Anda di halaman 1dari 5

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tahu adalah makanan yang berbahan dasar kacang kedelai putih yang digiling halus, direbus,
dipisahkan antara ampas dan filtrat, kemudian diberi tambahan asam cuka. Tahu merupakan
salah satu makanan sumber protein yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Kandungan
protein nabati yang tinggi pada tahu dianggap dapat menggantikan protein hewani. Protein
memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan. Dibalik keuntungan
tersebut, tahu belum tentu aman dikonsumsi secara terus-menerus.

Formalin adalah salah satu jenis pengawet yang sering disalah gunakan dan secara hukum
dilarang keras digunakan untuk mengawetkan produk pangan. (1267) Tahu merupakan produk
makanan yang rentan rusak, maka penambahan pengawet seperti formalin terkadang dilakukan
agar tahu menjadi lebih tahan lama (Puspitasari dan Hardijanto, 2014).

Pada umumnya, alasan para produsen menggunakan formalin sebagai bahan pengawet
makanan adalah karena kedua bahan ini mudah digunakan, mudah didapat, dan harganya relatif
murah. Selain itu, formalin merupakan senyawa yang bisa memperbaiki tekstur makanan
sehingga menghasilkan bentuk yang bagus dan menarik konsumen.

emerintah melalui Peraturan Menkes No. 1168/1999 telah melarang penggunaan formalin
sebagai pengawet makanan. Akan tetapi, berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan Balai
Besar Pengawas Obat dan Makanan (POM), masih ditemukan sejumlah produk pangan yang
mengandung formalin. (Penyerapan)

2.1 Tujuan

Tujuan dilakukan pengujian formalin pada produk pangan tahu adalah untuk mendeteksi
kemungkinan penggunaan formalin pada produk pangan tahu tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Formalin merupakan larutan jernih tidak berwarna, berbau tajam, mengandung senyawa
formaldehid (HCO) sekitar 37 persen dalam air. Formalin mempunyai banyak nama atau
sinonim, seperti formol, morbicid, methanal, formic aldehyde, methyl oxide, oxymethylene,
methylaldehyde, oxomethane, formoform, formalith, oxomethane, karsan, methylene glycol,
paraforin, poly-oxymethylene glycols, superlysoform, tetraoxymethylene dan trioxane.7,8
(penyerapan)

Di pasaran formalin dapat diperoleh dalam bentuk sudah diencerkan serta dalam bentuk tablet.
Formalin ini biasanya digunakan sebagai bahan baku industri lem, disinfektan untuk pembersih
lantai, kapal, gudang dan pakaian, germisida dan fungisida pada tanaman sayuran, serta
pembasmi lalat dan serangga lainnya. Larutan dari formaldehida sering dipakai membalsem
atau mematikan bakteri serta mengawetkan bangkai. (IPI)

Formaldehid dalam bentuk murni (100%) tidak tersedia dipasaran karena pada suhu dan
tekanan normal mudah mengalami polimerisasi membentuk padatan (Arifin, 2007). Formalin
biasanya mengandung alkohol (methanol) sebanyak 10-15% yang berfungsi sebagai stabilator
supaya formaldehidnya tidak mengalami polimerasi. Formaldehida mudah larut dalam air,
sangat rekatif dalam susnanan alkalis, serta bersifat sebagai pereduksi yang kuat. Secara alami
formaldehida juga dapat ditemui dalam asap pada proses pengasapan makanan, yang
bercampur dengan fenol, keton, dan resin. Bila menguap di udara, berupa gas tidak bewarna,
dengan bau yang tajam menyengat (Hastuti, 2010; WHO, 2002).

Formaldehid memiliki sifat merusak jaringan sehingga menimbulkan efek toksik lokal dan juga
menimbulkan reaksi alergi. Menurut Fraizier dan Westhoff (1981), penggunaan formalin pada
makanan tidak diijinkan karena efek toksiknya, kecuali kadar yang kecil dalam asap kayu,
walaupun senyawa ini efektif terhadap jamur, bakteri dan virus. Sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1168/Menkes/PER/X/1999 tentang larangan
penggunaan formalin sebagai bahan tambahan pada makanan. (Jurnal 48___)
Penegakan hukum terhadap konsumen dari zat berbahaya pada pangan (makanan) dimana
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan maupun peraturan yang
berkaitan dengan keamanan baik ditingkat produksi maupun ditingkat distribusi. Peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar bagi pengambilan tindakan atau penghukuman atas
perbuatanperbuatan yang menimbulkan kerugian atau bahaya kepada konsumen dalam
berbagai bentuk perundangan-perundangan, yang telah ada seperti :

a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Kesehatan

c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Dalam pandangan ini secara tegas dinyatakan bahwa upaya untuk melakukan perlindungan
konsumen disebabkan adanya tindakan-tindakan atau perbuatan para pelaku usaha dalam
menjalankan aktifitas bisnisnya yang tidak jujur sehingga dapat merugikan konsumen, praktek-
praktek yang dijalankan salah satunya mengunakan bahan kimia sebagai bahan campuran
dalam pengawetan makanan, misalnya formalin, boraks.

Lembaga-lembaga yang bertugas sebagai pengawas sekaligus mengatur tentang bahanbahan


berbahaya yang terkandung dalam produk makanan antara lain :

a. Departemen Perindustrian dan Perdagangan (DEPERINDAG)

b. Departemen Kesehatan (DEPKES) dan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
Pengawasan dan pemeriksaan dibidang pengolahan dan peredaran makanan dan dilaksanakan
oleh Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) (101010jurnal)

METODOLOGI PENGUJIAN

Tahap pengujian menggunakan larutan fenilhidrazin yaitu :


1. Menimbang sampel daging ayam sebanyak 10 gram, dihaluskan dengan mortar dan
ditambahkan dengan aquades 10 ml.

2. Disentrifugasi dilakukan dengan kecepatan 1000 rotasi per menit (rpm) selama 5 menit.

3. Supernatan diambil dan dimasukkan ke tabung reaksi kemudian ditambah 3 tetes larutan
fenilhidrazin 0,5%, ditambah 2 tetes larutan sodium nitroprusid 5%, dan ditambah 3 tetes
larutan NaOH 10%.

4. Jika larutan berwarna hijau-biru dan berubah menjadi warna merahorange, maka sampel
positif dan jika berwarna kuning maka sampel negatif (Oettingen, 1954)

Tahap pengujian menggunakan Quantofiq yaitu :

1. Menimbang sampel daging ayam sebanyak 10 gram, dihaluskan dengan mortar dan
ditambahkan aquades.

2. Sebanyak 5 ml air daging ditambahkan dengan 10 tetes reagen Quantofiq.

3. Tabung digoyangkan agar reagen dan air daging tercampur.

4. Kertas uji dengan ujung kertas terdapat pendeteksi formalin, dimasukkan ketabung tersebut.

5. Warna akan terbentuk pada ujung kertas deteksi setelah 1 menit, setelah itu warna
dicocokkan dengan tabel warna untuk mengetahui kadar formalin pada sampel yang diuji.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Formalin bukanlah bahan tambahan makanan, bahkan formalin tidak boleh ditambahkan pada
makanan. Memang orang yang mengkonsumsi makanan yang berformalin dalam beberapa kali
saja belum merasakan akibatnya. Tapi efek dari bahan pangan makanan berformalin bias
dirasakan setelah beberapa tahun kemudian. Pemakaian formalin pada makanan dapat
mengakibatkan keracunan pada tubuh manusia, yaitu rasa sakit perut yang akan disertai
muntah-muntah, sakit kepala, kejang, tidak sadar hingga koma, selain itu juga dapat terjadinya
kerusakan pada system susunan saraf pusta dan ginjal (Effendi, 2009)

Formalin mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena gugus aldehida yang
bersifat mudah bereaksi dengan protein membentuk senyawa methylene (-NCHOH). Dengan
demikian, ketika makanan berprotein disiram atau direndam larutan formalin, maka gugus
aldehida dari formaldehid akan mengikat unsur protein. Protein yang terikat tersebut tidak
dapat digunakan oleh bakteri pembusuk, sehingga makanan berformalin menjadi awet. Selain
itu, protein dengan struktur senyawa methylene tidak dapat dicerna.

Pada hewan percobaan, formalin dapat menyebabkan timbulnya kanker. Selain itu organ-organ
tubuh hewan juga akan mengalami kerusakan akibat intake formalin. Dosis 30 ml formalin dapat
menyebabkan kematian pada manusia; seseorang mungkin hanya mampu bertahan 48 jam
setelahmengonsumsi formalin dalam dosis fatal. Keracunan formalin menyebabkan radang,
iritasi lambung, muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dan gagalnya
peredaran darah.9,10,11 Formalin sering digunakan sebagai desinfektan, dan bersifat toksik
bagi manusia karena apabila terisap bisa menyebabkan iritasi kepala serta keluar air mata, dan
pusing. Apabila terminum, maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit menelan,
mual, muntah, dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala,
hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma, bisa menyebabkan
kematian. Di dalam tubuh manusia, senyawa formaldehid dikonversi menjadi asam format yang
dapat meningkatkan keasaman darah, tarikan napas menjadi pendek dan sering, hipotermia,
juga koma, atau sampai kepada kematiannya. Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati,
jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan saraf pusat dan ginjal. Di dalam jaringan tubuh,
formalin bisa menyebabkan terikatnya DNA oleh formalin, sehingga mengganggu ekspresi
genetik yang normal.12 (Jurnal Penyerapan)

Anda mungkin juga menyukai