1.1 Pendahuluan
Air merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan. Semua bentuk
kehidupan di bumi saat ini memanfaatkan air dalam berbagai macam aspek. Air
memiliki sifat cair yang menyebabkan bentuk air dapat berubah, sehingga
ketersediaan air di dunia dapat dinyatakan sebagai fungsi ruang dan waktu
(Fatchan, 2021). Kondisi tersebut menyebabkan air tidak dapat dimanfaatkan
secara langsung setiap saat dimanapun jika diperlukan. Pemanfaatan air bergantung
oleh ketersediaan air di suatu daerah. Ketersediaan sumber daya air sangat
dipengaruhi oleh kondisi iklim, topografi, jenis tanah, tutupan lahan serta struktur
geologi suatu daerah (Ieke et al., 2013).
Manusia memanfaatkan air tanah dan air permukaan. Air tanah digunakan
secara luas di banyak wilayah di dunia. Di beberapa kasus, tingkat penarikan air
tanah melebihi kapasitas isi ulang akuifer. Air tanah tidak dapat dipandang sebagai
sesuatu yang dapat diperbarui secara terus-menerus dan harus dimanfaatkan
sebagai sumber daya yang terbatas.
Dengan populasi manusia yang seiring waktu semakin bertambah, suplai air
tanah dan air permukaan yang dapat diakses untuk semua tujuan; pertanian, rumah
tangga dan industri semakin bertambah. Dengan perkiraan populasi dunia pada
tahun 2050 mencapai 10 Miliar orang, prospek pasokan air di masa depan semakin
tidak memadai. Seihngga diperlukan sebuhan konsep manajemen pengelolaan
sumber daya air yang dapat menyediakan akses berkelanjutan ke air bersih untuk
semua anggota masyarakat.
1.3 Virtual water and Water Footprint
Virtual water adalah air yang digunakan dalam proses produksi dari suatu
produk pertanian ataupun industri. Konsep vitual water bertujuan untuk melacak
dan memetakan berapa banyak jumlah air yang diperlukan untuk memproduksi
sesuatu. Nilai kandungan air virtual dapat berbeda meskipun produk komoditas
yang diproduksi sama, baik jumlahnya maupun jenisnya (Hoekstra 2003). Virtual
water terdiri dari tiga komponen warna yang berbeda yaitu green water, blue water,
dan black water.
Green water adalah air di lingkungan hidup yang ditranspirasi oleh tumbuhan
dan berasal dari air hujan yang tersimpan di dalam tanah. Green water terdapat di
lingkungan hidup dalam bentuk biomassa tanaman dan hewan dengan proses
fotosintesis dan respirasi (Fatchan, 2021). Blue water adalah air di permukaan dan
reservoir air tanah., meliputi mata air, air tanah, danau, sungai, dan situ yang
membentuk badan air. Blue water dapat dibedakan menjadi air mengalir dan air
tidak mengalir. Blue water juga berperan untuk mempertahankan proses transpirasi
dalam irigasi. Sedangkan, grey water adalah air yang tercemar selama produksi,
misalnya di bidang pertanian karena pencucian nutrisi dan pestisida.
Gambar 3 – Green Water dan Blue Water adalah air virtual yang masing-masing bersumber dari
sumber air tanah dan air permukaan. Air virtual mengalir dari eksportir ke importir dalam bentuk
komoditas, tetapi polusi akibat produksi tetap berada di negara pengekspor. Oleh karena itu eksportir
menumpuk polusi importir dan importir mengeksternalisasi polusi mereka dengan mengorbankan
eksportir (C. O’Bannon. 2013)
Air virtual dapat juga disebud embed water atau exogenous water jika dikaitkan
dengan perdagangan antar negara. Jika sebuah negara melakukan permintaan impor
untuk produk atau komoditas yang diproduksi oleh negara lain, maka sebenarnya
negara tersebut telah menggunakan air secara virtual dari negara asal dimana
produk tersebut diproduksi. Jadi menurut konsep virtual water ini, air yang berada
di suatu tempat sesungguhnya, dalam kasus tersebut milik negara produksi
komoditas, secara tidak langsung dipakai untuk memenuhi kebutuhan di negara
lain. (Harsoyo, 2011).
Adanya konsep virtual water memungkinkan kita untuk menganalisis pengaruh
pola konsumsi pada penggunaan air. Analisis tersebut menghasilkan istilah water
footprint, yaitu total volume air tawar yang digunakan untuk memproduksi barang
atau jasa yang dikonsumsi oleh individu maupun kelompok masyarakat. Semua
barang atau komoditi yang kita pakai, makan, dan gunakan memiliki water
footprint.
Analisis tentang transfer virtual water memiliki dampak positif dan negatif.
Transfer virtual water meningkatkan efisiensi penggunaan air global karena produk
komoditas dapat diproduksi di daerah produksi tinggi, lalu dikonsumsi di daerah
dengan penggunaan air produksi rendah (Chapagain et.al. 2006). Transfer air
virtual mendukung suatu negara melakukan mitigasi kelangkaan air dan
meningkatkan ketahanan pangan regional di negara-negara padat pendudu,
sehingga mencegah kekurangan gizi dan perang air (Allan, 1998). Di satu sisi,
dalam jangka panjang adanya transfer virtual water yang berlebihan dapat
menimbulkan kurangnya ketahanan masyarakat terhadap kekeringan.
2.1 Konsep
Air merupakan komponen krusial yang harus dilestarikan. Air memiliki fungsi
sosial-budaya, ekonomi, dan lingkungan yang telah melekat di masyarakat sehingga
keberadaannya perlu dilestarikan. Menurut Undang-Undang No. 7/2004 tentang
Sumber Daya Air, pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber
daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
Pengelolaan sumber daya air di Indonesia merupakan hal yang cukup kompleks.
Dengan kuantitas yang cukup dan kualitas baik air memiliki banyak manfaat di
berbagai aspek yang dapat dirasakan oleh manusia. Air dapat dimanfaatkan untuk
irigasi, konsumsi, keperluan domestik, keperluan industri, PLTA, transportasi air,
objek pariwisata, dan lain-lain. Namun di satu sisi, jika kuantitas air terlalu berlebihan
maupun terlalu kurang, akan menimbulkan permasalahan berupa banjir dan
kekeringan. Kualitas air yang kurang baik juga akan mencemari lingkungan sekitar
bahkan menimbulkan wabah penyakit. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk
memaksimumkan daya guna air. Upaya-upaya tersebut diantaranya adalah:
Salah satu daya rusak air akibat faktor alam yang kerap terjadi adalah banjir.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, jika kuantitas air terlalu berlebihan akan
menimbulkan permasalahan berupa banjir. Banjir umumnya terjadi ketika musim hujan
telah tiba, dan curah hujan suatu daerah tinggi. Sehingga debit air yang ada di sungai
melimpasi bibir sunggai dan terjadi luapan atau banjir. Untuk mengatasi permasalahan
banjir, diperlukan upaya minimalisir daya rusak air. Salah satu contohnya untuk
meminimalisir daya rusak air secara non structural adalah pembuatan institusi
pemerintahan seperti Balai Wilayah Sungai yang bertanggungjawab mengelola
wilayah sungai menurut daerahnya, penanaman pohon pelindung di bantaran sungai,
dan edukasi masyarakat sekitar untuk meningkatkan kesadaran dalam menjaga sungai.
Secara struktural, daya rusak air dapat diminimalisir dengan membangun prasarana
untuk mendukung keberlangsungan sungai seperti gorong-gorong, revetment, cek dam,
bronjong, kolam detensi, maupun kolam retensi.
Selain faktor alam, manusia juga berperan terhadap daya rusak air.
Perkembangan infrastruktur berjalan beriringan dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Kondisi iklim beberapa daerah yang fluktuatif antara debit hujan yang besar
dan air yang semakin hari semakin berkurang jumlahnya, membuat manusia
mengembangkan infrastruktur air berupa bendungan. Bendungan berfungsi untuk
menampung air dalam kapasitas besar, untuk digunakan sebagai keperluan irigasi,
pembangkit listrik, pengendali banjir dan lain-lain. Namun dibalik banyaknya manfaat
yang diberikan bendungan, bendungan juga menyimpan potensi bahaya dalam skala
yang sangat besar. Untuk itu, sebelum pembangunan bendungan, diperlukan studi
lokasi dan perencanaan yang sangat matang agar tidak terjadi mal design. Perlu
diperhatikan pula operasional bendungan agar tidak terjadi human error ketika kondisi
kritis.
Salah satu contoh faktor manusia dalam daya rusak air yaitu kasus Vajont Dam
pada tahun 1960. Bendung Vajont Dam mulai dibangun pada tahun 1900 dan memiliki
ketinggian sebesar 261.1 m. Bendung yang termasuk ke dalam tipe Arch Concrete
Dam dibangun di Vajont River, Italia. Bendungan ini didesign untuk menampung air
sebanyak 1.65 x 108 𝑚3 air dengan ketinggian air sebesar 715 m (Wen-Jie, 2021).
Bendungan ini diapit oleh Lereng Vajont, yang terkikis sepanjang sumbu timur-
barat sungai. Lereng tersebut memiliki karakteristik topogrfi tanah yang sangat curam
dengan kemiringan lereng lebih dari 30°. Ditinjau secara geologis, tanah dari lereng
tersebut memiliki karakteristik batuan Gamping Cretaceous-Jurassiccherty (Wen-Jie,
2021). Batuan jenis ini mengandung beberapa lapisan tipis tanah lempung yang
memiliki plastisitas tinggi. Tanah lempung jika terkena air akan menjadi sangat lunak
dan bersifat compressible. Tanah jenis lempung sangat bahaya bagi konstruksi karena
dapat menyebabkan keretakan dan mudah menjadi tidak stabil.
Pada bulan February 1960, setelah konstruksi selesai, dilakukan eksperimen
pertama untuk melakukan pengisian air pada Vajont Dam. Air digenangkan perlahan-
lahan dengan target ketinggian sebesar 715 m. Selama pengisian dam pertama,
pergesaran tanah diidentikiasi terjadi di sisi selatan danau dan beberapa gempa kecil
terjadi. Ketika ketinggian air telah mencapai 642 m, muncul retak atau fracture
sepanjang 2 km di sebelah kiri tepi lereng. Namun, hal tersebut dihiraukan oleh
engineer yang melakukan eksperimen pengisian pada Vajor Dam dan mereka tetap
melanjutkan pengisian. Pada bulan November 1960, ketika tinggi muka air sudah
mencapai 652 m terjadi longsor yang membawa material sebesar 700.000 𝑚3.
Air baku adalah air yang dapat diolah dan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan air
minum, peternakan, industri dll. Air b
Di daerah urban, selain untuk rumah tangga air juga dibutuhkan untuk
perindustrian, seperti komersil, toko, gudang, rumah sakit, hotel dan lain-lain.
Kebutuhan air industri cenderung relative konstan terhadap waktu. Seiring dengan
peningkatan jumlah industri, maka kebutuhan air untuk perindustrian akan meningkat
juga. Besarnya standar kebutuhan air industri dapat dilihat di tabel di bawah ini:
Tabel 2. Kebutuhan Air Baku non-Domestik: Industri
Allan JA (1998) Virtual water: A strategic resource global solutions to regional deficits.
Ground Water 36(4), 545-546.
Balai Wilayah Sungai Sumatra I. Direktorat Jendral Sumber Daya Air. 2019. Dampak
Pentingnya Pengelolaan Bendungan Bagi Masyarakat. Kementrian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat
Brent Clothier, et al. 2010. Green, Blue, and Grey Waters: Minimising the Footprint
Using Soil Physics. Production Footprints, Plant & Food Research. NZ.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jendral Sumber Daya Air,
Direktorat Bina Teknik Proyek Pembinaan Pengembangan dan Penyelenggaraan Air
Baku. 2003. Pedoman Penentuan Pengembangan Air Baku Rumah Tangga Perkotaan
dan Industri.
Fatchan N. 2021. Bahan Perkuliahan Manajemen Sumber Daya Air Pertemuan ke-5.
Universitas Gadjah Mada
Kim K., and Jagerskog, A. 2013. Extending the water connection-Land acquisitions
and economic development. Annual World Bank Conference on Land and Poverty
2013.
Shiklomanov I. (1993). world fresh water resources, water in crisis: a guide to the
World s FreshWater Resource, Cambridge.
Shiklomanov, I. (1998). World water resources: a new appraisal and assessment for the
21stcentury. Russia: State Hydrological Institute St Petersburg.