Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

FORTIFIKASI MAKANAN/ PANGAN

DISUSUN OLEH :
NAMA : FILOMENA RATNA MULIA
NIM : 2019280197

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS FLORES

ENDE

2022
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam saya sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah karena
berkat kemurahan-Nya makalah Gizi dan makanan ini dapat saya selesaikan sesuai yang
diharapkan.

Saya menyadari bahwa proses penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik
materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, saya telah berupaya dengan segala
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh
karenanya, saya dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan
usulan guna penyempurnaan makalah ini di kemudian hari.

Saya sadari pula, bahwa dalam  pembuatan makalah ini  tidak lepas dari bantuan
berbagai  pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini saya menghaturkan rasa hormat dan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Ende, 10 Juni 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHAULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Dan contoh fortifikasi
2. Tujuan fortifikasi
3. Alasan fortifikasi
4. Persyaratan fortifikasi
5. Pengaruh fortifikasi pada karakteristik dan kualitas bahan makanan
6. Jenis-jenis fortifikasi
7. Prosedur fortifikasi
8. Fortifikasi vitamin A, B, D asam amino, zat besi, iodium
9. Persyaratan pangan yang difortifikasi
10. Penerapan fortifikasi di masyarakat khususnya para petani
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHAULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia memiliki beban masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kkurang dan gizi lebih.
Masalah gizi kurang yang sedang kita hadapi diantaranya Anemia Defisiensi Besi (ADB),
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A (KVA), dan Kurang
Energi Protein (KEP). Sementara itu, masalah gizi lebih yang mulai mengalami
peningkatan prevalensi yaitu obesitas. Melihat permasalahan tersebut, pemerintah,
industry dan masyarakat harus bersama-sama bahu membahu untuk mengatasi masalah
ini. Salah satu usaha untuk mengatasinya ialah dengan jalan fortifikasi mikronutrien pada
produk pangan.
Perbaikan pangan berupa modifikasi dan diversifikasi pangan merupakan metoda yang
paling ideal. Namun, seringkali dalam prakteknya memiliki berbagai keterbatasan, antara
lain sulitnya merubah kebiasaan kesukaan seseorang akan jenis makanan serta mahalnya
bahan pangan yang kaya akan zat gizi mikro, contohnya zat besi dengan bioavailabilitas
tinggi seperti daging-dagingan. Atas dasar itulah maka perlu dilakukan terobosan
teknologi yang murah, memberikan dampak yang nyata, diterima oleh masyarakat dan
berkelanjutan. Diantara berbagai solusi perbaikan gizi, fortifikasi merupakan salah satu
upaya yang dapat dilakukan. Fortifikasi sendiri merupakan penambahan satu atau lebih
zat gizi ke dalam pangan. Dengan demikian dengan fortifikasi ini akan mencegah
defisiensi zat gizi tertentu, memperbaiki kekurangan zat gizi, mengembalikan zat yang
pada awalnya terdapat dalam jumlah yang signifikan akan tetapi mengalami kehilangan
dalam pengolahan, meningkatkan kualitas gizi produk pangan olahan yang digunakan
sebagai sumber pangan, menajamin ekuifalensi gizi dari produk pangan olahan yang
menggantikan pangan lain seperti margarin menggantikan mentega. Makalah ini akan
membahas lebih lanjut mengenai fortifikasi, diantaranya pengertian fortifikasi, tujuan
fortifikasi, sejarah fortifikasi pangan di Indonesia, klasifikasi fortifikasi, jenisjenis
fortifikasi, peran fortifikasi pangan dalam mengatasi masalah defisiensi zat gizi mikro di
Indonesia, syarat-syarat fortifikasi pangan, contoh makanan yang difortifikasi, serta
kelebihan dan keterbatasan fortifikasi
B. Rumusan masalah
1. Menjelaskan Pengertian dan contoh fortifikasi
2. Menjelaskan Tujuan fortifikasi
3. Menjelaskan Alasan fortifikasi
4. Menjelaskan Persyaratan fortifikasi
5. Menjelaskan Pengaruh fortifikasi pada karakteristik dan kualitas bahan makanan
6. Menjelaskan Jenis-jenis fortifikasi
7. Menjelaskan Prosedur fortifikasi
8. Menjelaskan Fortifikasi vitamin A, B, D asam amino, zat besi, iodium
9. Menjelaskan Persyaratan pangan yang difortifikasi
10. Menjelaskan Penerapan fortifikasi di masyarakat khususnya para petani
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian dan contoh fortifikasi
2. Untuk mengetahui Tujuan fortifikasi
3. Untuk mengetahui Alasan fortifikasi
4. Untuk mengetahui Persyaratan fortifikasi
5. Untuk mengetahui Pengaruh fortifikasi pada karakteristik dan kualitas bahan
makanan
6. Untuk mengetahui Jenis-jenis fortifikasi
7. Untuk mengetahui Prosedur fortifikasi
8. Untuk mengetahui Fortifikasi vitamin A, B, D asam amino, zat besi, iodium
9. Untuk mengetahui Persyaratan pangan yang difortifikasi
10. Untuk mengetahui Penerapan fortifikasi di masyarakat khususnya para petani
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan contoh fortifikasi


Fortifikasi adalah sebuah upaya yang sengaja dilakukan untuk menambahkan
mikronutrien yang penting, yaitu vitamin dan mineral ke dalam makanan, sehingga dapat
meningkatkan kualitas nutrisi dari pasokan makanan dan bermanfaat bagi kesehatan
masyarakat dengan risiko yang minimal untuk kesehatan (WHO, 2006).Menurut Codex
Alimentarius (1983) fortifikasi atau enrichment adalah penambahan sejumlah zat-zat gizi
tertentu ke dalam bahan pangan, baik dalam kondisi normal terdapat di dalam bahan
pangan dengan tujuan mencegah atau mengatasi defisiensi sejumlah zat gizi di dalam
suatu populasi atau kelompok masyarakat tertentu. The Joint Food and Agricultural
Organization World Health Organization (FAO/WHO) Expert Commitee on Nutrition
menganggap istilah fortification paling tepat menggambarkan proses dimana zat gizi
makro dan zat gizi mikro ditambahkan pada pangan yang dikonsumsi secara umum.
Istilah double fortification dan multiple fortification digunakan apabila dua atau lebih zat
gizi, masing-masing ditambahkan kepada pangan atau campuran pangan. Pangan
pembawa zat gizi yang ditambahkan disebut ‘Vehicle', sementara zat gizi yang
ditambahkan disebut 'Fortificant' (FAO/WHO 1971). Contoh fortifikasi susu difortifikasi
dengan vitamin D, sereal difortifikasi dengan vitamin B, dan lain-lain
Diperkirakan 70 persen penduduk Indonesia masih kekurangan zat gizi makro
maupun mikro. Kekurangan energi protein berat menyebabkan marasmus dan
kwashiorkor, sedangkan kekurangan zat gizi mikro secara umum menyebabkan gangguan
tumbuh kembang dan kecerdasan, daya tahan tubuh rendah, anemia, serta meningkatkan
risiko kebutaan. Fortifikasi bahan pangan dinilai mampu mengurangi defisiensi zat gizi
mikro. Dari analisa hasil survei konsumsi pangan nasional, diidentifikasi bahan pangan
yang banyak digunakan sehingga sesuai untuk difortifikasi, yaitu minyak goreng, gula,
dan tepung terigu.

B. Tujuan fortifikasi
Fortifikasi pangan diterapkan dengan tujuan :
1) Memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan (untuk memperbaiki defisiensi akan
zat gizi yang ditambahkan)
2) Mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah yang signifikan
dalam pangan akan tetapi mengalami kehilangan selama pengolahan
3) Meningkatkan kualitas gizi dari produk pangan olahan (pabrik) yang digunakan
sebagai sumber pangan, bergizi misal: susu formula bayi
4) Menjamin ekuivalensi gizi dari produk pangan olahan yang menggantikan
pangan lain, misalnya margarin yang difortifikasi sebagai pengganti mentega
(Siagian A, 2003).

C. Alasan fortifikasi
Alasan Fortifikasi adalah sebuah upaya yang sengaja dilakukan untuk menambahkan
mikronutrien yang penting, yaitu vitamin dan mineral ke dalam makanan, sehingga dapat
meningkatkan kualitas nutrisi dari pasokan makanan dan bermanfaat bagi kesehatan
masyarakat dengan risiko yang minimal untuk kesehatan.
Fortifikasi pangan atau makanan  yang memiliki nutrisi tambahan yang tidak ada secara
alami berasal dari makanan tersebut. Makanan ini dimaksudkan untuk meningkatkan
nutrisi dan menambah manfaat kesehatan

D. Persyaratan fortifikasi
Menurut (Soekirman, 2008 dalam Gustian, 2013) terdapat dua macam fortifikasi yaitu
fortifikasi sukarela oleh industri pangan kemasaan untuk meningkatkan nilai tambah dan
fortifikasi wajib yang bertujuan untuk mengatasi masalah kekurangan gizi masyarakat,
khususnya masyarakat miskin. Syarat untuk fortifikasi :
1. Makanan yang umumnya selalu ada disetiap rumah tangga dan dimakan secara
teratur dan terus menerus oleh masyarakat termasuk masyarakat miskin
2. Makanan diproduksi dan diolah oleh produsen yang terbatas jumlahnya, agar
mudah diawasi proses fortifikasinya
3. Tersedianya teknologi fortifikasi untuk makanan yang dipilih
4. Makanan tidak berubah rasa, warna dan konsistensi setelah difortifikasi
5. Tetap aman dalam arti tidak membahayakan kesehatan. Oleh karena itu, program
fortifikasi harus diatur oleh undang-undang atau peraturan pemerintah, diawasi dan
dimonitor, serta dievaluasi secara teratur dan terus menerus
6. Harga makanan setelah difortifikasi tetap terjangkau daya beli konsumen yang
menjadi sasaran Berdasarkan persyaratan tersebut, makanan yang umumnya dapat
difortifikasi wajib terbatas hanya pada jenis makanan pokok yaitu terigu, jagung,
beras serta makanan penyedap atau bumbu seperti garam, minyak goreng, gula,
kecap kedelai, kecap ikan, dan Mono Sodium Glutamat (MSG). Pilihan zat gizi
yang ditambahkan ke dalam makanan untuk difortifikasi (fortifikan) ditentukan
oleh masalah kekurangan gizi yang ada dengan pertimbangan teknis kimiawi, daya
serap dalam sistem pencernaan, manfaat biologis (bioavailability), dan pengaruhnya
terhadap rasa, penampilan, keamanan makanan, dan harga. Setiap negara
menentukan jenis makanan yang akan difortifikasi yang disebut sebagai makanan
pembawa (vehicles), sesuai dengan pola makan setempat serta memenuhi syarat
untuk fortifikasi wajib. Penentuan jenis dan dosis fortifikan yang dipakai
disesuaikan dengan makanan pembawa, peraturan pemerintah dan internasional
(WHO/FAO), kebutuhan tubuh, serta masalah kekurangan gizi setempat.

E. Pengaruh fortifikasi pada karakteristik dan kualitas bahan makanan


Fortifikasi pangan atau pengayaan adalah proses penambahan mikronutrien (vitamin dan
unsur renik esensial) pada bahan makanan. Hal ini merupakan murni pilihan komersial
untuk menyediakan nutrisi ekstra dalam makanan, sementara di saat yang sama terdapat
kebijakan kesehatan masyarakat yang bertujuan mengurangi jumlah orang dengan gizi
buruk dalam populasi.
Diet dengan kesenjangan variasi dapat menyebabkan defisiensi nutrisi tertentu. Kadang-
kadang makanan pokok suatu regional kekurangan nutrisi tertentu karena tanah di area
tersebut atau kareana ketidakcukupan diet normal. Penambahan mikronutrien pada
makanan pokok dan rempah-rempah dapat mencegah gizi buruk berskala besar.
Meskipun benar bahwa baik fortifikasi dan pengayaan mengacu pada penambahan nutrisi
pada makanan, definisi sebenarnya sedikit berbeda. Seperti yang didefinisikan
oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Pangan dan Pertanian
Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), fortifikasi mengacu pada "praktik yang dengan
sengaja meningkatkan kandungan mikronutrien esensial, misalnya vitamin dan mineral
(termasuk unsur renik) dalam makanan, terlepas dari apakah nutrisi itu awalnya ada atau
tidak pada makanan sebelum diproses, sehingga dapat meningkatkan kualitas gizi dari
persediaan makanan dan untuk memberikan manfaat kesehatan masyarakat dengan risiko
minimal terhadap kesehatan", Sedangkan pengayaan didefinisikan sebagai "identik
dengan fortifikasi dan mengacu pada penambahan mikronutrien yang hilang selama
pemrosesan makanan" :
 Sereal dan produk-produk berbasis sereal
 Susu dan produk susu
 Lemak dan minyak
 Barang makanan aksesori
 Teh dan minuman lainnya
 Formula bayi

F. Jenis-jenis fortifikasi
Klasifikasi Fortifikasi Pangan, Fortifikasi terbagi menjadi :
1. Fortifikasi sukarela (voluntary)
Fortifikasi sukarela merupakan program fortifikasi yang dilakukan atas inisiatif
pengusaha atau produsen pangan tanpa diwajibkan oleh undang-undang atau
peraturan pemerintah. Tujuannya adalah untuk meningkatkan nilai jual serta
menarik konsumen lebih banyak dan bukan untuk memperbaiki gizi masyarakat.
2. Fortifikasi wajib (mandatory)
Fortifikasi yang diatur oleh undang-undang dan peraturan pemerintah dengan
tujuan utama mengatasi masalah KGM (Kekurangan Zat Gizi Mikro). Sasaran
utama program ini adalah masyarakat miskin serta masyarakat secara umum.
Program ini merupakan tanggung jawab pemerintah bekerja sama dengan
beberapa industri pangan yang terkait dengan jenis pangan yang difortifikasi. 
3. Fortifikasi khusus sama dengan fortifikasi wajib, hanya sasarannya kepada
kelompok masyarakat tertentu seperti anak-anak, belita,atau anak seklolah
G. Prosedur fortifikasi
1. Menentukan prevalensi defisiensi mikronutrien
2. Segmen populasi (menentukan segmen)
3. Tentukan asupan mikronutrien dari survey makanan
4. Dapatkan data konsumsi untuk pengan pembawa (vehicle) yang potensial
5. Tentukan availabilitas mikronutrien dari jenis pangan
6. Mencari dukungan pemerintah (pembuat kebijakan dan peraturan)
7. Mencari dukungan industri pangan
8. Mengukur (Asses) status pangan pembawa potensial dan cabang industri
pengolahan(termasuk suplai bahan baku dan penjualan produk)
9. Memilih jenis dan jumlah fortifikasi dan campurannya
10. Kembangkan teknologi fortifikasi
11. Lakukan studi pada interaksi, potensi stabilitas, penyimpangan dan kualitas
organoleptik dari produk fortifikasi
12. Tentukan bioavailabilitas dari pangan hasil fortifikasi
13. Lakukan pengujian lapangan untuk menentukan efficacy dan kefektifan
14. Kembangkan standar-standar untuk pangan hasil fortifiksi
15. Defenisikan produk akhir dan keperluan-keperluan penyerapan dan pelabelan
16. Kembangkan peraturan-peraturan untuk mandatory compliance
17. Promosikan (kembangkan) untuk meningkatkan keterterimaan oleh konsumen

H. Fortifikasi vitamin A, B, D asam amino, zat besi, iodium


Makanan fortifikasi atau yang diperkaya adalah asupan yang telah ditambahkan dengan
berbagai macam zat gizi yang secara alamiah tidak terkandung dalam makanan tersebut.
Contohnya, susu difortifikasi dengan vitamin D, sereal difortifikasi dengan vitamin B,
dan lain-lain. Selain memperkaya kandungan nutrisi bahan pangan, fortifikasi juga
bermanfaat untuk mengembalikan zat gizi yang hilang dalam proses pengolahan. Dengan
begitu, bahan pangan dalam kemasan tetap mengandung zat gizi yang sama dengan
bahan bakunya. Fortifikasi bahan pangan sebenarnya sudah mulai dilakukan sejak tahun
1930-an. Tujuannya untuk mencegah kekurangan vitamin dan mineral dengan
menambahkannya ke dalam bahan pangan yang biasa dikonsumsi masyarakat, seperti
susu dan beras. Zat gizi yang ditambahkan ke dalam makanan fortifikasi umumnya
merupakan zat gizi mikro, yakni zat gizi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil.
Meski dibutuhkan dalam jumlah kecil, zat gizi mikro berperan penting dalam
menjalankan fungsi normal tubuh.
Di Indonesia, fortifikasi telah dilakukan dengan menambahkan zat besi pada tepung
terigu, vitamin A pada minyak goreng, dan yodium pada garam. Hal ini bertujuan untuk
mengatasi stunting, kurang gizi, dan gangguan akibat kekurangan yodium pada anak.
World Health Organization menyatakan bahwa fortifikasi adalah cara yang efektif untuk
memberikan zat gizi kepada masyarakat tanpa mengubah pola makan secara drastis.
Bahkan, program ini juga dapat mencegah penyakit akibat kekurangan zat gizi mikro

I. Persyaratan pangan yang difortifikasi


1. Pangan merupakan makanan yang sering dan banyak dikonsumsi penduduk
termasuk penduduk miskin
2. Pangan hasil fortifikasi, sifat organoleptiknya tidak berubah dari sifat aslinya
3. Pangan yang difortifikasi aman untuk dikonsumsi dan ada jaminan terhadap
kemungjinan efek samping negatif
4. Pangan yang difortifikasi, diproduksi dan diolah oleh produsen yang terbatas
jumlahnya
5. Tersedia teknologi fortifikasi sesuai dengan pangan pembawa dan fortifikan yang
digunakan
6. Ada kerjasama yang nyata antara pihak pemerintah, non pemerintah, dan swasta
7. Perlu mekanisme untuk melakukan evaluasi perkembangan fortifikasi
8. Pangan hasil fortifikasi, harganya tetap terjangkau oleh kelompok target
9. Dari sisi konsumen diyakini tidak akan terjadi konsumsi berlebihan

J. Penerapan fortifikasi di masyarakat khususnya para petani


Kesejahteraan petani sebagai negara agraris, proporsi terbesar penduduk Indonesia berada
di sektor pertanian. Pelaksanaan pembangunan perekonomian nasional, pedesaan, dan
perkotaan juga telah banyak menunjukkan peningkatan. Namun, masalah kemiskinan
masih belum terpecahkan. Faktanya banyak orang kaya yang berasal dari petani dan
banyak orang miskin yang juga dari petani. Kegiatan pembangunan telah berhasil
meningkatkan produksi pertanian namun belum cukup mampu meningkatkan
pendapatan, kesejahteraan, dan penanggulangan kemiskinan di pedesaan. Makanan yang
difortifikasi menjadi salah satu jalan keluar selama ini. Makanan fortifikasi diperkenalkan
pada 1930-an dan 1940-an. Mereka dimaksudkan untuk membantu meningkatkan asupan
vitamin dan mineral dengan makanan yang sudah dimakan orang dewasa dan anak-anak,
seperti biji-bijian dan susu. Penerapan fortifikasi bagi petani, risiko kekurangan zat gizi
mikro dihadapi oleh hampir sepertiga penduduk dunia baik di negara maju maupun di
negara yang belum berkembang. Masalah ini mengancam kesehatan masyarakat yang
berdampak pada menurunnya kualitas sosio-ekonomi suatu kelompok masyarakat seperti
rendahnya kecerdasan dan produktivitas kerja. Fortifikasi merupakan pendekatan yang
menjanjikan untuk meningkatkan status gizi atau kesehatan masyarakat melalui
penambahan zat gizi mikro ke dalam makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat
target. Dalam aplikasinya, kestabilan fortifikan dan kualitas sensoris pangan fortifikasi
merupakan masalah teknis yang memerlukan pemecahan komprehensif.
Mikroenkapsulasi memberikan solusi yang strategis untuk masalah tersebut. Teknologi
ini mampu memberikan perlindungan bahan aktif seperti flavour, vitamin, mineral,
mikroba dan bahan aktif lainnya dari pengaruh lingkungan yang merugikan selama
proses pengolahan, penyimpanan, distribusi dan konsumsi. Karena bahan aktif terisolasi
oleh suatu sistem matriks (bahan pengkapsul), teknologi ini dapat mencegah penurunan
kualitas sensoris pangan fortifikasi seperti timbulnya flavour yang tidak menyenangkan
atau perubahan warna produk yang tidak diinginkan. 
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Fortifikasi adalah sebuah upaya yang sengaja dilakukan untuk menambahkan
mikronutrien yang penting, yaitu vitamin dan mineral ke dalam makanan,
sehingga dapat meningkatkan kualitas nutrisi dari pasokan makanan dan
bermanfaat bagi kesehatan masyarakat dengan risiko yang minimal untuk
kesehatan (WHO, 2006).Menurut Codex Alimentarius (1983) fortifikasi atau
enrichment adalah penambahan sejumlah zat-zat gizi tertentu ke dalam bahan
pangan, baik dalam kondisi normal terdapat di dalam bahan pangan dengan tujuan
mencegah atau mengatasi defisiensi sejumlah zat gizi di dalam suatu populasi
atau kelompok masyarakat tertentu.
 Tujuan fortifikasi
Fortifikasi pangan diterapkan dengan tujuan :
1. Memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan (untuk memperbaiki
defisiensi akan zat gizi yang ditambahkan)
2. Mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah yang
signifikan dalam pangan akan tetapi mengalami kehilangan selama
pengolahan
3. Meningkatkan kualitas gizi dari produk pangan olahan (pabrik) yang
digunakan sebagai sumber pangan, bergizi misal: susu formula bayi
4. Menjamin ekuivalensi gizi dari produk pangan olahan yang menggantikan
pangan lain, misalnya margarin yang difortifikasi sebagai pengganti
mentega (Siagian A, 2003).
DAFTAR PUSTAKA

Nutrient Additions to Food. Nutritional, Technological and Regulatory Aspects. Trumbull,
Conn,USA: Food and Nutrition Press.Briawan, D., Hardinsyah, Setiawan B., Malrliyati S.A.

Dan Muhilal. 2008. EfikasiSuplemen Besi-Multivitamin untuk Perbaikan Status Besi Remaja
Wanita. Jurnal Gizi Indonesia, 30 (1): 30-36.Briawan, D., Sulaeman A., Syamsir E., dan
Herawati D. 2013.  Efikasi FortifikasiCookies Ubi Jalar untuk Perbaikan Status Anemia Siswi
Sekolah. Majalah Kedokteran Bandung, 45: 4.Damardjati, D.S., S. Widowati dan Suismono.
1993.
Pembinaan Sistem Agroindustri Tepung Kasava Pola Usaha Tani Plasma di Kabupaten Ponoro
o. Laporan Penelitian Kerjasama Balittan Sukamandi denganPT. Petro Aneka Usaha. Sukamandi
Depkes RI. 2003. Sistem Kesehatan Nasional . Jakarta: Depkes RI.Depkes RI. 2005.  Pedoman
Umum Gizi Seimbang (PUGS) . Jakarta: Depkes RI.Proverawati, A. 2010.  Imunisasi dan
Vaksinasi . Yogyakarta: Nuha Offset.Sediaoetama, A.D. 1985. Ilmu Gizi . Jilid I. Jakarta: Dian
Rakyat.

Anda mungkin juga menyukai