Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia terkenal sebagai negara agraris dan bahari dengan sebagian

besar wilayah  berupa lautan yang menyebabkan industri perikanan semakin

berkembang pesat. Ikan hasil tangkapan nelayan biasanya tidak bisa diangkut

langsung ke pasar dengan berbagai larangan. Untuk mengatasi hal tersebut,

beberapa nelayan dan penjual ikan menyimpan ikan dengan pengawet agar tidak

cepat membusuk. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi

kadar air dalam tubuh ikan. Salah satu metode pengawetan adalah dengan

mengolah ikan menjadi ikan asin.

Ikan asin merupakan makanan yang terbuat dari daging ikan yang

diawetkan dengan menambahkan garam dalam jumlah yang banyak. Ikan

merupakan sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah

didapat, dan murah. Ikan yang mentah relatif cepat mengalami pembusukan.

(Muniarti and Sunarman, 2000).

Di tingkat nasional, ikan asin adalah salah satu produk olahan ikan yang

menempati posisi penting, yaitu hampir 65% produk perikanan yang diproses dan

diawetkan dengan garam. Hal ini Menunjukkan bahwa ikan asin tidak hanya

masyarakat ekonomi kelas bawah, tetapi juga masyarkat ekonomi tengah dan

ekonomi atas menyukai ikan asin. Daya tarik ikan asin ini terutama didasarkan

pada rasa, aroma dan struktur yang khas. 

Pengolahan ikan menjadi ikan asin adalah cara pengawetan tradisional

yang masih banyak dilakukan di berbagai negara termasuk Indonesia. Meskipun

ikan asin sangat populer di kalangan masyarakat, ternyata pengetahuan


masyarakat tentang ikan asin yang aman dan layak konsumsi masih kurang.

Banyak ikan asin yang terbukti mengandung formalin, padahal efek formalin

sebagai pengawet sangat berbahaya bagi kesehatan.

Formalin adalah larutan yang tidak berwarna, berbau yang sangat tajam,

dan memiliki kemampuan sifat antimikroba dengan cara menonaktifkan protein

melalui kondensasi dengan asam amino bebas dalam protein menjadi campuran

lain. Kandungan protein ikan sangat tinggi yaitu 50% tersebar di setiap jaringan

dan organ (Wardani, 2008). Industri / produsen menggunakan bahan pengawet

untuk beberapa makanan, pengawet alami atau alternatif yang aman dan sehat

digunakan pada beberapa jenis makanan seperti bakso, mie basah, tahu, ayam, dan

ikan.

Menurut peraturan Menteri Kesehatan Nomor

1168/MENKES/PER/X/1988 tentang bahan tambahan makanan, formalin

merupakan bahan kimia yang dilarang untuk produk makanan. Formalin biasanya

digunakan sebagai bahan baku industri, untuk membunuh bakteri dan

mengawetkan mayat, dan lain-lain. Faktor- faktor pendorong produsen dan

pengecer mengadopsi formalin sebagai bahan tambahan yaitu keuntungan yang

lebih tinggi, perilaku konsumen yang memilih produk yang awet dengan harga

terjangkau, dan mudah didapat (Alsuhendra and Ridawati, 2013).

Menurut IPCS (International Program on Chemical Safety) secara umum

ambang batas aman formalin dalam tubuh adalah 0,1 mg per liter. Namun

penggunaan formalin sebagai pengawet makanan terus berlanjut dilarang.

Formalin merupakan bahan berbahaya yang dapat menimbulkan ancaman

kesehatan fisik formalin sangat berbahaya. Jika formalin terhirup atau mengenai
kulit akan menyebabkan iritasi sistem pernapasan, reaksi alergi dan risiko kanker

pada manusia (Hastuti, 2010).

Pada penelitian sebelumnya, Habibah (2013) mengidentifikasi penggunaan

formalin pada ikan asin sebagai faktor perilaku pedagang di Pasar Tradisional

Kota Semarang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sampel ikan asin di

pasar tersebut dinyatakan positif mengandung formalin. Penelitian lain yang

dilakukan di pasar tradisional Denpasar dan diperoleh sejumlah 7 dari 24 sampel

ikan asin (atau sekitar 29,2%) teridentifikasi positif mengandung formaldehid

(Widayanti dan Laksmita, 2017). Menurut Singgih (2013), hasil yang diperoleh,

yaitu 4 sampel ikan asin yang dikumpulkan dari beberapa pasar di Kota Malang

tidak layak konsumsi karena mengandung formalin yang melebihi batas nilai

konsumsi. Hasil sidak keamanan pangan yang dilakukan BPOM Semarang di

Pasar Gede Kota Surakarta pada bulan Juni 2017 ditemukan 2 jenis ikan asin dan

1 bandeng segar yang positif mengandung formalin (BPOM, 2017). Sejumlah

13,3% jenis ikan asin (4 dari 30) yang berasal dari 15 penjual di pasar Cisaat dan

pasar Cibadak positif mengandung formalin (Siti, 2021).

Menurut International Program on Chemical Safety (IPCS), formaldehida

yang aman diserap tubuh manusia adalah 0,1 mg per liter air minum. Sedangkan

formalin yang dapat masuk ke dalam tubuh dalam bentuk makanan 1,5-1,4 mg per

hari untuk orang dewasa. Konsentrasi formalin yang masuk kedalam tubuh tidak

boleh melebihi 0,66 mg/liter. Sementara itu, berdasarkan hasil studi klinis, dosis

toleransi tubuh manusia untuk penggunaan formalin secara terus menerus adalah

0,2 mg/kg (Recommended Dietary Daily Allowances/RDDA) Concise

International Chemical Assessment Document, 2002)


 Berdasarkan uraian tersebut, ikan asin yang dijual di pasar tradisional

memiliki ciri-ciri ikan dengan observasi seperti bau, warna dan tekstur ikan asin.

Identifikasi ikan yang lebih akurat dapat dilakukan dengan dua langkah, yaitu

analisis kualitatif dan kuantitatif di laboratorium. Oleh karena itu, penulis merasa

penting melakukan uji pada ikan asin. Tempat pasar yang besar, strategis, ramai

dikunjungi pembeli setiap hari buka dan tidak pernah sepi berbelanja di pasar

Tradisional Gadang Malang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan yang mungkin

ada yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah adakah kandungan formalin

pada ikan asin yang dijual pasar Gadang di Kota Malang? 

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum yang dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui

kandungan ikan asin yang dijual di beberapa pedagang Pasar Gadang Kota

Malang.

Tujuan khusus mengetahui ada tidaknya formalin yang dijual di beberapa

pedagang ikan asin di Pasar Gadang Kota Malang. Mengidentifikasi dan

menentukan kadar formalin pada ikan asin yang dijual di Pasar Gadang dengan

analisis kualitatif dan kuantitatif.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai :

1. Bagi peneliti

Diharapkan proposal penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi

peneliti selanjutnya terhadap Uji Kualitatif dan Kuantitatif Formalin.


2. Bagi tenaga kesehatan

Memberikan masukan dalam rangka meningkatkan penyuluhan kesehatan

kepada masyarakat untuk menerapkan hidup sehat dengan mengkonsumsi

makanan yang sehat tanpa penambahan zat aditif yang berbahaya.

4. Bagi masyarakat

Sebagai masukan kepada produsen untuk membatasi penggunaan zat aditif

yang berbahaya pada bahan pangan terutama ikan asin dan bagi konsumen

untuk lebih berhati-hati dalam memilih atau membeli ikan asin yang dijual di

pasar tradisional sehingga aman untuk dikonsumsi.

1.5 Batas Masalah

Dalam definisi masalah, penelitian berfokus pada identifikasi kandungan

formalin ikan asin yang dijual di daerah Kawasan Pasar Tradisional Gadang Kota

Malang.
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Ikan Asin

2.1.1 Definisi Ikan Asin

Ikan asin adalah ikan yang telah diawetkan dengan cara

penggaraman. Pengawetan ini sebenarnya terdiri dari dua proses, yaitu

penggaraman dan pengeringan. Tujuan utama pengasinan, sama dengan tujuan

pengawetan atau pengolahan lainnya untuk meningkatkan umur simpan dan

pengawetan ikan (Simanjuntak, 2012).

2.1.2 Pengawetan Ikan Asin

Berbagai cara pengawetan ikan yang dilakukan, tetapi pada

dasarnya hanya bisa dibedakan menjadi dua yaitu, secara tradisional dan moderen.

Pengawetan ikan secara tradisional antara lain: penggaraman, pengeringan,

pemindangan, perasapan. Sedangkan proses pengawetan secara moderen seperti

pengalengan, pembekuan dan sebagainya (Albarracin et al., 2011).

Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi

kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri

untuk berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi

diperlukan perlakukan yang baik selama proses pengawetan seperti, menjaga

kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar,

serta garam yang bersih.


Proses pengeringan ikan dilakukan dengan cara ikan yang masih

segar dijemur dibawah terik matahari secara langsung sampai benar-benar kering.

Metode pengawetan ikan dengan penggaraman ada 3 cara, yaitu :

1. Metode penggaraman kering (dry salting)

Dilakukan dengan menaburi ikan dengan garam secara merata hingga

permukaannya tertutupi seluruhnya. Kemudian ikan diangin-anginkan dan

dijemur hingga kadar air di dalamnya berukurang (Khotimah, 2018).

2. Metode penggaraman basah (wet salting)

Mencampurkan ikan dengan garam dan air dalam rasio tertentu hingga

ikan terendam. Kemudian ikan diangin-anginkan dan disimpan dalam

tempat penyimpanan tertutup (Khotimah, 2018).

3. Metode penggaraman kedap air (kench salting)

Penggaraman ini hampir serupa dengan penggaraman kering. Bedanya

cara ini menggunakan kedap air. Ikan hanya ditumpuk di lantai atau

menggunakan keranjang (Khotimah, 2018).

2.1.3 Ciri-Ciri Ikan Asin yang Mengandung Formalin

Ikan asin berformalin yang banyak tersedia di pasaran berwarna

putih, bersih dan mengkilat, teksturnya lebih keras, dan jarang dihinggapi lalat,

menunjukkan ciri ikan yang mengandung pengawet formalin. Ikan asin

berformalin memiliki daging yang kenyal, utuh, berwarna lebih putih dan bersih

dibandingkan ikan asin tanpa formalin, daging tidak mudah hancur, dan tidak

berbau amis (Wijayanti and Lukitasari, 2016).


2.1.4 Metode Preparasi Sampel

Persiapan sampel adalah persiapan bahan yang siap untuk dianalisis.

Untuk persiapan sampel, ikan asin kering dipotong-potong dan dihaluskan.

Setelah halus timbang 50 gram direndam dalam 100 ml air suling dalam gelas

kimia. Larutan ikan asin dan aquades kemudian disaring melalui kertas saring

dalam corong kaca. Penyaringan dilakukan 2-3 kali sampai terbentuk filtrat yang

jernih. Filtrat yang dihasilkan ditempatkan dalam cangkir Erlemeyer dan

digunakan sebagai sampel uji.

2.2. Ikan Asin Klotok Manis

Ikan laut yang terkenal sebagai bahan baku membuat ikan asin. Memiliki

rasa yang enak

Gambar 2.1 Ikan Klotok

2.3 Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan adalah zat yang ditambahkan ke makanan untuk

tujuan tertentu seperti meningkatkan rasa, aroma, warna, tekstur atau daya tahan

makanan. Di Indonesia, bahan tambahan pangan diatur oleh Badan Pengawasan


Obat dan Makanan (BPOM) dan harus memenuhi standar keamanan yang ketat

(BPOM, 2019).

Menurut Permenkes RI No. 722/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan

Pangan, penggolongan bahan tambahan pangan yang diizinkan digunakan pada

makanan yaitu :

a. Antioksidan (antioxidant)

Melindungi suatu hasil produk terhadap pengaruh proses oksidasi

warna dan baunya. Contohnya : asam askorbat, 11 digunakan sebagai

antioksidan pada produk daging dan ikan serta sari buah kalengan, butil

hidroksianisol (BHA) dipakai sebagai antioksidan pada lemak, minyak dan

margarin.

b. Antikempal (anticaking agent)

Mencegah penggumpalan makanan yang berupa serbuk atau bubuk.

c. Pengatur keasaman (acidity regulator)

Mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman.

Contohnya : asam asetat, asam sitrat, asam malat, asam suksinat, asam

tartrat dan asam laktat.

d. Pemanis buatan (artificial sweeterner)

Memberikan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak

mempunyai nilai gizi. Contohnya : sakarin, siklamat, dan aspartam.

e. Pemutih dan pematang tepung (flour treatment agent)

Memberikan warna putih dalam produksi tepung yang merupakan ciri

khas tepung dapat terjaga dengan baik. Contohnya: Benzoil Peroksida

f. Pengemulsi, pemantap, dan pengental (emulsifier, stabilizer, thickener)


Bahan makanan yang merupakan cairan dapat dikentalkan dengan

menggunakan gumi dan bahan polimer sintetik. Contohnya : Ekstrak

rumput laut, gelatin.

g. Pengawet (preservative)

Menghambat fermentasi atau penguraian terhadap makanan yang

disebabkan oleh mikroorganisme. Contohnya : asam benzoat dan

garamnya, asam sorbat serta garam dan kaliumnya, efektif untuk

menghambat petumbuhan bakteri, jamur dan ragi, biasanya dipakai dalam

keju, margarin, acar, buah kering, jelli, pekatan sari buah dan minuman

ringan mengandung CO2.

h. Pengeras (firming agent)

Memperkeras atau mencegah melunaknya makanan. Contohnya :

Aluminium sulfat, kalsium klorida, kalsium glukonat dan kalsium sulfat

pada buah yang dikalengkan misalnya apel dan tomat.

i. Pewarna (colour)

Memperbaiki atau memberikan warna pada makanan/ minuman.

Contohnya : tartrazine (kuning jingga) dan Carmoisine (merah)

j. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (flavour, flavour enhancer)

Menambahkan atau mempertegas rasa atau aroma. Contohnya: MSG

(Monosodium glutamate).

k. Sekuestran (sequestrant)

Bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam yang ada pada

makanan sehingga dicegah terjadinya oksidasi yang dapat 13

menimbulkan perubahan warna dan aroma. Biasa ditambahkan pada


produk lemak dan minyak atau produk yang mengandung lemak atau

minyak seperti daging dan ikan. Contoh: asam folat dan garamnya.

Bahan Tambahan yang dilarang menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI

No.033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Makanan ada 19 jenis yaitu : asam

borat dan senyawanya, asam salsilat dan garamnya, dietilpirokarbonat, dulsin,

formalin, kalium bromat, kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang

dibrominasi, nitrofurazon, dulkamara, kokain, nitrobenzen, sinamil antranilat,

dihidrosafrol, biji tonka, minyak kalamus, minyak tansi, minyak sasafras.

2.4 Bahan Pengawet

Pengawet atau preservatif adalah BTP untuk mencegah atau menghambat

fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan lain yang disebabkan oleh

mikroorganisme. Pengawet boleh ditambahkan dengan batasan kadar minimum

dan maksimum jumlah pengawet yang dapat diterima tubuh. Asupan Harian yang

Dapat Terima atau Acceptable Daily Intake (ADI) adalah jumlah maksimum

BTP dalam miligram per kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi setiap hari

selama hidup tanpa menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan. Sedangkan

Asupan Maksimum Harian yang dapat ditoleransi atau Maximum Tolerable

Daily Intake (MTDI) adalah jumlah maksimum suatu zat dalam miligram per

kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi dalam sehari tanpa menimbulkan

efek merugikan terhadap kesehatan (Permenkes RI, 2012).

2.4.1 Bahan Pengawet Organik

Bahan pengawet organik adalah pengawet yang dapat ditemukan di

alam yang lebih mudah dibuat dan dapat terdegradasi sehingga mudah
diekskresikan. Produk-produk olahan nabati seperti roti, sari buah, minuman

ringan, serta selai dan jeli. Kandungan garam dalam bahan pengawet organik

mudah larut dalam air, contohnya asam sorbata, asam propionat, asam asetat, dan

epoksida. (Rohman and Sumantri, 2007).

2.4.2 Bahan Pengawet Anorganik

Bahan pengawet anorganik adalah pengawet yang dibuat dari

bahan kimia. Penggunaan natrium nitrit pada ikan dan daging memiliki efek

kesehatan yang membahayakan. Nitrit dapat berikatan dengan amida atau amida

dan membentuk turunan nitrosamin yang bersifat toksik (karsinogenik). Garam

nitrit dan nitrat biasanya digunakan untuk mengasinkan daging untuk

mempertahankan warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba. Namun,

mekanismenya belum diketahui dipercayai bahwa nitrit bereaksi dengan gugus

sulfida, membentuk senyawa yang tidak dapat dimetabolisme oleh mikroba dalam

kondisi anaerob. 

Sulfit digunakan sebagai pengawet dalam bentuk garam SO 2, Na atau K-

sulfit, bisupit dan metabisulfit. Bentuknya yang efektif sebagai pengawet adalah

bentuk tidak terdisosiasi dengan pH di bawah 3. Banyak produsen atau penjual

menambahkan aditif atau pengawet kimia untuk menghindari situasi ini, namun

karena kurangnya pengetahuan tentang pengawet yang sehat dan banyak

digunakan. Penjualan bahan kimia yang beredar di pasaran dan tersedia dengan

mudah dan murah, termasuk formalin. Meskipun formalin bukan pengawet

makanan, pengecer menambahkan bahan pengawet, yang mungkin berupa


formaldehida, untuk meningkatkan nilai jual dan kualitas ikan. , terutama untuk

memperpanjang umur simpan (Rohman and Sumantri, 2007).

2.5 Definisi Formalin

Formalin adalah larutan yang mengandung sekitar 37% formaldehida,

yang rumus kimianya adalah HCHO. Formalin memiliki beberapa nama merek

antara lain metil oksida, metanal, formic aldehid formalin, morbisida, metil

aldehid, oxymethylene, karsan, formalite, paraforin, trioxane, dan superlysiform.

(Rosmauli, Wuri, & EP Superteam 2014). Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 033 Tahun 2012 Formalin merupakan bahan tambahan

pangan yang penggunaannya dalam makanan dilarang. Formalin merupakan

bahan tambahan makanan yang tidak boleh ditambahkan ke dalam makanan

karena memiliki efek negatif bagi kesehatan manusia. Saat ini banyak produsen

makanan yang ingin mendapatkan keuntungan namun tidak rugi dengan

menambahkan bahan tambahan yang dilarang pada makanan agar makanan yang

mereka hasilkan bertahan lebih lama dan terlihat lebih menarik. Oleh karena itu,

perlu diuji keberadaan formaldehida dalam bahan makanan, khususnya dalam

penelitian ini kandungan formaldehida pada ikan asin. 

Gambar 2.2 Stuktur Kimia Formaldehida


(Sumber : Rosmauli,2014)
2.5.1 Kegunaan Formalin

Membunuh organisme yaitu sebagai pembasmi lalat dan serangga

lainnya. Digunakan untuk membersihkan lantai kapal, toko dan pakaian. Bahan

yang digunakan dalam pembuatan rayon, pewarna, kaca cermin dan bahan

peledak. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan

gelatin dan kertas. agar-agar dan kertas. Bahan dalam pembuatan produk parfum,

sebagai bahan dalam pembuatan pupuk, pengawet dalam produk kosmetik dan

pengeras kuku. Dalam industri digunakan sebagai perekat produk Kayu lapis

(Playwood), resin dan tekstil. Formaldehida juga digunakan sebagai pengawet

dalam vaksin. J. Formalin digunakan dalam konsentrasi yang sangat rendah

(<1%). Dalam dunia kedokteran, formalin digunakan untuk pengawetan mayat

(Rahmawati, 2017).

2.5.2 Gangguan Kesehatan Pada Penggunaan Formalin

Formalin merupakan salah satu zat yang dilarang dalam bahan

makanan, dapat bereaksi cepat dengan selaput lendir saluran pencernaan dan

saluran pernapasan. Formalin juga dapat menghasilkan efek akut dan kronis yang

berhubungan dengan mual, muntah, diare, tekanan darah tinggi, kejang-kejang,

dan tidak sadarkan diri hingga koma. Selain itu, penggunaan formalin bisa juga

hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem saraf pusat dan ginjal. Efek kronis

berupa iritasi pernapasan, sakit kepala, terbakar tenggorokan, penurunan suhu

tubuh, dan gatal di bagian dada. Untuk penggunaan jangka panjang dapat

menyebabkan kanker.
Kontak dengan formalin pada kulit menyebabkan pengerasan kulit

menyebabkan dermatitis dan reaksi hipersensitivitas ketika sistem digunakan

Reproduksi wanita menyebabkan gangguan menstruasi, toksemia dan anemia

peningkatan aborsi spontan dan penurunan berat badan bayi selama kehamilan

Baru lahir. Formalin dalam saluran pencernaan dapat menimbulkan rasa Rasa

sakit disertai peradangan, bisul dan hidrosis selaput lendir. juga berformalin dapat

merusak saluran pencernaan dan merusak sistem saraf (Cahyadi, 2012).

2.6 Pengertian Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur

absorban sampel sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer yang

cocok untuk pengukuran di bagian spektrum ultraviolet dan sinar tampak ini

memiliki sistem optik yang dapat menghasilkan cahaya monokromatik pada

rentang panjang gelombang 200-800 nm. Spektrofotometer terdiri dari sumber

cahaya, monokromator, kuvet, detektor, dan perekam (Ganjar and Rohman,

2007).

Spektrum UV-Vis adalah korelasi antara absorbansi (sebagai ordinat) dan

panjang gelombang (sebagai absis). Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa

yang dipancarkan oleh larutan berbanding lurus dengan ketebalan dan konsentrasi

larutan. Hukum Lambert-Beer memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:  

a. Sinar yang digunakan dianggap monokromatis.

b. Penyerapan terjadi dalam volume yang mempunyai penampang luas

yang sama.

c. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung

terhadap yang lain dalam larutan tersebut.


d. Tidak terjadi peristiwa fluoresensi atau fosforesensi.

e. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan (Gandjar and

Rohman, 2007).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam analisis spektrofotometri UV-Vis

adalah:  

a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis

Hal ini terjadi bila senyawa yang dianalisa tidak terserap tersebut,

yaitu melalui konversi menjadi senyawa lain atau melalui reaksi

dengan pereaksi tertentu. Reagen yang digunakan harus memenuhi

beberapa persyaratan, yaitu: reaksinya selektif dan sensitif,

reaksinya cepat, kuantitatif dan berulang, produk reaksinya stabil

untuk waktu yang lama.

b. Waktu oprasional

Metode ini sering digunakan untuk mengukur hasil reaksi atau

pembentukan warna. Tujuannya adalah untuk menemukan waktu

pengukuran yang stabil. Waktu pemaparan ditentukan dengan

mengukur hubungan antara waktu pengukuran dan absorbansi

larutan. Pada awal reaksi, absorbansi senyawa berwarna ini

meningkat selama periode waktu tertentu hingga tercapai

absorbansi yang stabil. Semakin lama waktu pengukuran, maka

semakin besar kemungkinan senyawa warna akan rusak atau

terurai, sehingga intensitas warna akan berkurang dan akibatnya

daya serap juga akan berkurang. Oleh karena itu, pengukuran


senyawa warna (hasil reaksi kimia) harus dilakukan pada saat

waktu oprasional.  

c. Pemilihan panjang gelombang

Panjang gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang

dengan serapan tertinggi. Panjang gelombang maksimum dipilih

dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dan panjang

gelombang larutan standar pada konsentrasi tertentu. 

Ada beberapa alasan mengapa Anda harus menggunakan panjang

gelombang paling banyak, yaitu:

(1) Pada panjang gelombang tertinggi, sensitivitasnya juga

maksimal, karena panjang gelombang berubah pada setiap

konsentrasi paling besar.

d. Pembuatan kurva baku

Larutan standar dari zat yang akan dianalisis disiapkan dengan cara

yang berbeda Konsentrasi. Setiap larutan penyerap dalam

konsentrasi yang berbeda diukur, kemudian dibuat kurva yang

menunjukkan hubungan antara absorbansi (y). dengan konsentrasi

(x). Apabila hukum Lambert-Beer dipenuhi, kurvanya adalah

Suatu berupa garis lurus, dimana kemiringan menunjukkan

(absorptivitas) atau (absorptivitas molar). Penyimpangan dari garis

lurus biasa

dapat disebabkan oleh kekuatan ion yang tinggi, perubahan suhu

dan reaksi pengganti yang terjadi. 

e. Pembacaan absorbansi sampel


Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara

0,2-0,8 atau 15%-70% jika dibaca sebagai transmitan. Anjuran ini

berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T

adalah 0,005 atau 0,5% (Ganjar and Rohman, 2007).

2.7 Kerangka Konsep

Ikan Asin

Bahan Tambahan Bahan Tambahan


Pangan (BTP) Pangan (BTP)
yang diizinkan yang dilarang

Pemeriksaan
Laboratorium

Mengandung Tidak
Formalin Mengandung
Formalin

Kerangka 2.2 Kerangka Konsep


BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental yang bersifat deskriptif yaitu

menganalisis ada tidaknya kandungan formalin pada ikan asin dijual di beberapa

pasar tradisional di Malang dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif

kadar formalin.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2023 sampai selesai dan

dilakukan di Laboratorium Kimia Institut Teknologi Sains dan Kesehatan RS dr.

Soepraoen Malang.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah seluruh subjek penelitian atau objek yang diteliti

(Soekidjo Notoatmodjo, 1993). Populasi penelitian yang digunakan yaitu ikan

asin klotok manis yang dijual pedagang tetap kawasan pasar Tradisional Gadang

di Kota Malang.

3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari keseluruhan objek yang dipelajari dan dianggap

mewakili seluruh populasi Soekidjo Notoatmodjo, 1993). Sampel atau item yang

digunakan dalam penelitian ini adalah 10 sampel ikan asin klotok manis yang

berasal dari 10 pedagang di pasar Tradisional Gadang Kota Malang. 

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan simple random

sampling yaitu teknik pengambilan sampel secara acak. Pengambilan sampel

ikan asin klotok manis dilakukan di Pasar Tradisional Gadang Kota Malang.

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.4.1 Variabel

Variabel adalah properti yang akan diukur atau diamati nilainya

bervariasi dari satu objek ke objek lainnya dan dapat diukur (Riyanto,

2011). Variabel penelitian ini adalah Formaldehida pada ikan asin di pasar

tradisional Gadang Malang.

3.4.2 Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah penetapan kadar fromalin

menggunakan metode spektrofotometri.

3.4.3 Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah kadar formaldehid dalam

ikan asin.

3.4.3 Definisi Operasional

Definisi operasional variabel adalah deskripsi batasan tentang

variabel yang dipertanyakan atau apa yang diukur oleh variabel itu

(Notoatmodjo, 2012).
Definisi aktivitas variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 

Tabel 3.1 Definisi Oprasional Variabel Peneliti Ikan Asin Pasar Gadang
Malang
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala
Pengukuran

Ikan Asin Ikan asin merupakan hasil Obesrvasi Nominal


proses penggaraman dan
pengeringan. Ikan asin yang
dijual di Pasar Tradisional
Gadang Kota Malang.

Formalin Formalin merupakan bahan Uji Kualitatif Nominal


tambahan yang dilarang menggunakan
ditambahkan pada bahan metode KMnO4, ,
pangan makanan. fehling A dan B,
Fenilhidrazina

Konsentrasi Konsentrasi formalin yang Uji


Kuantitatif Rasio

Formalin didapatkan dari pengukuran menggunakan


itensitas warna yang metode
dihasilkan oleh senyawa Spektrofotometri
formalin, setelah dilakukan UV-Vis
uji dengan penambhan
larutan pereaksi.
3.5 Alat dan Bahan

Alat- alat yang dipakai pada penelitian adalah neraca analitik, peralatan

gelas, hotplate, wadah kaca borosilikat, kertas saring, spektrofotometer UV-

Vis.

Bahan yang digunakan pada penelitian adalah ikan asin, KMnO4, larutan

H2O2 6 % (v/v), larutan NaOH 1 N, larutan HCl 1 N, K 3Fe(CN)6, fehling A

dan B, larutan fenilhidrazin, larutan indikator fenolftalein. kalium

heksasianoferat, Fenilhidrazina hidroklorida dan aquadest.

3.5.1 Instrumen

Instrumen yang digunakan untuk melakukan pengumpulan data

menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan data pemeriksaan secara kualitatif

dan kuantitatif pada ikan asin berformalin.

3.6 Prosedur Penelitian

3.6.1 Uji Organoleptik

Pengamatan yang tampak langsung dalam bentuk, warna dan bau sampel

yang diambil.

3.6.2 Penyiapan Bahan

Penyiapan sampel Menghancurkan ikan asin dengan mortir sampai halus dan

memasukkannya dalam beaker glass, menambahkan 10 ml aquadest dan

mengaduknya sampai tercampur rata dan menyaring campuran tadi dengan kain

kasa, mengambil filtrat.

3.6.3 Preparasi Sampel Pembuatan Kontrol Positif


Diambil sediaan formalin 1 ml, masukkan dalam tabung reaksi. Ditambahkan 5

ml pereaksi (asam kromatropat) dan tutup bibir tabung reaksi menggunakan

kapas,dimasukkan ke dalam penangas air mendidih selama 15 menit. Diamati

perubahan warna yang terjadi akan membentuk warna ungu.

3.6.4 Preparasi Sampel Pembuatan Kontrol Negatif

Diambil 1 ml aquades, masukkan dalam tabung reaksi. Ditambahkan 5 ml

pereaksi (asam kromatropat) dan tutup bibir tabung reaksi menggunakan

kapas,dimasukkan ke dalam penangas air mendidih selama 15 menit. Diamati

perubahan warna yang terjadi akan membentuk warna kuning keruh.

3.6.5Pengujian secara kualitatif (Metode KMnO4)

Sebanyak 5 ml filtrat dan memasukkan dalam tabung reaksi kemudian

menambahkan 3 tetes larutan KMnO4 ke dalam tabung reaksi, adanya formalin

ditunjukkan oleh hilangnya warna ungu dari larutan KMnO 4. Formalin dinyatakan

negatif, apabila tidak ada perubahan warna pada larutan KMnO4.

3.6.6 Metode Fenilhidrazina

Menimbang seksama 10 gram sampel kemudian memotong kecil- kecil,

dan memasukkan ke dalam labu destilat, menambahkan akuades 100 ml kedalam

labu destilat, mendestilasi dan menampung filtrat dengan menggunakan labu ukur

50 ml. Mengambil 2-3 tetes hasil destilat sampel, menambahkan 2 tetes

Fenilhidrazina hidroklorida, 1 tetes kalium heksasianoferat (III), dan 5 tetes HCl.

Jika terjadi perubahan warna merah terang (positif formalin) (Farmakope

Indonesia. Edisi ketiga).

3.6.7 Fehling A dan B


Sebanyak 1 ml sampel hasil destilat, kemudian dimasukkan kedalam

tabung reaksi, lalu tambahkan 2 ml reaksi fehling A dan 2 ml fehling B, setelah

itu panaskan diatas penangas air yang sudah mendidih biarkan selama 15 menit.

Amati reaksi yang terjadi, jika terjadi endapan merah bata menunjukkan positif

mengandung formalin.

3.6.8 Pengujian Secara Kuantitatif (Metode Spektrofotometri)

Kurva standar formalin dibuat dengan menyiapkan larutan 100 ppm

larutan formalin 37% kemudian formalin dengan berbagai konsentrasi : (0,05-2

ppm). Sebanyak 2 ml dari masing-masing konsentrasi larutan formalin dipipet dan

dituang ke dalam tabung reaksi dan isi sampai tanda isi hingga 5 ml dengan

reagen Nash, kemudian mulut tabung reaksi ditutup dengan aluminium foil dan

vortexing. Setiap tabung reaksi kemudian dipanaskan dalam penangas air pada

suhu 40±2°C selama 30 menit lalu dibiarkan dinginkan hingga suhu kamar.

Setelah pendinginan, seluruh larutan ada di dalam tabung disiapkan untuk diukur

absorbansinya pada spektrofotometer UV-Vis.

3.7 Analisis Data

3.7.1 Linieritas

Linieritas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon

langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional 23

terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Digunakan satu seri larutan yang

berbeda konsentrasi antara 50-150% kadar analit dalam sampel. Jumlah sampel

yang dianalisis sekurang-kurangnya delapan buah sampel blanko. Sebagai

parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis

regresi linier Y = a + bx . . . . . . . . Hubungan linier dicapai jika nilai b = 0 dan r =


+1 atau -1 bergantung pada arah garis. Nilai a menunjukkan kepekaan analisis

terutama instrumen yang digunakan.

y = nilai absorbansi

x = konsentrasi

b = koefosien regresi (menyatakan slope)

a = tetapan regresi (menyatakan intercept)

3.8 Kerangka Alur

Ikan Asin

Dihancurkan sampai
halus, tambahkan 10
ml aquadest. diaduk
hingga rata disaring
dengan kain kasa

Residu Filtrat

Analisis Analisis Kuantitaif


Kualitatif
(Spektrofotometri UV-Vis
pada 520nm)
Metode KMnO4
(+) berwanra ungu
Kadar Formalin (mg/kg)
(-) berwarna bening sampel
Metode Nash
(+) berwarna kuning
(-) berwarna bening

Gambar 3.1 Kerangka Alur

Anda mungkin juga menyukai