Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akibat kemajuan ilmu teknologi pangan di dunia dewasa ini, maka
semakin banyak jenis bahan makanan yang diproduksi, dijual, dan dikonsumsi
dalam bentuk yang lebih awet dan lebih praktis dibandingkan dengan bentuk
segarnya. Berkembangnya produk pangan awet tersebut hanya mungkin terjadi
karena semakin tingginya kebutuhan masyarakat perkotaan terhadap berbagai
jenis makanan yang praktis dan awet.
Namun juga seiring

dengan semakin pesatnya teknologi pengolahan

pangan, penambahan bahan-bahan aditif pada produk pangan sulit untuk


dihindari. Akibatnya keamanan pangan telah menjadi dasar pemilihan suatu
produk pangan yang akan dikonsumsi. Keamanan pangan merupakan hal yang
sedang banyak dipelajari, karena manusia semakin sadar akan pentingnya sumber
makanan dan kandungan yang ada di dalam makanannya. Hal ini terjadi karena
adanya kemajuan ilmu pengetahuan serta kemajuan teknologi, sehingga
diperlukan suatu cara untuk mengawasi keamanan pangan.
Dalam proses keamanan pangan, dikenal pula usaha untuk menjaga daya
tahan suatu bahan sehingga banyaklah muncul bahan-bahan pengawet yang
bertujuan untuk memperpanjang masa simpan suatu bahan pangan. Namun dalam
praktiknya di masyarakat, masih banyak yang belum memahami perbedaan
penggunaan bahan pengawet untuk bahan-bahan pangan dan non pangan.
Formalin merupakan salah satu pengawet non pangan yang sekarang banyak
digunakan untuk mengawetkan makanan (Widyaningsih, 2006).
Formalin adalah nama dagang dari campuran formaldehid, metanol dan
air. Formalin yang beredar di pasaran mempunyai kadar formaldehid yang
bervariasi, antara 20% - 40%. Formalin memiliki kemampuan yang sangat baik
ketika mengawetkan makanan, namun walau daya awetnya sangat luar biasa,

formalin dilarang digunakan pada makanan karena berbahaya untuk kesehatan


manusia. Bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan formalin bermacammacam, misal mual, muntah, bahakan dapat menyebabkan kanker. Hal ini
disebabkan oleh bahaya residu yang ditinggalkannya bersifat karsinogenik bagi
tubuh manusia (Poma, 2013).
Berdasarkan hal hal yang telah diuraikan tersebut maka pada praktikum
ini dilakukan uji kualitatif formalin pada bahan pangan yang sering dikonsumsi
masyarakat.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai
berikut.
1. Untuk mengetahui uji kualitatif formalin pada bahan pangan.
2. Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan formalin pada produk pangan
yang ada dipasaran.

BAB II
TINAJUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Formalin
Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna dengan bau
menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan dan rasa
membakar. Bobot tiap mililiter adalah 1,08 gram. Dapat bercampur dengan air dan
alkohol, tetapi tidak bercampur dengan kloroform dan eter (Norman and
Waddington, 1983). Didalam formalin mengandung sekitar 37% formaldehid
dalam air, biasanya ditambah methanol hingga 15% sebagai pengawet. Formalin
dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan
dalam industri. Nama lain dari formalin adalah Formol, Methylene aldehyde,
Paraforin,

Morbicid,

Oxomethane,

Polyoxymethylene

glycols,

Methanal,

Formoform, Superlysoform, Formaldehyde, dan Formalith (Astawan, Made,


2006). Berat Molekul Formalin adalah 30,03 dengan Rumus Molekul HCOH.
Karena kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya ke dalam sel
tubuh. Gugus karbonil yang dimilikinya sangat aktif, dapat bereaksi dengan gugus
NH2 dari protein yang ada pada tubuh membentuk senyawa yang mengendap
(Harmita, 2006).
Formaldehid (formalin) adalah larutan tidak berwarna, reaktif, dan dapat
membentuk polimer pada suhu normal pada saat berwujud gas. Kalor pembakaran
untuk gas formalin 4,47 Kcal / gram. Daya bakar dilaporkan pada rentang volume
12,5 80 % di udara. Campuran 65 70 % formaldehid di dalam udara sangat
mudah terbakar. Formaldehid dapat terdekomposisi menjadi metanol dan
karbonmonooksida pada suhu 150oC dan pada suhu 300C jika dekomposisi tidak
menggunakan katalis. Pada tekanan atmosfer formaldehid mudah mengalami
fotooksidasi menjadi karbondioksida (WAAC Newsletter, 2007).
Larutan formaldehid atau larutan formalin mempunyai nama dagang
formalin, formol atau mikrobisida dengan rumus molekul CH2O mengandung 37
% gas formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan 10 15% metanol untuk
menghindari polimerisasi. Larutan ini sangat kuat dan dikenal dengan larutan

formalin 40% yang mengandung 40 gram formaldehid dalam 100 ml pelarut


(Cahyadi, 2006).
2.2 Karakteristik Formalin
Formalin atau Senyawa kimia formaldehida (juga disebut metanal),
merupakan aldehida berbentuknya gas dengan rumus kimia H2CO. Formaldehida
awalnya disintesis oleh kimiawan Rusia Aleksandr Butlerov tahun 1859, tapi
diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1867. Formaldehida bisa dihasilkan dari
pembakaran bahan yang mengandung karbon. Terkandung dalam asap pada
kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap tembakau. Dalam atmosfer bumi,
formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan oksigen terhadap metana
dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formaldehida dalam kadar kecil sekali
juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk manusia
(Reuss 2005).
Meskipun dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas, tetapi
bisa larut dalam air (biasanya dijual dalam kadar larutan 37% menggunakan merk
dagang formalin atau formol ). Dalam air, formaldehida mengalami
polimerisasi dan sedikit sekali yang ada dalam bentuk monomer H 2CO.
Umumnya, larutan ini mengandung beberapa persen metanol untuk membatasi
polimerisasinya. Formalin adalah larutan formaldehida dalam air, dengan kadar
antara 10%-40%. Meskipun formaldehida menampilkan sifat kimiawi seperti pada
umumnya aldehida, senyawa ini lebih reaktif daripada aldehida lainnya.
Formaldehida merupakan elektrofil, bisa dipakai dalam reaksi substitusi aromatik
elektrofilik dan sanyawa aromatik serta bisa mengalami reaksi adisi elektrofilik
dan alkena. Dalam keberadaan katalis basa, formaldehida bisa mengalami reaksi
Cannizzaro, menghasilkan asam format dan metanol. Formaldehida bisa
membentuk trimer siklik, 1,3,5-trioksana atau polimer linier polioksimetilena.
Formasi zat ini menjadikan sifat-sifat gas formaldehida berbeda dari sifat gas
ideal, terutama pada tekanan tinggi atau udara dingin. Formaldehida bisa
dioksidasi oleh oksigen atmosfer menjadi asam format, karena itu larutan
formaldehida harus ditutup serta diisolasi supaya tidak kemasukan udara (Reuss
2005).

2.3 Fungsi Formalin


Oleh karena harganya yang terjangkau, formalin banyak digunakan dalam
berbagai jenis industri seperti pembuatan perabot dan juga digunakan sebagai
bahan campuran dalam pembuatan bangunan. Selain itu, formalin juga digunakan
sebagai bahan pengawet mayat dan agen fiksasi di laboratorium. Bahan pengawet
ini, menurut Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI, Dr. Leonardus Broto Kardono
(2006).
Penggunaan formalin diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Pembunuh kuman sehingga digunakan sebagai pembersih lantai, gudang,
pakaian dan kapal.
b. Pembasmi lalat dan serangga.
c. Bahan pembuat sutra bahan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak.
d. Dalam dunia fotografi digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan
e.
f.
g.
h.
i.

kertas.
Bahan pembentuk pupuk berupa urea.
Bahan pembuatan produk parfum.
Pencegah korosi untuk sumur minyak.
Bahan untuk isolasi busa.
Bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood)

(Oke, 2008).
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya,
misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis
keperluan industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi
lalat maupun berbagai serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya
digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering
digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuat produk parfum,
pengawet bahan kosmetika, pengeras kuku. Formalin boleh juga dipakai sebagai
bahan pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin
digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (polywood). Dalam
kosentrasi yang sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai
barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring,
pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet (Yuliarti, 2007).

Larutan formaldehid adalah disinfektan yang efektif melawan bakteri


vegetatif, jamur atau virus tetapi kurang efektif melawan spora bakteri.
Formaldehid bereaksi dengan protein dan hal tersebut mengurangi aktivitas
mikroorganisme. Efek sporosidnya meningkat, yang meningkat tajam dengan
adanya kenaikan suhu. Larutan 0,5 % formaldehid dalam waktu 6 12 jam dapat
membunuh bakteri dan dalam waktu 2 4 hari dapat membunuh spora, sedangkan
larutan 8% dapat membunuh spora dalam waktu 18 jam. Formaldehid memiliki
daya antimicrobial yang luas yaitu terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia
coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aerogenosa, Pseudomonas florescens,
Candida albicans, Aspergillus niger, atau Penicillium notatum. Mekanisme
formaldehid sebagai pengawet diduga bergabung dengan asam amino bebas dari
protoplasma sel atau mengkoagulasikan protein (Cahyadi, 2006).
Formaldehid membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri
dehidrasi (kekurangan air) sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk
lapisan baru di permukaan. Artinya formalin tidak saja membunuh bakteri, tetapi
juga membentuk lapisan baru yang melindungi lapisan di bawahnya supaya tahan
terhadap serangan bakteri lain. Bila desinfektan lainnya mendeaktifasikan
serangan bakteri dengan cara membunuh maka formalin akan bereaksi secara
kimiawi dan tetap ada di dalam materi tersebut untuk melindungi dari serangan
berikutnya (Yuliarti, 2007).
Mekanisme formalin sebagai pengawet adalah jika formaldehid bereaksi dengan
protein sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antara protein yang berdekatan.
Akibat dari reaksi tersebut protein mengeras dan tidak dapat larut (Herdiantini,
2003). Sifat penetrasi formalin cukup baik, tetapi gerakan penetrasinya lambat
sehingga walaupun formaldehid dapat digunakan untuk mengawetkan sel-sel
tetapi tidak dapat melindungi secara sempurna, kecuali jika diberikan dalam
waktu lama sehingga jaringan menjadi keras (Herdiantini, 2003).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini di laksanakan pada hari kamis tanggal 10 November 2016


pukul 13.30 WIB bertempat di laboratorium Biologi dan Mikrobiologi,
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain, meliputi : mortal,
kertas saring, gelas ukur, gelas piala, spatula. pipet tetes, talenan, timbangan , dan
tabung reaksi. Adapun bahan yang digunakan meliputi : tahu, ikan tongkol, ikan
asin, daging ayam mentah, daging ayam panggang, sosis, aquadest dan larutan
KMNO4.
3.3 Prosedur Kerja
Sampel dihancurkan dengan mortal dan masing-masing diambil 5 gram,
selanjutnya untuk pengujian, sampel yang telah dihancurkan sampai halus
dilarutkan dengan aquadestsebanyak 10 ml dan disaring untuk diambil filtratnya.
Filtrat diletakkan didalam tabung reaksi secara terpisah dan masing-masing
sampel diteteskan larutan KMNO4, dihomogenkan dan diamkan selama 30 menit.
Lihat perubahan warna yang terjadi dan catat hasil yang didapat.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel uji kandungan formalin dalam produk pangan
No.

Kelompok (Shift)

Jenis Bahan Pangan

I & III (1)

II & II (1&2)

3.

I & III (2)

Ikan basah
Ayam mentah
Ayam masak
Tahu
Sosis
Ikan teri
Ikan laut
Sosis
Ikan asin
Ikan teri
Tahu
Ayam mentah
Ikan asin
Tahu
Ayam panggang
Ayam mentah
Sosis
Ikan tongkol

Kandungan Formalin
Negatif (-) Positif (+)
+++
+
++
+++
+
++
++
+
+
+
+++

4.2 Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, kelompok 1 dan 3 shift 1
menunjukkan bahwa ikan basah, ikan teri dan sosis positif mengandung formalin
dengan, pada kelompok 2 shit 1 dan 2 menunjukkan bahwa ikan laut, ikan teri,
ikan asin dan sosis positif mengandung formalin, dan pada kelompok 1 dan 3 shift
2 menunjukkan bahwa ikan tongkol, sosis, tahu dan ikan teri positif mengandung
formalin. Sampel diketahui positif mengandung formalin dilihat reaksi saat
sampel ditetesi KMNO4. Terjadinya perubahan warna yang terjadi pada sampel
yang membuktikan bahwa sampel tersebut mengandung bahan pengawet
walaupun dengan kadar yang rendah.

Salah satu yang menjadi alasan para produsen menggunakan bahan


pengawet seperti formalin pada ikan tongkol, ikan laut, ikan basah dan tahu
karena bahan yang memiliki kandungan air tinggi dan disimpan didalam air akan
cepat busuk, maka untuk menjaga kualitas dan daya tahan bahan diberi formalin.
Pada bahan sosis, ikan teri, dan ikan asin sebagi bahan yang kadar airnya
rendah juga diberi formalin oleh produsen ataupun penjual, ini disebabkan
walaupun kadar airnya rendah, produk tidak dapat terjual habis saat pemasaran.
Untuk mengurangi kerugian saat penjualan tidak laku dalam waktu lama dan akan
mempengarui dari bentuk serta aroma produk, maka produsen memberi formalin
agar produk semakin tahan.
Tuntutan itu melahirkan konsekuensi yang bisa saja membahayakan,
karena bahan kimia semakin lazim digunakan untuk mengawetkan makanan
termasuk juga formalin yang dikenal menjadi bahan pengawet mayat. Hal tersebut
ditunjang oleh perilaku konsumen yang cenderung untuk membeli makanan yang
harganya lebih murah, tanpa memperhatikan kualitas makanan. Sulitnya
membedakan makanan seperti bakso biasa dan bakso yang dibuat dengan
penambahan formalin juga menjadi salah satu faktor pendorong perilaku
konsumen itu sendiri.
Selain itu tingkat pengetahuan masyarakat mengenai bahan pengawet dan
zat aditif pada makanan sangat rendah sehingga mereka tidak memperhatikan
makanan yang dikonsumsinya dan bahaya apa yang bisa ditimbulkannya.
Terkadang nilai gizi yang terkandung pada makanan yang dikonsumsi merekapun
tidak dipedulikan. Mereka kurang menyadari pentingnya menjaga kesehatan yang
salah satu caranya adalah dengan memperhatikan dan menghindari konsumsi
terhadap makanan-makanan yang mengandung zat pengawet berbahaya dan
mengandung zat-zat aditif yang beracun dan berlebih.
Departemen Kesehatan RI tahun 2006 telah memaparkan tertang bahaya
utama formalin yang sangat berbahaya bila terhirup, mengenai kulit, dan tertelan.
Akibat yang ditimbulkan dapat berupa luka bakar pada kulit, iritasi pada saluran
pernafasan, reaksi alergi, dan bahaya kanker pada manusia.

Penggunaan formalin untuk bahan pangan dilarang karena tidak sesuai


dengan Undang Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996 dan PP Nomor 28 Tahun
2004 tentang keamanan, mutu dan Gizi pangan. Sedangkan tatacara
perniagaannya diatur dengan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 254/MMP/Kep/7/2000.
Formalin dalam bahan pangan tidak dapat dihilangkan dengan mencuci
dan merendam produk makanan tersebut dengan air panas bersuhu 80 0 C selama
lima hingga sepuluh menit. Meski terjadi penurunan kadar, namun masih terdapat
kandungan formalin.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Sampel ikan tongkol, ikan basah, ikan laut, tahu, sosis, ikan asin dan ikan
teri positif mengandung formalin.
2. Sampel ayam mentah dan ayam panggang negatif mengandung formalin.
3. KMNO4 dapat mengindetifikasi adanya formalin pada bahan, bila diberi
larutan KMNO4 sampel akan tetap cerah.

DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi, W., 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Bumi Aksara, Jakarta.
Harmita, APT. 2006. Analisis Fisikokimia. Jakarta :UI Press.
Herdiantini, E., 2003. Analisis Bahan Tambahan Kimia (Bahan Pengawet Dan
Pewarna) Yang Dilarang Dalam Makanan. Bandung: Fakultas Teknik
Universitas Pasundan.
Oke, 2008. Mengenal Formalin. http://www.oke.or.id.[ Diakses pada 12
November 2016]
Poma, Risna DJ. 2013. Uji Kandungan Formalin pada Mie Basah yang Dijual di
Lingkungan Kampus Universitas Negeri Gorontalo Tahun 2013.
Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo.
Reuss G, W. Disteldorf, A.O.Gamer. 2005. Formaldehyde in Ullmanns
Encyclopedia

of

Industrial

Chemistry

Wiley-VCH.

http://en.wikipedia.org/wiki/Formaldehyde. [Diakses pada 03 Januari


2014].
WAAC

Newsletter,

2007.

Formaldehid:

Detection

and

Mitigation.

http://www.wikipedia.com . [Diakses pada 12 November 2016].


Widyaningsih, D.T., Murtini, E.S. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada
Produk pangan. Surabaya : Trubus Agriarana.
Yuliarti. 2007. Awas Bahaya Di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta : Penerbit
Andi.

LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI BAHAN PANGAN


UJI KUALITATIF FORMALIN PADA BAHAN PANGAN

OLEH :
JOHAN PARNINGOTAN SIMANJUNTAK
J1A113011
KELOMPOK 3 SHIFT 2

TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2016

Anda mungkin juga menyukai