mikronutrien meningkat akibat dampaknya terhadap munculnya penyakit-penyakit lain (termasuk penyakit infeksi) World Health Report (2000) mengidentifikasi bahwa ada 4 mikronutrien yang jika desifiensi akan sangat berdampak pada kesehatan, yaitu Fe, I, Vit A dan Zn Dampaknya: mengakibatkan penurunan ketahanan tubuh (mudah terinfeksi penyakit), gangguan metabolisme, dan gangguan perkembangan fisik dan psikomotorik Akibat defisiensi zat gizi Kekurangan zat gizi mikro esensial SDM menurun (kemampuan belajar dan produktifitas kerja menurun; mudah terinfeksi penyakit) Kekurangan vitamin A, iodium, dan besi dapat menghabiskan 5% dari produk domestik bruto (PDR) suatu negara (dibandingkan dengan hanya 0.3% PDR untuk penanggulangannya). (World Bank, 1994) Fortifikasi Fortifikasi asal kata fortify pengayaan Fortifikasi mrp salah satu strategi mengatasi masalah gizi nasional Apa saja masalah gizi mikro di Indonesia? Tujuan, sasaran -defisiensi Apa penyebab utama perlunya pangan difortifikasi ? Defisiensi zat gizi Defisiensi zat gizi di Indonesia? AGB dan GAKI bisa dimandatory, KKP perbaikan daya beli, pengetahuan gizi Bgm cara mencegah defisiensi zat gizi? Pemenuhan asupan, dgn bhn pgn utuh – kekurangannya : side effect (asam urat, mahal, keterbatasan kapasitas lambung, mual/morning sickness, anak kecil susah makan sayur) Strategi untuk permasalahan gizi Perbaikan masalah kekurangan mikronutrien, ada (dua) pendekatan utama : (1) Suplementasi langsung pada masyarakat rentan atau kelompok masyarakat tertentu dengan suplemen zat gizi mikro medis (2) Fortifikasi pangan
Strategi lain Perbaikan pola pangan pemenuhan zat gizi
dari makanan sehari-hari Kendala : ketidakmampuan ekonomi dan kurangnya pengetahuan; adanya loss zat gizi selama pengolahan perlu peningkatan kesejahteraan masyarakat (daya beli) dan edukasi tentang pangan dan gizi Fortifikasi Vs Suplementasi Dosis Tinggi Kebijakan Fortifikasi Pangan Mandatory pemerintah mewajibkan produk pangan tertentu wajib difortifikasi dengan zat gizi tertentu pada dosis tertentu -- tujuan ? -- produk ? Voluntary tidak ada keharusan; dilakukan sukarela oleh industri pangan Mandatory Voluntary Definisi Fortification/enrichment: penambahan satu atau lebih zat gizi pada taraf yang lebih tinggi ke dalam suatu bahan pangan, baik yang secara normal mengandung nutrien tersebut ataupun tidak, dengan tujuan untuk mengatasi defisiensi satu atau lebih nutrien pada suatu populasi Restoration : penambahan zat gizi pada pangan untuk mengganti zat gizi yang hilang selama proses pengolahan dan penyimpanan yg normal Standardization : penambahan zat gizi pada pangan yang didasari oleh adanya variasi alamiah Supplementation (mengacu pada food supplement) : suplemen pangan dalam bentuk kapsul, tablet, powder, larutan yang mengandung suatu zat gizi dalam jumlah tinggi (konsentrat), biasanya dikonsumsi dalam jumlah kecil. Fortifikasi pangan Pangan pembawa zat gizi yang ditambahkan disebut ‘Vehicle‘ Nutrien/zat gizi yang ditambahkan disebut 'Fortificant '. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan asupan dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi. zat gizi mikro yang dibutuhkan tersedia dan dikonsumsi dalam jumlah yang cukup, oleh penduduk (terutama penduduk yang rentan terhadap kekurangan zat gizi mikro tersebut).
Peran pokok dari fortifikasi pangan adalah :
pencegahan defisiensi menghindari terjadinya gangguan yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio ekonomis. Kuratif menghapus dan mengendalikan defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya. Dosis Keamanan Vitamin dan Mineral
NUTRIENT: FUNCTION OR RISK
Sejarah keberhasilan Fortifikasi terigu dengan zat besi di Chile berhasil “menghapus” anemia gizi besi. Fortifikasi asam folat di Chile : Neural Tube Defect (NTD) turun dari 17 per 10.000 menjadi 10 per 10.000. Fortifikasi (sukarela) kecap ikan dan kecap kedelai dengan zat besi di China : prevalensi anemia di kalangan perempuan dan balita turun dari 35-40 menjadi 10 persen setelah setahun fortifikasi. Di Amerika Latin, fortifikasi gula dengan vitamin A, dalam 5 tahun berhasil menurunkan prevalensi KVA dari 40% 13 %. Fortifikasi beras dengan zat besi di Filipina : penurunan prevalensi anemia di antara anak sekolah dasar di Manila. UNICEF menyatakan fortifikasi minyak goreng dngan vitamin A di 75 negara menurunkan 20% prevalensi kekurangan vitamin A pada balita. Sejarahnya di Indonesia Fortifikasi Wajib Yodisasi Garam : - SKB Menkes, Menperindag , Mendagri 1982 - SKB 4 Menteri (+ Mentan), 1984 - Keppres no. 69/1994 wajib yodisasi garam
Fortifikasi Tepung Terigu :
SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.153 tahun 2001 dengan SNI Tepung Terigu (2001): semua tepung terigu yang diproduksi dan diperdagangkan di Indonesia harus difortifikasi dengan Fe, Zn, asam folat, vit B1 dan B2. Tahun 2003 : evaluasi pelaksanaan wajib yodisasi garam. Hasilnya: tahun 1980-an 30% rumah tangga menggunakan garam beryodium tahun 2003 meningkat menjadi 64%. Data terakhir tahun 2006 menjadi 78% Salah satu masalah : masih banyaknya beredar garam dengan label beryodium, tetapi tanpa yodium alias palsu; atau cara pemakaian yg salah Permasalahan yg berkembang untuk fortifikasi terigu : beredarnya tepung terigu impor tanpa fortifikasi kurang dipahami arti dan maksud fortifikasi oleh masyarakat termaksud pejabat negara (pernah dicurigai sebagai rekayasa untuk alasan monopoli perdagangan tepung terigu di Indonesia) Klimaksnya pada Pebruari 2008, SNI wajib fortifikasi tepung terigu dicabut oleh pemerintah mendapat tantangan keras dari pers dan para pakargizi dan kesehatan, termasuk UNICEF. Kesalahan persepsi ini dapat diperbaiki a.l. oleh Koalisi Fortifikasi Indonesia (KFI), selaku organisasi independen dan non-pemerintah. SNI Wajib fortifikasi tepung terigu dihidupkan lagi Bulan Juli 2008. Fortifikasi Minyak Goreng dengan Vitamin A Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2010-2015) Yayasan Kegizian untuk Pengembangan Fortifikasi Pangan Indonesia (KFI) bekerja sama dengan Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) Indonesia telah menjalankan program fortifikasi minyak goreng sawit dengan vitamin A..
Langkah-langkah yang ditempuh antara lain dengan
membantu penyiapan kebijakan/policy bersama dengan beberapa instansi terkait lainnya, pengembangan teknologi fortifikasi, dan pengecekan kandungan vitamin A dalam produk minyak goreng, pemberian training sistem pengawasan mutu kepada aparat pemerintah yang terkait, serta pihak industri minyak goreng itu sendiri. Hingga tahun 2012, sebanyak 7% dari produk minyak goreng dalam kemasan telah difortifikasi dan jumlah ini meningkat hingga sebesar 51% pada tahun 2015, sekalipun saat ini baru 31% produk yang sudah memenuhi ketentuan kandungan vitamin A yang ditambahkan ke dalamnya, yaitu sebesar 45 IU. Terima kasih