Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi adalah suatu ilmu yang mempelajari cara mencampur bahan
dengan bahan lain dan atau dengan pelarut, meracik, memformulasi suatu sediaan
farmasi (baik berupa sediaan padat, sediaan cair, sediaan semi padat maupun
sediaan steril), melakukan pengujian pada bahan dasar obat dan pengujian akhir
sediaan secara in vitro dan in vivo, mengidentifikasi, menganalisis, serta
menstandarkan obat dan pengobatan juga sifat-sifat obat beserta pendistribusian
dan penggunaannya secara aman. Salah satu cabang ilmu farmasi, yaitu kimia
farmasi.
Kimia farmasi merupakan salah satu ilmu yang tujuannya untuk
mengetahui sifat-sifat fisika dan kimia dari bahan obat-obatan.Kimia farmasi atau
kimia dalam dunia farmasi memiliki banyak pengaruh dan cabang ilmu
diantaranya kimia dasar, kimia analisis, kimia organik, kimia fisik dan lain-lain.
Kimia farmasi juga berkaitan erat dengan bahan pangan makanan dan proses
bahan makanan.
Formalin adalah larutan Formaldehid (30-40%) dalam air dan merupakan
anggota paling sederhana dan kelompok aldehid dengan rumus kimia CH 2O.
Formalin merupakan antiseptik untuk membunuh bakteri dan kapang, dalam
konsentrasi rendah 2%-8%, terutama digunakan untuk menyucihamakan peralatan
kedokteran, atau untuk mengawetkan mayat dan spesimen biologi lainnya.
Formalin sebagai antibacterial agent dapat memperlambat aktivitas bakteri. Dalam
makanan yang mengandung banyak protein, maka formalin bereaksi dengan
protein dalam makanan tersebut dan membuat makanan awet. Tapi ketika masuk
ke dalam tubuh, maka dia bersifat mutagenik dan karsinogenik yang dapat
merusak organ tubuh (Efendi, 2012).
Formalin dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh
manusia jika masuk ke tubuh melebihi ambang batas tersebut. Akibat yang
ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat dan jangka panjang
melalui hirupan, kontak langsung, atau tertelan (Cahyadi, 2012).

1
Kegunaan formalin lainnya adalah obat pembasmi hama untuk membunuh
virus, bakteri, jamur, dan benalu yang efektif pada konsentrasi tinggi, bahan
peledak dan sebagainya.
Kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi
lambung, alergi, bersifat karsinogenik atau menyebabkan kanker dan bersifat
mutagen atau menyebabkan perubahan fungsi sel atau jaringan), serta orang yang
mengkomsumsi akan merasan efek samping dari formalin yaitu muntah, diare
bercampur darah, kencing darah dan kematianyang disebabkan adanya kegagalan
peredaran darah. Formalin bila menguap diudara berupa gas tidak berwarna,
dengan bau yang tajam menyesakan sehingga merangsang hidung, tenggorokan
dan mata.
Faktor utama penyebab penggunaan formalin pada makanan adalah tingkat
pengetahuan konsumen yang rendah mengenai bahan pengawet, daya awet
makanan yang dihasilkan lebih bagus, harga murah, tanpa peduli bahaya yang
dapat ditimbulkan. Hal tersebut ditunjang oleh perilaku konsumen yang
cenderung membeli makanan dengan harga murah tanpa mengindahkan
kualitas.Sulitnya membedakan makanan biasa dengan makanan dengan
penambahan formalin, juga menjadi salah satu pendorong perilaku konsumen
tersebut.
Deteksi formalin secara akurat hanya dapat dilakukan dilaboratorium
dengan menggunakan bahan-bahan kimia, yaitu uji formalin.
1.2 Tujuan Percobaan
1. Mahasiswa dapat mengetahui perbedaan dari makanan yang menggunakan
formalin dengan makanan yang tidak menggunakan formalin.
2. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara identifikasi formalin yang
terkandung pada makanan.
1.3 Manfaat Percobaan
1. Agar mahasiswa dapat membedakan makanan yang tidak mengandung
formalin dengan makanan yang mengandung formalin.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara identifikasi formalin yang
terkandung pada makanan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar teori
2.1.1 Pengertian formalin
Formalin adalah larutan Formaldehid (30-40%) dalam air dan merupakan
anggota paling sederhana dan kelompok aldehid dengan rumus kimia CH 2O.
Formalin merupakan antiseptik untuk membunuh bakteri dan kapang, dalam
konsentrasi rendah 2%-8%, terutama digunakan untuk menyucihamakan peralatan
kedokteran, atau untuk mengawetkan mayat dan spesimen biologi lainnya
(Efendi, 2012).
Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan
manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia
dengan hampir semua zat di dalam sel, menekan fungsi sel dam menyebabkan
kematian sel, sehingga menimbulkan keracunan pada tubuh. Formalin termasuk
dalam daftar bahan tambahan kimia yang dilarang digunakan (Kurniawati dalam
Cahyadi,2012).
Berat Molekul Formalin adalah 30,03 dengan Rumus Molekul HCOH.
Karena kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya ke dalam sel
tubuh. Gugus karbonil yang dimilikinya sangat aktif, dapat bereaksi dengan gugus
–NH2 dari protein yang ada pada tubuh membentuk senyawa yang mengendap
(Harmita, 2006).
2.1.2 Kegunaan formalin
Penggunaan formalin antara lain sebagai pembunuh kuman sehingga
digunakan sebagai pembersih lantai, gudang, pakaian dan kapal, pembasmi lalat
dan serangga lainnya, bahan pembuat sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan
bahan peledak. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan
gelatin dan kertas, bahan pembentuk pupuk berupa urea, bahan pembuatan produk
parfum, bahan pengawet produk kosmetik dan pengeras kuku, pencegah korosi
untuk sumur minyak, bahan untuk isolasi busa, bahan perekat untuk produk kayu
lapis (playwood), dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1 % ) digunakan

3
sebagai pengawet, pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut,
perawat sepatu, shampo mobil, lilin dan karpet (Astawan Made, 2006).
2.1.3 Bahaya Formalin
a. Bahaya utama
Formalin sangat berbahaya bila tertelan dan akibat yang
ditimbulkan dapat berupa bahaya kanker pada manusia.
b. Bahaya jangka pendek (akut)
Apabila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa
terbakar, sakit menelan, mual, muntah, dan diare, kemungkinan terjadi
pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan
darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Selain itu juga dapat
terjadi kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pancreas, sistem susunan
saraf pusat dan ginjal.
c. Bahaya jangka panjang (kronik)
Jika tertelan akan menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan,
muntah-muntah dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan,
penurunan suhu badan dan rasa gatal di dada.
2.1.4 Tindakan Pencegahan dan Pertolongan Pertama Bila Tertelan Formalin
a. Hindari makan, minum dan merokok selama berkerja, serta cuci tangan
sebelum makan.
b. Bila diperlukan segera hubungi dokter atau dibawa ke rumah sakit.
2.1.5 Cara Penyimpanan Formalin
Menurut Astawan, Made (2006) yaitu terdiri dari yaitu :
a. Jangan di simpan di lingkungan bertemperatur di bawah 150C.
b. Tempat penyimpanan harus terbuat dari baja tahan karat, alumunium
murni, polietilen atau polyester yang dilapisi fiberglass.
c. Tempat penyimpanan tidak boleh terbuat dari baja besi, tembaga, nikel
atau campuran seng dengan permukaan yang tidak dilindungi / dilapisi.
d. Jangan menggunakan bahan alumunium bila temperatur lingkungan
berada di atas 600C.

4
2.1.6 Karakteristik formalin
Berat Molekul Formalin adalah 30,03 dengan Rumus Molekul HCOH.
Karena kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya ke dalam sel
tubuh. Gugus karbonil yang dimilikinya sangat aktif, dapat bereaksi dengan gugus
– NH2 dari protein yang ada pada tubuh  membentuk senyawa yang mengendap.
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk.
Larutan formalin mengandung 30-50% gas formaldehid dan ditambahkan metanol
sebanyak 10-15% untuk mencegah terjadinya polimerisasi formaldehid.
Formaldehid merupakan bentuk aldehid yang paling sederhana.Formaldehid
bersifat mudah terbakar, berbau tajam, tidak berwarna, dan mudah dipolimerisasi
pada suhu ruang. Formadehid bersifat larut di dalam air, aseton, benzene, dietil
eter, kloroform, dan etanol (IARC, 1982). Pada suhu 150ºC, formaldehid mudah
terdekomposisi menjadi metanol dan karbonmonoksida. Formaldehid mudah
dioksidasi oleh oksigen di atmosfer membentuk asam format, yang kemudian
diubahmenjadi karbondioksida oleh sinar matahari (WHO, 2002).
2.1.7 Nama lain formalin
Formalin biasanya diperdagangkan di pasaran dengan nama berbeda-
beda antara lain:
a. Formol
b. Morbicid
c. Methanal
d. Formic aldehyde
e. Methyl oxide
f. Oxymethylene
g. Methylene aldehyde
h. Oxomethane
i. Formoform
j. Formalith
k. Karsan
l. Methylene glycol
m. Paraforin

5
n. Polyoxymethylene glycols
o. Superlysoform
p. Tetraoxymethylene
q. Trioxan
2.1.8 Metode – Metode Analisis Formalin
1. Uji kualitatif
a. Dengan Fenilhidrazina
Menimbang seksama 10 gram sampel kemudian memotong kecil-
kecil, dan memasukkan ke dalam labu destilat, menambahkan aquadest
100 ml kedalam labu destilat, mendestilasi dan menampung filtrat
dengan menggunakan labu ukur 50 ml. Mengambil 2-3 tetes hasil
destilat sampel, menambahkan 2 tetes Fenilhidrazina hidroklorida, 1
tetes kalium heksasianoferat (III), dan 5 tetes HCl. Jika terjadi
perubahan warna merah terang (positif formalin) (Dirjen POM, 1979).
b. Dengan asam kromatofat
Mencampurkan 10 gram sampel dengan 50 ml air dengan cara
menggerusnya dalma lumpang. Campuran dipindahkan ke dalam labu
destilat dan diasamkan dengan H3PO4. Labu destilat dihubungkan
dengan pendingin dan didestilasi. Hasil destilasi ditampung.
Larutan pereaksi Asam kromatofat 0,5% dalam H2SO4 60% (asam
1,8 dihidroksinaftalen 3,6 disulfonat) sebanyak 5 ml dimasukkan dlam
tabung reaksi, ditambahkan 1 ml larutan hasil destilasi sambil diaduk.
Tabung reaksi dimasukkan dalam penagas air yang mendidih selam 15
menit dan amati perubahan warna yang terjadi. Adanya HCHO
ditunjukkan dengan adanya warna ungu terang sampai ungu tua (Wisnu
Cahyadi, 2008).
c. Dengan Larutan Schiff
Menimbang 10 gram sampel dan dipotong potong kemudian
dimasukkan kedalam labu destilat, ditambahkan 50 ml air, kemudian
diasamkan dengan 1 ml H3PO4. Labu destilat dihubungkan dengan
pendingin dan didestilasi. Hasil destilasi ditampung labu ukur 50 ml.

6
Diambil 1 ml hasil destilat dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml
H2SO4 1:1 (H2SO4 pekat) lewat dinding, kemudian ditambahkan 1 ml
larutan schiff, jika terbentuk warna ungu maka positif formalin.
2. Uji Kuantitatif
a. Dengan metode Asidialkalimetri
Dipipet 10,0 ml hasil destilat dipindahkan ke erlenmeyer,
kemudian ditambah dengan campuran 25 ml hidrogen peroksida encer
P dan 50 ml natrium hidroksida 0,1 N. Kemudian dipanaskan di atas
penangas air hingga pembuihan berhenti, dan dititrasi dengan asam
klorida 0,1 N menggunakan indikator larutan fenolftalein P. Dilakukan
penetapan blanko, dipipet 50,0 ml NaOH 0,1 N, ditambah 2-3 tetes
indikator fenolftalein, dititrasi dengan HCl 0,1 N. Dimana 1 ml natrium
hidroksida 0,1 N ~ 3,003 mg HCHO (Dirjen POM, 1979).
b. Dengan metode Spektrofotometri
Dibuat larutan baku induk dari konsentrasi 1000 ppm dari formalin
37 %, kemudian diencerkan dalam labu takar 100 ml dengan aquadest
sampai tanda batas, kemudian larutan tersebut dibuat larutan baku
standar. Larutan pereaksi asam kromatofat 5 ml dimasukkan kedalam
tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml larutan standar formalin
sambil diaduk tabung reaksi ditangas selam 15 menit dalam penangas
air yang mendidih, angkat dan didinginkan. Penetapan kadar formalin
sampel, mencampurkan 10 g sampel dengan 50 ml aquadest dengan
cara menggerusnya didalam lumpang. Kemudian didestilat dan
diasamkan dengan H3PO4, ditampung dengan labu ukur 50 ml.
Ditambahkan 5 ml asam kromatofat. Kemudian diukur absorbansi
sampel dan standar dengan panjang gelombang 560 nm dan dihitung
kadar formalinnya (Wisnu Cahyadi, 2008).
Diambil 5,0 ml hasil destilat kemudian ditambahkan ditambahkan
1 ml H2SO4 1:1 (H2SO4 pekat) lewat dinding, kemudian ditambahkan
1,0 ml larutan schift. Dibaca dengan spektrofotometri. Dibuat juga
blanko serta baku seri. Dengan dicari panjang gelombang optimum,

7
lama waktu kestabilan pada spektrofotometer, dan kurva baku standar
formalin.
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979 :65)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, Alkohol
Berat molekul : 46,07 g/mol
Rumus Molekul : C2H6OH
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap,


mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, kloroform dan eter
Khasiat : Sebagai antiseptik
Kegunaan : Kegunaan untuk membersihkan alat.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik terlindungdari  cahaya,
ditempat sejuk, jauh dari nyala api.
2.2.2 Aquadest (Dirjen POM, 1979; Rowe, 2009)
Nama resmi : AQUA DESTILATA
Nama lain : Air suling
Rumus molekul : H2O
Berat molekul : 18,02 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak


mempunyai rasa

8
Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan.
Kegunaan : Pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.2.3 Asam kromatofat (Dirjen POM, 1979)
NamaResmi : Chromatophic Acid
NamaLain : Asam kromatofat
RumusMolekul : C10H8O8S2
BeratMolekul : 320,2g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan berwarna ungu muda sampai dengan


ungu tua
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air danetanol dapat larut
dengan asam sulfat 60% dan 72% dapat
dilakukan dengan melarutkan natrium kromatofat
dan ditambahkan asam sulfat.
Kegunaan : Reagen
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2.2.4 Asam Salisilat (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : ACIDIUM SALICYLUM
Nama lain : Asam Salisilat
Rumus molekul : C7H6O3
Berat molekul : 138,12 g/mol
Rumus struktur :

9
Pemerian : Hablur ringan tak berwarna atau serbuk berwarna
Putih hampir tidak berbau, rasa agak manis dan
tajam
Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4
bagian etanol 95% P, mudah larut dalam kloroform
P dan   dalam eter P. Larutan dalam larutan
amonium asetat P, dinatrium hidrogenfosat P,
kalium sitrat P dan natrium sitrat P.
Kegunaa : Sebagai sampel.
Khasiat : Keratolitikum, anti fungi.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
2.2.5 HCl (Dirjen POM, 1979; hal 53)
Nama Resmi : ACIDUM CHLORIDIUM
Nama Lain : Asam Klorida
Berat molekul : 36,46 g/mol
Rumus Molekul : HCl
Rumus struktur  :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang,


jika diencerkan dengan dua bagian air asap dan bau
akan hilang.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, larut dalam etanol
Penyimpanan : Baik dalam wadah tertutup
2.2.6 Kalium Permanganat ( Dirjen POM, 1979 hal 330)
Nama Resmi : KALII PERMANGANAS
Nama Lain : Kalium permanganat
Berat Molekul : 158,03 g/mol
Rumus Molekul : KMnO4

10
Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur mengkilap unggu tua hampir lebur tidak


Berbau, rasa manis sepat
Kelarutan : Larut dalam beberapa bagian air mudah larut dalam
air mendidih
Penyimpanan : Dalam wada tertutup rapat
Khasiat : Sebagai penitran
2.2.7 Fehling (Dirjen POM, 1995)
Nama resmi : FEHLING
Nama lain : Fehling
Rumus molekul : KnaC4H4O6.4H2O
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan berwarna biru dan tidak berbau


Kelarutan : Larut yang mudah larut dalam air
Kegunaan : Reagen
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

11
BAB III
METODE KERJA
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Kimia Farmasi II dengan percobaan “Analisis Kualitatif
Formalin Pada Makanan” dilaksanakan pada hari Selasa, 23 Maret 2021 pukul
11:00 WITA sampai dengan selesai. Bertempat di Laboratorium Kimia Analisis,
Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu cawan porselin, kain
saring, kertas perkamen, lumpang dan alu, neraca ohaus, penangas, pipet tetes, rak
tabung reaksi, dan tabung reaksi.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu alkohol 70%, aluminium
foil, asam kromatofat, asam salisilat, aquadest, bakso, ikan, kalium permanganat,
larutan HCL, larutan fehling, mie basah, nugget, tahu, dan tisu.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Metode Pemanganat
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat yang akan digunakan dengan alkohol 70%
3. Dihaluskan sampel bakso menggunakan lumping dan alu dan ditetesi air
sedikit demi sedikit.
4. Diperas menggunakan kain saring, dan diambil filtratnya
5. Diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi
6. Ditambahkan larutan KMNO4 0,1 N sebenyak 3 tetes
7. Dikocok sampel dan pereaksi sampai tercampur
8. Dilihat perubahan warna yang terjadi
3.3.2 Metode Asam Kromatofat
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat yang akan digunakan dengan alkohol 70%

12
3. Dihaluskan sampel menggunakan lumpang dan alu dan ditetesi air sedikit
demi sedikit
4. Diperas menggunakan kain saring, dan diambil filtratnya
5. Diambil 1 ml dan ditambahkan 1 mlm asam kromalofat
6. Ditambahkan 3 ml asam kromatofat dan HCl 1 ml
7. Dipanaskan selama 15 menit
8. Dilihat perubahan warna yang terjadi
3.3.3 Metode Asam Siltrat
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat yang akan digunakan dengan alkohol 70%
3. Dihaluskan sampel menggunakan lumpang dan alu dan ditetesi air sedikit
demi sedikit
4. Diperas dengan kain saring, dan diambil filtratnya
5. Diambil 1 ml dan dimasukan ke tabung reaksi
6. Ditambahkan 3 ml HCl dan 0,2 gram asam salisilat
7. Dikocok sampel dan pereaksi sampai tercampur
8. Dilihat perubahan yang terjadi
3.3.4 Metode Fehling
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat yang akan digunakan dengan alkohol 70%
3. Dihaluskan sampel menggunakan lumpang dan alu
4. Diperas dengan kain saring, dan diambil filtratnya
5. Diambil 1 ml dan dimasukan kedalam tabung
6. Ditambahkan 1 ml larutan fehling
7. Dikocok sampel dan pereaksi sampai tercampur
8. Dilihat endapan pada sampel

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Tabel
No Sampel Metode Hasil Keterangan Gambar

Permanganat - Negatif

Asam
+ Positif
Kromatofat
1. Bakso

Asam Sitrat - Negatif

Fehling - Negatif

2. Tahu Permanganat - Negatif

Asam
+ Positif
Kromatofat
Asam Sitrat - Negatif

Fehling - Negatif

Permanganat - Negatif

14
Asam
Kromatofat + Positif

3. Mie
basah
Asam Sitrat - Negatif

Fehling - Negatif

Permanganat - Negatif

Asam
- Negatif
Kromatofat

4. Nugget

Asam Sitrat - Negatif

Fehling - Negatif

Permanganat - Negatif

Asam
Kromatofat - Negatif

15
5. Ikan

Asam Sitrat - Negatif

Fehling - Negatif

4.1.2 Hasil Reaksi


1. CH2O + 2KMNO4 + H2O 3CH2O2 + 2KOH + MnO2
2. CH2O + C10H6O8S2Na2 . 2H2O + H2O C6H5O7 + 3O
3. CH2O + C10H6O8S2Na2 . 2H2O + H2O C6H5O7 + 3O
4. CH2O + C6H8O7 + H2O C6H5O7 + H3O
5. CH2O + 2CuO + H2O C6H5O7 + H3O
4.2 Pembahasan
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk.
Didalam formalin mengandung sekitar 37 % formaldehid dalam air, biasanya
ditambah methanol hingga 15 persen sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai
bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Nama
lain dari formalin adalah Formol, Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid,
Oxomethane, Polyoxymethylene glycols, Methanal, Formoform, Superlysoform,
Formaldehyde, dan Formalith (Arisworo, 2006).
Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara
umum ambang batas aman formalin di dalam tubuh adalah 1 mg/l. Formalin dapat
mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia jika masuk ke
tubuh melebihi ambang batas tersebut. Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat
terjadi dalam waktu singkat dan jangka panjang melalui hirupan, kontak langsung,
atau tertelan (Khoerudin, 2017).
Mekanisme formalin sebagai pengawet adalah jika formaldehid bereaksi
dengan protein sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antara protein yang
berdekatan.Akibat dari reaksi tersebut protein mengeras dan tidak dapat larut
(Herdiantini, 2003). Sifat penetrasi formalin cukup baik, tetapi gerakan
penetrasinya lambat sehingga walaupun formaldehid dapat digunakan untuk

16
mengawetkan sel-sel tetapi tidak dapat melindungi secara sempurna, kecuali jika
diberikan dalam waktu lama sehingga jaringan menjadi keras (Herdiantini, 2003).
Pada percobaan ini akan dilakukan pengujian analisis kualitatif formalin
pada makanan menggunakan beberapa metode yaitu metode permanganat, metode
asam kromatofat, metode asam sitrat, metode fehling. Pertama yang dilakukan
yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, serta dibersih kan alat
dengan menggunakan alkohol 70% yang bertujuan sebagai desinfektan dengan
cara mendenaturasi protein yang dimiliki oleh mikroorganisme (Pratiwi, 2008).
Karena menurut Favera dan Rutala dalam Tietjen, dkk (2004) penggunaan alkohol
70% bertujuan untuk mensterilkan alat sebagaimana dijelaskan bahwa alkohol
dapat digunakan sebagai larutan disinfeksi jika konsentrasinya 60-90% dan tidak
diencerkan atau dilarutkan atau digunakan secara penuh.
Pada metode permanganat kami menggunakan sampel bakso, nugget, ikan,
mie dan tahu. Pada langkah awal sampel digerus hingga halus menggunakan
lumpang dan alu, kemudian sampel disaring menggunakan kain saring untuk di
ambil fitratnya, kemudian sampel di ambil dan ditambahkan KMnO 4 sebanyak 3
tetes dikocok dan diamati perubahan warna. Untuk bakso hasilnya negative (-),
untuk nugget hasilnya negatif (-), untuk ikan hasilnya negatif (-), mie Hasilnya
negative (-) dan untuk tahu hasilnya negatif (-). Hampir atau seluruh sampel yang
menggunakan metode permanganat ini mendapatkan hasil reaksi negatif. Hal ini
karena sampel yang dikatakan negative tidak mengalami perubahan warna
apapun, karena Menurut Kuntum Khaira (2016) bahwa Uji kandungan formalin
pada makananan biasanya dilakukan melalui pemeriksaan di laboratorium dengan
mengunakan zat kimia. Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian formalin
dengan menggunakan zat kimia yaitu kalium permanganat (KMnO 4). Mengenai
validasi uji formalin dengan pereaksi schryver dan kalium permanganat
dilaporkan bahwa kalium permanganat merupakan pereaksi spesifik dari formalin.
Pada metode ini fitrat sampel dicampurkan dengan larutan kalium permanganat
(KMnO4) menghasilkan warna coklat maka dapat dikatakan bahwa sampel ini
negatif (-) mengandung formalin karena tidak berubah menjadi warna bening.
Oleh karena itu kalium permanganat dapat digunakan untuk pengujian formalin

17
pada sampel-sampel yang diduga mengandung formalin. Hal ini ditunjukkan oleh
perubahan warna dari larutan kalium permanganat yang semula berwarna ungu
menjadi tidak berwarna setelah bereaksi dengan sampel (Kuntum Khaira, 2016).
Sedangkan sampel yang kami uji hanya mendapatkan hasil negatif atau warnanya
tidak berubah atau tidak menunjukan reaksi apapun.
Pada tahap kedua kami menggunakan metode asam kromatofat, sampel
yang sama digunakan pada metode sebelmunya yakni sampel bakso, nugget, ikan,
mie dan tahu. Sampel tersebut digerus hingga halus menggunakan lumpang dan
alu, kemudian sampel disaring menggunakan kain saring untuk di ambil fitratnya,
kemudian sampel di ambil 2 ml. Kemudian ditambahkan asam kromatofat
sebanyak 3 tetes dikocok dan diamati perubahan warna. Untuk bakso hasilnya
positif (+), untuk nugget hasilnya positif (+), untuk mie hasilnya positif (+), Untuk
nugget hasilnya negatif (-), untuk ikan hasilnya negatif (-). Hal ini dikarenakan
sampel ikan dan nugget sama sekali tidak terjadi perubahan warna, akan tetapi
untuk bakso, tahu, dan mie mengalami perubahan warna menjadi warna ungu dan
larutan dipanaskan selama 15 menit menggunakan penangas air. Alasan di
panaskan agar formalin yang digunakan sebagai pengawet pada makanan akan
mengalami proses penguraian (Hastuti, 2010). Berdasarkan literatur asam
kromatofat digunakan untuk mengetahui keberadaan formalin di dalam sampel
secara kualitatif dan dipakai untuk mengikat formalin agar terlepas dari bahan
formalin mampu bereaksi dengan asam kromatofat sehingga menghasilkan
senyawa kompleks yang warnanya merah muda hingga ungu, kompleks semakin
berwarna ungu, mengindikasikan kadar formalin yang semakin tinggi. Jika
senyawa produk yang mengandung formalin akan menunjukan adanya perubahan
warna menjadi merah muda hingga ungu (Hastuti, 2010). Sedangkan alasan
penambahan asam klorida encer berdasarkan literatur dari metode penelitian
Cowd, M.A (1991), tambahkan 2 tetes larutan yang mengandung formaldehid ke
dalam tabung reaksi, 3 ml asam kromatofat 0,5% dan ditambahkan 1 ml asam
klorida, kemudian dipanaskan selama 15 menit maka kedua zat tersebut akan
bereaksi larutan menjadi ungu apabila positif mengandung formalin.

18
Pada metode selanjutnya kami menggunakan metode asam sitrat sampel
bakso, nugget, ikan, mie dan tahu. sampel dihaluskan hingga halus, kemudian
disaring menggunakan kain saring, kemudian sampel di ambil 1 ml dan di
tambahkan 3 ml HCl dan 20 mg asam salisilat dikocok dan di amati perubahan
warna merah keunguan. Pada metode ini fitrat sampel dicampurkan dengan Asam
Klorida (HCl) dan asam salisilat (C 7H6O3) menghasilkan warna yang seharusnya
violet akan tetapi beberapa sampel tidak mengalami perubahan warna.
Berdasarkan penelitian kami bakso hasilnya negatif (-), untuk nugget hasilnya
negativ (-), untuk ikan hasilnya negatif (-), Untuk mie hasilnya negatif (-), untuk
tahu hasilnya negatif (-). Pada literatur menyatakan bahwa larutan asam sitrat
pekat akan membentuk warna violet. Reaksi ini terjadi berdasarkan kondensasi
formaldehida dengan sistem aromatik dari asam kromatropat, membentuk
senyawa berwarna (3, 4, 5, 6-dibenzoxanthylium), pewarnaan disebabkan
terbentuknya ion karbenium - oksonium yang stabil karena mesomeri dalam asam
salisilat 60% (Yusthinus, 2017).
Kemudian metode terakhir yaitu kami gunakan metode fehling dengan
menggunakan sampel bakso, nugget, ikan, mie dan tahu, sampel di haluskan
hingga halus, kemudian sampel di saring menggunakan kain saring untuk di ambil
fitratnya, kemudian sampel di ambil 1 ml dan di tambahkan 1 ml larutan fehling,
dipanaskan diamati perubahan warna menjadi merah bata. Alasan di panaskan
agar formalin yang digunakan sebagai pengawet pada makanan akan mengalami
proses penguraian (Hastuti, 2010). Setelah itu mendapatkan hasil reaksi, untuk
bakso hasilnya negatif (-), untuk nugget hasilnya negatif (-), untuk ikan hasilnya
negatif (-), untuk mie hasilnya negatif (-), untuk tahu hasilnya negatif (-). Jadi
berdasarkan penelitian Nia Surya Wijayanti (2016) dengan sampel ikan asin
bahwa perubahan warna yang terjadi, jika apabila warna biru berubah menjadi
warna hijau dan terdapat endapan berwarna merah maka sampel tersebut positif
(+) mengandung formalin. Serta berdasarkan penelitian Wijayanti dan Lukitasari
(2016), ditetesi fehling sebanyak 1 ml, lalu kocok sampai warna berubah menjadi
biru. Memasukkan tabung reaksi yang sudah ditetesi fehling kedalam aquades
yang telah dipanaskan. Mengamati perubahan warna yang terjadi, apabila warna

19
biru berubah menjadi warna hijau dan terdapat endapan berwarna merah maka
sampel ikan asin tersebut positif (+) mengandung formalin. Namun apabila
dibandingkan dengan hasil sama sekali tidak terdapat endapan berwarna merah.
Kemungkinan kesalahan yang terjadi pada praktikum kali ini yaitu
dilakukan oleh praktikan saat melakukan percobaan, yaitu kesalahan pada saat
penggerusan atau penghalusan bahan, praktikan kurang teliti dalam penimbangan
dan pengukuran larutan uji, kesalahan dalam mencampur bahan, serta kurang teliti
dalam menganalisis hasil akhir pada sampel.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Perbedaan pada makanan yang telah tercampur dengan formalin yaitu
terlihat pada nampak makanan itu, sehingga makanan tersebut lebih terlihat

20
memiliki warna yang lebih mengkilap, tidak lengkep, bertekstur keras,dan
kenyal.
2. Dari kelima sampel yang kita gunakan pada saat praktikum, terdapat dua
sampel yang mendapatkan hasil negatif dalam penggunaan formalin yaitu
nugget dan ikan, akan tetapi pada sampel bakso, tahu, dan mie basah kami
mendapatkan hasil yang positif dalam penggunaan formalin dengan menguji
sampel tersebut memakai metode asam kromatofat, dan memenuhi syarat
pada metode tersebut.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Jurusan
Diharapkan agar kiranya dapat membantu saran prasarana yang ada untuk
membantu dalam proses praktikum.
5.2.2 Saran Untuk Laboratorium
Diharapkan agar dapat melengkapi alat maupun bahan yang ada didalam
laboratorium, agar praktikum yang dilakukan lebih efisien.
5.2.3 Saran Untuk Asisten
Diharapkan agar kiranya asisten dapat memperhatikan praktikan yang
tidak aktif pada saat praktikum, dan juga asisten dapat memberikan informasi atau
ilmu-ilmu yang telah didapat kepada praktikan yang belum mengerti.

DAFTAR PUSTAKA
Arisworo, D. Yusa. Dan Sutresna, N. 2006. Ilmu Pengetahuan Alam (Fisika,
Biologi, Kimia). Grafindo Media Pratama. Bandung

Astawan Made. 2006. Mengenal Formalin Dan Bahayanya. Penebar Swadaya


Cipta Pangan. 2006. Formalin bukan formal. Jakarta

21
Cahyadi Wisnu. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Bumi Aksara. Jakarta

Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer. Alih Bahasa: Harry Firman. Penerbit ITB.
Bandung

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1979. Farmakope Indonesia


Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan RI. Jakarta

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1995. Farmakope Indonesia


Edisi Keempat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta

Effendi, S. 2012. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Makanan. CV Alfabeta.


Bandung

Eka Herdiantini. 2003. Analisis Bahan Tambahan Kimia (bahan Pengawet dan
Pewarna) yang Dilarang Dalam Makanan. Universitas Pasundan.
Bandung

Harmita. 2006. Analisis Fitokimia. Universitas Indonesia Press. Depok

Hastuti, S. 2010. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid Pada Ikan Asin
di Madura. Jurnal Agrointek. 4(2):132-137

International Agency for Research on Cancer (IARC). 1982. Some Industrials


Chemicals and Drystuffs. IARC Monograph.

Khaira, K. 2016. Pemeriksaan Formalin pada Tahu yang Beredar di Pasar


Batusangkar Menggunakan Kalium Permanganat (KMnO4) dan Kulit
Buah Naga.[Skripsi].Jurusan Tarbiyah. STAIN Batusangkar

Khoerudin, A. 2017. Kajian Kandungan Formalin Pada Produk Tahu dengan


Metode Kualitatif dan Kuantitatif di Kota Bandung. Fakultas Teknik.
Universitas Pasundan. Bandung

Kurniawati. 2004. Di dalam : Cahyadi W. 2012. Bahan Tambahan Pangan. P :


259. Bumi Aksara. Jakarta.

Male, Yusthinus T.; Lina I. Letsoin dan Netty A. Siahaya. 2017. Analisis
Kandungan Formalin Pada Mie Basah Pada Beberapa Lokasi Di Kota
Ambon. Majalah BIAM 13 (02) Desember (2017) 5-10.

Nia Surya Wijayanti dan Marheny Lukitasan 2016. Analisis Kandungan Formalin
Dan uji organoleptis Ikan Asin Yang Beredar Di Pasar Besar Madiun.
Madiun

22
Pratiwi Sylvia., T., 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Jakarta

Rowe, R.C. et Al. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed. The
Pharmaceutical Press. London.

Tietjen., Linda., dkk., 2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas


Pelayanan Dengan Sumber Daya Terbatas. Penerbit Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

WHO. 2002. Drug Information. Vol 16, No.3. World Health Organization.
Geneva

Wijayanti, N.S. dan Lukitasari, M. 2016. Analisis Kandungan Formalin dan Uji
Organoleptik Ikan Asin yang Beredar di Pasar Besar Madiun. Madiun.
3(1), pp. 59–64.

23

Anda mungkin juga menyukai