Anda di halaman 1dari 18

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sabun Yoghurt

1. Susu

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2011, susu


segar (raw milk) merupakan cairan yang berasal dari ambing sapi sehat
dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang
kandungan alaminya tidak dikurangi atau tidak ditambah sesuatu apapun
dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan. Selanjutnya
menurut Rihastuti, dkk. (2011) susu dipandang dari segi peternakan
adalah suatu sekresi kelenjar susu dari sapi yang sedang laktasi atau
ternak yang sedang laktasi dan dilakukan pemerahan dengan sempurna,
tidak termasuk kolostrum serta tidak ditambah atau dikurangi oleh suatu
komponen. Susu mengandung zat kimia organis ataupun anorganis
berupa zat padat, air dan zat yang larut dalam air, zat tersebut adalah
protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, dan enzim.
Hendrasty (2013) mengemukakan bahwa susu merupakan sistem
fisikokimia komplek terdiri dari larutan garam, laktosa, dan laktoalbumin.
Protein secara kolodial terdispersi dalam air dan padatan lemaknya ada
dalam suspensi yang teremulsi. Kandungan protein relatif konstan yaitu
sekitar 26,5% dari total padatan dan termasuk kasein dan whey protein.
Kasein sebagai kalsium kasienat yaitu kalsium phospat komplek, dapat
diendapkan pada pH 4,7 dengan penambahan asam. Whey protein
mempunyai sifat seperti albumin. Keduanya mengandung asam amino
tinggi nitrogen. Konstituen lainnya yang utama adalah laktosa. Laktosa ini
secara mudah difermentasi oleh laktobasili dalam bentuk asam laktat
suatu bahan tambahan pokok dalam susu asam. Bagian lemak susu
merupakan campuran trigliserida dari lemak jenuh dan asam lemak tidak
jenuh. Bagian lemak ini juga mengandung sedikit kolesterol dan lesitin tipe
fosfolipid yang mempunyai sifat emulsifier yang tinggi.
Sebagai acuan dan standar kualitas susu segar maka harus
memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk susu segar (Susilorini,
2007). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2011, susu
harus memenuhi syarat-syarat minimal sebagai berikut.

Tabel 1. Syarat mutu susu segar berdasakan SNI 01-3141-2011


No. Sifat Susu Nilai
1. Berat Jenis (pada suhu 27,5 ºC) 1,0270 g/ml
minimum
2. Kadar lemak minimum 3,0%
3. Kadar BKTL minimum 7,8 %
4. Kadar protein minimum 2,8 %
5. Warna, bau, rasa dan kekentalan Tidak ada perubahan
6. Derajat asam 6,0 – 7,5 ºSH
7. Ph 6,3 – 6,8
8. Uji alkohol (70%) v/v negatif
9. Cemaran mikroba maksimum
a. Total kuman 1 x 106 CFU/ml
b. Streptococcus aureus 1 x 102 CFU/ml
c. Enterobacteriaceae 1 x 103 CFU/ml
10. Jumlah sel somatis maksimum 4 x 105 sel/ml
11. Residu antibiotika negatif
(Golongan Penisilin, Tetrasiklin,
Aminoglikosida, Makrolida)
12. Uji pemalsuan negatif
13. Titik beku -0,520 s/d -0,560ºC
14. Uji peroksidase Positif
15. Cemaran logam berbahaya maksimal :
a. Timbal (Pb) 0,02 ppm
b. Merkuri (Hg) 0,03 ppm
c. Arsen (As) 0,1 ppm
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2011)

Selanjutnya Bakri dan Saparino (2015) menambahkan bahwa susu


sapi memiliki komposisi gizi yang sangat beragam, tetapi angka rata-rata
untuk semua jenis sapi perah adalah protein yang bermutu tinggi sebesar
3,4% dengan kadar lemak 3,9%. Susu merupakan sumber kalsium dan
fosfor yang baik, dengan vitamin A, thiamin, niacin, dan riboflavin tinggi
kandungan. Susu juga mempunyai kadar air 87,10% serta kandungan

5
gula laktosa yang cukup tinggi yaitu 5%.
Menurut Susilorini dkk. (2007), susu segar setelah diperah harus
segera didinginkan ataupun diolah lebih lanjut untuk dapat dikonsumsi
dengan aman. Penanganan susu biasanya dilakukan dengan pemanasan.
Secara umum, pemanasan bertujuan untuk membunuh semua
mikroorganisme patogen dan menonaktifkan enzim-enzim alami sebanyak
mungkin sehingga tidak dapat merusak zat-zat yang terkandung dalam
susu. Selanjutnya Shewfelt (2009) menambahkan bahwa produk susu
sangat menarik bagi ahli pangan karena sifat fungsionalnya (berperan
langsung pada fungsi suatu bahan dalam produk pangan). Banyak
pangan formulasi dikembangkan dengan memanfaatkan keuntungan dari
sifat fungsional protein susu seperti yoghurt, puding, keju, dan fonder (keju
cair) adalah akibat sifat fungsional susu.

2. Yoghurt

Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik


makromolekul menjadi senyawa sederhana yang melibatkan
mikroorganisme (Winarno dan Fernandes, 2007). Selanjutnya Bachrudin
(2014) menambahkan bahwa pemanfaatan proses fermentasi baik dalam
skala laboratorium maupun dalam skala indistri sel-sel mikrobia mampu
mengubah komponen sederhana menjadi bahan yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi. Proses fermentasi ini akan melibatkan beberapa
rangkaian reaksi yang meliputi dehidrogenasi, oksidasi, hidroksilasi,
dehidrasi, dan kondensasi, dekarbosilasi, aminasi, deaminasi, serta
isomerasi. Produksi bahan bernilai ekonoi tinggi melalui proses fermentasi
dengan memanfaatkan jasa mikroorganisme mempunyai beberapa
kelebihan bila dibandingkan dengan melalui mekanisme reaksi kimiawi
nonbiologi. Kelebihan tersebut antara lain proses fermentasi dapat
dilakukan pada suhu yang relatif rendah, proses ini mampu menghindari
adanya senyawa berpolusi terutama akibat pemakaian katalis, khususnya
senyawa logam berat.

6
Yoghurt adalah susu yang diasamkan melalui fermentasi dengan
menggunakan biakan starter, yakni pupukan murni Lactobacillus
bulgariens dan Streptococcus thermophilus. Pembuatan yoghurt
merupakan proses fermentasi dari gula susu (laktosa) menjadi asam laktat
yang menyebabkan tekstur yoghurt menjadi kental. Cara pembuatannya
adalah menambahkan bakteri Lactobacillus bulgariens pada susu yang
tidak pasteurisasi. Kemudian diinkubasi pada suhu 40 oC – 45oC selama 2-
6 jam lalu diaduk (Murti, dkk., 2009). Sedangkan menurut Rihastuti, dkk.
(2011) susu fermentasi adalah produk susu yang telah mengalami
fermentasi dengan inokulasi kultur starter bakteri penghasil asam laktat.
Produk susu fermentasi ini sering disebut juga produk susu asam karena
rasanya asam. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Bakri dan Saparino
(2015) yang menyatakan bahwa yoghurt adalah susu yang telah
difermentasi dengan sejenis bakteri penghasil asam. Teksturnya menjadi
lebih kental dengan cita rasa yang asam. Produk yoghurt yang dihasilkan
oleh fermentasi bakteri susu dan bakterinya dikenal dengan nama kultur
yogurt. Kandungan bakteri dalam yoghurt yaitu Lactobacillus delbrueckii
subsp. Bulgaricus dan Streptococcus salivarius subsp. Bakteri
thermophilus. Selain itu, ada juga Lactobacillus acidophilus dan bifido.
Yoghurt terdiri dari 2 jenis, yaitu yoghurt tanpa rasa (plain yoghurt)
dan yoghurt dengan penambahan berbagai rasa. Yoghurt dengan
penambahan rasa sangat disukai oleh konsumen, terutama anak-anak
karena menghasilkan rasa yang lebih enak (Mahmood, dkk., 2008).
Selanjutnya Farinde, dkk. (2010) menyatakan bahwa saat ini, yoghurt
sering ditambahkan buah, selain menambah cita rasa juga dapat
digunakan untuk meningkatkan kandungan gizi yoghurt seperti vitamin
dan mineral.
Mutu yoghurt sangat dipengaruhi oleh komposisi dan persiapan
dari kultur mikroba yang terdiri dari bakteri termofilik dan mesofilik
Streptococcus thermophillus yang hidup pada suhu optimum 42-45oC (pH
= 6,5) dan Lactobacillus bulgaricus dengan suhu optimum 38-42oC (pH =

7
5,5). Perbandingan yang digunakan adalah 1:1 yang dalam
pertumbuhannya bersifat saling menguntungkan. Aktivitas enzim
proteolitik dapat menguraikan protein susu menjadi asam amino dan
memberi flavor khas pada yoghurt (Wahyudi, 2006 dalam Prabandari,
2011). Syarat mutu yoghurt menurut SNI 2981:2009 dapat dilihat pada
Tabel 2.

Tabel 2. Standar mutu yoghurt berdasarkan SNI 2891:2009


No. Kriteria Uji Persyaratan
1. Keadaan Kental/semi
a. Penampakan padat
b. Bau Normal/khas
c. Rasa Khas/asam
d. Konsistensi Homogen
2. Lemak (% b/b) Maks. 3,8
3. Berat kering tanpa lemak (BKTL) (% b/b) 8,2
4. Protein (% b/b) Min. 3,5
5. Kadar abu (% b/b) Maks. 1,0
6. Jumlah asam (dihitung sebagai laktat) (% b/b) 0,5-2,0
7. Cemaran logam Maks. 0,3
a. Timbal (Pb) (mg/kg) Maks. 20,0
b. Tembaga (Cu) (mg/kg) Maks. 40,0
c. Timah (Sn) (mg/kg) Maks. 0,03
d. Raksa (Hg) (mg/kg) Maks. 0,1
e. Arsen (Ar) (mg/kg)
8. Cemaran mikroba Maks. 10
a. Bakteri coliform (APM/g) ˂3
b. E. coli (APM/g) Negatif
c. Salmonella
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2011)

Yoghurt sangat bermanfaat bagi tubuh, baik untuk memperoleh nilai


nutrisi juga memberikan manfaat kesehatan terutama bagi pencernaan
dimana bakteri-bakteri yoghurt yang masuk akan menyelimuti dinding
usus sehingga dinding usus menjadi asam dan kondisi ini menyebabkan
mikrobamikroba pathogen tidak dapat berkembangbiak (Surono, 2004).
Selanjutnya Wahyudi (2006) menambahkan bahwa yoghurt mempunyai
nilai gizi yang tinggi dari pada susu segar sebagai bahan dasar dalam
pembuatan yoghurt, terutama karena meningkatnya total padatan

8
sehingga kandungan zat–zat gizi lainnya meningkat, selain itu yoghurt
sesuai bagi penderita Lactose Intolerance atau yang tidak toleran
terhadap laktosa.

3. Sabun

a. Pengertian sabun.

Sabun adalah hasil reaksi dari asam lemak dengan logam alkali.
Hasil penyabunan tersebut diperoleh suatu campuran sabun, gliserol, dan
sisa alkali atau asam lemak yang berasal dari lemak yang telah
terhidrolisa oleh alkali (Fessenden, 1992). Sedangkan Badan Standarisasi
Nasional melalui Standar Nasional Indonesia (SNI) mengamanatkan
bahwa sabun mandi merupakan senyawa natrium atau kalium dengan
asam lemak yang digunakan sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk
padat, berbusa, dengan atau penambahan lain serta tidak menyebabkan
iritasi pada kulit (SNI, 1994).
Selanjutnya Qisti (2009) menambahkan bahwa sabun adalah
bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua
komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan
sodium atau potasium. Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan
reaksi kimia antara kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak
nabati atau lemak hewani. Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal
dengan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat dengan
KOH dikenal dengan sabun lunak (soft soap). Sabun dibuat dengan dua
cara yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi minyak. Proses
saponifikasi minyak akan memperoleh produk sampingan yaitu gliserol,
sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh gliserol. Proses
saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali,
sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas
dengan alkali.
Lemak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah

9
trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan
diesterifikasi dengan gliserol. Masing-masing lemak mengandung
sejumlah molekul asam lemak dengan rantai karbon panjang antara C12
(asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada lemak jenuh dan begitu
juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah menjadi sabun
melalui proses saponifikasi dengan larutan Natrium Hidroksida
membebaskan gliserol (Baysinger, 2004).

b. Manfaat dan kegunaan sabun.

Fungsi sabun dalam anekaragam cara adalah sebagai bahan


pembersih. Sabun menurunkan tegangan permukaan air, sehingga
memungkinkan air itu membasahi bahan yang dicuci dengan lebih efektif,
sabun bertindak sebagai suatu zat pengemulsi untuk mendispersikan
minyak dan gemuk; dan sabun teradsorpsi pada butiran kotoran (Keenan,
1980). Selanjutnya Fessenden (1992) menambahkan bahwa sabun
berkemampuan untuk mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat
dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat
sabun yaitu: 1) rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun bersifat nonpolar
sehingga larut dalam zat non polar, seperti tetesan-tetesan minyak; 2)
ujung anion molekul sabun, yang tertarik dari air, ditolak oleh ujung anion
molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena
tolak menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat
saling bergabung tetapi tersuspensi.
Kotoran yang menempel pada kulit umumnya adalah minyak, lemak
dan keringat. Zat-zat ini tidak dapat larut dalam air karena sifatnya yang
non polar. Sabun digunakan untuk melarutkan kotoran-kotoran pada kulit
tersebut. Sabun memiliki gugus non polar yaitu gugus –R yang akan
mengikat kotoran, dan gugus –COONa yang akan mengikat air karena
sama-sama gugus polar. Kotoran tidak dapat lepas karena terikat pada
sabun dan sabun terikat pada air (Qisti, 2009).

10
c. Kualitas sabun.

Mutu sabun sangat ditentukan oleh kadar alkali bebas di dalamnya.


Jika terlalu basa alkali bebas dapat merusak kulit bila dipakai. Oleh karena
itu, kadar alkali bebasnya tidak boleh lebih dari 0,1% untuk sabun Na dan
0,14% untuk sabun KOH. Kadar alkali bebas juga dapat dipakai sebagai
indikator dari tidak sempurnanya proses penyabunan (Nandawai, 2009).
Syarat standar mutu sabun mandi padat diuraikan pada Tabel 3 berikut
ini:

Tabel 3. Standar mutu sabun padat berdasarkan SNI 06-3532-1994


No. Uraian Syarat Mutu
1. Kadar Air (%) Maks. 15
2. Jumlah Asam Lemak (%) >70
3. Alkali Bebas
a. Dihitung sebagai NaOH (%) Maks. 0,1
b. Dihitung sebagai KOH (%) Maks. 0,14
4. Asam lemak bebas dan atau asam < 2,5
lemak netral (%)
5. Minyak Mineral Netral
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1994)

Alkali bebas merupakan alkali dalam sabun yang tidak diikat


sebagai senyawa. Kelebihan alkali bebas dalam sabun tidak boleh lebih
dari 0,1% untuk sabun Na dan 0,14% untuk sabun KOH karena alkali
mempunyai sifat yang keras dan menyebabkan iritasi pada kulit.
Kelebihan alkali bebas pada sabun dapat disebabkan karena konsentrasi
alkali yang pekat atau berlebih pada proses penyabunan. Sabun yang
mengandung alkali tinggi biasanya digunakan untuk sabun cuci (Qisti,
2009). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Zaelana (2011) bahwa
kandungan alkali yang cukup besar menandakan bahwa produk sabun
yang dihasilkan memiliki kualitas yang kurang baik, karena semakin besar
kandungan atau kadar alkali dalam produk sabun yang dihasilkan maka
kualitas produk yang dihasilkan pun semakin menurun kualitasnya. Akan
tetapi, produk sabun yang bebas alkali pun tidak berarti bahwa kualitasnya
lebih baik. Sabun yang bebas alkali justru dapat menyebabkan kerusakan

11
kulit.

d. Bahan pembuatan sabun.

Menurut Fessenden (1992) terdapat beberpa jenis minyak atau


lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun diantaranya
tallow, lard, minyak kelapa sawit, minyak kelapa, minyak inti kelapa sawit,
minyak sawit stearin, minyak ikan laut, minyak zaitun, dan campuran
minyak atau lemak. Berikut adalah bahan yang digunakan dalam
pembuatan sabun:

1) Natrium hidroksida (NaOH).

Natrium hidroksida (NaOH) merupakan salah satu jenis alkali, baik


KOH ataupun NaOH harus dilakukan dengan takaran yang tepat. Apabila
terlalu pekat atau lebih, maka alkali bebas tidak berikatan dengan
trigliserida atau asam lemak akan terlalu tinggi sehingga dapat
menyebabkan iritasi pada kulit. Sebaiknya apabila terlalu encer atau
jumlahnya terlalu sedikit, maka sabun yang dihasilkan akan mengandung
asam lemak bebas yang tinggi, asam lemak bebas pada sabun dapat
mengganggu proses emulsi sabun dan kotoran pada saat sabun
digunakan (Kamikaze, 2002). Selanjutnya Rohman (2009) menyatakan
bahwa senyawa alkali merupakan garam terlarut dari logam alkali seperti
kalium dan natrium. Alkali digunakan sebagai bahan kimia yang bersifat
basa dan akan bereaksi serta menetralisir asam. Alkali yang umum
digunakan adalah NaOH atau KOH. NaOH banyak digunakan dalam
pembuatan sabun padat karena sifatnya yang tidak mudah larut dalam air.
Jumlah NaOH yang digunakan untuk pembuatan sabun bervariasi,
tergantung konsentrasi yang diujicobakan dan banyaknya sampel yang
digunakan. Adapun jumlah NaOH yang pernah digunakan antara lain:
a) Penggunaan NaOH dengan konsentrasi 45% dalam pembuatan
sabun menggunakan campuran lemak abdomen sapi (tallow) dan curd
susu (Kamikaze, 2002).

12
b) Penggunaan NaOH dengan konsentrasi 30% dalam pembuatan
sabun transparan (Hambali, 2007).
c) Penggunaan NaOH dengan konsentrasi 30% dalam pembuatan
sabun transparan madu (Qisti, 2009).
d) Penggunaan NaOH 50 % dalam pembuatan sabun padat dari minyak
goreng bekas (Dalimunthe, 2009).
e) Penggunaan NaOH dengan konsentrasi 30% dalam sifat organoleptik
pada sabun transparan dengan penambahan madu (Sinatrya, 2009).
f) Penggunaan NaOH dengan konsentrasi 31% dari pembuatan sabun
transparan dari Virgin Coconut Oil (Usmania, 2012).
g) Penggunaan NaOH 30% dalam pembuatan sabun padat dari lemak
abdomen sapi (Rahayu, 2012).

2) Minyak kelapa.

Berdasarkan SNI 01-2902-1992, minyak kelapa merupakan hasil


dari pengepresan kopra yang telah dikeringkan atau hasil ekstraksi
bungkil kopra. Secara kimiawi, minyak kelapa terbentuk dari rantai karbon,
hidrogen, dan oksigen yang disebut dengan asam lemak. Komponen-
komponen asam lemak tersebut akan membentuk gliserida saat
bergabung dengan gliserol.
Komponen yang terkandung dalam minyak kelapa diantaranya
adalah sterol, tokoferol, dan tokotrienol. Berdasarkan Codex-Stan 210-
1999, sterol yang terdapat dalam minyak kelapa sebagian besar berupa
beta sitosterol (C29H50O) dan stigmasterol (C29H48O). Sterol bersifat
tidak berwarna, tidak berbau, stabil, dan berfungsi sebagai stabilizer
dalam minyak (Krishna dkk, 2010). Berdasarkan Codex-Stan 210-1999,
tokoferol dan tokotrienol yang terdapat dalam minyak kelapa adalah α-
tokoferol, β-tokoferol, γ-tokoferol, α- tokotrienol, dan γ-tokotrienol.
Persenyawaan tokoferol dan tokotrienol berfungsi sebagai antioksidan
(Price dan Wilson, 2012).
Komponen utama minyak kelapa yaitu asam laurat yang

13
merupakan asam lemak jenuh. Asam laurat dalam minyak kelapa
mempunyai jumlah yang paling banyak, sehingga tahan terhadap
ketengikan akibat oksidasi. Selain itu terdapat juga kandungan asam
lemak tak jenuh dalam minyak kelapa (Alamsyah, 2005).

3) Minyak zaitun.

Menurut Surtiningsih (2005) minyak zaitun selain digunakan untuk


berbagai masakan juga berkhasiat untuk perawatan kecantikan. Menurut
Fehri et all (1996) zaitun mengandung alkaloid, saponin, dan tannin, tapi
tidak mengandung sianogenik glikosid. Beberapa riset juga menemukan
adanya flavonoid apigenin, luteolin, chryseriol, dan derivatnya.
Selanjutnya Waterman (2007) menambahkan bahwa minyak zaitun terdiri
atas 72% asam oleat, asam lemak tak jenuh tunggal. Minyak zaitun
bersifat unik dalam kaitannya dengan kandungan asam oleatnya yang
tinggi karena mayoritas minyak biji terdiri atas asam lemak tak jenuh
ganda (termasuk asam lemak omega-6 esensial, asam linoleat). Apabila
dibandingkan dengan asam lemak tak jenuh ganda, asam oleat tak jenuh
tunggal memiliki satu ikatan rangkap sehingga lebih tahan terhadap
oksidasi dan kontribusi pada antioksidan, stabilitas tinggi, dan daya
simpan minyak yang lama.
Minyak zaitun kaya vitamin E yang merupakan anti penuaan dini.
Minyak zaitun juga bermanfaat untuk menghaluskan dan melembabkan
permukaan kulit tanpa menyumbat pori. Minyak zaitun merupakan
pelembab yang baik untuk melembabkan kulit wajah dan tubuh. Selain itu,
minyak zaitun bermanfaat untuk melepaskan lapisan sel-sel kulit mati
(Surtiningsih, 2005). Selanjutnya Kinanthi (2009) menambahkan bahwa
vitamin E tersebut terdiri atas tokoferol alfa, beta, gama, dan delta. Jenis
alfa paling tinggi konsentrasinya, hampir mencapai 90% dari total
tokoferol. Karena itu, minyak ini sangat ideal sebagai antioksidan.

14
4) Mentega putih.

Mentega putih adalah lemak padat yang umumnya berwarna putih


dan mempunyai titik cair, sifat plastis, dan kestabilan tertentu (Ketaren,
1986). Selanjutnya Ghotra et al (2002) mengemukakan bahwa sifat fisika
dan kimia tertentu yang dimiliki oleh mentega putih menyebabkan
mentega putih memiliki banyak keuntungan untuk dijadikan sebagai bahan
dasar pembuatan roti, cake, maupun jenis pastry lainnya. Mentega putih
juga dikenal dengan istilah shortening, istilah shortening diambil dari kata
shorten yang artinya memperpendek. Istilah tersebut mengacu pada
kemampuan lemak yang terkandung di dalam mentega putih untuk
melumasi atau memperpendek struktur komponen makanan, sehingga
dihasilkan struktur yang menguntungkan dalam proses pembuatan
makanan. Pada proses pembuatan kue dengan menggunakan mentega
putih akan dihasilkan tekstur kue yang lebih lembut daripada tanpa
penggunaan mentega putih.
Mentega merupakan sumber biokalori yang cukup tinggi nilai
kilokalorinya yaitu sekitar 9 kkal setiap gramnya. Juga merupakan sumber
asam-asam lemak tak jenuh yang esensial yaitu oleat dan linoleat. Selain
itu mentega juga merupakan sumber alamiah vitamin-vitamin yang terlarut
dalam minyak yaitu vitamin A, D, E, dan K (Astawan, 2008).

5) Madu.

Madu adalah sumber alami karbohidrat yang memberikan kalori


sebanyak 64 kal/sendok makan. Madu mengandung banyak mineral
seperti natrium, kalsium, magnesium, aluminium, besi, fosfor, dan kalium.
Terdapat juga vitamin seperti thiamin (B1), riboplavin (B2), asam askorbat
(C), piridoksin (B6), niasin, asam pantoneat, biotin, asam folat, dan vitamin
K (Adji, 2007). Berdasarkan National Honey Board (2019) madu terdiri dari
gula sebanyak 78,2%, air sebanyak 17,1%, dan . Gula yang paling banyak
terdapat pada madu adalah fruktosa sebanyak 38,5% dan glukosa

15
sebanyak 31,0%. Fruktosa dan glukosa merupakan monosakarida. Madu
juga mengandung gula jenis disakarida, yaitu sukrosa sebanyak 1,5%,
maltosa sebanyak 7,2%, turanosa, isomaltosa, dan maltulosa. Selain
monosakarida dan disakarida, madu juga mengandung trisakarida
sebanyak 4,2% dan campuran mineral vitamin sebanyak 0,5%.
Madu mengandung sejumlah asam, yaitu asam amino sebesar
0,05– 0,1% dan asam organik sebesar 0,17–1,17%. pH rata-rata madu
adalah 3,9 dengan rata-rata pH sebesar 3,4–6,1. Persentase komposisi
minor madu adalah asam sekitar 0,57%, protein sekitar 0,266%, nitrogen
sekitar 0,043%, asam amino sekitar 0,1%, mineral sekitar 0,17%, dan
beberapa komponen lain, seperti koloid, flavonoid yang merupakan
turunan senyawa fenol, dan vitamin yang semuanya membentuk sekitar
2,1% dari seluruh komposisi madu (National Honey Board, 2019).
Rostita (2007) menyebutkan bahwa madu mengandung zat
antibakteri sehingga baik untuk mengobati luka bakar dan penyakit infeksi.
Adanya rasio perbandingan karbon terhadap nitrogen yang tinggi,
kekentalan madu yang membatasi pelepasan oksigen, oksidasi glukosa
yang menghasilkan H2O2 dan sifat osmolaritas yang tinggi membuat
bakteri sulit untuk hidup. Selanjutnya Adji (2008) menambahkan bahwa
madu yang alami bersifat perservatif atau mengawetkan. Selain itu, madu
juga memiliki sifat higroskopis yaitu menarik air dari lingkungan sekitarnya.
Sehingga madu dapat digunakan untuk mengompres luka luar yang
bersifat basah karena cairan dan nantinya akan ditarik oleh madu.

B. Penyuluhan

1. Pengertian

Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku


utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan
mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi,
permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan

16
produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta
meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup
(Deptan, 2006).
Menurut Kusnadi (2011), penyuluhan pertanian adalah upaya
menyampaikan informasi (pesan) yang berkaitan dengan bidang pertanian
oleh penyuluh pertanian kepada petani beserta anggota keluarganya baik
secara langsung maupun tidak langsung maupun tidak langsung agar
mereka tahu, mau, dan mampu menggunakan inovasi teknologi pertanian
baru. Selanjutnya Muqtakdir (2015) menambahkan bahwa, penyuluhan
pertanian adalah suatu proses penyebarluasan informasi yang berkaitan
dengan upaya perbaikan dan pembangunan sektor pertanian demi
tercapainya peningkatan kualitas, produktivitas, dan meningkatnya
pendapatan petani dan kesejahteraan keluarganya. Tujuan tersebut akan
tercapai dengan adanya suatu proses penyuluhan.
Menurut van den Ban dan Hawkins (2009), penyuluhan dikenal
secara luas dan diterima oleh mereka yang bekerja di dalam organisasi
pemberi jasa penyuluhan, tetapi tidak demikian halnya pada masyarakat
luas. Penyuluhan merupakan salah satu pendidikan non formal yang
diberikan kepada petani. Penyuluhan yang diberikan kepada petani
biasanya disebut dengan penyuluhan pertanian. Margono (2009)
menambahkan bahwa, konsep penyuluhan pertanian yang diberikan
kepada para petani memiliki dasar-dasar penyuluhan yang sebenarnya
dialami oleh para petani, seperti hambatan petani. Konsep-konsep
tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
a. Pengetahuan, sebagian petani tidak mempunyai pengetahuan serta
wawasan yang memadai. Tugas agen penyuluhan adalah
meniadakan hambatan tersebut dengan cara menyediakan informasi
dan memberikan pandangan mengenai masalah yang dihadapi.
b. Motivasi, sebagian petani kurang memiliki motivasi mengubah perilaku
karena perubahan yang diharapkan berbenturan dengan motivasi
yang lain. agen penyuluhan memberikan motivasi pada para petani

17
yang sedang melakukan aktivitas usaha tani.
c. Sumberdaya, beberapa organisasi penyuluhan bertanggung jawab
untuk meniadakan hambatan yang disebabkan oleh kekurangan
sumber daya.
d. Wawasan, sebagian petani kurang memilki wawasan untuk
memeperoleh sumber daya yang diperlukan, sehingga tugas para
penyuluh adalah memberikan suatu informasi terkait dengan
permasalahan yang dihadapi oleh petani.
e. Kekuasaan, penyedia informasi yang tidak mungkin membawa
perubahan dalam hal kekuasaan petani.

2. Tujuan Penyuluhan

Menurut Kartasapoetra (1994), tujuan penyuluhan pertanian


dibedakan menjadi 2 yaitu tujuan jangka pendek, yaitu menimbulkan dan
merubah pengetahuan, kecakapan, sikap dan bentuk tidakan petani serta
merubah sifat petani yang pasif dan statis menjadi aktif dan dinamis; serta
tujuan jangka panjang, yaitu meningkatkan taraf hidup masyarakat tani
atau agar kesejahteraan hidup petani lebih terjamin. Selanjutnya Deptan
(2006) mengamanatkan bahwa salah satu tujuan penyuluhan adalah
untuk memberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam
peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif,
penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang,
peningkatan kesadaran, dan pendampingan serta fasilitasi. Selanjutnya
Mardikanto (2009) menambahkan bahwa tujuan penyuluhan pertanian
diarahkan pada terwujudnya perbaikan teknis bertani (better farming),
perbaikan usahatani (better business), dan perbaikan kehidupan petani
dan masyarakatnya (better living).

3. Sasaran Penyuluhan

Menurut Mardikanto dan Sutarni (1982) sasaran penyuluhan dapat

18
dikelompokkan sebagai:
a. Sasaran utama penyuluhan pertanian adalah sasaran penyuluhan yang
secara langsung terlibat dalam kegiatan bertani dan mengolah
usahatani. Termasuk dalam kelompok ini adalah petani dan
keluarganya.
b. Sasaran penentu dalam penyuluhan pertanian adalah bukan pelaksana
kegiatan bertani dan berusahatani, tetapi secara langsung atau tidak
langsung terlibat dalam penentuan kebijakan pembangunan pertanian.
Termasuk dalam kelompok ini adalah pengusaha atau pimpinan
wilayah; tokoh-tokoh informal; para peneliti dan para ilmuwan; lembaga
pengkreditan; produsen dan penyalur sarana produksi atau peralatan
bertani; pedagang dan lembaga pemasaran yang lainnya; industri
pengolahan hasil pertanian.
c. Sarana pendukung penyuluhan pertanian adalah pihak-pihak yang
secara langsung maupun tidak langsung tidak memiliki hubungan
kegiatan dengan pembangunan pertanian, tetapi dapat diminta
bantuannya guna melancarkan penyuluhan pertanian. Termasuk dalam
kelompok ini adalah: para pekerja sosial; seniman; konsumen hasil-
hasil pertanian.
Selanjutnya Mardikanto (2009) menambahkan bahwa penyebut
‘sasaran’ atau objek penyuluhan pertanian, yaitu: petani dan keluarganya
telah menempatkan petani dan keluarganya dalam kedudukan “yang lebih
rendah” dibanding penentu kebijakan pembangunan pertanian, para
penyuluh pertanian, dan pemangku kepentingan pembangunan pertanian.
Sehingga Mardikanto (1996) telah mengganti istilah “sasaran penyuluhan”
menjadi penerima manfaat (beneficiaries). Kemudian Deptan (2006)
mengamanatkan bahwa pihak yang paling berhak memperoleh manfaat
penyuluhan meliputi sasaran utama dan sasaran antara. Sasaran utama
penyuluhan yaitu pelaku utama dan pelaku usaha. Sasaran antara
penyuluhan atau pemangku kepentingan lainnya yang meliputi kelompok
atau lembaga pemerhati pertanian, perikanan, dan kehutanan serta

19
generasi muda dan tokoh masyarakat.

C. Kerangka Pikir

Sabun adalah hasil reaksi dari asam lemak dengan logam alkali.
Hasil penyabunan tersebut diperoleh suatu campuran sabun, gliserol, dan
sisa alkali atau asam lemak yang berasal dari lemak yang telah
terhidrolisa oleh alkali. Campuran tersebut berupa masa yang kental,
masa tersebut dapat dipisahkan dari sabun dengan cara penggaraman,
bila sabunnya adalah sabun natrium, proses pengggaraman dapat
dilakukan dengan menambahkan larutan garam NaCl jenuh (Fessenden,
1992).
Yoghurt adalah susu yang telah difermentasi dengan sejenis bakteri
penghasil asam. Teksturnya menjadi lebih kental dengan cita rasa yang
asam. Produk yoghurt yang dihasilkan oleh fermentasi bakteri susu dan
bakterinya dikenal dengan nama yoghurt cultures (Bakri dan Saparino,
2015).
Sabun yoghurt adalah sabun yang terbuat dari yoghurt. Pembuatan
sabun susu yoghurt menjadi materi dalam kegiatan penyuluhan.
Penyuluhan yang dilakukan bertujuan untuk memerikan stimulus atau
rangsangan responden untuk kemudian mempersepsikan inovasi.
Menurut Kusnadi (2011), penyuluhan pertanian adalah upaya
menyampaikan informasi (pesan) yang berkaitan dengan bidang pertanian
oleh penyuluh pertanian kepada petani beserta anggota keluarganya baik
secara langsung maupun tidak langsung maupun tidak langsung agar
mereka tahu, mau dan mampu menggunakan inovasi teknologi pertanian
baru. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka dapat dilihat skema
kerangka pikir dalam kegiatan kajian seperti berikut:

20
Gambar Kerangka Pikir.

1.

21

Anda mungkin juga menyukai