Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

FORENSIK PANGAN

ACARA I
UJI KUALITATIF DAN KUANTITATIF FORMALIN

OLEH

KARTIKA GEMMA PRAVITRI


J1A 013 057
KELOMPOK IV

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN
AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Mataram, 01 November 2016

Mengetahui,
Co. Assisten Praktikum Forensik Pangan Praktikan,

Siti Hawa Kartika Gemma Pravitri


NIM. J1A012125 NIM. J1A013057
ACARA I
UJI KUALITATIF DAN KUANTITATIF FORMALIN

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Makanan merupakan sumber bahan pokok bagi kehidupan manusia, oleh
karena itu setiap orang membutuhkan makanan yang bergizi untuk
kelangsungan hidupnya. Bahan makanan yang dibutuhkan oleh manusia adalah
bahan makanan yang sehat dan aman untuk dikonsumsi. Sehat dalam artian
bahan makanan dapat memenuhi jenis dan jumlah zat gizi yang sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Sedangkan aman artinya bahan makanan yang dikonsumsi
harus bebas dari bahan yang beracun dan berbahaya yang dapat
membahayakan kesehatan manusia. Saat ini perkembangan produk pangan
semakin berkembang pesat, baik dari jenis maupun cara pengolahannya. Namun
seiring dengan perkembangan produk pangan tersebut, adanya penambahan
bahan-bahan aditif secara berlebihan dan penambahan bahan tambahan non
pangan pada produk pangan sulit dihindari. Salah satu contoh bahan tambahan
non pangan yaitu formalin. Formalin merupakan salah satu pengawet non
pangan yang saat ini banyak digunakan untuk mengawetkan makanan. Formalin
adalah nama dagang dari campuran formaldehid, metanol, dan air. Formalin
memiliki kemampuan untuk mengawet makanan dengan baik. Namun walaupun
daya awetnya sangat baik ketika mengawetkan makanan, penggunaan formalin
untuk makanan sangat dilarang karena dapat berbahaya bagi kesehatan
manusia. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya dari penambahan
zat aditif non pangan menyebabkan penggunaan formalin sebagai pengawet
makanan masih terus digunakan. Contohnya penambahan formalin pada ikan.
Ikan yang telah mati sangat cepat membusuk karena disebabkan oleh aktivitas
mikroba. Oleh karena itu perlu dilakukan praktikum tentang pengujian formalin
pada bahan pangan.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Untuk memahami cara pengujian formalin
2. Agar dapat melakukan pengujian formalin secara kualitatif dan kuantitatif
3. Untuk mengetahui cirri-ciri bahan pangan yang mengandung formalin
4. Dapat mengolah data yang diperoleh dari praktikum
5.Dapat mengumpulkan data dari hasil praktikum, dapat membuat dan
menginterpretasi data hasil praktikum.
TINJAUAN PUSTAKA

Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna dengan bau


menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan dan rasa
membakar. Bobot tiap mililiter adalah 1,08 gram. Dapat bercampur dengan air
dan alkohol, tetapi tidak bercampur dengan kloroform dan eter. Didalam formalin
mengandung sekitar 37% formaldehid dalam air, biasanya ditambah methanol
hingga 15% sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh
hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Nama lain dari
formalin adalah Formol, Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid, Oxomethane,
Polyoxymethylene glycols, Methanal, Formoform, Superlysoform, Formaldehyde,
dan Formalith. Berat Molekul Formalin adalah 30,03 dengan Rumus Molekul
HCOH. Karena kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya ke
dalam sel tubuh. Gugus karbonil yang dimilikinya sangat aktif, dapat bereaksi
dengan gugus –NH2 dari protein yang ada pada tubuh membentuk senyawa yang
mengendap (Harmita, 2006).
Formalin (formaldehide) adalah salah satu zat yang dilarang berada
dalam bahan makanan. Formalin dapat bereaksi cepat dengan lapisan lendir
saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Di dalam tubuh cepat teroksidasi
membentuk asam format terutama di hati dan sel darah merah. Pemakaian
formalin pada makanan dapat mengakibatkan keracunan yaitu rasa sakit perut
yang akut disertai muntah-muntah, timbulnya depresi susunan syaraf atau
kegagalan peredaran darah (Ali, dkk., 2014).
Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722
Tahun 1988, penggunaan formalin dilarang digunakan dalam makanan. Namun,
dalam kenyataannya masih ada sekelompok masyarakat yang memanfaatkan
formalin sebagai pengawet makanan, termasuk produk-produk perikanan dan
peternakan. Formalin dipilih karena harganya murah, mudah didapat,
pemakaiannya pun tidak sulit, dan dapat menjaga bobot ikan asin sehingga
sangat diminati sebagai pengawet oleh produsen pangan yang tidak
bertanggung jawab. Hasil survei dan pemeriksaan laboratorium menunjukkan
sejumlah produk pangan menggunakan formalin sebagai pengawet. Penelitian
Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia (2010), penggunaan formalin
pada ikan dan hasil laut menempati peringkat teratas. Yakni, 66% dari total 786
sampel (Habibah, 2013).
Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang sering dikonsumsi
masyarakat dan kaya akan protein, lemak, vitamin dan mineral yang sangat baik.
Disisi lain, ikan termasuk jenis bahan pangan yang mudah rusak (membusuk)
karena tingginya kadar protein dan kadar air menyebabkan mudah ditumbuhi
mikroba, sehingga ikan tidak mampu bertahan lebih lama. Hanya beberapa jam
saja sejak ditangkap dan didaratkan akan timbul proses perubahan yang
mengarah pada kerusakan. Cara yang umum dilakukan untuk mencegah
kerusakan yaitu pengawetan dengan menggunakan es balok. Kendala yang
dihadapi bila menggunakan es balok adalah dibutuhkan jumlah yang cukup
banyak sehingga tidak praktis dan harganya mahal. Hal tersebut menyebabkan
nelayan dan penjual yang curang menggunakan zat kimia yang berbahaya
seperti formalin sebagai pengganti es balok karena harga formalin jauh lebih murah
dan dapat mengawetkan ikan dalam jangka waktu yang lama, namun penggunaan
formalin sangat berbahaya bahkan dalam dosis yang sedikit tetapi penggunaannya yang
berkelanjutan dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat. Dengan
memperhatikan permasalahan di atas, perlu ada upaya yang harus dilakukan untuk
menjamin bahan makanan yang akan dikonsumsi aman dari bahaya formalin. Salah satu
upaya dengan melakukan beberapa perlakuan terhadap ikan sebelum dikomsumsi, yaitu
dengan cara pencucian, perendaman dan perebusan (Yusuf, dkk., 2015).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 24 Oktober 2016 di
Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan Fakultas teknologi Pangan dan
Agroindustri Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum


a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini ialah timbangan analitik,
erlenmeyer 100 ml, sendok, penangas air, tabung reaksi, vortex, pipet tetes, tisu,
mortar.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini ialah tongkol segar,
tongkol pengepul, tongkol pasar, sate ikan, air, reagen A dan reagen B.

Prosedur Kerja

Disiapkan alat dan bahan

Dicincang bahan yang akan di uji.

Ditimbang 10 gr bahan (sekitar 1 sendok makan),

Di masukkan kedalam erlenmeyer 100 ml

Ditambahkan 20 ml air panas lalu aduk dan biarkan dingin

Diambil 5 ml cairan sampel

Di masukkan dalam tabung reaksi

Ditambahkan 4 tetes reagen A dan reagen B


Dikocok dan diamkan selama 5-10 menit

Diamati perubahan warna yang terbentuk


HASIL PENGAMATAN

Tabel 1.1. Hasil Pengamatan Formalin Pada Makanan


Kelompok Sampel Perubahan Warna Hasil
Awal Akhir
1 Tongkol Segar Coklat Coklat -
2 Tongkol Pengepul Coklat Merah keunguan +
3 Tongkol Pasar Coklat Coklat -
4 Sate Ikan Oranye Oranye -
PEMBAHASAN

Formalin merupakan salah satu pengawet non pangan yang sekarang


banyak digunakan untuk mengawetkan makanan. Formalin adalah nama dagang
dari campuran formaldehid, metanol dan air dengan rumus kimia CH2O. Formalin
yang beredar di pasaran mempunyai kadar formaldehid yang bervariasi, antara
20% – 40%. Di Indonesia, beberapa undang-undang yang melarang
penggunaan formalin sebagai pengawet makanan adalah Peraturan Menteri
Kesehatan No 722/1988, Peraturan Menteri Kesehatan No. 168/Menkes/PER/X/
1999, UU No 7/1996 tentang Pangan dan UU No 8/1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Hal ini disebabkan oleh bahaya residu yang ditinggalkannya bersifat
karsinogenik bagi tubuh manusia. Mekanisme formalin sebagai pengawet adalah
jika formaldehid bereaksi dengan protein sehingga membentuk rangkaian-
rangkaian antara protein yang berdekatan. Akibat dari reaksi tersebut protein
mengeras dan tidak dapat larut (Sitiopan, 2012).
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui ciri-ciri bahan pangan yang
mengandung formalin dan agar dapat melakukan pengujian secara kualitatif.
Sampel yang digunakan yaitu tongkol segar, tongkol pengepul, tongkol pasar,
dan sate ikan. Pada praktikum ini sampel yang telah dihaluskan kemudian
ditambahkan air panas. Hal ini dilakukan untuk memudahkan zat-zat yang
terdapat di dalam sampel larut karena suhu tinggi dapat mempercepat proses
laju reaksi. Selain itu pada sampel juga ditambahkan reagen A dan reagen B
yang berfungsi sebagai pereaksi. Warna sampel yang telah ditetesi reagen akan
berubah. Perubahan warna inilah yang menunjukkan ada atau tidaknya
kandungan formalin pada sampel yang diuji.
Berdasarkan hasil pengamatan pada sampel tongkol segar diperoleh
hasil yang negatif. Sebelum ditambahkan reagen sampel berwarna cokelat dan
setelah ditambahkan reagen sampel tongkol segar tidak menunjukkan
perubahan warna atau tetap berwarna cokelat. Pada sampel tongkol dari
pengepul, sebelum ditambahkan reagen berwarna coklat dan setelah
ditambahakan reagen menjadi berwarna merah keunguan, artinya bahwa sampel
tersebut positif mengandung formalin. Pada sampel tongkol pasar, diperoleh
hasil negatif karena tidak ada perubahan warna sebelum dan sesudah
ditambahkan reagen sampel tetap berwarna coklat. Sedangkan pada sampel
sate ikan, sebelum ditambahkan reagen A dan reagen B sampel berwarna
oranye dan setelah ditambahkan reagen warna sampel tetap oranye. Hal ini
berarti bahwa pada sampel sate ikan tidak dilakukan penambahan zat formalin.
Berdasarkan hasil pengamatan pada semua sampel, dapat dikatakan bahwa
hanya sampel ikan tongkol dari pengepul saja yang menunjukkan hasil positif.
Hal ini dapat dilihat dari perubahan warna sampel dari berwarna coklat menjadi
berwarna merah keunguan.
Menurut Wispriyono (2006), penggunaan formalin dimaksudkan untuk
memperpanjang umur penyimpanan, karena formalin adalah senyawa
antimikroba serbaguna yang dapat membunuh bakteri, jamur bahkan virus.
Selain itu interaksi antara formaldehid dengan protein dalam pangan
menghasilkan tekstur yang tidak rapuh dalam waktu yang lama dan untuk
beberapa produk pangan seperti tahu, mie basah, ikan segar, memang
dikehendaki oleh konsumen. Formalin dapat masuk lewat mulut karena
mengkonsumsi makanan yang diberi pengawet formalin. Jika akumulasi formalin
kandungan dalam tubuh tinggi, maka bereaksi dengan hampir semua zat di
dalam sel. Ini akibat sifat oksidator formalin terhadap sel hidup. Dampak yang
dapat terjadi tergantung pada berapa banyak kadar formalin yang terakumulasi
dalam tubuh. Semakin besar kadar yang terakumulasi, tentu semakin parah
akibatnya. Mulai dari terhambatnya fungsi sel hingga menyebabkan kematian sel
yang berakibat lanjut berupa kerusakan pada organ tubuh. Di sisi lain dapat pula
memicunya pertumbuhan sel-sel yang tak wajar berupa sel-sel kanker.
Walaupun sifat formalin cenderung menguap pada suhu tinggi tapi pada proses
perebusan tidak menghilangkan semua kandungan formalin pada sampel karena formalin
dapat berikatan dengan protein. Hal ini sependapat dengan penelitian Hastuti (2010),
yang menyatakan bahwa daging yang direndam dalam larutan formalin sebagai pengawet,
formalin tersebut mengikat dengan protein serta senyawa lain dan sisanya tetap dalam
bentuk formalin bebas yang kemudian akan diserap ke dalam jaringan (daging), sehingga
akan terlindungi dari udara luar dan akibatnya sangat lambat terjadi penguapan, sehingga
formalin masih terdeteksi dalam sampel. Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI
No.1168/MENKES/PER/X/1999 formalin merupakan bahan pengawet yang dilarang
untuk pegawetan makanan. Penambahan formalin untuk mengawetkan ikan disebabkan
jarak penangkapan dengan lokasi pasar yang jauh serta kapal yang digunakan nelayan
masih sangat sederhana. Pengawetan dengan menggunakan batu es memerlukan biaya
yang sangat mahal, sehingga nelayan lebih memilih formalin untuk mengawetkan
makanan karena biaya lebih murah (Adawyah, 2007).
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat ditarik beberapa


kesimpulan sebagai berikut:
1. Formalin adalah nama dagang dari campuran formaldehid, metanol dan air
dengan rumus kimia CH2O.
2. Sebelum ditambahkan reagen sampel tongkol berwarna coklat dan setelah
ditambahakan raegen menjadi berwarna merah keunguan, artinya bahwa
sampel tersebut positif mengandung formalin.
3. Mekanisme formalin sebagai pengawet adalah jika formaldehid bereaksi
dengan protein sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antara protein
yang berdekatan.
4. Penggunaan formalin sebagai pengawet makanan tidak dibolehkan karena
bahaya residu yang ditinggalkannya bersifat karsinogenik bagi tubuh
manusia.
5. Pengawetan dengan menggunakan batu es memerlukan biaya yang sangat mahal,
sehingga nelayan lebih memilih formalin untuk mengawetkan makanan karena biaya
lebih murah
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Ali, M., Suparmono, Hudaidah, S. 2014. Evaluasi Kandungan Formalin pada Ikan
Asin di Lampung. Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan.

Habibah, T.P.Z. 2013. Identifikasi Penggunaan Formalin pada Ikan Asin dan
Faktor Perilaku Penjual di Pasar Tradisional Kota Semarang. Unnes
Journal of Public Health. 2(3)

Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Metode Validasi dan Cara


Perhitungannya. Jurnal Ilmu Kefarmasian. 3 (1) : 117-121.

Harmita, APT. 2006. Analisis Fisikokimia. UI-Press. Jakarta.

Hastuti, S., 2010. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehida pada Ikan Asin
di Madura. AGROINTEK. 4 (2) : 132-137.

Yusuf, Y. Zuki, Z., Amanda, R. R. 2015. Pengaruh Beberapa Perlakuan terhadap


Pengurangan Kadar Formalin pada Ikan yang Ditentukan Secara
Spektrofotometri. J. Risk. Kim. 8 (2).

Anda mungkin juga menyukai