Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PANGAN

ACARA V
PEMBUATAN PRODUK FERMENTASI

Penanggung jawab :

ANNISA FAUZIYYAH A1M012038


GYMNASTIAR EL NABIL A1M012064

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2014
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mikrobiologi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang
mikroorganise atau organisme mikroskopis. Mikrobiologi erat kaitannya dengan
kehidupan terutama bidang pangan. Dalam bidang pangan, peranan
mikroorganisme sangat kompleks. Ada yang menguntungkan dan ada yang
merugikan. Mikroorganisme yang bersifat merugikan dalam bidang pangan
meliputi mikroorganisme penyebab kerusakan pangan serta infeksi dan penyakit
yang ditularkan melalui pangan.
Mikroorganisme yang menguntungkan dalam bidang pangan biasanya
digunakan dalam pengolahan pangan. Pengolahan pangan yang biasanya
melibatkan peranan mikroorganisme adalah proses fermentasi. Fermentasi
merupakan cara untuk memproduksi berbagai produk yang menggunakan biakan
mikroba melalui aktivitas metabolisme baik secara aerob maupun anaerob.
Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba pada substrat organik
yang sesuai. Terjadinya fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat bahan
pangan akibat pemecahan kandungan bahan pangan tersebut sehingga
memungkinkan makanan lebih bergizi, lebih mudah dicerna, lebih aman, dapat
memberikan rasa yang lebih baik dan memberikan tekstur tertentu pada produk
pangan.
Hasil-hasil fermentasi tergantung pada jenis bahan pangan (substrat),
jenis mikroba dan kondisi lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan
metabolisme mikroba Salah satu aplikasi penggunaan mikroorganisme dalam
bidang pangan adalah dalam pembuatan tempe, tape dan yoghurt
Tape merupakan makanan fermentasi tradisional yang terbuat dari beras,
beras ketan, atau dari singkong (ketela pohon). Berbeda dengan makanan-
makanan fermentasi lain yang hanya melibatkan satu mikroorganisme yang
berperan utama, seperti tempe atau minuman alkohol, pembuatan tape melibatkan
banyak mikroorganisme.
Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang sangat terkenal di
Indonesia. Tempe yang biasa dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah tempe
yang menggunakan bahan baku kedelai. Fermentasi kedelai oleh kapang dalam
proses pembuatan tempe menyebabkan perubahan kimia maupun fisik pada biji
kedelai, menjadikan tempe lebih mudah dicerna oleh tubuh. Produk tempe
biasanya berupa padatan dan bebrbau khas serta berwarna putih keabu-
abuan.Tempe segar tidak dapat disimpan lama, karena tempe tahan hanya selama
2 x 24 jam, lewat masa itu, kapang tempe mati dan selanjutnya akan tumbuh
bakteri atau mikroba perombak protein, akibatnya tempe cepat busuk ( Sarwono,
2005).
Yogurt merupakan produk hasil fermentasi menggunakan susu sapi segar
yang dipasteurisasi, lalu ditambah inokulum bakteri asam laktat Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophillus pada suhu 40-45°C dan diinkubasi
selama 24 jam pada suhu sekitar 42°C. Menurut Wahyudi (2006), karakter rasa
yoghurt adalah khas asam.

B. Tujuan
Tujuan dari praktikum pembuatan produk fermentasi adalah mengetahui
pembuatan yoghurt, tape dari ubi kayu/ubi jalar, dan tempe serta mengetahui
aplikasi mikroba pada olahan pangan
II. TINJAUAN PUSTAKA

Mikrobiologi pangan ialah ilmu yang mempelajari bentuk, sifat, dan


peranan mikroba di dalam proses pembuatan makanan, baik yang mendatangkan
keuntungan (misal di dalam proses pembuatan) ataupun yang mendatangkan
kerugian (misal di dalam proses pembusukkan dan kerusakan), dalam hal ini
mikroba sebagai jasad pemroses dalam keadaan terkendali bertujuan untuk
menghasilkan produk pangan bernilai ekonomis dan bermanfaat. (Suriawiria,
1985).
Menurut Waluyo (2005), ada beberapa alasan mengapa mikroba penting
dalam bahan makanan, yaitu:
a. Adanya mikroba, terutama jumlah dan macamnya dapat menentukan tingkat
mutu bahan makanan.
b. Mikroba dapat mengakibatkan kerusakan pangan
c. Beberapa mikroba digunakan untuk membuat produk-produk pangan khusus.
d. Mikroba dapat digunakan sebagai makanan atau makanan tambahan bagi
manusia dan hewan.
e. Beberapa penyakit dapat berasal dari makanan.
Kandungan mikroba pada suatu spesimen pangan dapat memberikan
keterangan yang mencerminkan mutu bahan mentahnya, keadaan sanitasi pada
pengolahan pangan tersebut, serta keefektifan metode pengawetannya. Dalam hal
ini, mikroba dapat digunakan sebagai Indikator mutu pangan.
Bahan makanan adalah substrat yang rata-rata sesuai untuk pertumbuhan
dan perkembangbiakan mikroba. Sehingga begitu mikroba mengadakan kontak
dengan bahan tersebut, kalau kondisi lingkungannya memunginkan maka
pertumbuhan yang kemudian dilanjutkan dengan perkembangbiakan akan terjadi.
Pemanfaatan atau aplikasi mikroba dalam pengolahan pangan telah
banyak dilakukan. Menurut Buckle dkk (1985), dalam beberapa hal pertumbuhan
mikroorganisme dalam bahan pangan menyebabkan perubahan yang
menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan dari segi mutu baik dari aspek
gizi maupun daya cerna serta meningkatkan daya simpannya. Pada umumnya
melibatkan proses fermentasi (bahan pangan) oleh mikroorganisme, sebagi contoh
adalah keju dan yogurt (dari susu), tempe dan tauco (dari kedelai), tape (dari ubi
kayu), bir, wine dan lain-lain. Penggunaan mikroorganismenya sendiri sebagai
sumber protein dan vitamin bagi konsumsi manusia dan ternak misalnya protein
sel tunggal.
a. Yoghurt
Menurut Nakazawa dan Hosono (1992) yoghurt adalah produk koagulasi
susu yang dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat, Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophilus, dengan atau tanpa penambahan bahan
lain yang diizinkan.
Yoghurt merupakan salah satu produk susu fermentasi. Fermentasi pada
susu bertujuan agar susu tidak cepat membusuk dan menghasilkan produk olahan
susu dengan rasa, aroma, tekstur dan lain-lain yang diinginkan. Disamping
menghindari atau mencegah hal-hal yang tidak menguntungkan bagi kesehatan
(Hanlin dan Evancho, 1992). Menurut Platt (1990) manfaat yang diperoleh dari
fermentasi susu ada empat yaitu : (1) Sebagai pengawetan alami, (2)
Meningkatkan nilai nutrisi, (3) Menimbulkan rasa dan tekstur yang diinginkan, (4)
Meningkatkan variasi dalam makanan.
Komposisi yang paling berperan selama proses fermentasi susu menjadi
yoghurt adalah laktosa dan kasein. Laktosa digunakan oleh mikroorganisme dan
menghasilkan asam laktat yang akan menurunkan pH susu (Kosikowski, 1982).
pH susu yang terbentuk pada proses fermentasi sekitar antara 4,4 – 4,5 dan diikuti
terbentuknya aroma yang kuat oleh adanya senyawa-senyawa volatil lainnya.
Pada pH rendah protein susu akan terkoagulasi sehingga terbentuk gumpalan yang
semakin lama semakin banyak (Kuswanto dan Sudarmaji, 1989).
Rasa yogurt didominasi oleh asam laktat yang timbul pada proses
fermentasi susu oleh starter. Gula yang terdapat dalam susu (laktosa) difermentasi
oleh bakteri starter dan menghasilkan asam laktat. Fermentasi biasanya dilakukan
dengan menggunakan biakan murni mikroba. Tipe dan karakter masing-masing
mikroba yang digunakan merupakan faktor yang paling penting yang akan
menentukan hasil fermentasi (Setiawati dan Rahayu, 1992).
Pada pembuatan yogurt digunakan bakteri asam laktat yang dapat
merombak laktosa menjadi asam laktat. Istilah bakteri asam laktat (BAL) pada
awalnya ditujukan hanya untuk sekelompok bakteri yang menyebabkan keasaman
pada susu (milk-souring organisms). Secara umum BAL didefinisikan sebagai
suatu kelompok bakteri gram positif, tidak menghasilkan spora, berbentuk bulat
atau batang yang memproduksi asam laktat sebagai produk akhir metabolik utama
selama fermentasi karbohidrat (Pato, 2003).
Buckle (1985) menjelaskan bahwa asam laktat yang dihasilkan dengan cara
tersebut akan menurunkan nilai pH dari lingkungan pertumbuhannya, sehingga
menimbulkan rasa asam dan hal itu dapat menghambat pertumbuhan dari
beberapa jenis mikroorganisme lainnya. Fermentasi susu menjadi yoghurt
dilakukan dengan bantuan bakteri asam laktat yaitu Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus.
Adapun standar mutu dari yoghurt menurut SNI 2981:2009 adalah
sebagai berikut :
Tabel Syarat Mutu Yoghurt
No Kriteria Uji Persyaratan
1 Keadaan:

Penampakan Cairan kental-padat

Bau Normal/khas

Rasa Asam/khas

Konsistensi Homogen

2 Kadar Lemak b/b (%) Min. 3,0

3 Total padatan susu bukan lemak (%) Min. 8,2

4 Protein (%) Min. 2,7

5 Kadar abu (%) Maks. 1,0

6 Keasaman (dihitung sebagai asam


0,5-2,0
laktat
7 Cemaran Logam:

Timbal (mg/kg) Maks. 0,3

Tembaga (mg/kg) Maks. 20,0

Timah (mg/kg) Maks. 40,0

Raksa (mg/kg) Maks. 0,03

Arsen (mg/kg) Maks. 0,1

8 Cemaran Mikroba:

Bakteri Coliform Maks. 10 koloni/g

Salmonella Negatif/25 g

Listeria monocytogenes Negatif/25 g

10 Jumlah bakteri starter Min. 107

b. Tape
Tape merupakan makanan hasil fermentasi yang dilakukan oleh
mikroorganisme, terutama kapang dan khamir. Rasa manis tape sendiri
disebabkan oleh kadar gula dari tape itu sendiri. Dalam proses fermentasi, pati
akan berubah menjadi gula oleh kapang jenis Chlamydomucor dan oleh
mikroorganisme ragi Saccaromyces cereviceae gula diubah menjadi alkohol.
Saccaromyces cereviceae yang biasanya dijual dipasar dalam bentuk ragi
bercampur tepung beras. Ragi tape yang sering kita jumpai dipasar merupakan
adonan khusus yang dibuat dengan mencampurkan biakan khamir, tepung beras
dan berbagai macam bumbu (kayu manis, bawang putih, laos, dan jahe). Bumbu-
bumbu ini dapat bersifat senyawa anti mikroba yang mampu mengurangi jumlah
mikroba non khamir, sebagai sumber nutrient dan sebagai pembentuk rasa dan
aroma pada produk tape. Kualitas tape sangat tergantung pada kondisi lingkungan
yaitu suhu dan kondisi anaerob, jenis bahan yang digunakan dan lama fermentasi.
Bahan dasar pembuatan tape biasanya digunakan ubi kayu atau beras ketan
(Anonymous, 1993).
Pati yang terkandung dalam beras terdiri dari amilosa dan amilopektin
yang berbeda. Sedangkan pada beras ketan kandungannya 90% berupa pati dan
selebihnya merupakan amilosa 2% dan amilopektin 88,89% maka dapat dikatakan
bahwa amilosa hampir tidak ada dalam beras ketan. Beras ketan dan beras biasa
mempunyai kandungan amilosa dan amilopektin yang berbeda. Butiran pati pada
umumnya mengandung 15-30% amilosa dan 10-85 amilopektin, khususnya yang
dinamakan varietas waxy atau glutinous dari beberapa bahan berpati hampir
sepenuhnya disusun oleh amilopektin. Pati merupakan homopolimer glukosa
dengan ikatan α-glikosidis. Pati penyusun beras ketan terdiri dari amilopektin
termasuk polimer glukosa yang memiliki banya percabangan yang disusun oleh
rantai-rantai lurus yang terdiri dari 20-30 unit glukosa dengan ikatan α 1,4-
glikosidis pada atom C nomor 2 dan 3. Sedangkan pada ubi kayu kandungan
karbohidrat antara 30-60%. Pati yang terkandung dalam ubi kayu adalah amilosa
dan amilopektin. Kandungan amilosa adalah 17-20% sedangkan kandungan
amilopektinnya adalah 80-83%. Semakin tua ubi kayu kandungan patinya
semakin tinggi (Syarief, 1988).
Menurut Winarno dan Betty (1974), fermentasi adalah reaksi oksidasi
reduksi di dalam system biologi yang menghasilkan energi. Sebagai donor dan
akseptor elektron yang digunakan adalah karbohidrat dalam bentuk glukosa.
Senyawa tersebut akan diubah secara enzimatis menjadi suatu bentuk lain
misalnya alkohol. Ada 2 macam hasil utama dari proses fermentasi yang
berhubungan dengan proses pengawetan makanan yaitu asam dan alkohol.
Sejumlah makanan hasil fermentasi alkohol juga dapat menjadi asam jika selama
produksi alkohol kondisinya adalah aerobik, dimungkinkan timbul bakteri yang
memproduksi asam asetat/asam cuka.
Tape mempunyai rasa yang spesifik yaitu manis, alkoholis dan kadang-
kadang asam. Hal ini karena terjadi perubahan pada bahan dasar menjadi tape.
Mula-mula pati yang ada dalam bahan dipecah oleh enzim menjadi dekstrin dan
gula-gula sederhana. Gula-gula yang terbentuk selanjutnya dihidrolisis menjadi
alkohol, pada fermentasi lebih lanjut alkohol dioksidasi menjadi asan-asam
organik antara lain asam asetat, asam suksinat dan asam malat. Asam-asam
organik dan alkohol membentuk ester yang merupakan komponen cita rasa
(Srimaryati, 1978).
Pembuatan tape ada 2 jenis jamur yang berperan yaitu Endomycopsis
fibullgera untuk mengubah pati menjadi gula sehingga tape berasa manis
dan Saccaromyces cereviceae/Rhizopus oryzae yang mengubah gula menjadi
alkohol. Jika proses ini berlangsung terus dan tidak diatur sehingga gula yang ada
langsung diubah menjadi asam organik, sehingga tape akan berasa manis dan
alkoholik serta sedikit asam. Tetapi ada juga yang menggunakan ragi tape dari
campuran populasi Aspergillus, Saccaromyces, candida, Hansenulla, Bakteri
Acetobacter untuk hidup secara sinergis. Aspergillus untuk menyederhanakan
amilum. Saccaromyces candida dan Hansenulla berfungsi untuk mengurai gula
menjadi alkohol dan asam-asam organik selama fermentasi terus berlanjut. Dan
Acetobacter berfungsi untuk mengubah alkohol menjadi asam cuka.
Cara pembuatan ragi yaitu mencampur tepung beras dengan bermacam-
macam bumbu seperti lada, laos, bawang putih, kayu manis. Fungsi dari bumbu-
bumbu tersebut berperan penting disamping merupakan penghambat jasad renik
atau mikroorganisme tertentu juga dapat memberikan aroma pada tape yang
dihasilkan. Kayu manis (Cinnanommn burmani) mengadung aldehit sinamat yang
aktif melawan bakteri. Kayu manis juga mampu menyumbang rasa manis, mampu
mencegah germinasi bakteri yang tidak diinginkan. Selain itu kayu manis juga
mengandung eugenol aktif (Sudigdo, 1978).
Peningkatan jumlah penduduk dunia telah mendorong manusia untuk
mencari pemenuhan kebutuhan hidupnya. Salah satu solusi yang ditawarkan
adalah mengoptimalkan praktik biologi.
Bioteknologi adalah penggunaan makhluk hidup dan proses di dalamnya
untuk menghasilkan produk tertentu. Bioteknologi memanfaatkan bakteri, ragi,
kapang, alga, sel tumbuhan, atau jaringan hewan. Penerapan bioteknologi
memadukan berbagai disiplin ilmu, seperti mikrobiologi, biokimia, genetika,
biologi molekuler, kimia, rekayasa proses, dan teknik kimia. Saat ini
telah dikembangkan berbagai penerapan bioteknologi, contohnya teknik
rekombinasi gen, kultur jaringan, hidroponik, radiasi, dan inseminasi buatan.
Berdasarkan proses dan peralatan yang digunakan, bioteknologi dapat di
bedakan atas :
 Bioteknologi Konvensional
Praktik bioteknologi yang dilakukan dengan cara dan peralatan sederhana
tanpa melakukan rekayasa genetika.
Contohnya : sake, bir, wine, yoghurt, roti, kecap, tape, oncom, tempe.
 Bioteknologi Modern
Praktik bioteknologi yang diperkaya dengan teknik rekayasa genetika,yaitu
suatu teknik pemanipulasian materi genetika.
Contohnya : dihasilakan tanaman tahan hama dan penyakit.
Bakteri yang berperan pada tape singkong adalah Saccharomyces
elipsoides. Sedangkan bakteri yang berperan pada tape ketan adalah
Saccharomyces cereviseae.
Menurut Dwijosepitro dalam Tarigan (1998) ragi tape merupakan
populasi campuran yang terdiri dari spesies-spesies genus Aspergilius.
Saccharomyces, Candida, Hansenulla, dan bakteri Acetobacter. Genus tersebut
hidup bersama-sama secara sinergis. Aspergilius menyederhanakan tepung
menjadi glukosa serta memproduksi enzim glukoamilase yang akna memecah pati
dengan mengeluarkan unit-unit glukosa, sedangkan Saccaromyces, Candida dan
Hansenulla dapat menguraikan gula menjadi alkohol dan bermacam-macam zat
organik lain. Sementara itu Acetobacter dapat merombak alkohol menjadi asam.
Beberapa jenis jamur juga terdapat dalam ragi tape, antara lain Chlamydomucor
oryzae, Mucor sp, dan Rhizopus sp.
Saccharomyces cereviseae adalah jenis khamir utama yang berperan
dalam produksi minuman beralkohol seperti bir, anggur, dan juga digunakan
untuk fermentasi adonan daalm perusahaan roti dan fermentasi tape. Kultur yang
dipilih harus dapat tumbuh dengan baik dan mempunyai toleransi yang tinggi
terhadap alkohol serta mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah banyak
(Irianto, K., 2006).
Saccharomyces cereviseae merupakan spesies yang bersifat fermentatif
kuat. Tetapi dengan adanya oksigen, Saccharomyces cereviseae juga dapat
melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi karbondioksida dan air.
Kedua sistem tersebut menghasilkan energi, meskipun yang dihasilkan dari
respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan melalui fermentasi (Fardiaz, S., 1992).
Kandungan mikroba dalam makanan dapat memberikan keterangan yang
mencerminkan mutu bahan mentahnya, keadaan sanitasi pada pengelolaan pangan
tersebut, sehingga mikroba dapat digunakan untuk indikator mutu pangan. Selain
itu, produk hasil fermentasi seperti tempe dan tape memiliki nilai gizi yang lebih
tinggi dari pada bahan awalnya. (Waluyo,2007).
Menurut Sarles et.al(1956), dalam proses fermentasi bahan makanan
seperti tempe dan tape diperlukan adanya starter. Starter yang umum digunakan
adalah kapang dan khamir. Dengan enzim yang dimiliki oleh kapang dan khamir
tersebut, enzim tersebut akan memecah karbohidrat, protein dan lemak menjadi
senyawa yang lebih sederhana. Seperti monosakarida, gula reduksi, asam amino,
gliserol, dan asam lemak. Pada beberapa makanan proses fermentasi akan
menghasilkan alcohol, terutama pada fermentasi menggunakan ragi. Beberapa
bakteri juga dapat digunakan pada saat tahap produksi akhir dan untuk
membentuk karakter fisik produk.
c. Tempe
Tempe adalah salah satu produk pangan di Indonesia yang proses
pembuatannya dengan cara memfermentasi kacang kedelai atau kacang-kacangan
lainnya oleh kapang Rhizopus oligosporus. Tempe merupakan makanan alami
yang baik untuk kesehatan dan juga mengandung anti oksidan yang dapat
menghambat infiltrasi lemak / LDL teroksidasi ke dalam jaringan pembuluh
darah, sehingga dapat mencegah terjadinya penyempitan pembuluh darah yang
memicu timbulnya penyakit jantung koroner.
Tempe merupakan sumber protein nabati yang mempunyai nilai gizi yang
tinggi daripada bahan dasarnya. Tempe dibuat dengan cara fermentasi, yaitu
dengan menumbuhkan kapang Rhizopus oryzae pada kedelai matang yang telah
dilepaskan kulitnya. Inkubasi / fermentasi dilakukan pada suhu 25 o-37o C selama
36-48 jam. Selama inkubasi terjadi proses fermentasi yang menyebabkan
perubahan komponen-komponen dalam biji kedelai. Persyaratan tempat yang
dipergunakan untuk inkubasi kedelai adalah kelembaban, kebutuhan oksigen dan
suhu yang sesuai dengan pertumbuhan jamur (Hidayat, dkk. 2006).
Terdapat berbagai metode pembuatan tempe. Namun teknik pembuatan
tempe di Indonesia secara umum terdiri dari tahapan perebusan, pengupasan,
perendaman dan pengasaman, pencucian, inokulasi dengan ragi, pembungkusan
dan fermentasi
1. Perebusan
Pada tahap awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus. Tahap perebusan
berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap air sebanyak
mungkin. Perebusan juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai supaya
nantinya dapat menyerap asam pada tahap perendaman.
2. Pengupasan
Kulit biji kedelai dikupas agar miselium fungi dapat menembus biji kedelai
selama proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan, diinjak-
injakkan dengan kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji.
3. Perendaman
Setelah dikupas, biji kedelai direndam, tujuannya ialah untuk hidrasi biji kedelai
dan membiarkan terjadinya fermentasi laktat secara alami agar diperoleh
keasamaan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi. Fermentasi asam laktat
dicirikan oleh munculnya bau asam dan buih pada air rendaman akibat
pertumbuhan bakteri lactobacillus. Perendaman bermanfaat meningkatkan nilai
gizi dan menghilangkan bakteri-bakteri beracun.
4. Pencucian
Proses pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin
dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam. Bakteri
dan kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi.
5. Inokulasi dengan ragi
Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru
daun jati, spora kapang dalam medium tepung, ataupun kultur R. Oligosporus
murni. Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penebaran inokulum pada
permukaan pembungkusan atau inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat
perendaman, dibiarkan beberapa lama lalu dikeringkan.
6. Pembungkusan dan fermentasi
Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam wadah
untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan asal
dapat memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe memmbutuhkan
oksigen untuk tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik diberi lubang
dengan cara ditusuk-tusuk. Biji-biji kedelai yang telah dibungkus dibiarkan untuk
mengalami proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan
dan menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat
dilakukan pada suhu 200C-370C selama 18-36 jam. Waktu fermentasi yang lebih
singkat biasanya untuk tempe yang banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi,
sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun biasanya membutuhkan
waktu fermentasi sampai 36 jam.
Menurut Prescott et.al (2008), fermentasi adalah penggunaan piruvat atau
derivatnya sebagai aseptor electron untuk mengoksidasi NADH menjadi NAD+ .
Sedangkan menurut Schlegel (1994), fermentasi adalah proses penguraian bahan-
bahan organik menjadi ATP dengan hidrogen sebagai akseptornya.
Proses fermentasi juga mengurangi beberapa senyawa anti nutrisi. Asam
fitat turun lebih dari 50% pada proses pembuatan tempe kedelai maupun non
kedelai (Sutardi et al., 1993 dan Darmadjati et al., 1996). Hal ini terjadi karena
aktivitas fitase meningkat selama proses fermentasi. Fitase adalah enzim yang
menghidrolisa fitat menjadi inositol dan asam fosfat, dan oleh karenanya sifat
metal-chelting menjadi hilang.
Fermentasi kedelai menjadi tempe juga mengubah aroma kedelai yang
berbau langu menjadi aroma khas tempe. Jamur yang berperanan dalam proses
fermentasi tersebut adalah Rhizopus oligosporus. Beberapa sifat penting dari
Rhizopus oligosporus antara lain meliputi: aktivitas enzimatiknya, kemampuan
menghasilkan antibiotika, biosintesa vitamin , vitamin B, kebutuhannya akan
senyawa sumber karbon dan nitrogen, perkecambahan spora, dan penertisi miselia
jamur tempe ke dalam jaringan biji kedelai (Kasmidjo, 1990).
Proses fermentasi pembuatan tempe memakan waktu 36 – 48 jam. Hal ini
ditandai dengan pertumbuhan kapang yang hampir tetap dan tekstur yang lebih
kompak. Jika proses fermentasi terlalu lama, menyebabkan terjadinya kenaikan
jumlah bakteri, jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur juga menurun dan
menyebabkan degradasi protein lanjut sehingga terbentuk amoniak. Akibatnya,
tempe yang dihasilkan mengalami proses pembusukan dan aromanya menjadi
tidak enak. Hal ini terjadi karena senyawa yang dipecah dalam proses fermentasi
adalah karbohidrat (Winarno, 1980). Tempe segar mempunyai aroma lembut
seperti jamur yang berasal dari aroma miselium kapang bercampur dengan aroma
lezat dari asam amino bebas dan aroma yang ditimbulkan karena penguraian
lemak makin lama fermentasi berlangsung, aroma yang lembut berubah menjadi
tajam karena terjadi pelepasan amonia (Astawan, 2004).
Selain sebagai sumber zat gizi, tempe juga memilki manfaat untuk
menjaga kesehatan tubuh. Tempe mengandung senyawa anti bakteri yang aktif
melawan bakteri gram positif dan bakteri penyebab diare seperti Salmonela typhii,
Shigella flexneri, dan Escherechia coli K 70 (B) H19 (Affandi dan Mahmud 1985;
Mahmud, 1987).
III. METODE PRAKTIKUM

 Pembuatan Yoghurt
A. Alat dan Bahan
Alat : 1. Erlenmeyer 250 ml
Bahan : 1. Susu segar
2. Susu skim
3. Bakteri Streptococcus thermophilus, Lactobacillus bulgaricus ,
dan Lactobacillus asidofilus (konsentrasi 5%; 7,5%; dan 10%)
B. Prosedur Kerja

100 ml susu ditempatkan ke dalam erlenmeyer

Susu yang telah ditempatklan di dalam erlenmeyer, dipasteurisasi pada


suhu 850C selama 15 detik

Di-cooling hingga suhu 40-450C, kemudian ditambahkan susu skim 5%

Dimasukkan inokulum bakteri ke dalam susu pasteurisasi secara steril

Susu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C setelah itu


ditambahkan gula 10%

Diamati pH yoghurt dan organoleptiknyapada pada 15 panelis


 Pembuatan Tape
A. Alat dan Bahan
Alat : 1. Baskom 5. Penyaring
2. Kain Lap 6. Piring
3. Kompor 7. Pisau
4. Panci kukus 8. Sendok dan Garpu
Bahan : 1. Singkong
2. Air
3. Daun pisang
4. Ragi tape

B. Prosedur Kerja

Singkong dikupas dan dikikis bagian kulit arinya hingga kesat

Singkong yang telah dikupas dipotong sesuai keinginan, kemudian


dicuci hingga bersih

Dipanaskan air dalam panci sementara menunggu singkong kering

Setelah air mendidih, singkong dimasukkan ke dalam panci kukus, lalu


dikukus hingga ¼ matang (daging singkong sudah dapat ditusuk
dengan garpu)

Setelah matang, singkong diangkat lalu ditaruh di suatu wadah,


kemudian didinginkan

Setelah singkong benar-benar dingin, dimasukkan ke dalam wadah


yang bawahnya dilapisi dengan daun pisang lalu ditaburi dengan ragi
yang telah dihaluskan menggunakan saringan
Singkong yang telah diberi ragi kemudian dibungkus rapat dengan
daun pisang

Didiamkan selama 1-2 hari hingga terasa lunak dan manis

Diamati sifat organoleptiknya

 Pembuatan Tempe
A. Alat dan Bahan
Alat : 1. Baskom 5. Pengaduk
2. Saringan 6. Tampah
3. Dandang 7. Kompor
4. Kipas angin
Bahan : 1. Kacang kedelai
2. Ragi tempe
3. Pembungkus (daun pisang dan plastik)

B. Prosedur Kerja

Kacang kedelai disortasi kemudian dicuci hingga bersih

Kacang kedelai yang telah bersih direndam selama 12-18 jam dengan
air dingin biasa (proses hidrasi agar biji kedelai menyerap air sebanyak
mungkin)

Setelah direndam, kedelai diremas-remas untuk menghilangkan kulit


arinya

Setelah itu kedelai dicuci kembali sampai bersih


Kedelai direbus dengan air secukupnya sampai mendidih (kurang lebih
30 menit)

Setelah biji kedelai terasa empuk, biji-biji tersebut dituangkan pada


tampah yang telah dibersihkan, lalu diangin-anginkan dengan kipas
angin sampil diaduk hingga biji tersebut terasa hangat

Ditaburkan 0,25%; 0,5%; 0,75% ragi tempe sedikit demi sedikit sambil
diaduk supaya merata

Disiapkan daun pisang dan plastik untuk pembungkus lalu kedelai


dimasukkan ke dalam pembungkusnya dengan ketebalan 2-3 cm

Proses fermentasi kacang kedelai dilakukan pada suhu kamar selama


satu atau dua hari hingga seluruh kacang kedelai tertutupi jamur

Diamati sifat organoleptiknya


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
 Pembuatan Yoghurt
Konsentrasi bakteri 1%
Panelis Viskositas Flavor
1 3 3
2 3 4
3 4 4
4 4 3
5 2 3
6 2 4
7 3 4
8 2 4
9 3 4
10 2 3
11 2 3
12 3 5
13 2 3
14 3 3
15 4 5
Jumlah 42 55
Rata-
2,8 3,6
rata

Konsentrasi bakteri 5%
Panelis Viskositas Flavor
1 2 4
2 2 3
3 2 3
4 3 4
5 3 5
6 2 6
7 3 5
8 2 4
9 2 4
10 2 4
11 2 2
12 2 4
13 2 4
14 3 4
15 2 3
Jumlah 25 60
Rata-
2,3 4
rata

Konsentrasi bakteri 7,5%


Panelis Viskositas Flavor
1 2 3
2 3 4
3 2 3
4 3 3
5 2 3
6 3 4
7 2 4
8 3 3
9 2 5
10 2 4
11 2 4
12 2 2
13 2 3
14 2 4
15 2 3
Jumlah 34 52
Rata-
2,3 3,5
rata
Keterangan :
Kekentalan : Flavor :
1 = Tidak kental 1 = Tidak khas
2 = Sedikit kental 2 = Sedikit khas
3 = Agak kental 3 = Agak khas
4 = Kental 4 = Khas
5 = Sangat kental 5 = Sangat khas
 Pembuatan Tape
Tape (Konsentrasi Ragi 0.25%)
Panelis Kekerasan Flavor
1 2 4
2 2 2
3 2 2
4 1 4
5 1 4
6 1 2
7 3 3
8 3 2
9 1 5
10 2 5
11 3 4
12 3 3
13 2 5
14 2 4
15 2 4
Jumlah 30 53
Rata-
2 3.5
rata

Tape (Konsentrasi Ragi 0.5%)


Panelis Kekerasan Flavor
1 2 3
2 3 4
3 2 4
4 3 4
5 1 4
6 1 4
7 1 2
8 1 2
9 2 4
10 3 2
11 1 3
12 2 4
13 2 3
14 4 3
15 3 4
Jumlah 31 50
Rata-
2.1 3.3
rata

Keterangan :
Kekerasan : Flavor :
1 = Tidak keras 1 = Tidak khas
2 = Sedikit Keras 2 = Sedikit khas
3 = Agak Keras 3 = Agak khas
4 = Keras 4 = Khas
5 = Sangat Keras 5 = Sangat khas
 Pembuatan Tempe
Konsentrasi ragi 0,25%
Kekerasan Flavor
Panelis Daun Plastik Daun Plastik
pisang pisang
1 1 1 2 1
2 2 1 3 2
3 3 3 2 1
4 2 1 3 1
5 3 1 3 3
6 2 1 2 1
7 3 2 1 1
8 2 2 2 1
9 3 1 3 2
10 3 1 3 1
11 3 1 1 1
12 3 2 1 2
13 1 1 1 1
14 1 1 2 1
15 1 1 2 3
Jumlah 33 20 31 22
Rata-
2,2 1,3 2,1 1,5
rata
Konsentrasi ragi 0,5%
Kekerasan Flavor
Panelis Daun Plastik Daun Plastik
pisang pisang
1 3 1 3 2
2 4 1 3 2
3 3 2 4 2
4 4 2 4 3
5 4 1 4 1
6 4 1 4 1
7 3 1 2 1
8 2 1 2 1
9 4 1 2 1
10 4 1 3 1
11 4 1 2 1
12 4 1 3 2
13 4 1 3 1
14 5 1 3 2
15 4 1 3 1
Jumlah 56 17 45 22
Rata-
3,7 1,1 3 1,5
rata

Konsentrasi ragi 0,75%


Kekerasan Flavor
Panelis Daun Plastik Daun Plastik
pisang pisang
1 4 3 4 2
2 3 2 4 2
3 4 2 4 2
4 4 3 4 2
5 4 3 4 1
6 4 3 4 3
7 4 4 4 3
8 4 3 5 3
9 4 3 4 1
10 4 3 4 4
11 4 3 4 1
12 4 3 1 1
13 4 2 4 2
14 4 3 4 2
15 4 3 4 3
Jumlah 59 43 60 32
Rata-
3,2 2,8 4 2,1
rata
Keterangan :
Kekerasan : Flavor :
1 = Tidak keras 1 = Tidak khas
2 = Sedikit Keras 2= Sedikit khas
3 = Agak Keras 3 = Agak khas
4 = Keras 4 = Khas
5 = Sangat Keras 5 = Sangat khas
B. Pembahasan
 Pembuatan Yoghurt
Yogurt merupakan produk hasil fermentasi menggunakan susu sapi segar
yang dipasteurisasi, lalu ditambah inokulum bakteri asam laktat Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophillus pada suhu 40-45°C dan diinkubasi
selama 24 jam pada suhu sekitar 42°C. Proses pembuatan yoghurt diawali dengan
pasteurisasi susu segar. Menurut Buckel dkk (1985), pasteurisasi susu dilakukan
untuk mencegah penularan penyakit dan mencegah kerusakan susu karena
mikroorganisme dan enzim. Pasteurisasi dapat menghancurkan semua organisme
patogen. Proses selanjutnya dari pembuatan yoghurt ialah penambahan inokulum
bakteri. Adapun inokulum bakteri yang ditambahkan adalah campuran
Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophillus, serta Lactobacillus
asidofilus (konsentrasi 5%; 7,5%; dan 10%). Bakteri tersebut merupakan bakteri
asam laktat yang dapat memecah laktosa menghasilkan asam laktat. Terakhir
dilakukan proses Inkubasi pada suhu sekitar 42°C selama 24 jam.
Dalam praktikum pembuatan yoghurt, perlakuan yang diujikan adalah
jumlah inokulum bakteri atau starter bakteri. Bakteri ditambahkan pada bahan
dengan konsentrasi yang berbeda beda yaitu konsentrasi 5%; 7,5%; dan 10%.
Uji organoleptik yoghurt dilakukan dari tiga kombinasi perlakuan yaitu
penambahan inokulum bakteri dengan konsentrasi bakteri 5%; 7,5%; dan 10 %
oleh 15 panelis semi terlatih, dimana kesukaan itu dapat dinilai dari penilaian
karakter mutu yogurt (viskositas dan flavor).
Berdasarkan pengujian , yoghurt dengan penambahan inokulum bakteri
dengan konsentrasi bakteri 1% memperoleh nilai terbesar dari segi viskositas
yaitu 2,8 atau dapat diartikan yoghurt dengan perlakuan tersebut memiliki
viskositas yang agak kental. Berdasarkan referensi yoghurt mempunyai tekstur
yang agak kental sampai kental atau semi padat dengan konsistensi homogen
akibat penggumpalan protein. Menurut Buckle dkk (1985), viskositas atau
kekentalan dari yoghurt berasal dari hasil koagulasi kasein susu selama inkubasi
sehingga terjadi pengentalan susu. Koagulasi kasein susu terjadi karena suasana
asam, dimana pada pH 4,6 partikel kasein berada pada titik isoelektris. Pada pH
tersebut afinitas partikel terhadap air menurun, sehingga akan terjadi
pengendapan.
Selanjutnya berdasarkan flavor yoghurt dari ketiga perlakuan, perlakuan
dengan penambahan inokulum bakteri konsentrasi 5% memperoleh poin 4. Dalam
hal ini poin 4 menjelaskan bahwa yoghurt dengan perlakuan penambahan
inokulum bakteri dengan konsentrasi 5% memiliki flavor yang khas. Menurut
Wahyudi (2006), karakter rasa yoghurt adalah khas asam. Rasa asam tersebut
disebabkan adanya asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat yang
ditambahkan. Hali ini sesuai dengan teori bahwa aroma asam yogurt disebabkan
oleh asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat. semakin banyak bakteri
asam laktat yang digunakan, maka produksi asam laktat akan semakin banyak
pula, dengan begitu maka semakin banyak starter yang digunakan maka rasa
yogurt yang dihasilkan akan semakin asam.
 Pembuatan Tape
Sebelum fermentasi, singkong masih berbentuk seperti awal sebelum
diberi ragi pada umumnya. Namun, setelah mengalami fermentasi singkong
tersebut mengalami perubahan bentuk dan menghasilkan air yang mengandung
alkohol serta menimbulkan rasa asam dan manis. Kondisi tersebut disebabkan
karena pada singkong diberikan ragi yang merupakan mikroorganisme yang
berfungsi mengubah glukosa menjadi alkohol dan menghasilkan air.
Singkong tidak boleh terkena air jika sudah diberi ragi karena akan
mematikan ragi (bakteri) sehingga proses fermentasi tidak berjalan sempurna.
Singkong juga harus diletakkan/disimpan didalam tempat yang kedap udara.
Karena jika terkena oksigen, proses fermentasi juga akan gagal.
Singkong yang merupakan karbohidrat diubah oleh ragi menjadi alkohol
dan air. Dengan adanya alkohol, tape singkong bersifat manis dan agak asam.
Tape membutuhkan amilosa, amilum dan karbohidrat kompleks, derajat keasaman
(pH 5-6), dan suhu yang tepat dan kadar air. Karena fermentasi maka singkong
dibutuhkan kadar air yang cukup untuk ragi agar bisa hidup. Oleh karena itu,
singkong harus dikukus. Banyaknya ragi yang digunakan disesuaikan dengan
jumlah singkong. Bila terlalu banyak akan mempercepat proses fermentasi dan
menyebabkan rasa tape menjadi pengar, bila terlalu sedikit dapat menyebabkan
tape yang terbentuk tidak manis dan terasa keras. Takaran ragi yang tepat
biasanya diperoleh berdasarkan pengalaman. Kualitas tape yang baik turut
ditentukan oleh jenis ragi yang digunakan dan asal ragi tersebut.
Berdasarkan hasil praktikum, produk tape dengan menggunakan
penambahan ragi dengan konsentrasi 0,25% menghasilkan tekstur tape yang
sedikit keras serta flavor yang khas. Begitupun halnya pada tape yang
menggunakan penambahan ragi dengn konsentrasi 0,5% menghasilkan tekstur
tape yang sedikit keras dan memiliki flavor agak khas.
Dari kedua perlakuan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kedua
perlakuan (penambahan ragi 0,25% dan 0,5%) menghasilkan produk tape yang
diinginkan oleh panelis. Produk tape hasil penambahan konsentrasi ragi yang
berbeda tersebut juga tidak terlalu berbeda atau dalam arti tidak ada perbedaan
yang signifikan antara tape yang diberi penambahan ragi konsentrasi 0,25%
dengan tape yang diberi penambahan ragi konsentrasi 0,5%.
Tape singkong jika diletakkan dalam keadaan suhu kamar hanya bertahan
2 hari. Jika lebih dari 2 hari maka kadar alkohol dalam tape tersebut akan
bertambah. Semakin banyak kadar alkohol, maka tape akan berubah menjadi
khamar. Dan yang kita tahu khamar itu haram. Hal ini sudah terbukti dari jurnal
ilmiah International Journal of Food Sciences and Nutrition volume 52 halaman
347 – 357 pada tahun 2001. Di jurnal tersebut diberitakan bahwa kadar etanol (%)
pada 0 jam fermentasi tidak terdeteksi, setelah 5 jam fermentasi kadar alkoholnya
0.165%, setelah 15 jam 0.391%, setelah 24 jam 1.762%, setelah 36 jam 2.754%,
setelah 48 jam 2.707% dan setelah 60 jam 3.380%.. Namun, jika tape diletakkan
didalam kulkas akan meghambat kerja bakteri karena bakteri tidak dapet bekerja
pada suhu rendah dan pada suhu terlalu tinggi. Oleh karena itu, tape yang
diletakkan didalam kulkas lebih tahan lama daripada yang diletekkan didalam
keadaan suhu kamar.
Kegagalan dalam pembuatan tape dapat dipengaruhi beberapa faktor,
yaitu kurang sterilnya tempat pembuatan, pembuat terlalu banyak bicara, pembuat
tidak boleh dalam keadaan haid, terlalu banyak member ragi, jenis ragi kurang
tepat, dan lain-lain.
 Pembuatan Tempe
Praktikum pembuatan tempe menggunakan beberapa perlakuan,
perlakuan tersebut ialah perlakuan penambahan ragi dengan konsentrasi 0,25%;
0,5%; dan 0,75% . Masing-masing perlakuan dibungkus dengan menggunakan
plastik dan daun pisang. Setiap perlakuan tersebut diuji dengan pengujian
organoleptik menggunakan 15 orang panelis semi terlatih.
Pada perlakuan penambahan ragi dengan konsentrasi 0,25% memperoleh
nilai rata-rata sebesar 2,2 untuk tekstur kekerasan dari tempe yang dibungkus
daun pisang, 2,1 untuk flavour dari tempe yang dibungkus daun pisang. 1,3 untuk
tekstur kekerasan dari tempe yang dibungkus dengan plastik serta 1,5 untuk flavor
dari tempe yang dibungkus plastik.
Selanjutnya pada penambahan ragi konsentrasi 0,5% tempe yang
dibungkus dengan daun pisang memperoleh nilai rata-rata sebesar 3,7 untuk
kekerasan dan nilai 3 untuk flavor agak khas dari tempe tersebut. Berbeda
dengan tempe yang dibungkus plastik, tempe yang dibungkus plastik hanya
memperoleh nilai rata-rata 1,1 untuk tekstur kekerasan termpe dan 1,5 untuk
flavor khas.
Kemudian pada penambahan ragi konsentrasi 0,75% tempe yang
dibungkus menggunakan daun pisang memperoleh nilai rata-rata 3,2 dari segi
kekerasan yang berarti agak keras, nilai 4 untuk flavor kekhasan tempe yang
terbungkus daun pisang, 2,8 untuk kekerasan tekstur tempe yang dibungkus
plastik dan 2,1 untuk flavor khas dari tempe yang terbungkus plastik.
Berdasarkan penggunaaan jumlah konsentrasi ragi, tempe yang dibuat
dengan konsentrasi ragi 0,5% menghasilkan tekstur yang keras serta flavor agak
khas. Pada penambahan ragi 0,25% menghasilkan tekstur tempe yang sedikit
keras dalam hal ini berarti lunak serta aroma yang sedikit khas pula. Dan
penambahan ragi 0,75% yang menghasilkan tekstur tempe agak keras disertai
pembentukan aroma yang khas. Dalam hal ini perlakuan penambahan konsentrasi
ragi terbaik ialah tempe yang diberi penambahan ragi dengan konsentrasi 0,75%
karena menghasilkan tekstur dan aroma tempe yang diinginkan oleh panelis.
Secara keseluruhan tempe yang dibungkus dengan menggunakan daun
pisang menghasilkan tekstur dan flavor yang lebih baik dan lebih disukai oleh
panelis jika dibandingkan dengan tempe yang dibungkus dengan menggunakan
plastik. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya molekul kecil pada kemasan
plastik yang digunakan untuk membungkus tempe atau bahan makanan lainnya
yang dikhawatirkan akan melakukan migrasi ke dalam bahan makanan yang
dikemas. Tempe yang dibungkus dengan plastik lebih cepat mengalami
kebusukan hal inilah yang dapat menyebabkan cepatnya pembusukan tempe.
Apalagi jika plastik diolah dari bahan yang berbahaya, hal ini dapat
mengakibatkan bahan kimia bercampur dengan tempe dan akan menghambat
pertumbuhan kapang.
Pembungkusan tempe dengan menggunakan daun merupakan cara
tradisional yang paling banyak dilakukan . membungkus tempe dengan daun sama
halnya dengan menyimpannya dalam ruang gelap mengingat sifat daun yang
tidak tembus pandang. Disamping itu aerasi (sistem sirkulasi udara) tetap dapat
berlangsung melalui celah celah pembungkus yang ada (Suprapti, 2003). Menurut
Sarwono (2005), bahwa bakal tempe dapat dibungkus menggunakan daun pisang
yang dilapisi daun waru atau daun jati.
Selain dengan daun pisang , bahan tempe dapat dibungkus dengan kantong
plastik. Pembungkusan tempe dengan kantung plastik sebaiknya jangan terlalu
rapat agar bagian dalam substrat cukup memperoleh udara. Kapang tempe
membutuhkan banyak udara (Sarwono, 2005). Kantong plastik bersifat kedap
udara. Sehingga permukaan kantung plastik harus dilobangi kecil-kecil agar aerasi
dapat terjadi (Suprapti, 2003).
Menurut Kasmidjo (1990) tempe yang baik harus memenuhi syarat mutu
secara fisik dan kimiawi. Tempe dikatakan memiliki mutu fisik jika tempe itu
sudah
memenuhi ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :
a. Warna Putih
Warna putih ini disebabkan adanya miselia kapang yang tumbuh
pada permukaan biji kedelai.
b. Tekstur Tempe Kompak
Tempe yang baik mempunyai bentuk kompak yang terikat oleh miselium
sehingga terlihat berwarna putih dan bila diiris terlihat keeping kedelainya
(Lestari, 2005).
c. Aroma dan rasa khas tempe
Terbentuk aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan terjadinya
degradasi komponen – komponen dalam tempe selama berlangsungnya proses
fermentasi.

Tempe dengan kualitas baik mempunyai ciri-ciri berwarna putih bersih


yang merata pada permukaannya memiliki struktur yang homogen dan kompak
serta berasa berbau dan beraroma khas tempe. Tempe dengan kualitas buruk
ditandai dengan permukaannya yang basah struktur tidak kompak adanya bercak
bercak hitam, adanya bau amoniak dan alcohol serta beracun (Astawan 2004).
V. PENUTUP

A. Kesimpulan
 Yogurt merupakan produk hasil fermentasi menggunakan susu sapi segar
yang dipasteurisasi, lalu ditambah inokulum bakteri asam laktat
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus pada suhu 40-
45°C dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu sekitar 42°C.
 Berdasarkan pengujian, yoghurt dengan penambahan inokulum bakteri
dengan konsentrasi bakteri 1% memperoleh nilai terbesar dari segi
viskositas yaitu 2,8 atau dapat diartikan yoghurt dengan perlakuan tersebut
memiliki viskositas yang agak kental. Kemudian berdasarkan
viskositasnya perlakuan dengan penambahan inokulum bakteri konsentrasi
5% memperoleh poin 4 yang menjelaskan bahwa yoghurt dengan
perlakuan penambahan inokulum bakteri dengan konsentrasi 5% memiliki
flavor yang khas.
 Tape merupakan makanan hasil fermentasi yang dilakukan oleh
mikroorganisme, terutama kapang dan khamir. Dalam proses fermentasi,
pati akan berubah menjadi gula oleh kapang jenis Chlamydomucor dan
oleh mikroorganisme ragi Saccaromyces cereviceae gula diubah menjadi
alkohol.
 Tempe adalah salah satu produk pangan di Indonesia yang proses
pembuatannya dengan cara memfermentasi kacang kedelai atau kacang-
kacangan lainnya oleh kapang Rhizopus oligosporus.
 Tempe yang dibungkus dengan menggunakan daun pisang menghasilkan
tekstur dan flavor yang lebih baik dan lebih disukai oleh panelis jika
dibandingkan dengan tempe yang dibungkus dengan menggunakan
plastik. perlakuan penambahan konsentrasi ragi terbaik ialah tempe yang
diberi penambahan ragi dengan konsentrasi 0,75% karena menghasilkan
tekstur dan aroma tempe yang diinginkan oleh panelis
B. Saran
 Pada praktikum pembuatan produk fermentasi, alangkah lebih baik jika
dilakukan dengan perlakuan alat yang steril. Agar produk yang dihasilkan
terbentuk seperti yang diinginkan. Selain itu juga dilakukan dalam ruangan
yang tidak banyak mengandung mikroba lainnya agar produk tidak
terkontaminasi oleh mikroorganisme lain yang dapat merusak produk.
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, E dan M.K.M.S. Mahmud. 1985. Pengujian aktivitas antibakterial pada


tempe terhadap bakteri penyebab diare. Penelitian Gizi dan Makanan. 8:
45-46.

Astawan, M. 2004. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Tiga


Serangkai. Solo.

Astawan, M. 2008. Sehat Dengan Tempe : Panduan Lengkap Menjaga Kesehatan


dengan Tempe. Dian Rakyat. Bogor.

Buckle, A.K. 1985. Ilmu Pangan. Terjemahan Hari Purnomo. Jakarta: UI-Press.

Darmadjati, D. S. Widowati and H. Taslim. 1996. Soybean processing and


utilization in Indonesia. ARD Journal 18 (1): 13-25.

Endi, Ridwan. 1988. Tempe sebagai bahan pangan, makanan, dan obat. Medika
14(8) : 744-749

Irianto, K, 2006, Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 2,


Bandung: CV. Yrama Widya, hal 214-215.

Kasmidjo R. B. 1990. Tempe : Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta


Pemanfaatannya. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Lancon, F., D. Fardiaz, L. Herlina and N.L. Puspitasari. 1996. Soybean


Characteristics effects on tahu quality in small-scale processing units.
Proceedings of the Second International Soybean Processing and
Utilization conference. January 8-13. Funny Publishing Limited
Partnership, Bangkok Thailand.p:210-213.

Lestari, E. 2004. Pengaruh Penambahan Bekatul Sebagai Bahan Pengisi Tempe


Terhadap Kadar Protein Tempe Kedelai. [Skripsi]. UMS.

Mahmud, M. K. 1987. Penggunaan makanan bayi formula tempe dalam diit bayi
dan anak balita sebagai upaya penanggulangan masalah diare (desertasi).
Institut Pertanian Bogor.

Pato, U. 2003. “Potensi Bakteri Asam Laktat yang diisolasi dari Dadih untuk
Menurunkan Resiko Penyakit Kanker”. Jurnal Natur Indonesia, 5(2): 162-
166. Pusat Penelitian Bioteknologi. Pekanbaru: Universitas Riau.

Rukmana, Rahmat. 2009. Yogurt dan Karamel Susu. Yogyakarta: Kanisius.

Sarwono. 2005. Membuat Tempe dan Oncom. Jakarta : Penebar Swadaya


Srimaryati. 1978. Pembuatan Ragi Beras dengan Bumbu-bumbu Tunggal Tanpa
Starter dan Tanpa Alas Merang. Yogyakarta : UGM

Sudigdo. 1978. Tauco dan Tapai. Bandung : Terate

Suriawiria U, 1995. Pengantar Mikrobiologi Umum. Bandung: Angkasa.

Suprapti, Lies. 2003. Teknologi Pengolahan Pangan : Pembuatan Tempe.


Yogyakarta : Kanisius.

Sutrisno, N. 1996. Socio economic aspects of tempe production in Indonesia.


Soybean characteristic effects on tahu quality in small-scale processing
units. Proceedings of the second International Soybean Processing and
Utilization Conference. January 8-13. Funny Publishing Limited
Patnership, Bangkok Thailand p:371-376.

Syarief, R. dan A. Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian.


Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

Tarigan, J., 1988, Pengantar Mikrobiologi Umum. Jakarta: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan.

Wahyudi, M. 2006. Proses Pembuatan Dan Analisis Mutu Yoghurt. Buletin


Teknik Pertanian. Vol. 11 No. 1.

Wahyudi, A. dan Sri, S. 2008. Bugar Dengan Susu Fermentasi. Malang: UMM
Press.

Waluyo, Lud. 2005. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Press.

Anda mungkin juga menyukai