Menurut UU No. 7 Tahun 2004 pasal 41 ayat 1 tentang Sumber Daya Air, irigasi
adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air untuk menunjang
pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah
tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Berdasarkan UU No.7 Tahun 2004, irigasi
meliputi usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air dengan tujuan untuk
menunjang pertanian. Berikut adalah beberapa pengertian dan definisi irigasi dari
beberapa sumber buku Menurut Kartasapoetra (1994), irigasi merupakan kegiatan
penyediaan dan pengaturan air untuk memenuhi kepentingan pertanian dengan
memanfaatkan air yang berasal dari air permukaan dan tanah.
Menurut Suhardjono (1994), irigasi adalah sejumlah air yang pada umumnya
diambil dari sungai atau bendung yang dialirkan melalui sistem jaringan irigasi
untuk menjaga keseimbangan jumlah air di dalam tanah. Menurut Hansen, dkk
(1990), irigasi adalah penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanam-tanaman.Menurut Wirosoedarmo
(1986), irigasi merupakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk
mendapatkan air untuk sawah, ladang, perkebunan, perikanan atau tambak dan
sebagainya, yang intinya untuk keperluan usaha tani.Menurut Sosrodarsono dan
Takeda (1987), irigasi adalah menyalurkan air yang perlu untuk pertumbuhan
tanaman ke tanah yang diolah dan mendistribusikannya secara sistematis.
Tujuan dan Manfaat Irigasi
Menurut Standar Perencanaan Irigasi KP-01 irigasi adalah sistem pemberian air
ketanah-tanah pertanian guna mencukupi kebutuhan tanaman agar tanaman tersebut
tumbuh dengan baik. Adapun tujuan irigasi adalah sebagai berikut:
Jenis-jenis Irigasi
Menurut Standar Perencanaan Irigasi KP-01 terdapat empat jenis irigasi, yaitu
sebagai berikut:
Irigasi gravitasi adalah irigasi yang memanfaatkan gaya tarik gravitasi untuk
mengalirkan air dari sumber ke tempat yang membutuhkan, pada umumnya irigasi
ini banyak digunakan di Indonesia, dan dapat dibagi menjadi: irigasi genangan liar,
irigasi genangan dari saluran, irigasi alur dan gelombang.
Irigasi bawah tanah adalah irigasi yang menyuplai air langsung ke daerah akar
tanaman yang membutuhkannya melalui aliran air tanah. Dengan demikian tanaman
yang diberi air lewat permukaan tetapi dari bawah permukaan dengan mengatur
muka air tanah.
c. Irigasi siraman (Sprinkler Irrigation)
Irigasi siraman adalah irigasi yang dilakukan dengan cara meniru air hujan dimana
penyiramannya dilakukan dengan cara pengaliran air lewat pipa dengan tekanan (4
–6 Atm) sehingga dapat membasahi areal yang cukup luas. Pemberian air dengan
cara ini dapat menghemat dalam segi pengelolaan tanah karena dengan pengairan
ini tidak diperlukan permukaan tanah yang rata, juga dengan pengairan ini dapat
mengurangi kehilangan air di saluran karena air dikirim melalui saluran tertutup.
Irigasi tetesan adalah irigasi yang prinsipnya mirip dengan irigasi siraman tetapi pipa
tersiernya dibuat melalui jalur pohon dan tekanannya lebih kecil karena hanya
menetes saja. Keuntungan sistem ini yaitu tidak ada aliran permukaan.
a. Irigasi Sederhana
Jaringan irigasi sederhana biasanya diusahakan secara mandiri oleh suatu kelompok
petani pemakai air, sehingga kelengkapan maupun kemampuan dalam mengukur
dan mengatur masih sangat terbatas. Ketersediaan air biasanya melimpah dan
mempunyai kemiringan yang sedang sampai curam, sehingga mudah untuk
mengalirkan dan membagi air. Jaringan irigasi sederhana mudah diorganisasikan
karena menyangkut pemakai air dari latar belakang sosial yang sama. Namun
jaringan ini masih memiliki beberapa kelemahan antara lain, terjadi pemborosan air
karena banyak air yang terbuang, air yang terbuang tidak selalu mencapai lahan d
b. Irigasi Semi Teknis
Jaringan irigasi semi teknis memiliki bangunan sadap yang permanen ataupun semi
permanen. Bangunan sadap pada umumnya sudah dilengkapi dengan bangunan
pengambil dan pengukur. Jaringan saluran sudah terdapat beberapa bangunan
permanen, namun sistem pembagiannya belum sepenuhnya mampu mengatur dan
mengukur. Karena belum mampu mengatur dan mengukur dengan baik, sistem
pengorganisasian biasanya lebih rumit. Sistem pembagian airnya sama dengan
jaringan sederhana, bahwa pengambilan dipakai untuk mengairi daerah yang lebih
luas daripada daerah layanan jaringan sederhana.
c. Irigasi Teknis
Jaringan irigasi teknis mempunyai bangunan sadap yang permanen. Bangunan sadap
serta bangunan bagi mampu mengatur dan mengukur. Di samping itu terdapat
pemisahan antara saluran pemberi dan pembuang. Pengaturan dan pengukuran
dilakukan dari bangunan penyadap sampai ke petak tersier. Petak tersier menduduki
fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis. Untuk memudahkan sistem pelayanan
irigasi kepada lahan pertanian, disusun suatu organisasi petak yang terdiri dari petak
primer, petak sekunder, petak tersier, petak kuarter dan petak sawah sebagai satuan
terkecil. Jaringan irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri atas
bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya, bangunan bagi,
bangunan bagi-sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.
Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri atas saluran
sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi sadap, bangunan
sadap, dan bangunan pelengkapnya.
1. Bangunan Bendung / Free Intake (Pengambilan Bebas)
Bangunan pertama yang kita jumpai pada suatu daerah irigasi/pengairan yang
biasanya dalam bentuk bendung permanen yang lengkap ataupun hanya sebuah
bendung yang berupa bangunan Alur Pengarah Air atau biasa di sebut Free Intake.
Sebuah bangunan bendung tentunya mempunyai yang sangat dominan, baik itu
bangunan bendung yang sifatnya sudah permanen ataupun masih berupa bangunan
free intake.
Bangunan alat ukur baik itu alat ukut Ambang Lebar ataupun alat ukur Cipollety,
mempunyai fungsi yang sama yaitu untuk mengatur debit air yang keluar dari intake
bendung. Bangunan alat ukur yang dilengkapi dengan peil schal biasanya jaraknya
tidak lebih dari 100 meter dari intake bendung. Ada yang berjarak 25 meter ataupun
50 meter. Dengan adanya bangunan ukur tersebut, diharapkan debit air normal
ataupun di saat banjir bisa tercatat dan terkontrol secara berkala dan aliran air tetap
terjaga secara kontinyu.
3. Bangunan Penguras.
Bangunan penguras ini diperlukan untuk mengurangi luapan air yang mengalir
karena begitu banyaknya debit air yang tertampung. Biasanya itu terjadi pada saat
musim penghujan. Dan fungsi utama dari bangunan penguras ini tentunya berfungsi
untuk menguras air pada saat ada pekerjaan perbaikan bangunan ataupun saluran.
Biasanya bangunan ini dilengkapi dengan pintu sorong baja dan kantong lumpur,
agar tidak kesulitan pada saat mau menguras ataupun membuang air.
Nah di lokasi pertemuan antara saluran pembuang masuk dan saluran irigasi inilah,
nantinya kita bisa buat desain bangunan Affour di lengkapi dengan bangunan
pelimpah dan penguras, sehingga berbentuk seperti bok pertemuan. Tapi untuk
membangun semua itu tentunya menyesuaikan dengan anggaran yang ada dan
kebutuhan. Karena setiap lokasi tentunya berbeda-beda bentuknya.
4. Bangunan Pelimpah
Bangunan Pelimpah ini fungsinya hampir sama dengan bangunan penguras. Cuma
kalau bangunan pelimpah hanya mempunyai satu fungsi atau diperlukan untuk
mengurangi debit air yang berlebihan. Sehingga apabila kondisi air saat itu sedang
meluap, tentunya secara otomatis air akan dengan sendirinya melimpas melewati
drempel pelimpah. Penempatan bangunan pelimpah ini biasanya di tempat yang
banyak saluran pembuangnya (affour).
5. Bangunan Bagi
Bangunan ini letaknya diakhir saluran primer ataupun saluran sekunder. Jika
penempatannya di saluran primer, berarti bangunan tersebut dinamakan bangunan
Bagi, yang artinya sebuah bangunan yang fungsinya untuk membagi ke beberapa
saluran. Bisa ke saluran primer lagi ataupun bisa ke saluran sekunder. Disesuaikan
dengan kebutuhan lapangan. Intinya bangunan bagi adalah bangunan yang biasanya
berupa box pembagian ke saluran sekunder.
6. Bangunan Bagi Sadap
Bangunan ini letaknya di sepanjang saluran sekunder. Bangunan Bagi Sadap ini
mempunyai fungsi untuk membagi beberapa saluran sekunder yang mempunyai dua
atau tiga cabang arah saluran sekunder.
Dengan bangunan bagi sadap ini, aliran air dan debit air dari saluran primer bisa di
bagi dengan rata atau menyesuaikan kebutuhan debit masing-masing saluran
sekunder yang bercabang tersebut.Untuk membagi debit air tersebut bangunan sadap
bagi dipasang mistar ukur atau peil schal pada tiap pintu masuk ke saluran sekunder
tersebut.
7. Bangunan Talang
Bentuk dan macamnya banyak sekali, tergantung lokasi daerah masing-masing. Ada
yang berupa talang dari pipa, bambu, plat sampai dengan bentuk talang beton.
Semua itu tergantung dari kebutuhan dan anggaran yang tersedia.
8. Bangunan Cross Drain
Bangunan ini letaknya berada di bawah saluran irigasi. Bangunan cross drain ini di
bangun dengan tujuan untuk menghindarkan kebocoran-kebocoran dari saluran
irigasi. Biasanya saluran yang berada dibawah saluran irigasi ini bentuknya masih
berupa saluran tanah, sehingga dikhawatirkan akan menggerus dan merusak saluran
irigasi yang berada diatasnya.
9. Bangunan Gorong-gorong
Bangunan sadap dibangun dengan tujuan agar kebutuhan para petani mengenai air
ke persawahan dapat teratasi. Untuk areal persawahan yang agak jauh dari saluran
irigasi biasanya dibuatkan trace saluran pembawa tersier baru untuk mencapai areal
persawahan tersebut. Untuk membangun bangunan sadap, tentunya harus dilihat
dulu berapa luas areal persawahan yang akan di airi. Kalau ternyata luasnya kurang
dari 5 hektar, tentunya cukup dibuatkan bangunan corongan saja. Sehingga biaya
pembuatannya juga hemat.
Kalau memang itu harus dibuatkan bangunan sadap, untuk trace saluran pembawa
bisa swadaya dari para petani atau masyarakat dengan cara kerja bakti secara gotong-
royong.
11. Bangunan Corongan
Bangunan ini biasanya bentuknya masih sederhana yaitu dengan menggunakan pipa
pralon ataupun bambu, karena posisi letak areal persawahannya berdekatan atau
sejajar dengan saluran irigasi. Untuk bentuk yang sederhana ini sebenarnya suatu
pemborosan debit air, karena secara tidak langsung air akan terus mengalir ke areal
persawahan. Untuk mengatasi kondisi tersebut, dapat dibuatkan bangunan corongan
yang permanen, yaitu dengan sistem skot balk yang dipasangi dengan pintu angkat.
Sehingga air yang keluar dapat terkontrol dan sesuai dengan kebutuhan debit airnya.