Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM PENYEHATAN MAKANAN

MINUMAN - B

Disusun oleh: Kelompok 5

1. Bela Wisudawati P2.31.33.0.17.048


2. Dika Nurfaizi P2.31.33.0.17.051
3. Fenny Yasinta Nursyahbani P2.31.33.0.17.056
4. Irene Dian Oktaviana P2.31.33.0.17.061
5. Libna Krastna Yandiva P2.31.33.0.17.066

Tingkat 2 D3 B Jurusan Kesehatan Lingkungan

POLITEKNIK KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA II

Jl. Hang Jebat III/F3Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12120

Tlp.021-7397641, 7397643, 7202811 Fax (021)7397769

2019
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN TAMBAHAN MAKANAN (BTM)

I. Latar Belakang
Pangan pada hakikatnya merupakan kebutuhan dasar yang penting untuk kehidupan
manusia dan yang paling hakiki untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pada
umumnya dalam mengolah pangan diberikan beberapa perlakuan dalam berbagai cara antara
lain dengan penambahan bahan tambahan dengan tujuan untuk memperpanjang umur simpan,
memperbaiki tekstur, kelezatan atau kenampakan.
Mengingat pentingnya keamanan pangan maka telah diwujudkan oleh pemerintah
dengan di keluarkannya Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan Undang-
undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan serta Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004
tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. (Anggrahini, 2008)
Teknologi pengolahan pangan di Indonesia sekarang berkembang cukup pesat, diiringi
dengan penggunaan bahan tambahan pangan yang juga makin meningkat. Berkembangnya
produk pangan awet saat ini, hanya mungkin terjadi karena semakin tingginya kebutuhan
masyarakat terhadap berbagai jenis makanan yang praktis dan awet. Kesalahan teknologi dan
penggunaan bahan tambahan yang diterapkan, baik sengaja maupun tidak disengaja dapat
menyebabkan gangguan pada kesehatan atau keamanan konsumen. (Anggrahini, 2008)
Formalin adalah senyawa formaldehida dalam air dengan konsentrasi rata-rata 37% dan
metanol 15% dan sisanya adalah air. Formalin merupakan larutan jernih tidak berwarna, berbau
tajam, mengandung senyawa formaldehid (HCO) sekitar 37 persen dalam air (Ruth, 1996).
Formalin dianggap bisa mengawetkan makanan karena formalin dapat mengikat
protein membentuk ikatan methylene (-NCHOH). Protein pada ikatan methylene ini tahan
terhadap kerusakan, baik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme maupun oksidasi,
sehingga makanan tersebut terhindar dari kerusakan dan menjadi awet (Purawisastra dan
Sahara, 2011), Dengan demikian, ketika makanan berprotein disiram atau direndam larutan
formalin, maka gugus aldehida dari formaldehid akan mengikat unsur protein. Protein yang
terikat tersebut tidak dapat digunakan oleh bakteri pembusuk, sehingga makanan berformalin
menjadi awet.
Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara umum ambang
batas aman formalin didalam tubuh adalah 1 miligram per liter. Bila formalin masuk ke tubuh
melebihi ambang batas tersebut, maka dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem
tubuh manusia yaitu menyebabkan kanker saluran pernapasan dan meningkatkan resiko
leukemia. Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat atau jangka
pendek, dan dalam jangka panjang, baik melalui hirupan, kontak langsung atau tertelan.
Borak merupakan garam natrium yang banyak digunakan di berbagai industri non
pangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Namun saat ini banyak
pula digunakan oleh para pembuat dan penjual bakso, mie ayam, dan berbagai jenis makanan
lainnya. Penambahan ini bertujuan agar produk makanan tersebut memiliki sifat tekstur lebih
kenyal sehingga menambah sensasi kenikmatan ketika disantap (Saifudin, 2008). Di jawa barat
dikenal juga dengan nama” bleng”, di jawa tengah dan jawa timur dikenal dengan nama “pijer”.
Tujuan penambahan boraks pada proses pengolahan makanan adalah untuk
meningkatkan kekenyalan, kerenyahan , serta memberikanras gurih dan kepadatan terutama
pada jenis makanan yang mengandung pati. Biasanya boraks digunakan pada pembuatan
bakso, kerupuk, mie basah dan pengawet ikan atau ayam. Pada dasarnya boraks digunakan
untuk pengawet kayu, dan pembasmi kecoa. Dalam air, boraks akan terurai menjadi natrium
hidroksida dan asam boraks.

II. Alat dan Bahan


Alat :
1. Tabung reaksi
2. Alat tulis
3. Cawan petri
4. Rak tabung
5. Aquades
6. Lumpang dan alu
7. Spatula
8. Pipet tetes
9. Beaker glass
10. Alat untuk menguji formalin, boraks, methanil yellow, dan rhodamine B

Bahan :
1. Ikan Asin

III. Cara Kerja


1. Boraks
Dipakai untuk menguji cilok dan bakso

Petunjuk penggunaan :

1. Jika contoh berbentuk padatan,potong menjadi bagian-bagian kecil,masukkan


sebagian ke dalam tabung reaksi dan tambahkan air 2-3 mL. Jika contoh berbentuk
cairan,ambil +- 1 mL,dimasukkan kedalam tabung reaksi.
2. Tambahkan 10-20 tetes preaksi I boraks.
3. Kocok hati-hati beberapa menit.
4. Celupkan ujung preaksi II boraks (kertas) kedalam tabung reaksi
5. Angin-anginkan kertas (preaksi II) dan biarkan terkena cahaya matahari selama
10 menit.
6. Jika kertas (preaksi II) berubah menjadi kemerahan atau merah contoh
mengandung boraks (+)
Perhatian:

1. Jika preaksi I boraks terkena kulit,cuci segera dengan air dan sabun.
2. Jauhkan test kit dari jangkauan anak-anak.
Penyimpanan:

1. Simpan pada temperatur ruang


2. Simpan kertas pereaksi II dalam wadah tertutup rapat dan tidak terkena sinar
matahari langsung.

2. Formalin

Untuk menguji tahu

Petunjuk penggunaan :

1. Jika contoh berbentuk cairan,ambil kurang lebih 1 mL contoh,masukkan


kedalam tabung reaksi.
Jika contoh berbentuk padatan,cuci contoh dengan sejumlah air,ambil air cucian
kurang lebih 1 mL dan masukkan kedalam tabung reaksi.
2. Tambahkan 3-5 tetes preaksi I Formalin dengan hati-hati tetes demi tetes dan
segera botol di tutup.
3. Tambahkan preaksi II Formalin +- 1 mg (gunakan ujung stik tang tersedia) ke
dalam tabung dan kocok dengan hati-hati.
4. Biarkan +- 5-10 menit.
5. Formalin Positif jika terbentuk warna merah anggur
Perhatian:

1. Jika preaksi I Formalin terkena kulit,cuci segera dengan air dan sabun.
2. Jauhkan test kit dari jangkauan anak-anak.
Penyimpanan:

1. Simpan pada temperatur ruang

IV. Hasil dan Kesimpulan

Hasil

No Nama Sampel Perubahan Warna Hasil (+/-)

Tidak terbentuk warna merah


1 Ikan Asin Negatif (-)
kecoklatan
Kertas (preaksi II) tidak berubah
2 Ikan Asin Negatif (-)
warna

Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa prinsip dari uji
formalin yaitu mengidentifikasi adanya formalin menggunakan kit FMR. Senyawa
formalin yang teroksidasi pada bahan pangan (asam format) akan dikembalikan oleh
reagen FMR  formalin dan bereaksi dengan kromofor sehingga membentuk warna
ungu.
Dari hasil percobaan yang dilakukan didapatkan prinsip uji boraks yaitu
mengidentifikasi adanya boraks dengan kit BMR. Senyawa kromofor yang ada pada kit
BMR bereaksi dengan Na tetraborat membentuk kompleks warna merah kecoklatan.
Hasil yang diperoleh dari sampel menunjukkan bahwa sampel ikan asin yang
kami bawa tidak mengandung boraks maupun formalin atau aman untuk dikonsumsi.
TEKNIK PENGOLAHAN TELUR ASIN (AYAM KAMPUNG)

I. Latar Belakang

Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat,
mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya relatif
murah. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur berbagai makanan,
tepung telur, obat, dan lain sebagainya.

Telur terdiri dari 13% protein, 12% lemak, serta vitamin, dan mineral. Nilai
tertinggi telur terdapat pada bagian kuning telur. Kuning telur mengandung asam amino
esensial yang dibutuhkan serta mineral seperti: besi, fosfor, sedikit kalsium, dan
vitamin B kompleks. Sebagian protein dan semua lemak terdapat pada kuning telur.
Adapun putih telur yang jumlahnya sekitar 60% dari seluruh bulatan telur mengandung
5 jenis protein dan sedikit karbohidrat. Kelemahan telur yaitu memiliki sifat mudah
rusak, baik kerusakan alami, kimiawi maupun kerusakan akibat serangan
mikroorganisme melalui pori-pori telur. Oleh sebab itu usaha pengawetan sangat
penting untuk mempertahankan kualitas telur.

Telur akan lebih bermanfaat apabila direbus setengah matang, daripada direbus
matang atau dimakan mentah. Telur yang digoreng kering juga kurang baik, karena
protein telur mengalami denaturasi atau rusak, berarti mutu protein akan menurun.
Macam-macam telur adalah: telur ayam (kampung dan ras), telur bebek, puyuh, dan
lain-lain. Kualitas telur ditentukan oleh:

1) Kualitas bagian dalam (kekentalan putih dan kuning telur, posisi kuning telur, dan
ada tidaknya noda atau bintik darah pada putih atau kuning telur)

2) Kualitas bagian luar (bentuk dan warna kulit, permukaan telur, keutuhan, dan
kebersihan kulit telur)

Umumnya telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari 2


minggu di ruang terbuka. Kerusakan tersebut meliputi kerusakan yang tampak dari luar
dan kerusakan yang baru dapat diketahui setelah telur pecah. Kerusakan pertama berupa
kerusakan alami (pecah, retak ). Kerusakan lain adalah akibat udara dari dalam isi telur
keluar sehingga derajat keasaman naik.

Sebab lain karena keluarnya uap air dari dalam telur yang membuat berat telur
turun serta putih telur encer, sehingga kesegaran telur merosot. Kerusakan telur dapat
juga disebabkan oleh masuknya mikroba ke dalam telur, yang terjadi ketika telur masih
berada dalam tubuh induknya. Kerusakan telur terutama disebabkan oleh kotoran yang
menempel pada kulit telur. Penurunan mutu telur sangat dipengaruhi oleh suhu
penyimpanan dan kelembaban ruang penyimpanan

II. Alat dan Bahan

1. Telur ayam kampung kualitas terbaik 7butir ( sudah di hamplas)


2. Air secukupnya, untuk mencuci dan merebus
3. Bahan Lapisan Abu Gosok:
4. Abu gosok 1000 gr
5. Garam dapur (garam kotak/garam krasak) 500 gr
6. Air 100 ml

III. Cara Membuat:

1. Lapisan Abu gosok: Campur abu gosok dan garam, tuang air sedikit demi sedikit
ke dalam adonan sambil diaduk hingga rata.
2. Hamplas telur proses ini berguna agar garam cepat meresap ke dalam telur
3. Setelah itu Bungkus telur dengan adonan lapisan hingga merata keseluruh
permukaan telur hingga setebal ± 1-2 mm
4. Simpan telur yang sudah dibungkus dengan bahan lapisan ke dalam ember atau
wadah platik atau kuali selama 7 hari. Bersihkan lapisan abu gosok dan cuci telur.
5. Rebus telur asin dengan api kecil hingga matang selama ± 1 ½ jam. Matikan api,
angkat dan tiriskan telur.
6. Telur asin siap disajikan

IV. Kesimpulan
1. Proses pengasinan telur bertujuan agar membuat telur menjadi lebih awet.

2. Pembuatan telur asin tidak sulit. Bahan – bahan yang diperlukan juga mudah
didapatkan. Selain rasanya enak juga mengandung gizi yang sangat tinggi.

3. Keberhasilan pembuatan telur asin ini ditentukan oleh beberapa faktor antara
lain konsentrasi zat terlarut, suhu, tekanan, dan bahan- bahan yang bercampur
dengan air.

4. Konsep pembuatan telur asin rasa bawang ini merupakan sebuah peluang yang
bisa digunakan untuk usaha kecil menengah.

V. Dokumentasi
PENGOLAHAN MANISAN BELIMBING

I. Latar Belakang

Manisan adalah salah satu bentuk makanan olahan yang banyak disukai oleh
masyarakat. Rasanya yang manis bercampur dengan rasa khas buah sangat cocok untuk
dinikmati diberbagai kesempatan. Manisan kering adalah produk olahan yang berasal
dari buah-buahan dimana pemasakannya dengan menggunakan gula kemudian di
keringkan. Produk ini mempunyai beberapa keuntungan diantaranya; bentuknya lebih
menarik, lebih awet volume serta bobotnya menjadi lebih kecil sehingga mempermudah
pengangkutan.

Meskipun jenis manisan buah yang umum dipasarkan ada bermacam-macam bentuk
dan rasanya, namun sebenarnya dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan yaitu:

1. Golongan pertama adalah manisan basah dengan larutan gula encer (buah dilarutkan
dalam gula jambu, mangga, salak dan kedondong).

2. Golongan kedua adalah manisan larutan gula kental menempel pada buah. Manisan
jenis ini adalah pala, lobi-lobi dan ceremai.

3. Golongan ketiga adalah manisan kering dengan gula utuh (sebagai gula tidak larut
dan menempel pada buah). Buah yang sering digunakan adalah buah mangga,
kedondong, sirsak dan pala.

4. Golongan keempat adalah manisan kering asin karena unsur dominan dalam bahan
adalah garam. Jenis buah yang dibuat adalah jaambu biji, buah, mangga, belimbing dan
buah pala.

Produk olahan yang sangat disukai oleh masyarakat adalah manisan. Rasanya
yang segar dapat dijadikan penawar haus disaat udara panas, dan cocok dinikmati di
berbagaai kesempatan. Bahan dasar pembuatan manisan adalah buah kedondong,
mangga, ceremai, dan pepaya. Dapat pula dibuat selain dari buah yaitu: jahe dan daun
pepaya. Produk pangan yang menganduag kadar gula tinggi yaitu produk manisan yang
dapat disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama.

Manisan merupakan salah satu metode pengawetan produk buah-buahan yang


paling tua, dan dalam pembuatannya menggunakan gula, dengan cara merendam dan
memanaskan buah dalam madu. Pada praktikum kali ini, kami menggunakan golongan
pertama yaitu manisan basah dengan larutan gula encer untuk membuat manisan buah
belimbing.

II. Alat dan Bahan

1. 500 gram belimbing buah


2. (cuci bersih, buang semua sisinya dan potong-potong)
3. 300 gram gula pasir
4. 350 ml air
5. 3 butir cengkeh
6. 1 batang kayumanis

III. Langkah-langkah

1. Masak gula, air, cengkeh dan kayu manis sampai mendidih


2. Masukkan potongan belimbing buah, kecilkan api

3. Masak sampai 2 menit dengan api kecil

4. Setelah dingin bisa dimasukkan ke kulkas dan diamkan beberapa jam biar gulanya lebih
meresap

5. Manisan belimbing siap disajikan

IV. Kesimpulan

Dilihat dari proses, bahan dan alat dari pembuatan manisan ini terlihat
sederhana namun memiliki manfaat antara lain dapat menanggulangi penyia-nyiaan
bahan pangan, menambah nilai ekonomi dari buah belimbing, meningkatkan rasa yang
lebih menarik, serta dapat menjadi makanan dalam berbagai kesempatan. Dari segi
pengeluaran dalam memperoleh bahan tidak memerlukan biaya yang banyak sehingga
diharapkan jika manisan ini diperdagangkan, dapat mendapat keuntungan yang berarti.

Pada praktikum kali ini, kelompok kami berhasil membuat manisan buah
belimbing dengan cara pengolahan yang baik dan benar. Namun, perlu ditinjau kembali
dalam memasukkan bahan karena belimbing tersebut sudah manis sebelumnya dan
perlu dilakukan manajemen waktu agar belimbing yang dimasak tidak terlalu lembek
agar tidak terjadi kesalahan di lain waktu.

V. Dokumentasi
TEKNIK PENGOLAHAN CUMI ASIN

I.Latar Belakang
Ikan bersifat perishable food atau mudah mengalami proses pembusukan atau
kemunduran mutu. Ikan cepat mengalami pembusukan disebabkan oleh beberapa hal,
yaitu karena tubuh ikan mempunyai kadar air yang tinggi (80%) dan pH mendekati
netral sehingga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme lain,
daging ikan mengandung sedikit sekali jaringan pengikat atau tendon, sehingga mudah
dicerna oleh enzim autolysis, daging ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh,
yang mudah mengalami proses oksidasi (Fida, 2007).
Ikan merupakan sumber protein hewani yang potensial dan sangat dibutuhkan
oleh masyarakat. Biasanya kadar protein ikan 15-20 % tergantung jenis ikannya.
Meskipun demikian, ikan merupakan produk yang cepat busuk karena kadar airnya
yang tinggi (70-80%) sehingga memicu proses pembusukan oleh bakteri. Ikan yang
telah dikeringkan memiliki kelebihan, yaitu kadar protein per 100 g bahannya menjadi
lebih tinggi. Pengeringan ikan merupakan cara pengawetan ikan yang tertua. panas
matahari dan tiupan angin. Pada prinsipnya, pengeringan merupakan cara pengawetan
ikan dengan mengurangi kadar air pada tubuh ikan sebanyak mungkin, sehingga
kegiatan- kegiatan bakteri terhambat dan jika mungkin, mematikan bakteri tersebut
(Fida, 2007).
Salah satu kelemahan ikan sebagai bahan makanan ialah sifatnya yang mudah
busuk setelah ditangkap dan mati. Oleh karena itu, ikan perlu ditangani dengan baik
agar tetap dalam kondisi yang layak dikonsumsi oleh konsumen. Setelah dilakukan
penanganan awal berupa sortasi, grading dan pembersihan, maka penanganan
selanjutnya antara lain pendinginan, pembekuan, penggaraman, pengeringan dan lain
sebagainya. Teknik pengawetan yaitu pendinginan, pembekuan, penggaraman dan
pengeringan. Pada proses pengawetan dengan cara penggaraman sebenarnya terdiri dari
dua proses yaitu proses penggaraman dan proses pengeringan. Ikan yang digarami dan
dikeringkan menjadi awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri
penyebab kebusukan. Selain itu dengan dilakukannnya pengeringan kadar air dalam
ikan yang menjadi faktor dasar pertumbuhan bakteri semakin kecil sehingga proses
pengawetan dapat lebih sempurna (Fida, 2007).
Metode pengawetan dengan cara penggaraman merupakan metode pengawetan
yang sederhana dan ekonomis, hal ini karena media utama yang menjadi bahan dasar
dari dalam pelaksanaan hanya memerlukan garam dan proses pengeringannya yang
masih tradisional hanya dengan bantuan sinar matahari saja. Oleh karena itu dilapisan
masyarakat sebagian besar metode pengawetan yang dilakukan adalah penggaraman
dan pengeringan (Fida, 2007).

II.Alat dan Bahan


1. Cumi
2. Garam kasar
3. Air

III.Cara Membuat
1. Siapkan larutan garam jenuh dengan konsentrasi larutan 30—50%.
2. Setelah itu, cumi yang telah disiangi, disusun di dalam wadah/bak kedap air.
3. Kemudian tambahkan larutan garam secukupnya hingga seluruh cumi tenggelam
dan beri pemberat agar tidak terapung.
4. Lama perendaman 1—2 hari, tergantung dari ukuran atau tebal cumi dan derajat
keasinan yang diinginkan.
5. Setelah penggaraman, bongkar ikan dan cuci dengan air bersih. Susun cumi di
atas nampan untuk proses pengeringan/penjemuran.
6. Proses pengeringan ini berlangsung selama 3-5 hari tergantung cuaca.
7. Setelah cumi kering bisa langsung di goreng atau di simpan untuk stock.

IV.Kesimpulan
Berikut kesimpulan yang di peroleh dari praktikum Praktikum Teknologi Penanganan Hasil
Perikanan Tradisional, antara lain sebagai berikut:
1. Garam berfungsi untuk menarik air keluar dari dalam tubuh ikan
2. Garam yang baik untuk penggaraman yakni garam yang sedikit mengandung Ca
dan Mg.
3. Setiap bahan pangan yang mengalami pengeringan akan mengalami penurunan
berat, karena adanya penguapan pada bahan pangan saat pengeringan dan yang
tersisa hanya padatan dan air yang terikat.
4. Akan terjadi perubahan warna pada bahan pangan setelah proses pengeringan, hal
ini dikarenakan adanya reaksi-reaksi non-enzimatik.
5. Faktor yang mempengaruhi proses pengeringan antara lain suhu, luas permukaan
bahan, ukuran, kadar lemak, dan metode yang digunakan.

V.Dokumentasi
PENGOLAHAN NUGGET AYAM

I. Latar Belakang

Nugget ayam merupakan suatu proses hasil pengolahan daging giling yang
dicetak dalam bentuk potongan empat persegi kemudian dilapisi tepung
berbumbu menjadi produk nugget ayam.Tidak semua makanan instan rendah gizi,
contohnya nugget ayam. Meskipun tergolong sebagai bahan makanan yang mudah dan
cepat dimasak, daging ayam yang diberi bumbu dan pelapis ini sangat kaya protein.
Terdapat juga asam amino, lemak, karbohidrat, beberapa jenis vitamin dan
mineral.( Suwoyo,2006)
Nugget atau chicken nugget adalah salah satu pangan hasil pengolahan daging
yang memiliki cita rasa khas daging, biasanya berwarna kuning orange. Biasanya
daging-daging sisa dan atau kulitnya diolah menjadi satu dan digoreng memakai tepung
roti. Produk nugget dapat dibuat dari daging ayam, sapi, ikan dan lain-lain, tetapi yang
populer di masyarakat adalah nugget ayam.(Suwoyo,2006).
Teknologi yang digunakan untuk mengawetkan daging sebelum diolah menjadi
suatu produk baru seperti nugget ayam yang merupakan makan siap saji. Pengawetan
daging mentah secara umum didefinisikan sebagai suatu cara atau proses untuk
mencegah terjadinya lisis atau degradasi komponen-komponen dalam jaringan daging
ayam. Prinsip pengawetan daging ayam adalah menciptakan kondisi yang tidak cocok
bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme perusak daging. Hal
tersebut dilakukan dengan menurunkan kadar air sampai tingkat serendah mungkin
dengan batas tertentu sehingga mikroorganisme tidak mampu untuk tumbuh (± 5-10%).
(Purnomo, 1996).
Nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging
giling yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi. Potongan ini kemudian
dilapisi tepung berbumbu (battered dan breaded). Penambahan bahan seperti garam
pada pembuatan nugget bertujuan untuk meningkatkan cita rasa, pengembangan
protein daging, pelarut protein daging, serta sebagai pengawet. Perlakuan yang
dilakukan untuk mengolah dan mengawetkan daging adalah pendinginan atau
pembekuan, dan pengasinan (curing). Pembekuan adalah menempatkan daging pada
suhu kisaran 1oC sampai 3,5oC di dalam lemari es, dimana pada suhu redah kulit bisa
beku. dagingyang hendak di masukkan kedalam lemari es, sebelumnya dibersikan dan
di tempatkan dalam wadah yang sesuai, lalu di masukkan kedalam lemari es. Tujuan
menghambat pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi enzim serta kimia penyebab
kerusakan daging. Pengasinan (curing) merupakan proses dimana daging ditambah
garam klorida guna menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang
merusak daging dan menurunkan aktivitas air. (Purnomo, 1996).

II. Alat dan Bahan

1. 500 gr dada ayam (dagingnya saja) cuci bersih


2. 3 sdm tepung panir
3. 2 sdm tepung terigu
4. 2 sdm tepung tapioka/kanji
5. 2 butir telur ayam
6. 5 siung bawang putih, haluskan
7. 1 sdt garam halus
8. 1 sdt merica bubuk
9. 1/2 sdt royco ayam (jika suka)

Bahan pencelup:

1. 4 sdm terigu
2. Secukupnya air dan garam
3. Bahan pelapis:
4. Secukupnya tepung panir kasar

III. Langkah-langkah
1. Potong keci-kecil daging ayam

2. Blender daging ayam bersama telur sampai halus

3. Tuang hasil blenderan ke dalam wadah, masukkan, terigu, panir, kanji, bawang
putih, garam, merica, dan royco

4. Aduk rata hingga menjadi adonan seperti dibawah ini


5. Masukkan adonan ke dalam loyang yg telah dioles minyak goreng, ratakan

6. Kukus ± 30 menit, angkat dan biarkan dingin

7. Potong-potong nugget sesuai selera

8. Buat bahan pencelup: campur terigu garam dan air secukupnya hingga
kekentalan seperti adonan peyek, tidak encer dan tidak terlalu kental, lalu
celupkan nugget ke dlm pencelup

9. Lalu gulingkan kedalam tepung panir kasar sambil ditekan-tekan agar panir
menempel sempurna dan nugget tertutup rapi

10. Nugget homemade siap digoreng, atau dikemas/ simpan dlm wadah kedap udara

IV. Kesimpulan

Nugget ayam merupakan suatu proses hasil pengolahan daging giling yang
dicetak dalam bentuk potongan empat persegi kemudian dilapisi tepung
berbumbu menjadi produk nugget ayam.

Kelebihan nugget dalam hal penyimpanan adalah nugget dapat disimpan dalam
waktu yang lama. Nugget ayam juga merupakan bahan pangan sumber niasin (vitamin
B3), vitamin B6, asam pantotenat dan riboflavin (vitamin B2), sumber mineral
selenium, fosfor, dan zinc. Kandungan utama lemak pada produk nugget adalah lemak
jenuh dan beberapa merek juga mengandung kolesterol. Kekurangan nugget sendiri
disebabkan oleh kerusakan yang terjadi pada produk nugget yang disimpan di suhu
beku (freezer) selama lebih dari 6 bulan.

IV. Dokumentasi Hasil


DAFTAR PUSTAKA

http://www.ut.ac.id

Anggrahini, Sri. 2008. Keamanan Pangan Kaitannya dengan Penggunaan Bahan Tambahan
dan Kontaminan. Diakses di : http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/732_pp0906016.pdf

Dwipayanti, U. 2012. Mengenal Bahaya Penyalahgunaan Formalin pada Makanan.


http://ojs.unud.ac.id.
http://saputrianidress.blogspot.com/2017/04/laporan-praktikum-penggaraman-dan.html
https://berbagihalmenarik.wordpress.com/2018/05/28/laporan-praktikum-pembuatan-telur-
asin/
Suwoyo,Heru.2006. Pengembangan Produk Chicken Nugget Vegetable Berbahan Dasar
Daging Sbb (Skinless Boneless Breast) Dengan Penambahan Flakes Wortel Di Pt. Charoen
Pokphand Indonesia Chicken Processing Plant, Cikande-Serang. Skripsi. Jurusan Teknologi
Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
https://www.academia.edu/12424546/LAPORAN_PEMBUATAN_MANISAN
https://ptp2007.wordpress.com/2007/12/09/manisan-buah/

Anda mungkin juga menyukai