Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN GROUP PROJECT KEAMANAN PANGAN

MASA SIMPAN MIE BASAH (BAHAN BAKU MIE AYAM ) DITINJAU


DARI ADA TIDAKNYA FORMALIN DAN JUMLAH TOTAL BAKTERI

Disusun Oleh:
Kelompok 1
Sohifatul Hikmah 14308141001
Khansa Elvaretta T.B 14308141002
Aulia Rahman 14308141005
Heny Susanti 14308141007
Biologi B

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Mi (kadang-kadang ditulis mie) merupakan jenis kuliner yang
memiliki banyak penggemar dari semua kalangan usia.Jenis mie ada
empat macam, yaitu mie segar, mie basah, mie kering dan mie instan. Mie
segar adalah mie yang tidak mengalami proses tambahan setelah
pemotongan. Mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses
perebusan setelah pemotongan dan sebelum dipasarkan. (Sri Lestari dan
Pepi Nur Susilawati, 2015 :1-2). Salah satu produk yang berbahan dasar
mie basah adalah mie ayam. Mie ayam merupakan makanan yang sangat
populer dikalangan masyarakat baik anak kecil maupun orang dewasa.
Selain rasanya yang enak, mie ayam merupakan mie yang memiliki harga
yang relatif murah. Namun dengan harga yang murah belum tentu kualitas
mie yang di hasilkan belum sesuai dengan standar keamanan pangan.
Salah satu nya adalah bahan baku dari mie ayam, yaitu mie basah.
Mie basah merupakan mie yang terbuat dari bahan pangan
berbentuk pipih dengan diameter 0,07 - 0,125 inci, dibuat dari tepung
terigu dengan penambahan air, telur, dan air abu melalui proses ekstrusi
basah Ciri–ciri mie basah yang baik yaitu berwarna putih atau kuning
terang, dan memiliki bau khas tepung (Widyaningsih dan Murtini,
2006).Menurut Chamdani (2005), mie basah memiliki ketahanan masa
simpan selama 36 jam, sedangkan mie basah yang ditambah dengan
formalin / formaldehid dapat bertahan hingga 5 hari.
Namun mie basah pada pembuatan mie ayam tidak dapat bertahan
lama. Meskipun disimpan dalam pendingin, mie basah tetap dapat
mengalami pembusukan. Mie basah yang tidak dapat bertahan lama,
mendorong para penjual untuk memilih bahan pengawet sebagai solusi
untuk memperpanjang masa simpan mie basah tersebut. Dengan adanya
pengawet tentu pembusukan dapat dihidari. Mie basah yang mengandung
bahan pengawet, tentu dapat mengahambat pertumbuhan bakteri
pembusuk sehingga mie basah dapat bertahan lama. Dari permasalahan
tersebut peneliti ingin mengetahui Daya Simpan Mie Basah (bahan baku
mie ayam) Di tinjau dari Jumlah Total bakteri.
B. Rumusan masalah
1. Apakah terdapat cemaran bakteri pada sampel mie basah?
2. Apakah ada perbedaan jumlah total masa simpan mie basah 8 jam, 16
jam dan 24 jam?
3. Apakah terdapat formalin pada mie basah ?
C. Tujuan
1. Mengetahui adanya cemaran bakteri pada sampel mie basah
2. Menegetahui perbedaan jumlah total bakteri pada 8 jam, 16 jam, dan
24 jam
3. Mengetahui ada tidaknya formalin pada mie basah
D. Manfaat
1. Bagi mahasiswa dapat gunakan sebagai acuan teori dalam penelitian
kemanan pangan selanjutnya serta mengetahui adanya coliform pada
mie basah bahan baku mie ayam
2. Bagi masyarakat dapat gunakan sebagai pegetahuan tentang bahayanya
mie basah yang terdapat bahan pengawet serta terdapat coliform pada
mie basah bahan baku mie ayam.
E. Definisi Operasional
1. Mie Basah :
Mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah
pemotongan dan sebelum dipasarkan.
2. Jumlah Total Bakteri :
Jumlah koloni bakteri hasil perhitungan yang telah dikalikan dengan
faktor pengencer.
3. Formalin :
Formalin atau formaldehid umumnya digunakan dalam industri plastik,
kertas, tekstil, cat dan mebel, juga digunakan untuk mengawetkan
mayat dan mengontrol parasit pada ikan.
4. Uji Organoleptik :
Uji Organoleptik merupakan pengujian terhadap bahan makanan yang
dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu dan
kerusakan lainnya dari produk.
F. Keterbatasan penelitian
1. Pengambilan sampel mie basah tidak sesuai dengan waktu pembuatan
mie basah sehingga menyebabkan rentan waktu yang dapat
menimbulkan peningkatan cemaran mikroba.
2. Waktu dalam pengamatan tidak sesuai yang harapkan karena
keterbatasan jam penggunaan laboraturium Mikrobiologi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka
1. Mie
a. Mutu mie
Mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau
tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan
yang diizinkan, berbentuk khas mie (Dewan Standarisasi Nasional,
1992). Kualitas mie basah menurut SNI dapat dilihat pada Tabel.
Tabel Tabel 1. Standar Mutu Mie Basah (SNI 2987-2015)
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
.
Mie Basah Mie Basah
Mentah Matang
1. Keadaan
1.1 Bau - Normal Normal
1.2 Rasa - Normal Normal
1.3 Warna - Normal Normal
1.4 Tekstur - Normal Normal
2. Kadar Air Fraksi massa, Maks. 35 Maks. 65
%
3. Kadar Protein (Nx6.25) Fraksi Massa, Min. 9.0 Min. 6,0
%
4. Kadar abu tidak larut Fraksi Massa, Maks. 0,05 Maks 0,05
dalam asam %
5. Bahan Berbahaya
5.1 Formalin (HCHO) - Tidak Boleh Tidak Boleh
Ada Ada
5.2 Asam borat (H3BO3) - Tidak Boleh Tidak Boleh
Ada Ada
6. Cemaran Mikroba
6.1 Angka Lempeng Total Koloni/g Maks 1x106 Maks 1x106
6.2 Escherichia coli APM/g maks. 10 maks. 10
6.3 Salmonella sp. - negatif/25 g negatif/ 25 g
6.4 Staohylococcus aureus koloni/g Maks 1x103 Maks 1x103
6.5 Bacillus cereus koloni/g Maks 1x103 Maks 1x103
6.6 Kapang Koloni/g Maks 1x104 Maks 1x104
9 Deoksinivalenol µg/kg maks. 750 maks. 750

(Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2015)

b. Kandungan Mie Basah


1. Tepung terigu
Tepung terigu mengandung glutein 8-12%. Glutein adalah
protein yang terdapat pada terigu. Glutein bersifat elastis
sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mie
yang dihasilkan. Mutu terigu yang dikehendaki adalahterigu
yang memiliki kadar air 14%, kadar protein 8-12 %, kadar abu
0,25-0,60% dan glutein basah 24-36%
2. Telur
Penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu mie
dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah
terputis-putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan
saos mie waktu pemasakan. Penggunaan mie telus secara
berlebihan akan mengakibatkan menurunnya kemampuan mie
menyerap air waktu direbus. Kuning telus sebagai pengemulsi
karena dalam kuning telur terdapat lechitin yang dapat
mempercepat hidrasi air pada tepung dan untuk
mengembangkan adonan.
3. Natrium karbonat dan kalium karbonat
Berfungsi untuk mempercepat kandungan gluten,
meningkatkan elastisitas dab fleksibilitas mie, meningkatkan
kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat kenyal.
4. Garam
Berfungsi untuk memperkuat tekstur mie, meningktkan
fleksibilitas dan elastisitas mie serta untuk mengikat air. Garam
dapur juga menghambat aktivitas enzim protease dan amilase
sehingga mie bersifat lengket dan tidak mengembang secara
berlebihan.

5. Air
Berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan
karbohidrat larutan garam dan membentuk sifat kenyal gluten.
Air yang digumakan sebaiknya memiliki pH 6-9. Semakin
tinggi pH air maka mie yang dihasilkan tidak mudah patah
karena absorbsi air meningkat dengan meningkatnya pH.
6. Soium Tripoliphosfat
Digunakan sebagai pengikat air, agar air dalam adonan tidak
menguap, sehingga adonan tidak mengalami pengerasan atau
kekeringandi permukaan sebelum pembentukan adonan. Fungsi
umum dari bentuk fosfat dalam makanan adalah bereaksi kimia
secara langsung dengan bahan makan, penstabil pH,
pendispersi bahan makanan, penstabil emulsi, meningkatkan
daya ikatan air dan hidrasi, menuunkan pH, pencegahan
pengerasan dan pengawetan makanan. (Astawan dalam Nur
2009).
c. Mutu Mie
 Warna
Menurut Kruger dalam Pahrudin (2006) Warna merupakan
salah satu faktor yang berperan dalam menentukan kualitas
mie basah matang. Mie basah matang pada umumnya
berwarna putih kekuningan. Timbulnya warna kuning
tersebut disebabkan pada saat pengolahan, garam-garam
alkali yang ditambahkan menyebabkan pH adonan naik
menjadi 9 – 11,5. Pada pH alkali, pigmen flavonoid akan
terlepas dari pati dan menghasilkan warna kuning.
 Aroma
Aroma merupakan faktor penting dalam menentukan
tingkat penerimaan konsumen pada suatu bahan, aroma
banyak menentukan kelezatan bahan makanan, biasanya
seseorang dapat menilai lezat tidaknya suatu bahan
makanan dari aroma yang ditimbulkan (Winarno, 1997
dalam Geiby Boham dkk, 2013). Menurut Subagio (2011 :
8) hasil hidrolisis tepung yang berupa monosakarida dapat
menjadi bahan baku pembentukan asam-asam organik
sehingga menghasilkan aroma masam yang dapat menutupi
cita rasa tepung terigu. Hidrolisis tepung pada mie basah
dapat terjadi setelah mie disimpan selama lebih dari 20 jam.
 Rasa
Mie basah memiliki rasa khas tepung dan rasa gurih. Hal
ini disebabkan oleh kandungan protein yang terdapat pada
mie basah sehingga pada saat perebusan protein akan
terdenaturasi menjadi asam amino (Mualim, 2013 dalam
Arsyi Wintaha Umri, 2016 : 24). Salah satu asam amino
yang dapat menimbulkan rasa yang lezat adalah asam
amino glutamat (Winarno, 2004 dalam Arsyi Wintaha
Umri, 2016 : 24).
d. Kerusakan Mie
Menurut Astawan dalam Pahrudin (2006) Kerusakan mie
basah matang terjadi pada penyimpanan suhu kamar setelah 40
jam. Kerusakan yang terjadi adalah tumbuhnya kapang, sedangkan
perubahan warna tidak terjadi, karena pemasakan dapat merusak
enzim polifenoloksidase Setelah terjadi perubahan warna,
perubahan yang timbul adalah aroma mie menjadi asam diikuti
dengan pembentukan lendir. Pembentukan lendir menandakan
adanya pertumbuhan bakteri dan diikuti dengan timbulnya bau
asam \ Pertumbuhan kapang ditandai dengan adanya miselium
kapang pada permukaan mie. Miselium kapang pada mie
umumnya berwarna putih atau hitam.
Menurut Alcamo dalam Pahrudin (2006) Mikroba yang
terdapat pada mie diduga berasal dari bahan baku mie yaitu tepung.
Mikroorganisme yang terdapat pada tepung adalah kapang, kamir,
dan bakteri. Bakteri yang biasa terdapat pada tepung adalah
Pseudomonas, Micrococcus, Lactobacillus serta beberapa spesies
Achromobacterium. Kapang yang ditemukan pada tepung antara
lain berasal dari genus Aspergillus, Rhizopus, Mucor, Fusarium,
dan Penicillium. Selain dari tepung, mikroorganisme yang tumbuh
pada mie kemungkinan jugaberasal dari air yang digunakan dalam
pembuatannya. Mikroorganisme yang terdapat dalam air yang
tidak tercemar adalah kamir, spora Bacillus, spora Clostridium dan
bakteri autotrof.
Mie basah mudah mengalami kerusakan atau kebusukan
sehingga banyak usaha dilakukan untuk memperpanjang umur
simpan mie basah dengan penambahan bahan kimia tertentu.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Gracecia dan Priyatna
(2005) terhadap pedagang pasar tradisional dan pedagang produk
olahan mie di daerah Jabotabek, menunjukkan bahwa umur simpan
mie basah mentah bisa mencapai 4 hari, sementara umur simpan
mie basah matang bisa mencapai 14 hari. Secara umum, ciri-ciri
kerusakan mie basah mentah dan mie basah matang hampir sama.
Dari hasil survei dapat diketahui bahwa kerusakan mie basah
mentah ditandai dengan timbulnya jamur (adanya bintik-bintik
warna hitam/merah/biru), munculnya bau asam, mie menjadi
hancur, patah-patah, atau menjadi lembek.
e. Uji Organoleptik
Pengujian organoleptik disebut penilaian indera atau
penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian dengan
memanfaatkan panca indera manusia untuk mengamati tekstur,
warna, bentuk, aroma, rasa suatu produk makanan, minuman
ataupun obat. Pengujian organoleptik berperan penting dalam
pengembangan produk. Evaluasi sensorik dapat digunakan untuk
menilai adanya perubahan yang dikehendaki atau tidak dalam
produk atau bahan-bahan formulasi, mengidentifikasi area untuk
pengembangan, mengevaluasi produk pesaing, mengamati
perubahan yang terjadi selama proses atau penyimpanan, dan
memberikan data yang diperlukan untuk promosi produk
(Fitriyono Ayustaningwarno, 2014 : 1).
Penilaian organoleptik terdiri dari enam tahapan yaitu
menerima produk, mengenali produk, mengadakan klarifikasi sifat-
sifat produk, mengingat kembali produk yang telah diamati, dan
menguraikan kembali sifat inderawi produk (Fitriyono
Ayustaningwarno, 2014 : 1).
f. Pengawet Formalin
Formalin merupakan jenis formaldehid dalam kepekatan
40-50%. Formalin berwujud cair tak berwarna, dan mudah larut
dalam air. Kegunaan formalin adalah untuk mengawetkan cairan
dan jaringan-jaringan (Petrucci, 2007) Formalin berupa cairan
jernih yang tidak berwarna dengan bau menusuk, uapnya
merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan dan rasa
membakar. Bobot tiap mililiter adalah 1,08 gram. Dapat bercampur
dengan air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dengan kloroform
dan eter. Didalam formalin mengandung sekitar 37% formaldehid
dalam air, biasanya ditambah methanol hingga 15% sebagai
pengawet.
Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama
(desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Berat Molekul
Formalin adalah 30,03 dengan Rumus Molekul HCOH. Karena
kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya ke
dalam sel tubuh. Gugus karbonil yang dimilikinya sangat aktif,
dapat bereaksi dengan gugus –NH2 dari protein yang ada pada
tubuh membentuk senyawa yang mengendap (Harmita, 2006).
Prinsip dari uji fehling adalah membedakan gugus aldehid
dan keton dalam suatu sampel dengan menambahkan reagen
Fehling A dan Fehling B, dimana fehlin A adalah CuSO4 dan
fehling B adalah campuran NaOH dan N-K- tatrat. Dalam reaksi
ini terjadi reaksi reduksi oksidasi. Aldehid dioksidasi membentuk
asam karboksilat, sementara ion Cu2+ akan tereduksi menjadi Cu+.
Hasil uji positif apabila dalam suatu sampel terbentuk endapan
merah bata (Raymond, 2009)
g. Total Plate Count (Angka Lempeng Total)
Uji Angka Lempeng Total (ALT) merupakan metode
kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba pada
suatu sampel. ALT aerob mesofil atau anaerob mesofil
menggunakan media padat dengan hasil akhirberupa koloni yang
dapat diamati secara visual dan dihitung, intepretasi hasil berupa
angka dalam koloni (cfu) per ml/g. Cara yang digunakan antara
lain dengan cara tuang, cara tetes dan cara sebar (Riska Juniar,
2016 : 8).
Prinsip metode ini adalah jika sel mikroba yang masih
hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel mikrobatersebut
akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat
dilihatlangsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop
(Riska Juniar, 2016 :8).
B. Kerangka Berfikir

Sayuran

Ayam Mie Ayam Bumbu Pelengkap

Mie Basah

Bahan Baku : Masa Simpan :


Tepung terigu Ideal disimpan
selama 36 jam
Proses
Pembuatan : Untuk
Penyiapan bahan memperpanjang
Pengadukan masa simpan,
adonan diperlukan
Penggilingan mie penambahan bahan
pengawet

Uji
Dalam proses Formalin
Uji
penyiapan bahan dengan
Pemeriksaan Organoleptik
baku dan proses metode
total koloni untuk
produksi, Fehling
bakteri mengetahui
berpotensi
dilakukan kelayakan
menimbulkan
dengan konsumsi
adanya
metode pour mie basah
kontaminasi, salah
plate media
satunya
NA
kontaminasi
bakteri
Dihitung
jumlah koloni
yang terbentuk
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian
Peneltian ini merupakan penelitian observasi, dimana penelitian
dilakukan di tempat penjualan mie ayam. Pada perancangan penelitian ini
tahapanya dilakukan sebagai berikut yaitu melakuan observasi, mengambil
sampel, menganalisa, data hasil penelitian, membahas data hasil analisa
dan melaporkan hasil penelitian.
B. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8 Mei 2017 sampai
dengan 15 Mei 2017. Penyiapan alat, dan pembuatan media pertumbuan
bakteri dilakukan pada tanggal 8 Mei 2017 sampai dengan 9 Mei 2017.
Melakukan obserbasi tempat penjual mie ayam dilakukan pada tanggal 10
Mei 2017. Pengambilan sampel mie basah bahan baku mie ayam
dilaksanakan pada tanggal 12 Mei 2017. Sampel mie ayam selanjutnya di
uji di laboraturium Mikrobiologi FMIPA UNY pada tanggal 12 Mei 2017
sampai dengan 13 Mei 2017. Pengumpulan data di laksanakan pada
tanggal 14 April 2017. Pengolahan hasil penelitian dilaksanakan pada
tanggal 15 Mei 2017.
C. Teknik sampling
Penelitian ini menggunakan teknik purpose sampling dimana sampel mie
basah yang diambil dari penjual mie ayam. Mie Basah dihomogenkan dan
selanjutnya sampel mie tersebut diambil pada bagian tengah.
D. Objek penelitian
Objek penelitian ini adalah mie basah yang diambil di penjual mie ayam
Samirono yang selanjutnya diuji berdasarkan ada tidaknya formalin dan
jumlah total bakteri.
E. Variabel penelitian
Variabel penelitian ini ada dua macam yaitu variabel bebas dan variabel
tergayut. Variabel bebas pada penelitian ini adalah masa simpan mie ayam
yaitu 8 jam, 16 jam dan 24 jam. Sedangkan variabel tergayut meliputi
jumlah total bakteri, ada tidaknya formalin pada mie basah bahan baku
pembuatan mie ayam.

F. Alat dan bahan

 Alat  Bahan
1. Petridish 1. Sampel mie basah
2. Mortal 2. Nutrien agar cair
3. Tabung reaksi 3. Larutan fehling A dan B
4. Gelas ukur 4. aquades
5. Bunsen
6. Colony counter
7. Pipet tip
8. Mikro pipet

G. langkah kerja
1. Penyiapan mie basah
Mie basah yang telah diambil dari lokasi, selanjutnya disimpan dengan
rentan waktu yang berbeda, yaitu mie disimpan selama 8 jam, 16 jam
dan 24 jam. Masing – masing dilakukan 3 kali ulangan.
2. Pengujian formalin
a. Menumbuk 1 gr sampel mie basah dihancurkan menggunakan
mortal kemudian dilarutkan ke dalam 10 ml aquades dan
dihomogenkan dengan vortex.
b. Sampel mie basah yang telah dilarutkan kemudian disaring dengan
menggunakan kertas saring dan diambil filtratnya.
c. Filttrat sampel mie basah kemudian dimasukkan ke dalam tabung
reaksi dan menambahkan larutan fehling A dan Fehling B masing-
masing 1 ml
d. Untuk kontrol, menambahkan formalin 2 ml dan selanjutnya
menambahkan larutan Fehling A dan Fehling B masing –masing 1
ml.
3. Pengujian organoleptik
Dalam pengujian organoleptik mie basah, melibatkan 3 orang
panelis dengan kriteria sehat secara jasmani dan tidak sedang
mengalami penyakit yang berhubungan dengan indra pembau (hidung)
dan indra pengecap (lidah). Dalam pengujian ini, disediakan 3 buah
sampel mie basah dengan berbagai umur penyimpanan, yaitu 8 jam, 18
jam, dan 24 jam. Masing-masing panelis diberikan kertas angket yang
menyatakan kondisi organoleptik mie basah dan juga kertas panduan
organoleptik yang bertujuan untuk menyamakan persepsi dari setiap
panelis mengenai kondisi organoleptik mie basah. Setelah itu, panelis
dapat memberikan tanda silang (X) pada angket yang sesuai dengan
kondisi organoleptik mie basah.
4. Pengujian jumlah total bakteri
 Membuat media agar
a. Sebanyak 14 gram media Nutrien Agar dilarutkan ke dalam
500 mL aquadest.
b. Dihomogenkan dengan menggunakan magnetic stirrer dan
hotplate hingga larut
c. Setelah larut media di sterilisasi.
 Kultur bakteri
a. Sampel mie basah diambil sebanyak 1 gr dan kemudian
ditumbuk menggunakan mortal
b. Mengisi tabung reaksi dengan akuades sebanyak 9 ml 10
tabung
c. Sampel yang telah ditumbuk kemudian dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang berisi akuades
d. Melakukan pengenceran berseri hingga 10-10
e. Sampel yang telah dilakukan pengenceran kemudian di tuang
ke dalam petridish dan kemudian menuang nutrien cair
secukupnya
f. Diinkubasi terbalik dan amati
H. Pengumpulan data
1. Wawancara digunakan untuk menggali tentang informasi waktu
pembuatan mie basah.
2. Pengamatan ke lokasi penjualan mie ayam meliputi kondisi tempat
tersebut, serta sanitasi ruang yang terdapat pada lokasi pengambilan
sampel mie basah.
3. Analisis coliform untuk mengetahui angka coliform yang terdapat pada
sampel mie basah
4. Pencatatan data
I. Analisis data
Data yang telah diolah selanjutya dianalisis secara deskriptif.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Group Project yang berjudul “Masa Simpan Mie Basah Ditinjau
Dari Ada Tidaknya Formalin Dan Jumlah Total Bakteri” yang bertujuan
mengetahui adanya cemaran bakteri pada sampel mie basah,mengetahui
perbedaan jumlah total bakteri pada 8 jam, 16 jam, dan 24 jam dan mengetahui
ada tidaknya formalin pada mie basah. Terdapat beberapa langkah yang dilakukan
dalam penelitian ini diantaranya pengujian organoleptik, pengujian formalin dan
pengujian ada tidaknya formalin. Perngujian organoleptik adalah pengujian indera
atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian dengan mefanfaatkan
panca indera manusia untuk mengamati tekstur, warna bentuk, aroma rasa suatu
produk makanan, minuman atau obat. Evaluasi sensorik dapat digunakan untuk
menilai adanya perubahan yang dikenhendaki atau tidak dalam produk atau
bahan-bahan formulasi, mengidentifikasi area untuk pengembangan,
mengevaluasi produk pesaing, mengamati perubahan yang terjadi selama proses
atau penyimpanan, dan memberikan data yang diperlukan untuk promosi produk.
Pengujian organoleptik pada penelitian ini beetujuan untuk mengetahui ada
tidaknya perubahan rasa, aroma, maupun warna pada mie basah yang disimpan
selama 8 jam, 16 jam dan 24 jam. Pengujian organoleptik ini melibatkan tiga
panelis dengan kriteria sehat secara jasmani dan tidak sedang mengalami penyakit
yang berhubungan dengan indra pembau (hidung) dan indra pengecap (lidah).
Dalam pengujian ini, disediakan 3 buah sampel mie basah dengan berbagai umur
penyimpanan, yaitu 8 jam, 18 jam, dan 24 jam. Masing-masing panelis diberikan
kertas angket yang menyatakan kondisi organoleptik mie basah dan juga kertas
panduan organoleptik yang bertujuan untuk menyamakan persepsi dari setiap
panelis mengenai kondisi organoleptik mie basah. Dari hasil pengamatan
diperoleh hasil yang disajikan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil uji organoleptik masa simpan mie basah berdasarkan
indikator warna

Masa simpan mie basah


No Panelis
8 jam 16 jam 24 jam

1 A Kuning pucat Kuning pucat Kuning pucat

2 B Kuning pucat Kuning pucat Kuning pucat

3 C Kuning pucat Kuning pucat Kuning pucat

Berdasarkan hasil pengujian warna pada uji organoleptik mie basah oleh
ketiga orang panelis menunjukkan hasil yang sama. Ketiga panelis
menginterpretasi warna mie basah yang diujikan pada uji organoleptik berwarna
kuning pucat, baik pada masa simpan 8 jam, 16 jam dan 24 jam. Menurut Kruger
dalam Fahrudin (2006), warna merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
menentukan kualitas mie basah matang. Mie basah matang pada umumnya
berwarna putih kekuningan. Hal tersebut berarti, warna mie basah yang diujikan
sesuai dengan standar kualitas mie basah yang baik.

Tabel 2. Hasil uji organoleptik masa simpan mie basah berdasarkan indikator
aroma

Masa simpan mie basah


No Panelis
8 jam 16 jam 24 jam
Aroma tepung Aroma tepung
1 A Aroma asam
khas mie khas mie
Aroma tepung Aroma tepung
2 B Aroma asam
khas mie khas mie
Aroma tepung Aroma tepung
3 C Aroma asam
khas mie khas mie
Berdasarkan hasil pengujian aroma pada uji organoleptik mie basah oleh
ketiga orang panelis menunjukkan hasil yang sama. Ketiga panelis
menginterpretasi aroma mie basah yang diujikan pada uji organoleptik beraroma
tepung khas mie pada masa simpan 8 jam dan 16 jam. Sedangkan aroma mie
basah pada masa simpan 24 jam, ketiga panelis setuju bahwa aroma mie basah
asam.

Tabel 3. Hasil uji organoleptik masa simpan mie basah berdasarkan indikator rasa

Masa simpan mie basah


No Panelis
8 jam 16 jam 24 jam
1 A Tawar Tawar Masam
2 B Tawar Tawar Masam
3 C Tawar Tawar Masam
Berdasarkan hasil pengujian aroma pada uji organoleptik mie basah oleh
ketiga orang panelis menunjukkan hasil yang sama. Ketiga panelis
menginterpretasi aroma mie basah yang diujikan pada uji organoleptik beraroma
tepung khas mie pada masa simpan 8 jam dan 16 jam. Sedangkan aroma mie
basah pada masa simpan 24 jam, ketiga panelis setuju bahwa aroma mie basah
asam.
Penilaian organoleptik terdiri dari enam tahapan yaitu menerima produk,
mengenali produk, mengadakan klarifikasi sifat-sifat produk, mengingat kembali
produk yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat inderawi produk
(Fitriyono Ayustaningwarno, 2014 : 1).
Dalam uji organoleptik harus dilakukan dengan cermat karena memiliki
kelebihan dan kelemahan. Uji organoleptik memiliki relevansi yang tinggi dengan
mutu produk karena berhubungan langsung dengan selera konsumen. Selain itu,
metode ini cukup mudah dan cepat untuk dilakukan, hasil pengukuran dan
pengamatan cepat diperoleh. Kelemahan dan keterbatasan uji organoleptik
diakibatkan beberapa sifat inderawi tidak dapat dideskrispsikan, manusia yang
dijadikan panelis terkadang dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan mental
sehingga panelis menjadi jenuh dan kepekaan menurun, serta dapat terjadi salah
komunikasi antara manajer dan panelis (Fitriyono Ayustaningwarno, 2014 : 1).
Pengujian selanjutnya adalah pengujian ada tidaknya formalin pada
sampel mie basah. Pengujian ada tidaknya formalin pada sampel dilakukan
dengan menggunakan larutan Fehling A dan Fehling B. Sampel mie basah yang
akan di uji diambil sebanyak 1 gram dan ditumbuk setelah ditumbuk sampel
dilarutkan menggunakan air dan divortex.tujuan vortex adalah untuk
menghomogenkan sehingga sampel tidak mengendap. Setelah di homogenkan
sampel di tetesi menggunakan larutan Fehling A dan Fehling B masing-masing 1
ml. Untuk mengetahui ada tidaknya formalin digunakan pembanding (kontrol)
dengan mengambil larutan formalin 2 ml dan menetesi Fehling A dan Fehling B
masing – masing 1 ml setelah menambahkan larutan fehling selanjutnya sampel
uji di panaskan pada api bunsen. Menurut Raymond (2009) pemanasan dilakukan
karena pereaksi fehling kurang stabil pada larutan dingin (temperatur rendah)
sehingga dibutuhkan pemanasan agar fehling stabil. Uji fehling digunakan untuk
menguji kandungan gula tereduksi (monosakarida atau disakarida) dalam suatu
sampel
selain menguji adanya kandungan gula, uji fehling juga bertujuan mengetahui
adanya gugus aldehid. Prinsip dari uji fehling adalah membedakan gugus aldehid
dan keton dalam suatu sampel dengan menambahkan reagen Fehling A dan
Fehling B, dimana fehling A adalah CuSO4 dan fehling B adalah campuran
NaOH dan N-K- tatrat. Pereaksi fehling dibuat dengan mencampurkan kedua
larutan tersebut , sehingga diperoleh suatu larutan yang berwarna biru tua.

Formalin atau aldehid merupakan suatu senyawa yang sering digunakan


pengawet suatu jaringan makhluk hidup dan dapat di gunakan sebagai pengawet
mayat. Selain itu penggunaan formalin dapat digunakan sebagai antimikrobia
sehingga dapat menghambat sintesis protein pada bakteri. Penggunaan formalin
pada makanan dapat menghambat pertumbuhan mikroba sehingga makaanan tidak
cepat basi. Berdasarkan hasil pengamatan ada tidaknya formalin pada mie basah
didapatkan hasil sebsgai berikut :
Tabel 4. Hasil pengamatan uji Fehling pada sampel mie basah

Ulangan Hasil uji formalin Kontrol Hasil


1 Negatif
(tidak terbentuk
endapan merah )

2 Negatif
(tidak terbentuk
endapan merah )

3 Negatif
(tidak terbentuk
endapan merah )

Berdasarkan hasil pengamatan di dapatkan hasil sampel mie basah setelah


di uji menggunakan Fehling tidak terdapat endapan merah. Hasil positif jika
mengandung formalin, larutan sampel akan terdapat endapan merah bata. Gugus
aldehid pada formalin akan bereaksi dengan gugus OH dari pereaksi Fehling
dengan membentuk asam karboksilat. Cu2O yang terbentuk merupakan hasil
samping dari pembentukan asam karboksilat yang ditandai dengan endapan merah
bata. Hal tersebut dapat terjadi karena formalin dapat mereduksi Cu2+ menjadi
Cu+. Dari hasil penelitian tidak terdapat endapan merah bata, sehingga pada
sampel mie basah tersebut tidak mengandung formalin. Menurut Raymond (2009)
pengujian formalin menggunakan larutan fehling kurang akurat jika sampel yang
diuji mengandung karbohidrat, karena pada dasarnya pengujian fehling
merupakan pengujian adanya kandungan gula pereduksi pada makanan. Mie
basah merupakan bahan makanan yang mana salah satu komposisinya adalah
tepung. Tepung merupakan salah satu bentuk karbohidrat (polisakarida). Oleh
karena itu, uji fehling kurang tepat apabila digunakan untuk menguji ada tidaknya
kandungan formalin pada sampel mie basah.

grafik perhitungan Total Plate Count


2500
2000
jumlah koloni (cfu/ml )

2000

1500
980
1000

500
170
0
8 16 24
waktu inkubasi (jam)

Pengujian yang dilakukan selanjutnya adalah perhitungan angka lempeng


total bakteri pada mie basah. Pengujian jumlah total bakteri bertujuan untuk
mengetahui cemaran mikroba yang tumbuh pada suatu makanan. Jumlah mikroba
yang terdapat pada makanan tentu berpengaruh terhadap kualitas makanan
tersebut. cemaran mikroba yang terdapat pada makanan dapat mengubah mutu
fisik dan mutu kimia pada makanan. Pengujian cemaran mikroba pada penelitian
ini dilakukan dengan menumbuhkan mikroba dengan media agar dan selanjutnya
dihitung jumlah mikroba yang terdapat pada media tersebut. Berdasarkan hasil
pengamata, angka jumlah bakteri dapat dilihat pada grafik.
Grafik 1. Perhitungan Angka Lempeng Total (Total Plate Count) Cemaran Bakteri
pada Sampel Mie Basah

Pada masa inkubasi 8 jam, jumlah total koloni bakteri yang terbentuk
adalah 170 x109 cfu/mL. Untuk masa inkubasi 16 jam, jumlah total koloni bakteri
yang terbentuk adalah 980x109 cfu/mL dan total koloni bakteri yang terbentuk
pada masa inkubasi 24 jam adalah 2000x109 cfu/mL. Berdasarkan grafik tersebut
jumlah total bakteri mengalami kenaikan dari masa simpan 8 jam , 16 jam dan 24
jam. Menurut PKBPOM No 16 Tahun 2016 tentang Kriteria Mikrobiologi dalam
Pangan Olahan baku mutu angka lempeng total bakteri yang terdapat makanan
mie basah sebesar 105 koloni/gram – 10 6 koloni/gram. Namun berdasarkan jumlah
total bakteri pada perhitungan TPC (Total Plate Count) menunjukkan hasil
ingkubasi 8 jam, 16 jam dan 24 jam jumlah bakteri lebih dari 10 6 koloni/gram
sehingga jumlah cemaran bakteri pada sampel mie basah melebihi batas baku
mutu cemaran mikroba pada makanan. Hal ini dapat dimungkinkan pada
pengambilan sampel, tempat pembuatan mie basah tidak sesuai dengan standar
pengolahan pangan. Pengolahan yang kurang higenis dapat menimbulkan cemaran
mikroba pada makanan meningkat. Menurut Riska Juniar (2016) sumber
kontaminan dapat berasal dari setiap sumber dan bergantung dari metode sanitasi
yang dilakukan. Berdasarkan hal tersebut dapat dimungkinkan sumber
kontaminan selain berasal dari sanitasi yang berada pada tempat pembuatan mie
basah. Meningkatnya jumlah mikroba pada sampel dapat terjadi diakibatkan
selama waktu pengamatan dan perhitungan jumlah bakteri tidak sesuai dengan
jam ingkubasi seharusnya. Sehingga dapat dimungkinkan terjadinya peningkatan
jumlah bakteri pencemar.

Setelah di dapatkan hasil pengamatan dari uji organoleptik, uji ada


tidaknya formalin dan pengujian jumlah total bakteri, sampel mie basah yang
diambil masih dalam batas aman untuk di konsumsi. Berdasarkan hasil pengujian
organoleptik, kualitas mie dari 8 jam dan 16 jam masih terlihat bagus dapat dilihat
bahwa pada 8 jam dan 16 jam tidak mengalami perubahan rasa maupun aroma.
Rasa tetap tawar dan memiliki bau khas tepung. Pada 12 jam masa ingkubasi,
terjadi perubahan rasa maupun aroma. Rasa mulai masam dan bau menjadi asam.
Menurut Astawan dalam Pahrudin (2006) Kerusakan yang terjadi adalah
tumbuhnya kapang, sedangkan perubahan warna tidak terjadi, karena pemasakan
dapat merusak enzim polifenoloksidase Setelah terjadi perubahan warna,
perubahan yang timbul adalah aroma mie menjadi asam diikuti dengan
pembentukan lendir. Pembentukan lendir menandakan adanya pertumbuhan
bakteri dan diikuti dengan timbulnya bau asam. Pertumbuhan kapang ditandai
dengan adanya miselium kapang pada permukaan mie. Namun dalam pengujian
organoleptik tidak terdapat lendir namun rasa berubah menjadi masam,hal ini
mengidikasikan bahwa masa simpan mie basah pada 12 jam sudah mulai terdapat
tanda – tanda terdapat aktivitas organisme bakteri maupun kapang yang tumbuh
pada mie basah. Kualitas mie basah mulai turun pada masa simpan 12 jam,
sehingga mie basah yang telah disimpan 12 jam tidak layak untuk dikonsumsi.
Pengujian ada tidaknya formalin pada penelitian ini menunjukkan negatif
sehingga sampel mie basah tidak terdapat formalin. Hal ini juga di dukung dari
pengujian organoleptik dan masa ingkubasi mie basah. Mie basah yang di
ingkubasi selama 12 jam menunjukkan tanda –tanda kerusakan mie ditandai
dengan aroma mie menjadi asam yang rasa mie menjadi masam. Berdasarkan
hasil survei yang dilakukan Gracecia dan Priyatna (2005) terhadap pedagang
pasar tradisional dan pedagang produk olahan mie di daerah Jabotabek,
menunjukkan bahwa umur simpan mie basah mentah bisa mencapai 4 hari.
Keberadaan bakteri yang terdapat pada media TPC (Total Plate Count)
mengindikasikan bahwa banyaknya cemaran bakteri juga berpengaruh terhadap
ada tidaknya formalin pada makanan. Apabila makanan di tambahkan formalin,
maka formalin tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri sehingga
pembusukan mie basah tidak terjadi. Dari hasil TPC 8 jam, 16 jam, dan 24 jam
menunjukkan hasil cemaran bakteri tinggi, sehingga dapat diindikasikan sampel
mie basah tidak terdapat formalin. Sampel mie basah pada penelitian ini dapat
dikategorikan memiliki kualitas yang baik. Akan tetapi, angka pencemaran
mikrobanya masih tinggi. Akan lebih baik apabila produsen mie basah lebih
memperhatikan masalah kebersihan dan higienitas proses produksi mie basah.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian group project, dapat disimpulkan bahwa
sampel mie basah yang diuji negatif mengandung formalin karena tidak
ditemukan adanya endapan merah bata.Untuk hasil organoleptik,
interpretasi dari masing-masing panelis menunjukkan kecenderungan yang
sama terhadap warna, aroma dan bau mie basah yang telah diinkubasi
selama 8 jam, 16 jam dan 24 jam. Hasil perhitungan total bakteri
menggunakan metode Total Plate Count menunjukkan hasil bahwa jumlah
bakteri meningkat dari lama inkubasi mie basah selama 8 jam, 16 jam dan
24 jam.
B. Saran

Sebaiknya, pada penelitian selanjutnya rentang waktu antara proses


pembuatan mie dan proses pengujian mie (organoleptik dan cemaran
mikroba) dilakukan tanpa jangka waktu yang panjang untuk mencegah
terjadinya perubahan karakteristik organoleptik dan kemungkinan
pencemaran mikroba yang semakin parah. Selain itu, akan lebih baik
apabila pengujian dilakukan benar-benar tepat sesuai dengan waktu yang
telah dikehendaki.
DAFTAR PUSTAKA

Arsyi Wintaha Umri. 2016. Sifat Organoleptik Mie Basah dengan Substitusi
Tepung Mocaf. Skripsi. Semarang : UNIMUS
Astawan, M., 2006. Membuat Mie dan Bihun. Jakarta: .Penebar Swadaya
Astina, Nur. 2007. Penambahan mie basah dengan penambahab wortel.
Skripsi. Medan : USU
Badan Standarisasi Nasional. 2015. SNI 2987-2015. Mie Basah . Jakarta: Badan
Standarnisasi Nasional

Cahyadi, W., 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan


Pangan. Bumi Aksara, Jakarta.
Geiby Boham, Teltje Koapaha, Judith S.C. Moningka. 2013. Karakteristik
Fisikokimia dan Sensoris Mie Basah Berbahan Baku Tepung Sukun
(Arthocarpus altilis fosberg) dan Tepung Labu Kuning (Curcubitha
moschata durch). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. Manado :
Universitas Sam Ratulangi
Harmita. 2006. Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Depok: departemen
farmasi FMIPA Universitas Indonesia
Pahrudin.2006. Aplikasi Bahan Pengawet untuk Memperpanjang Umur
Simpan Mie Basah Matang. Skripsi. Bogor: IPB
Petrucci. 2007. Kimia Dasar Prinsip-Prinsip dan Aplikasi Modern Edisi
Kesembilan Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Raymond. 2005. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.
Riska Juniar. 2016. Pemeriksaan Angka Lempeng Total (ALT) pada
Bumbu Sate yang Dijual Di Wilayah Kelurahan Ciamis. Skripsi.
Ciamis : Stikes Muhammadiyah Ciamis
Subagio. 2011. Modified Cassava Flour : Sebuah Masa Depan Ketahanan Pangan
Nasional Berbasis Potensi Lokal. Jurnal FTP. Jember : Universitas Jember
LAMPIRAN

Gambar 1. Sampel 6 jam Gambar 2. Sampel 16 Gambar 3. Sampel 24


jam jam

Gambar 4. Pertumbuhan Gambar 5. Pertumbuhan Gambar 6. Pertumbuhan


bakteri 6 jam bakteri 16 jam bakteri 24 jam

Gambar 7. Uji fehling Gambar 8. Pertumbuhan Gambar 8. Uji fehling


(kontrol) bakteri 6 jam

Anda mungkin juga menyukai