Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada zaman sekarang ini, peranan bahan tambahan pangan (BTP)
khususnya bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan
kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintesis. Banyaknya
bahan tambahan pangan dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara
komersil dengan harga yang relatif murah akan mendorong meningkatnya
pemakaian bahan tambahan pangan yang berarti meningkatnya konsumsi
bahan tersebut bagi setiap individu. Kita hidup dalam masyarakat menjadi
sadar akan gizi dan sadar untuk menjadi konsumen yang baik. Dewasa ini,
masyarakat bukan hanya tertarik pada aspek apakah bahan pangan
memberikan cita rasa enak, apakah anak-anak mau menikmati makanan yang
disajikan, tetapi lebih dari itu masyarakat telah tertarik pada hal-hal apakah
bahan pangan itu baik untuk dikonsumsi dan komponen apa saja yang
terdapat didalamnya.
Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam proses produksi
pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun konsumen.
Dampak penggunaannya dapat berupa positif maupun negatif bagi
masyarakat. Penyimpanan dan penggunaannya akan membahayakan kita
bersama, khususnya generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa.
Dibidang pangan kita membutuhkan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang
akan datang, yaitu pangan yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu,
bergizi, dan lebih mampu bersaing dalam pasar global. Kebijakan keamanan
pangan (food safety) dan pembangunan gizi nasional (food nutrient)
merupakan bagian integral dari kebijakan pangan nasional, termasuk bahan
tambahan pangan.
Saat ini, bahan tambahan pangan sulit kita hindari karena sering terdapat
dalam makanan dan minuman yang kita konsumsi, khususnya makanan
olahan. Apalagi penggunaan bahan tambahan makanan yang melebihi batas
maksimum penggunaan dan bahan tambahan kimia yang dilarang (berbahaya)
yang kerap menjadi isu hangat dimasyarakat. Sama halnya seperti Borak,
1

bahan tambahan pangan Formalin merupakan salah satu bahan yang dilarang
digunakan dalam makanan, namun keberadaannya disekitar kita sudah tidak
dapat dihindari karena begitu bayaknya produsen yang sengaja menggunakan
formalin dalam mengolah produksi pangannya guna tujuan tertentu.
Masyarakat dan industri perlu memperhatikan bahan tambahan pangan
dalam hubungannya dengan kemungkinan pemalsuan terhadap komponen
yang berkualitas rendah dan kemungkinan bahaya yang ditimbulkan oleh
komponen beracun dalam bahan pangan. Problema aditif pangan hendaknya
dilihat hanya sebagai satu aspek saja dari problema yang lebih umum
terhadap bahan kimia toksis dan keamanan pangan. Nama formalin yang
sering kita dengar dan kini menghebohkan masyarakat adalah suatu larutan
yang tidak berwarna, berbau tajam, yang biasanya digunakan sebagai
pengawet. Penggunaan formalin yang salah merupakan hal yang sangat
disesalkan. Melalui sejumlah survei dan pemeriksaan laboratorium,
ditemukan sejumlah produk pangan yang memanfaatkan formalin sebagai
pengawet. Praktek yang salah semacam itu dilakukan oleh produsen atau
pengelola pangan yang tidak bertanggung jawab. Beberapa contoh produk
pangan yang sering mengandung formalin diantaranya yaitu : ikan segar, ikan
asin, ayam potong, mie basah dan tahu yang beredar dipasaran sekitar kita.
Formalin memiliki berbagai nama lain yang banyak tidak diketahui oleh
masyarakat sehingga mempersulit masyarakat untuk mengetahui makanan
tersebut mengandung formalin atau tidak. Oleh karena itu, dilaksanakan
praktikum identifikasi formalin pada makanan khususnya (tahu) yang banyak
beredar disekitar kita agar kita mengetahui ada tidaknya formalin dalam
makanan tersebut serta mengetahui ciri-ciri berbagai makanan lain yang
mengandung formalin sehingga dapat mengurangi masalah yang ada beserta
dampak yang ditimbulkannya.
B. Tujuan
Mengetahui ada tidaknya kandungan Formalin pada Tahu yang di uji.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Formalin
Formalin adalah larutan formaldehid dalam air dengan kadar 37% yang
biasa di gunakan untuk mengawetkan sampel biologi atau mengawetkan
mayat. Formalin merupakan bahan kimia yang disalahgunakan pada
pengawetan tahu, mie basah, dan bakso. Formaldehid (HCOH) merupakan
suatu bahan kimia dengan berat molekul 30,03 yang pada suhu kamar dan
tekanan atmosfer berbentuk gas tidak berwarna, berbau pedas (menusuk) dan
sangat reaktif (mudah terbakar). Bahan ini larut dalam air dan sangat mudah
larut dalam etanol dan eter (Djoko, 2006).
Formalin merupakan bahan kimia yang biasa dipakai untuk membasmi
bakteriatau berfungsi sebagai desinfektan. Zat ini termasuk dalam
golongankelompok desinfektan kuat, dapat membasmi berbagai jenis bakteri
pembusuk, penyakit, cendawan atau kapang, disamping itu juga dapat
mengeraskan jaringan tubuh. Setiap hari kita menghirup formalin dari
lingkungan sekitar. Skala kecil, formaldehida sebutan lain untuk formalin
secara alamiada di alam. Contoh gas penyebab bau kentut atau telur busuk.
Formalin di udara terbentuk dari pembakaran gas metana dan oksigen yang
ada di atmosfer, dengan bantuan sinar matahari. Formalin mudah larut dalam
air sampai kadar 55 %, sangat reaktif dalam suasana alkalis, serta bersifat
sebagai zat pereduksi yang kuat, mudah menguap karena titik didihnya
rendah yaitu -210C (Winarno, 2004).
Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna dengan bau
menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan dan rasa
membakar. Bobot tiap mililiter adalah 1,08 gram. Dapat bercampur dengan
air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dengan kloroform dan eter (Norman
and Waddington, 1983). Didalam formalin mengandung sekitar 37%
formaldehid dalam air, biasanya ditambah methanol hingga 15% sebagai
pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan
banyak digunakan dalam industri. Nama lain dari formalin adalah Formol,
Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid, Oxomethane, Polyoxymethylene
glycols, Methanal, Formoform, Superlysoform, Formaldehyde, dan Formalith
(Astawan, Made, 2006). Berat Molekul Formalin adalah 30,03 dengan Rumus
3

Molekul HCOH. Karena kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan


distribusinya ke dalam sel tubuh. Gugus karbonil yang dimilikinya sangat
aktif, dapat bereaksi dengan gugus NH2 dari protein yang ada pada tubuh
membentuk senyawa yang mengendap (Harmita, 2006).
Formaldehid (formalin) adalah larutan tidak berwarna, reaktif, dan dapat
membentuk polimer pada suhu normal pada saat berwujud gas. Kalor
pembakaran untuk gas formalin 4,47 Kcal / gram. Daya bakar dilaporkan
pada rentang volume 12,5 80 % di udara. Campuran 65 70 % formaldehid
di dalam udara sangat mudah terbakar. Formaldehid dapat terdekomposisi
menjadi metanol dan karbonmonoksida pada suhu 150oC dan pada suhu
300C jika dekomposisi tidak menggunakan katalis. Pada tekanan atmosfer
formaldehid mudah mengalami fotooksidasi menjadi karbondioksida (WAAC
Newsletter, 2007). Larutan formaldehid atau larutan formalin mempunyai
nama dagang formalin, formol atau mikrobisida dengan rumus molekul
CH2O mengandung 37 % gas formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan
10 15% metanol untuk menghindari polimerisasi. Larutan ini sangat kuat
dan dikenal dengan larutan formalin 40% yang mengandung 40 gram
formaldehid dalam 100 ml pelarut (Cahyadi, 2006).
Peraturan Menteri Kesehatan sudah menyatakan bahwa formalin
merupakan bahan tambahan makanan terlarang, ternyata pada kenyataannya
masih banyak para pedagang/ produsen makanan yang nakal tetap
menggunakan zat berbahaya ini. Formalin digunakan sebagai pengawet
makanan, selain itu zat ini juga bisa meningkatkan tekstur kekenyalan produk
pangan sehingga tampilannya lebih menarik walaupun kadang bau khas
makanan itu sendiri menjadi berubah karena formalin. Makanan yang rawan
dicampur bahan berbahaya ini biasanya seperti bahan makanan basah seperti
ikan, mie, tahu hingga jajanan anak di sekolah (Afrianto, 2008).
Adanya formalin atau tidak dalam makanan bisa dengan tes kalium
permanganate. Uji ini cukup sederhana, dengan melarutkan serbuk kalium
permanganate di air hingga berwarna pink (merah jambu) Perubahan warna
pada larutan dari warna merah jambu pudar, maka menunjukan sampel
tersebut mengandung formalin (Wardani, 2006).
4

Uji kualitatif formalin dalam makanan dapat dilakukan dengan KMnO4,


sedangkan analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan spektrofotometri
meggunakan larutan Nash (Williams,1984), 2,4- dinitrofenilhidrazin (Hadi,
2003) dan alkanon dalam media garam asetat (Supriyanto, 2008). Hadi (2003)
melaporkan bahwa analisis formalin menggunakan 2,4- dinitrofenilhidrazin
dalam tahu diperoleh nilai rekoveri 85,3 + 3,92 % dan dalam bakso 43,91 +
3,73%, dengan batas deteksi 11,43 pg/mL, sedangkan dengan alkanon dalam
media garam asetat menggunakan spektrofotometer dapat meng-analisis
kadar formalin sampai 3 ppm (Supriyanto, 2008). Selain itu formalin dapat
juga dianalisa dengan asam kromotropat yang dilarutkan dalam asam sulfat
(BPPOM, 2000).
B. Karakteristik Formalin
Formalin atau Senyawa kimia formaldehida (juga disebut metanal),
merupakan aldehida berbentuknya gas dengan rumus kimia H2CO.
Formaldehida awalnya disintesis oleh kimiawan Rusia Aleksander Butlerov
tahun 1859, tapi diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1867. Formaldehida bisa
dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung karbon. Terkandung
dalam asap pada kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap tembakau. Dalam
atmosfer bumi, formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan
oksigen terhadap metana dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer.
Formaldehida dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai metabolit
kebanyakan organisme, termasuk manusia (Reuss 2005).
Meskipun dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas,
tetapi bisa larut dalam air (biasanya dijual dalam kadar larutan 37%
menggunakan merk dagang formalin atau formol ). Dalam air,
formaldehida mengalami polimerisasi dan sedikit sekali yang ada dalam
bentuk monomer H2CO. Umumnya, larutan ini mengandung beberapa persen
metanol untuk membatasi polimerisasinya. Formalin adalah larutan
formaldehida dalam air, dengan kadar antara 10%-40%. Meskipun
formaldehida menampilkan sifat kimiawi seperti pada umumnya aldehida,
senyawa ini lebih reaktif daripada aldehida lainnya. Formaldehida merupakan
5

elektrofil, bisa dipakai dalam reaksi substitusi aromatik elektrofilik dan


sanyawa aromatik serta bisa mengalami reaksi adisi elektrofilik dan alkena.
Dalam keberadaan katalis basa, formaldehida bisa mengalami reaksi
Cannizzaro, menghasilkan asam format dan metanol. Formaldehida bisa
membentuk trimer siklik, 1,3,5-trioksana atau polimer linier polioksimetilena.
Formasi zat ini menjadikan sifat-sifat gas formaldehida berbeda dari sifat gas
ideal, terutama pada tekanan tinggi atau udara dingin. Formaldehida bisa
dioksidasi oleh oksigen atmosfer menjadi asam format, karena itu larutan
formaldehida harus ditutup serta diisolasi supaya tidak kemasukan udara
(Reuss 2005).
C. Fungsi Formalin
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari,
apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan
manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam
berbagai jenis keperluan industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan
pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya. Formalin di
dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin
dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk
urea, bahan pembuat produk parfum, pengawet bahan kosmetika, pengeras
kuku. Formalin boleh juga dipakai sebagai bahan pencegah korosi untuk
sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan
perekat untuk produk kayu lapis (polywood). Formalin dalam kosentrasi yang
sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang
konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut,
perawat sepatu, shampo mobil, lilin dan karpet. Produsen sering kali tidak
tahu kalau penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan tidaklah
tepat karena bisa menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi konsumen
yang

memakannya. Beberapa

penelitian

terhadap

tikus

dan

anjing

menunjukkan bahwa pemberian formalin dalam dosis tertentu pada jangka


panjang bisa mengakibatkan kanker saluran cerna. Penelitian lainnya
menyebutkan peningkatan risiko kanker faring (tenggorokan), sinus dan

cavum nasal (hidung) pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui
hirupan (Yuliarti, 2007).
Mekanisme formalin sebagai pengawet adalah jika formaldehid bereaksi
dengan protein sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antara protein yang
berdekatan. Akibat dari reaksi tersebut protein mengeras dan tidak dapat larut
(Herdiantini, 2003). Sifat penetrasi formalin cukup baik, tetapi gerakan
penetrasinya lambat sehingga walaupun formaldehid dapat digunakan untuk
mengawetkan sel-sel tetapi tidak dapat melindungi secara sempurna, kecuali
jika diberikan dalam waktu lama sehingga jaringan menjadi keras
(Herdiantini, 2003).
D. Karakteristik Sampel
1. Tahu
Tahu merupakan hasil olahan dari bahan dasar kacang kedelai
melalui proses pengendapan dan penggumpalan oleh bahan penggumpal.
Tahu ikut berperan dalam pola makan sehari-hari sebagai lauk pauk
maupun sebagai makanan ringan. Kacang kedelai sebagai bahan dasar
tahu mempunyai kandungan protein sekitar 30-45%. Dibandingkan
dengan kandungan protein bahan pangan lain seperti daging (19%), ikan
(20%) dan telur (13%), ternyata kedelai merupakan bahan pangan yang
mengandung protein tertinggi. Penggunaan CaSO4 merupakan cara
penggumpalan tradisional yang dapat menghasilkan tahu yang bermutu
baik (Tim Pengajar Pendidikan Industri Tahu, 1981).
Tahu termasuk bahan makanan yang berkadar air tinggi. Besarnya
kadar air dipengaruhi oleh bahan penggumpal yang dipakai pada saat
pembuatan tahu. Bahan penggumpal asam menghasilkan tahu dengan
kadar air lebih tinggi dibanding garam kalsium. Bila dibandingkan
dengan kandungan airnya, jumlah protein tahu tidak terlalu tinggi, hal ini
disebabkan oleh kadar airnya yang sangat tinggi. Makanan-makanan
yang berkadar air tinggi umumnya kandungan protein agak rendah.
Selain air, protein juga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan

mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan bahan mempunyai daya


awet rendah (Hamid, 2012).
Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu akan
menggumpal bila bereaksi dengan batu tahu. Penggumpalan protein oleh
batu tahu akan berlangsung secara cepat dan serentak di seluruh bagian
cairan sari kedelai, sehingga sebagian besar air yang semula tercampur
dalam sari kedelai akan terperangkap di dalamnya. Pengeluaran air yang
terperangkap tersebut dapat dilakukan dengan memberikan tekanan.
Semakin besar tekanan yang diberikan, semakin banyak air dapat
dikeluarkan dari gumpalan protein. Gumpalan protein itulah yang
kemudian disebut sebagai tahu (Bayuputra, 2011).
Kandungan air di dalam tahu ternyata bukan merupakan hal yang
merugikan. Oleh beberapa pengusaha, hal tersebut justru dimanfaatkan
untuk memproduksi tahu dengan tingkat kekerasan yang rendah (tahu
gembur). Dalam proses pembuatan tahu gembur, air yang dikeluarkan
hanya sebagian kecil, selebihnya dibiarkan tetap berada di dalam tahu.
Dengan demikian, akan dihasilkan tahu yang berukuran besar namun
gembur (Bayuputra, 2011).
Tabel 1. Kandungan gizi tahu
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Unsur gizi
Energi (kal)
Protein (g)
Mineral (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Zat besi (mg)
Vitamin A (mcg)
Vitamin B (mg)
Air

Sumber : (Bayuputra, 2011)

BAB III
8

Kadar/100 g bahan tahu


79
7,8
2,2
124
63
0,8
0
0.06
12,5

METODE
A.

Alat
1. Pipet tetes
2. Spet
3. Rak tabung reaksi
4. Tabung reaksi
5. Gelas ukur
6. Pengaduk

B. Bahan
1. Tahu
2. Pereaksi 1
3. Pereaksi 2
4. Aquades
C. Cara Kerja (Diagram alir)

Ambil sampel 1ml yang telah di rendam 60 menit dalam aquades


Tambahkan 5 tetes pereaksi 1 (segera tutup)

Tambah 1 mg pereaksi 2 (ujung spet)

Segera kocok

Amati perubahan warna (ungu kebiruan)

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasarkan hasil yang di dapat dari praktikum yang telah dilakukan,
yaitu pemeriksaan formalin dengan metode Uji Kualitatif menggunakan
Formaldehyde Test Kit pada sampel makanan tahu menunjukkan hasil
negatif. Artinya, tidak ada perubahan warna pada lapisan cairan atas sampel
yang diperiksa. Tidak terlihat adanya warna ungu kebiruan pada lapisan atas
cairan sampel, setelah sampel ditambahkan pereaksi I dan pereaksi II,
dikocok kemudian di diamkan selama 5 menit.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dengan menggunakan
sampel yaitu tahu, menunjukkan bahwa sampel tersebut negatif mengandung
formalin. Hal ini ditandai dengan tidak adanya perubahan warna (ungu
kebiruan) pada lapisan atas cairan sampel. Hasil negatif juga bisa disebabkan
karena tidak adanya kandungan formalin pada makanan yang diteliti, bisa
juga karena uji laboratoriumnya yang dilakukan dengan metode yang
sederhana, sehingga tidak bisa mendeteksi kadar formalin yang terlalu tinggi
ataupun yang terlalu rendah, dan juga hanya bisa mendeteksi hasil positif atau
negatif tidak bisa mengetahui seberapa besar kadar formalin yang terkandung
dalam makanan yang diuji.
Dari penilitian yang dilakukan oleh Grace Puspasari dan Kartika
Hadijanto (2014) dalam penelitiannya yaitu Uji Kualitatif Formalin dalam
Tahu Kuning di Pasar X Kota Bandung Tahun 2014 menyatakan bahwa
dari 14 (empat belas) sampel yang diperiksa, tidak ada sampel yang
mengandung formalin. Cara yang digunakan adalah dengan menggunakan
reaksi dengan asam kromatropat, jika hasil positif akan didapatkan kompleks
sampel berwarna ungu. Seluruh sampel tahu yang diambil jika dilihat secara
fisik memiliki warna kuning yang segar, memiliki aroma kedelai yang khas,
dan saat ditekan terasa kenyal namun jika ditekan sedikit keras permukaan
tahu mudah pecah atau hancur.

10

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil praktikum pemeriksaan formalin


diantaranya :
1. Sampel
Sampel tahu yang dijual oleh pedagang langsung habis terjual
2.

sehingga pedagang tidak perlu menambahkan formalin pada usus ayam.


Cara pengambilan sampel
Sampel yang diambil langsung segera di bawa ke laboratorium

3.

untuk direndam ke dalam aquades sehingga tidak terkena cemaran.


Sikap praktikan saat praktikum
Saat melakukan praktikum, seperti penambahan pereaksi harus
dilakukan dengan benar sesuai dengan prosedur sehingga dapat diperoleh
hasil yang diinginkan.

BAB V
PENUTUP
A. Simpulan

11

Tahu yang telah di uji kadar Formalinnya dengan metode Uji Kualitatif
menggunakan Formaldehyde Test Kit menunjukkan bahwa hasilnya adalah
negatif mengandung formalin atau tidak terdapat kandungan Formalin pada
tahu yang telah d uji.
B. Saran
Saran dari kelompok kami sebaiknya untuk alat dan bahan praktikum
diperbanyak pada masing-masing kelompok agar semua praktikan dapat
mempraktekan setiap tahapan-tahapannya.

DAFTAR PUSTAKA

12

Afrianto, Edi. 2008. Pengawasan Mutu Produk/Bahan Pangan 1.Direktorat P


embinaanSekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Departemen Pendidikan Nasional
Arisworo, Djoko. 2006. Ipa Terpadu. Grafindo Media Pratama
BPPOM, 2000, Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional No.3/Makanan dan
Minuman, Balai Pusat Penelitian Obat dan Makanan, Jakarta
Https://www.academia.edu/7993921/LAPORAN_PRAKTIKUM_formalin_1
Puspasari,Grace,Kartika Hadijanto.2014. Uji Kualitatif Formalin dalam
Tahu Kuning di Pasar X Kota Bandung Tahun 2014.Bandung
Wardani.2006. http://groups.yahoo.com/group/beritabumi/message/525.
Winarno, FG. 2004. Keamanan Pangan 2. M Brio Press. Bogor
Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya di balik Lezatnya makanan. Yogyakarta

LAMPIRAN

13

Gambar 3.1. Sampel tahu

Gambar 3.2. Sampel tahu direndam


dalam aquades

Gambar 3.3. Masukan 1 ml air rendama


tahu ke dalam tabung reaksi

14

Gambar 3.4. Pereaksi I

Gambar Gambar
3.6. Tidak
ada
perubahan
3.5.
Pereaksi
II warna
setelah ditetesi pereaksi I dan Pereaksi II

15

Anda mungkin juga menyukai