik yang paling tinggi, udara
akan terjebak didalamnya, yang akan menyebabkan penyumbatan aliran airnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan penempatan katup pelepas udara
(air release valve). Air release valve juga berfungsi untuk memasukkan udara ke
dalam pipa agar dapat mempercepat aliran air pada saat pengurasan pipa.
Sedangkan pada titik yang paling rendah pada jalur pipa bertekanan akan
terkumpul kotoran yang terbawa oleh aliran air. Untuk mengatasi hal tersebut
maka dibutuhkan penempatan katup penguras (drain valve). Saluran transmisi
terbagi dalam dua jenis aliran :
Saluran Transmisi untuk aliran bebas / tidak bertekanan
Saluran transmisi untuk aliran bertekanan
Karena penggunaan air minum yang cukup luas dalam segala segi
kehidupan dan aktivitas manusia, maka sistem penyediaan air minum untuk
penduduk haruslah memenuhi syarat antara lain :
Aman dari segi kesehatan
Tersedia dalam jumlah yang cukup
Ekonomis
III-1
III-2
( ) …………………………………………..….(3.2)
2 2
V 2 −V 1
he=Ce ∙
2∙G
Dengan :
h e = kehilangan masukan turbulen (m)
V 2 = kecepatan dalam pipa (m/detik)
V 1 = kecepatan sebelumnya (didekatnya, m/detik)
g = percepatan gravitasi (m/detik2)
Ce = Koefisien kehilangan tenaga masukan
Jika V 1 = 0, maka
2. Kehilangan tekanan akibat keluaran :
( )
2 2
V 1 −V 2
ho=Co∙ ………………………………………………(3.3)
2∙g
Dengan :
ho = Kehilangan tenaga akibat keluaran (m)
V 1 = kecepatan pipa diatas keluaran (m/detik)
V 2 = Kecepatan dibawah keluaran (m/detik)
Co = Koefisien Kehilangan tekanan keluaran
( )
2
V1
Untuk keluaran air yang tenang V 2=0 ,h 0=Co ∙
2∙g
3. Kehilangan Tekanan Akibat kontraksi
2
V
hc = Cc ∙ ………………………………………………………(3.4)
2∙g
Dengan :
hc = kehilangan tinggi (m) karena kontraksi mendadak
Ce = Koefisien Kontraksi
v = kecepatan (m/detik) dalam pipa yang lebih kecil
untuk rasio diameter 1,5 Cc = 0.3, rasio diameter 2.0 Cc = 0.35, rasio
diameter 2.5 Cc 0.4 dan seterusnya.
4. Kehilangan tekanan akibat perubahan (perbesaran) penampang
2
V
he = Ce ∙ ……………………………………...………………(3.5)
2∙g
III-25
Dengan :
he = kehilangan tinggi akibat perbesaran penampang
Ce = Koefisien perubahan penampang
v = kecepatan aliran (m/detik)
Untuk Rasio diameter 1.5 Ce = 0.35, rasio diameter 2.0 Ce = 0.6, rasio
diameter 2.5 Ce = 0.75
5. Kehilangan Tekanan Akibat belokan
V2
hb = Cb ∙ …………………………..…………………………(3.6)
2∙ g
Dengan :
hb = kehilangan tinggi (m)
Cb = Koefisien kehilangan tinggi belokan
6. Kehilangan tekanan akibat adanya perkakas/aksesoris (Fitting)
2
V
hf = Cf∙ ……………………………………………...………(3.7)
2∙g
Dengan :
hf = kehilangan tenaga akibat adanya perkakas/aksesoris (m)
Cf = koefisien kehilangan tenaga karena adanya katup
Untuk Globe Valve, terbuka lebar Cf = 10
Angle Valve, terbuka lebar Cf = 5
Gate Valve, terbuka lebar Cf = 0.2
3.6.3 Analisis Jaringan Pipa Distribusi
Program Epanet merupakan suatu program yang dapat membantu dalam
merencanakan suatu sistem jaringan distribusi, dimana program ini
dapat menganalisa suatu model jaringan distribusi apakah telah sesuai dengan
perencanaan. Dalam pembuatan model, diperlukan data-data yang tepat agar
model yang direncanakan sesuai dengan kondisi di lapangan. Dengan
menggunakan model yang akurat, dapat lebih mudah mengembangakan jaringan
distribusi untuk tahun-tahun mendatang.
Program yang akan digunakan adalah Epanet versi 2.0, yang dapat
disimulasikan dengan beberapa program lain, diantaranya Autocad, GIS
(Geographic Information System), program Spreadsheet dan beberapa
III-26
program lain. Keuntungan memakai program tersebut adalah dapat mengecek
kesalahan pada saat proses input data, menampilkan analisa jaringan,
sistematis dalam pengeditan dan output dapat berupa gambar.
Dibutuhkan beberapa item untuk dapat menjalankan Epanet sehingga
didapatkan hasil yang sesuai, antara lain :
• Link : dapat berupa; pipa, pom pa atau katup kontrol.
• Node : dapat berupa; junction, tank , atau reservoir.
• Curve : menggambarkan grafik atau pola pengerjaan yang dapat
berupa kurva pompa, kurva effisiensi atau kurva volume
Data yang dibutuhkan dalam pengerjaan program Epanet antara lain:
a. Peta jaringan
b. Elevasi wilayah
c. Node/Junction
d. Panjang pipa
e. Diameter pipa
f. Jenis pipa
g. Besar debit masing-masing node
h. Faktor fluktuasi pemakaian air
Sedangkan data yang dapat dihasilhan antara lain:
a. Hidrolik head masing-masing titik
b. Tekanan air
c. Flow (aliran)
d. Velocity (kecepatan)
e. Unit headloss
f. Pipe status
Untuk menghitung kehilangan tekanan digunakan dalam rumus
Darcy Weisbach dan White Colebrook :
L V2
Darcy Weisbach : H = f ∙ ∙ ……………….…...………(3.8)
D 2∙ g
Dengan :
H = kehilangan tekanan (m kolom air)
F = koefisien gesekan
III-27
L = panjang pipa (m)
D = diameter pipa (m)
g = gaya gravitasi (m/detik2)
koefisien gesekan (f) dihitung dengan rumus White Colebrook :
1
√f
=−2 log
( 1
+
k
0.4 ∙ ℜ∙ √ f 3.7 ∙ D )
……………….......................………(3.9)
Dengan :
f = koefisien gesekan
k = faktor kekasaran dinding (mm)
V∙D
Re =
u
…………………………………….…...………(3.10)
Dengan :
Re = bilangan Reynold
V = kecepatan (m/detik)
D = diameter pipa (m)
v = kekentalan kinematis (m2/detik)
Dengan demikian nilai k dari setiap pipa harus dicantumkan dalam data
input. Program in menggunakan loop generator yang secara otomatis menentukan
pipa mana yang membentuk loop dan pipa mana yang berupa cabang. Dalam
menghitung persamaan-persamaan loop, program ini menggunakan metode iterasi
Hardy, dkk (1982).
Untuk setiap pipa, parameter-parameter berikut in harus diperoleh
dan ditentukan:
nomor pipa
simpul awal dari pipa
simpul akhir dari pipa
panjang pipa (m)
diameter dalam pipa (m)
kekasaran dining pipa (mm)
III-28
Nilai-nilai faktor kekasaran dinding pipa dalam Tabel 1.3 dapat digunakan
untuk mengas umsikan kehilangan tekanan yang disebabkan oleh bend, tee, dan
perlengkapan lainnya.
Perhitungan kehilangan tekanan akibat gesekan pada permukaan basah
pipa dapat dihitung melalui nilai kekasaran pipa C pada rumus Hazen Williams :
( )
1
Q
∆ H= 2.63
0.54
x L ………………………...………(3.11)
0.2785 ∙C ∙ D
Dengan :
Q = debit aliran (m3/detik)
C = koefisien kekasaran pipa
D = diameter pipa (m)
L = panjang pipa (m)
Dengan nilai C sebagaimana pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.2 Faktor kekasaran dinding pipa
Bahan Nilai k (mm) Nilai C
Pipa > 10
Baru Tahun
Pipa PVC 0.20 120 - 100 -
140 110
Pipa tembaga 0.25 120 110
Pipa Steel 0.50 120 100
Pipa Baja yang telah tua dan 1-2 120 100
berkarat
Sumber : Tri Joko, Unit Air Baku dalam Sistem Penyediaan Air Minum 2010
Rata-rata
III-38
0 6 12 16 20
3.11 Ketersediaan Air
Ketersediaan air merupakan hal yang sangat penting dalam penyediaan
air minum. Ketersediaan air terkait erat dengan jumlah, kualitas, waktu
ketersediaan, energi, keberlanjutan, lokasi, elevasi, dan fluktuasi yang dipelajari
dalam ilmu tentang sumber daya air. Sumber daya air (mengacu arti sumber daya
alam dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia) dapat diartikan sebagai 'potensi air
yang dapat dikembangkan untuk proses produksi’. Dalam hal ini, proses produksi
juga dapat diartikan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan dan lingkungan.
Dapat dikatakan bahwa sumber daya air meliputi air dan nilainya serta potensi
kemanfaatan, konservasi, serta daya rusaknya pada kehidupan dan lingkungannya,
misalnya terkait dengan energi air tersebut. Agar tidak rancu dan tidak terlalu
meluas, perlu dinyatakan bahwa buku ini tidak membahas sumber daya air atau
teknik sumber daya air, tetapi hanya sebagian dari air dan potensinya sebagai air
minum serta teknik penyediaannya. Ketersediaan air di bumi secara total sangat
melimpah. Lautan, danau,dan sungai-sungai adalah sumber air yang segera
tampak menjanjikan akan ketersediaan air. Meskipun demikian, ternyata air yang
dapat digunakan untuk kehidupan manusia mempunyai berbagai macam syarat
sehingga
tidak semua air dapat langsung digunakan. Air laut, misalnya, tidak langsung
dapat dianggap sebagai air yang tersedia bagi kehidupan manusia, tetapi perlu
diproses lebih dahulu. Proses tesebut memerlukan biaya yang relatif mahal.
Darmanto (2007) menyebutkan bahwa keterdiaan air perlu dipahami
sebagai “modal alami” yang keberadaannya di suatu tempat dipengaruhi oleh
kondisi : hidrometeorologi, topografi, geologi, hidraulik, dan geografi. Semua hal
itu secara bersama membentuk ekosistem yang spesifik dan kodratis yang harus
diterima apa adanya (given). Dengan kata lain, usaha-usaha manusia dalam
kerangka penyediaan air akan lebih fokus pada pengelolaan air sejak konversi
III-39
sumber daya, distribusi, pemanfaatan, dan pengolahannya kembali untuk dapat
diterima dalam ekosistemnnya.
Usaha untuk menjaga keberadaan sumber daya air secara kuantitas dan
kualitasnya tidak dapat mengikuti pertambahan penduduk pada umumnya.
Dengan kecenderungan tersebut, dapat dipastikan bahwa pada suatu saat air akan
menjadi barang mahal.
Permasalahan kelangkaan air di suatu daerah, kebutuhan energi untuk
memperoleh air, kualitas air yang tidak memenuhi syarat merupakan gap atau
pemisah antara ketersediaan dan kebutuhan. Untuk menjembatani gap tersebut
diperlukan teknik dan teknologi serta manajemen yang baik. Teknik dan teknologi
serta manajemen tersebut sat ini sudah sangat berkembang dan banyak macamnya.