Anda di halaman 1dari 15

1.

PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Pustaka


Formalin merupakan senyawa organik yang tergolong kelompok formaldehida
berbentuk cair maupun gas dengan konsentrasi 37% yang dicampur dengan methanol
15% dan konsentrasi air sisanya (Widowati & Sumyati, 2006). Formalin bersifat asam,
korosif, baunya menyengat, menghasilkan asam format apabila terkena oksigen, tidak
berwarna, dan terurai bila dipanaskan. Rumus kimia formalin adalah HCOH dan berat
molekulnya 3,03. Molekul kecil menyebabkan formalin mudah terserap oleh tubuh
(Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2008). Gugus karbonil dalam formalin bersifat
aktif sehingga bereaksi dengan gugus NH2 pada protein dan membentuk senyawa yang
mengendap pada tubuh (Saptarini et al., 2011). Formalin dapat larut dalam air,
kloroform, benzene, aseton (WHO, 2002). Formalin biasa digunakan untuk membunuh
kuman (desinfektan), mengawetkan mayat, mengawetkan jaringan, pembasmi serangga
(Alsuhendra dan Ridawati, 2013). Formalin stabil pada suhu dan tekanan normal,
memiliki titik didih 101°C; pH: 2,8–4,0; kelarutan dalam air: 4 x 105 mg/L pada suhu
20°C (BPOM RI, 2008).

Formalin merupakan bahan tambahan yang dilarang untuk digunakan dalam bahan
pangan menurut Permenkes RI No. 033/Menkes/Per/XI/2012. Batas formalin yang
boleh masuk ke tubuh menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety)
adalah 1 mg/L. Formalin dalam bentuk makanan yang boleh masuk dalam tubuh
manusia adalah 1,5-14 mg/hari (I Made Kawi Sukayada, 2006). Berdasarkan
Recommended Dietary Daily Allowances (RDDA), toleransi formalin dalam tubuh
secara terus menerus adalah 0,2 mg/kg BB (Sri Hastuti, 2010). Apabila masuk ke tubuh
melebihi batas aman maka dapat menyebabkan gangguan kesehatan organ dan sistem
tubuh dalam jangka pendek maupun panjang. Formalin dapat masuk ke tubuh apabila
terhirup maupun tertelan (Cahyadi, 2006). Oleh karena harganya yang murah maka
produsen tetap menambahkan formalin untuk mengawetkan makanan tertentu seperti
ikan asin, tahu, mie, ikan segar (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2008). Ikan
asin adalah makanan yang cukup populer di kalangan masyarakat dan biasanya

1
2

diawetkan dengan garam. Garam dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan aktivitas
enzim yang dapat menyebabkan ikan busuk (Hastuti, 2010).
Formalin dapat menimbulkan bahaya apabila masuk ke dalam tubuh, dan bahaya
tersebut terbagi menjadi 3 yaitu bahaya utama, bahaya jangka pendek, bahaya jangka
panjang. Bahaya utamanya berupa penyakit kanker, bahaya jangka pendek berupa rasa
terbakar pada mulut, tenggorokan, mual, muntah, diare, hipotensi, kejang, koma.
Bahaya jangka Panjang berupa iritasi pada saluran nafas, muntah, rasa terbakar pada
tenggorokan, suhu badan turun, gatal di dada, pendarahan gastrointestinal, gagal ginjal
(Singgih, 2013).

Formalin dalam bahan pangan dapat di deteksi dengan berbagai metode baik kuantitatif
dan kualitatif. Metode yang umum digunakan adalah spektrofotometer dan colortest kit
(Suhada, 2017). Uji kualitatif yang digunakan berupa uji menggunakan colortest kit.
Colortest kit merupakan uji cepat untuk mengetahui kandungan formalin dalam
makanan dan minuman termasuk produk perikanan. Metode ini dilakukan dengan
melakukan perbandingan warna hasil reaksi antara reagen Fo-1 dan Fo-2 dengan
beberapa warna standar yang telah ditetapkan. Kandungan senyawa pada reagen Fo-1
adalah NaOH, sedangkan pada reagen Fo-2 (reagen purpald) adalah 4-amino-3-
hydrazino-5-mercapto-1,2,4-triazole (Hastuti, 2010). Senyawa formaldehid akan
bereaksi dengan reagen Fo-2 dan membentuk senyawa tidak berwarna, kemudian akan
teroksidasi menjadi warna ungu (Yuliza et al., 2014). Uji kuantitatif yang dapat
dilakukan adalah menggunakan kromatografi gas, spektrofotometri massa, kromatografi
cair kinerja tinggi (HPLC). Uji kuantitatif ini dapat menentukan adanya formalin dari
jumlah formaldehida yang terdapat dalam bahan pangan. Namun uji ini mahal dan sulit
sehingga tidak cocok untuk digunakan analisis dengan rutin. Maka pengujian colortest
kit cocok digunakan karena sederhana, mudah, sensitif, cepat, murah (Suryadi et al.,
2010).

1.2. Tujuan Praktikum


Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah mampu melakukan pengujian kadar formalin
dengan menggunakan colortest kit, mampu menghitung kadar formalin di dalam sampel
3

padat, mampu menjelaskan karakteristik formalin dan toksisitasnya, dan mampu


mengevaluasi status keamanan pangan sampel yang diukur.
2. MATERI DAN METODE

2.1. Materi
2.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah blender, timbangan analitik, kertas
pH, syringe, dan colortest kit formalin.

2.1.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan pindang kering (kelompok
1 dan 2), teri kering (kelompok 3 dan 4), dan ikan asin (kelompok 5 dan 6), reagen Fo-
1, dan reagen Fo-2.

2.2. Metode
Sampel padat ikan asin yang akan diuji ditimbang sebanyak 1 gram dan terlebih dahulu
dihaluskan dengan dicacah atau diblender. Kemudian ditambahkan dengan 100 ml air
panas dan diaduk selama 1 menit. Padatannya dibiarkan hingga mengendap. Cairan
beningnya diambil sebanyak 5 ml dengan menggunkan syringe dan diletakkan pada
botol kaca kosong yang tersedia pada kemasan tes kit uji (A). Sebagai kontrol, 5 ml
larutan aquades standar diambil dan dimasukkan ke dalam botol kaca kosong yang
tersedia pada kemasan tes kit uji (B). Pada masing-masing botol (A) dan (B)
ditambahkan dengan 5 tetes reagen Fo-1 dan botol ditutup rapat lalu digoyangkan ke
kiri dan ke kanan hingga larutan tercampur dengan baik. Selanjutnya, campuran larutan
diukur pH nya dengan menggunakan kertas pH. Apabila belum melebihi 13, maka
ditambahkan lagi dengan reagen Fo-1 dan pH diukur kembali dengan kertas pH.
Kemudian ditambahkan lagi dengan reagen Fo-2 sebanyak 1 sendok mikro yang
berwarna hijau. Botol ditutup dengan rapat dan dikocok kuat selama 1 menit lalu
dibiarkan selama 5 menit dan selanjutnya botol kembali dikocok ringan. Setelah itu,
warna dicocokkan dengan skala warna yang tersedia. Kisaran pengukuran colortest kit
yang digunakan adalah 0,1-1,5 mg/L (HCHO). Dilakukan perhitungan kadar formalin
sampel (mg/kg) dengan faktor pengencerannya dan berat sampel 1 gram. Rumus:
kadar formalin=hasil colorscale x faktor pengenceran

4
3. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan pengujian formalin dengan colortest kit dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengujian Formalin (Formaldehyde) dengan Colortest Kit


Kelompo Sampel Hasil Color Scale Kadar formalin (mg/kg)
k (mg/L)
G1 Ikan Pindang Kering 0 0
G2 Ikan Pindang Kering 0 0
G3 Teri Kering 1,5 0,015
G4 Teri Kering 1,5 0,015
G5 Ikan Asin 1,5 0,015
G6 Ikan Asin 1,5 0,015

Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa sampel yang digunakan untuk
pengujian kadar formalin ada 3 yaitu ikan pindang kering, ikan teri kering, dan ikan
asin. Kelompok 1 dan 2 menggunakan sampel ikan pindang kering, kelompok 3-4
menggunakan sampel ikan teri kering, kelompok 5-6 menggunakan sampel ikan asin.
Hasil color scale pada ikan pindang kering 0 mg/L sedangkan pada ikan teri kering dan
ikan asin adalah 1,5 mg/L. Kadar formalin pada ikan pindang kering adalah 0 mg/kg
sedangkan pada ikan teri kering dan ikan asin adalah 0,015 mg/kg.

5
4. PEMBAHASAN

Keamanan pangan adalah sesuatu yang penting dimana dilakukan usaha untuk menjaga
daya tahan suatu produk sehingga munculah bahan pengawet yang bertujuan untuk
memperpanjang umur simpan. Ikan asin adalah makanan yang cukup populer di
kalangan masyarakat dan biasanya diawetkan dengan garam. Garam dapat menghambat
pertumbuhan bakteri dan aktivitas enzim yang dapat menyebabkan ikan busuk (Hastuti,
2010). Namun terdapat pengawet yang dapat memperpanjang umur simpan ikan asin
maupun ikan segar lebih lama dibandingkan menggunakan garam, yaitu formalin
(Girsang, 2014). Formalin merupakan pengawet non pangan yang digunakan untuk
membunuh kuman (desinfektan), mengawetkan mayat, mengawetkan jaringan,
pembasmi serangga (Alsuhendra dan Ridawati, 2013). Namun karena harganya yang
murah maka produsen tetap menambahkan formalin untuk mengawetkan makanan
tertentu seperti ikan asin, tahu, mie, ikan segar (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI,
2008).

Formalin merupakan bahan tambahan yang dilarang untuk digunakan dalam bahan
pangan menurut Permenkes RI No. 033/Menkes/Per/XI/2012. Batas formalin yang
boleh masuk ke tubuh menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety)
adalah 1 mg/L. Formalin dalam bentuk makanan yang boleh masuk dalam tubuh
manusia adalah 1,5-14 mg/hari (I Made Kawi Sukayada, 2006). Berdasarkan
Recommended Dietary Daily Allowances (RDDA), toleransi formalin dalam tubuh
secara terus menerus adalah 0,2 mg/kg BB (Sri Hastuti, 2010). Apabila masuk ke tubuh
melebihi batas aman maka dapat menyebabkan gangguan kesehatan organ dan sistem
tubuh dalam jangka pendek maupun panjang. Formalin dapat masuk ke tubuh apabila
terhirup maupun tertelan (Cahyadi, 2006). Oleh karena itu dilakukan pengujian kadar
formalin pada praktikum ini untuk mengetahui apakah dalam sampel ikan pindang
kering, ikan teri kering, maupun ikan asin terdapat kandungan formalin.

Formalin dapat menimbulkan bahaya apabila masuk ke dalam tubuh, dan bahaya
tersebut terbagi menjadi 3 yaitu bahaya utama, bahaya jangka pendek, bahaya jangka
panjang. Bahaya utamanya berupa penyakit kanker, bahaya jangka pendek berupa rasa

6
7

terbakar pada mulut, tenggorokan, mual, muntah, diare, hipotensi, kejang, koma.
Bahaya jangka Panjang berupa iritasi pada saluran nafas, muntah, rasa terbakar pada
tenggorokan, suhu badan turun, gatal di dada, pendarahan gastrointestinal, gagal ginjal
(Singgih, 2013).

Formalin bersifat asam, korosif, baunya menyengat, menghasilkan asam format apabila
terkena oksigen, tidak berwarna, dan terurai bila dipanaskan. Rumus kimia formalin
adalah HCOH dan berat molekulnya 3,03. Molekul kecil menyebabkan formalin mudah
terserap oleh tubuh (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2008). Gugus karbonil
dalam formalin bersifat aktif sehingga bereaksi dengan gugus NH2 pada protein dan
membentuk senyawa yang mengendap pada tubuh (Saptarini et al., 2011). Formalin
dapat larut dalam air, kloroform, benzene, aseton (WHO, 2002). Formalin stabil pada
suhu dan tekanan normal, memiliki titik didih 101°C; pH: 2,8–4,0; kelarutan dalam air:
4 x 105 mg/L pada suhu 20°C (BPOM RI, 2008).

Formalin dalam bahan pangan dapat di deteksi dengan berbagai metode baik kuantitatif
dan kualitatif. Metode yang umum digunakan adalah spektrofotometer dan colortest kit
(Suhada, 2017). Uji kualitatif yang digunakan berupa uji menggunakan colortest kit.
Colortest kit merupakan uji cepat untuk mengetahui kandungan formalin dalam
makanan dan minuman termasuk produk perikanan. Metode ini dilakukan dengan
melakukan perbandingan warna hasil reaksi antara reagen Fo-1 dan Fo-2 dengan
beberapa warna standar yang telah ditetapkan. Kandungan senyawa pada reagen Fo-1
adalah NaOH, sedangkan pada reagen Fo-2 (reagen purpald) adalah 4-amino-3-
hydrazino-5-mercapto-1,2,4-triazole (Hastuti, 2010). Senyawa formaldehid akan
bereaksi dengan reagen Fo-2 dan membentuk senyawa tidak berwarna, kemudian akan
teroksidasi menjadi warna ungu (Yuliza et al., 2014). Uji kuantitatif yang dapat
dilakukan adalah menggunakan kromatografi gas, spektrofotometri massa, kromatografi
cair kinerja tinggi (HPLC). Uji kuantitatif ini dapat menentukan adanya formalin dari
jumlah formaldehida yang terdapat dalam bahan pangan. Namun uji ini mahal dan sulit
sehingga tidak cocok untuk digunakan analisis dengan rutin. Maka pengujian colortest
kit cocok digunakan karena sederhana, mudah, sensitif, cepat, murah (Suryadi et al.,
2010). Alat uji ini memiliki sensitivitas yang sama dengan reagen penguji lainnya serta
8

dapat mendeteksi adanya formalin dalam makanan berbentuk padat maupun cair dengan
batas deteksi minimal 2 ppm. Hasil akhirnya berupa perubahan warna pada larutan yang
diuji (Hastuti, 2010).

Dalam melakukan penghitungan uji kadar formalin dilakukan uji pada sampel ikan
pindang kering, ikan teri kering, ikan asin. Pengukuran formalin dilakukan dengan
mengkalikan hasil color scale yang sudah dicocokkan dengan warna standar yang sudah
ditetapkan (paper test kit color) dengan faktor pengenceran (1/100). Berdasarkan hasil
pengamatan dapat dilihat bahwa sampel yang positif mengandung formalin, warna
larutannya akan berubah menjadi ungu dan nilai color scale lebih dari 0. Hal ini
didukung oleh teori yang diungkapkan Yuliza et al., 2014, bahwa formalin akan
bereaksi dengan 4-amino-3-hydrazino-5-mercapto-1,2,4-triazole membentuk senyawa
tidak berwarna kemudian dioksidasi menjadi warna ungu. Uji formalin yang
menggunakan reagen purpald harus mengalami reaksi oksidasi oleh hidrogen peroksida
dimana peroksida cair atau oksigen berperan sebagai oksidan. Reagen ini sangat sensitif
untuk uji formalin. Selain itu reagen ini harus bekerja dalam keadaan basa dan harus
terjadi oksidasi maka pada sampel ditambah reagen Fo-1 yang mengandung NaOH
untuk menciptakan kondisi basa. Oksigen adalah oksidan yang digunakan dalam uji ini
(Yuliza et al., 2014). Berdasarkan hasil pengamatan, sampel yang mengandung
formalin adalah ikan teri kering dan ikan asin yang memiliki nilai color scale 1,5 mg/L
sehingga kadar formalinnya 0,015 mg/kg. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan
BPOM RI, 2008 bahwa formalin digunakan untuk mengawetkan ikan, tahu, mie.

Keunggulan color test kit dibandingkan pengujian formalin dengan spektrofotometri


dengan asam kromatofat. Di bidang perikanan dapat digunakan untuk menguji
keamanan ikan. Selain itu makanan padat dan cair juga dapat diuji menggunakan uji ini.
Uji ini dapat digunakan oleh pedagang di pasar untuk memastikan barang yang dikirim
ke mereka aman (Suwahono dan Faizah, 2009). Keunggulan lain adalah sederhana,
mudah, sensitif, cepat, murah, batas deteksi minimal rendah (Suryadi et al., 2010).
Kekurangan alat uji ini adalah hasilnya tidak seakurat jika menggunakan
spektrofotometri dengan asam kromatofat yang menganalisis jumlah formaldehida yang
terdapat dalam bahan pangan karena uji ini sangat praktis dapat dilakukan kapan saja,
9

dimana saja, tidak perlu menggunakan alat yang sulit, tidak butuh orang khusus untuk
menguji. Berbeda dengan metode spektrofotometri menggunakan asam kromatofat yang
membutuhkan alat khusus dan penguji yang mempunyai keterampilan sehingga hasilnya
lebih akurat.

Seperti yang sudah disebutkan di atas bahwa gugus karbonil dalam formalin bersifat
aktif sehingga bereaksi dengan gugus NH2 pada protein dan membentuk senyawa yang
mengendap pada tubuh (Saptarini et al., 2011). Jenis protein lain seperti hormon, enzim,
reseptor akan kehilangan sifatnya ketika berikatan dengan gugus karbonil. Metabolit di
DNA dan RNA juga dapat berikatan dengan gugus karbonil sehingga menyebabkan gen
cacat dan timbul kanker (WHO, 2002). Ciri makanan yang telah diberi formalin adalah
kenyal. Jika dimakan orang dan masuk ke tubuh akan bereaksi dengan protein di tubuh
dan menyebabkan membran sel dan tulang rawan menjadi keras, hormon dan enzim
tidak berfungsi (Astawan, 2006).
5. KESIMPULAN

 Formalin adalah pengawet non pangan yang sengaja ditambahkan ke bahan pangan
terutama ikan untuk memperpanjang umur simpan.
 Formalin bersifat asam, korosif, baunya menyengat, menghasilkan asam format
apabila terkena oksigen, tidak berwarna, dan terurai bila dipanaskan.
 Batas formalin yang boleh masuk ke tubuh menurut IPCS (International Programme
on Chemical Safety) adalah 1 mg/L.
 Formalin dalam bentuk makanan yang boleh masuk dalam tubuh manusia adalah 1,5-
14 mg/hari.
 Berdasarkan Recommended Dietary Daily Allowances (RDDA), toleransi formalin
dalam tubuh secara terus menerus adalah 0,2 mg/kg BB.
 Uji kualitatif untuk uji formalin adalah uji menggunakan colortest kit menggunakan
reagen Fo-1 dan Fo-2.
 Sampel dikatakan positif formalin jika larutan berubah warna menjadi ungu.
 Sampel yang positif formalin adalah ikan teri kering dan ikan asin dengan kadar
formalin 0,015 mg/kg.
 Jika formalin masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan mual, muntah, rasa terbakar
pada tenggorokan, mulut, kanker, koma.
 Colortest kit merupakan uji formalin yang mudah, murah, cepat, sensitif, batas
deteksi minimal rendah.

Semarang, 27 November 2019


Praktikan, Asisten Dosen
- Felix Yuwono W. 17.I1.0041
- Micha Anggitarate 17.I1.0074 - Marchellania S.
- Lily Gunawan 17.I1.0095 - Patricia Dwilestari

10
6. DAFTAR PUSTAKA

Alsuhendra dan Ridawati. (2013). Bahan Toksik Dalam Makanan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

Astawan, Made. (2006). Mengenal Formalin Dan Bahayanya. Jakarta: Penebar


Swadaya

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM RI). (2008). Informasi Pengamanan
Bahan Berbahaya: Formalin (Larutan Formaldehid). Jakarta: Direktorat
Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya.

Cahyadi, W. (2006). Kajian dan Analisis Bahan Tambahan Pangan. Edisi Pertama.
Bumi Aksara, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. (2012). Permenkes RI Nomor 033/Menkes/Per/XI/2012.


Bahan Tambahan Makanan.Jakarta.

Hastuti S. (2010). Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid Pada Ikan Asin di
Madura. Jurnal Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas
Trunojoyo.

I Made Kawi Sukayada. (2006). Ada Apa dengan Formalin?. Semarang: Universitas
Diponegoro.

Saptarini, N.M., Yulia W., dan Usep S. (2011). Deteksi Formalin dalam Tahu di Pasar
Tradisional Purwakarta. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 12, No. 1,
April 2011: 37 – 44. Bandung. Fakultas Farmasi : Universitas Padjajaran.

Singgih H., (2013). Uji kandungan formalin pada ikan asin menggunakan sensor warna
dengan bantuan FMR (Formalin Main Reagent). J ELTEK. April 2013. 11(01)
55-70.

Suhada. (2017). Identifikasi Kandungan Formalin pada Bakso yang Beredar di Enam
Pasar Tradisional Bandar Lampung. Lampung: Universitas Islam Negeri Raden
Intan.

Suryadi, H., Maryati Kurniadi, Yuanki Melanie. (2010). Analisis Formalin dalam
Sampel Ikan dan Udang Segar dari Pasar Muara Angke. Majalah Ilmu
Kefarmasian. 7(3):16-31.

Suwahono, M, Taufik. N dan Faizah. (2009). Analisis Kualitatif adanya Formaldehid


pada ikan asin. Makalah yang tidak dipublikasikan Jurusan Tadris Kimia Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo. Semarang.

11
12

WHO. (2002). Concise International Chemocal Assessment Document 40


Formaldehyde. Geneva: World Health Organization
Widowati W., Sumyati. (2006). Pengaturan Tata Niaga Formalin untuk Melindungi
Produsen Makanan dari Ancaman Gulung Tikar dan Melindungi Konsumen dari
Bahaya Formalin. Pemberitaan Ilmiah Percikan, 63, 33-40.

Yulisa N., Asni E., Azrin M. (2014). Uji Fromalin Pada Ikan Asin Gurami di Pasar
Tradisional Pekanbaru. Jurnal Fakultas Kedokteran, Universitas Riau.
7. LAMPIRAN

7.1. Perhitungan

Rumus =
Kadar Formalin = Hasil Color Scale x Faktor Pengenceran (1 / 100)

Kelompok G1
1
Kadar Formalin = Hasil Color Scale x Faktor pengenceran ( )
100
1
= 0 mg/L x
100
= 0 mg/kg

Kelompok G2
1
Kadar Formalin = Hasil Color Scale x Faktor pengenceran ( )
100
1
= 0 mg/L x
100
= 0 mg/kg

Kelompok G3
1
Kadar Formalin = Hasil Color Scale x Faktor pengenceran ( )
100
1
= 1,5 mg/L x
100
= 0,015 mg/kg

Kelompok G4
1
Kadar Formalin = Hasil Color Scale x Faktor pengenceran ( )
100
1
= 1,5 mg/L x
100
= 0,015 mg/kg

Kelompok G5
1
Kadar Formalin = Hasil Color Scale x Faktor pengenceran ( )
100
1
= 1,5 mg/L x
100
= 0,015 mg/kg

Kelompok G6

13
14

1
Kadar Formalin = Hasil Color Scale x Faktor pengenceran ( )
100
1
= 1,5 mg/L x
100
= 0,015 mg/kg

7.2. Foto

Kelompok G1

Kelompok G2

Kelompok G3
15

Kelompok G4

Kelompok G5

Kelompok G6

7.3. Laporan Sementara

Anda mungkin juga menyukai