Anda di halaman 1dari 15

FORMULASI DAN FORTIFIKASI PANGAN

“Studi kasus penyakit kekurangan gizi konawe kepulauan (wawonii) Terhadap Penyakit
GAKY dan Beras fortifikasi ”

KELOMPOK IV

HAWANI (Q1A1 18 168)


NANDINI NOVELSARI (Q1A1 18 161)
NUTFHA EMA AMALIA (Q1A1 18 186)
DICKY WAHYUDI LAODE (Q1A1 18 171)
AYU PERMATA SARI (Q1A1 19 159)
NUR AMALIA RAHMI (Q1A1 19 064)
AULIA HAMKA TABRANI (Q1A1 19 068)

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI
2021 

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Makanan yang kita konsumsi dalam kehidupan sehari – hari sebaiknya mengandung zat –

zat makanan yang diperlukan oleh tubuh. Zat makanan tersebut sangat penting bagi tubuh karena

berguna untuk pertumbuhan, perkembangan, serta mengganti sel – sel yang rusak dalam tubuh

kita. Makanan yang baik tidaklah cukup hanya terlihat menarik dan mempunyai rasa enak bagi

yang mengonsumsinya, tetapi harus mengandung zat – zat gizi yang diperlukan. Oleh karena itu,

pada proses pengolahan ditambahkan bahan tambahan dan zat gizi kedalam bahan makanan

tersebut. Misalnya penambahan iodium dalam bahan makanan seperti garam dan beras.

Sekarang ini masalah gizi yang cenderung meningkat di Indonesia maupun di dunia

adalah masalah kekurangan iodium. Berbagai penelitian menunjukkan akibat gangguan

kekurangan iodium (GAKY ) yang paling serius antara lain adalah kerusakan otak pada fetus

yang dapat mempengaruhi perkembangan neurointelektual. Hal ini tentu saja menghawatirkan

perkembangan sumber daya menusia suatu bangsa. Iodium merupakan salah satu unsur mikro

yang dibutuhkan dalam jumlah sangat sedikit di dalam tubuh, tetapi bila kekurangan dapat

berpengaruh terhadap pertumbuhan tubuh, sehingga iodium disebut sebagai mineral yang

esensial bagi tubuh. Kebutuhan iodium pada orang dewasa sebanyak 150 mg / hr (Untoro, 2000).

Berdasarkan kenyataan tersebut perlu diupayakan fortifikasi iodium pada bahan pangan

lain yang umum di konsumsi masyarakat. Kegiatan pada tahun 2006 telah menghasilkan

teknologi pembuatan beras beriodium, jenis fortifikan yang tepat untuk produksi beras

beriodium, informasi sifat fisikokimia nasi beras beriodium dan daya simpan beras beriodium.
Pemilihan beras sebagai bahan untuk difortifikasi iodium, karena beras merupakan bahan pangan

pokok yang dikonsumsi lebih dari 90% penduduk Indonesia. Komponen utama dari beras ialah

karbohidrat (85-90%, berat kering), yang mayoritas adalah pati.  Pati terdiri dari amilosa dan

amilopektin, dan senyawa ini dapat berikatan dengan iodium. Oleh karena itu beras berpeluang

besar untuk difortifikasi dengan iodium.

1.2. Tujuan

1. Mengetahui gambaran mengenai penambahan zat gizi iodium kedalam bahan makanan

dalam jumlah yang telah diperhitungkan.

2. Mengetahui cara fortifikasi iodium dalam beras

3. Mengetahui manfaat dari fortifikasi iodium dalam beras

4. Mengetahui keunggulan dari fortifikasi iodium dalam beras.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1.         Fortifikasi Secara Umum

2.1.1.   Pengertian

Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrien) ke dalam bahan

makanan dalam jumlah yang diperhitungkan untuk maksud tertentu . Tujuan utama dari

penambahan zat gizi dalam bahan pangan yaitu untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat

gizi yang ditambahkan dan untuk meningkatkan status gizi populasi dan yang harus diperhatikan,

bahwa peran pokok dari fortifikasi pangan adalah pencegahan defisiensi: dengan demikian

menghindari terjadinya gangguan yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian

sosiol ekonomis. Namun demikian, fortitkasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan

mengendalikan defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya.

The Joint Food and Agricuktural Organization World Health Organization (FAOIWO)

Expert Commitee on Nutrition (FAO/WHO, 1971) menganggap istilah fortification paling tepat

menggambarkan proses dimana zat gizi makro dan zat gizi mikro ditambahkan kepada pangan

yang dikonsumsi secara umum. Untuk mempertahankan dan untuk memperbaiki kualitas gizi,

masing-masing ditambahkan kepada pangan atau campuran pangan.


Istilah double fortijication dan multiple fortification digunakan apabila 2 atau lebih zat gizi,

masing-masing ditambahkan kepada pangan atau campuran pangan. Pangan pembawa zat gizi

yang ditambahkan disebut ‘Vehicle’, sementara zat gizi yang ditambahkan disebut ‘Fortificant ‘.

2.1.2.   Tujuan Fortifikasi

Secara umum fortifikasi pangan dapat diterapkan untuk tujuan-tujuan berikut :

Untuk memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan (untuk memperbaiki defisiensi akan zat gizi

yang ditambahkan).

Untuk mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah yang siquifikan

dalam pangan akan tetapi mengalami kehilangan selama pengolahan. Untuk meningkatkan

kualitas gizi dari produk pangan olahan (pabrik) yang digunakan sebagai sumber pangan bergizi

misal : susu formula bayi. Untuk menjamin equivalensi gizi dari produk pangan olahan yang

menggantikan pangan lain, misalnya margarin yang difortifikasi sebagai pengganti mentega .

2.1.3.  Fortifikasi beras untuk penyakit GAKI

Beras merupakan makanan pokok penduduk di beberapa bagian dunia seperti Asia

Selatan, Asia Tenggara dan Asia Timur. Indonesia yang berada di kawasan Asia Tenggara juga

mengandalkan beras sebagai makanan utama dengan tingkat konsumsi 139 kg/kapita/tahun.

Strategi yang bisa dilakukan untuk untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah program

diversifikasi pangan. Selain beras Indonesia juga memiliki sumber pangan lokal lain seperti

jagung, sorgum, ubi kayu, ubi jalar, sagu dan lain-lain.


Asupan zat gizi mikro yang mendukung kognitif, konsentrasi dan prestasi akademik

dapat diperoleh melalui beras yang difortifikasi dengan multimikronutrien. Meskipun mekanisme

ini tidak dapat dijelaskan secara rinci akan tetapi tampaknya peran zat gizi tersebut pada

neurogenesis, migrasi neuronal, dan synaptogenesis yang membangun neurotransmisi sehingga

meningkatkan kemampuan otak.17 Meskipun telah banyak studi yang memperlihatkan pengaruh

asam folat terhadap perkembangan otak dan fungsinya, tetapi masih terbatas penelitian pada

hewan. Oleh karena itu, penelitian pada manusia perlu dilakukan untuk melihat apakah efek

beras fortifikasi dengan pre-mix local khususnya kandungan asam folat yang adekuat dapat

meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak (peningkatan konsentrasi dan hasil belajar) (

Aminuddin, et al. 2019).

Salah satu contoh penyakit GAKI

Gamba1. Gambar 2.

Ket: Gambar penderita penyakit gondok bapak hendra

Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI) merupakan masalah gizi utama di Indonesia,

begitu juga di dunia. GAKI dapat berdampak pada semua kalangan usia, baik pada janin, bayi,

anak, remaja, dewasa sekalipun. GAKI yang paling umum terjadi di berbagai usia adalah
gondok. Gondok merupakan dampak dari kurangnya iodium yang terjadi kronis. Salah satu

upaya yang telah dilakukan untuk menanggulangi GAKI ditingkat populasi yaitu iodisasi atau

penambahan/fortifikasi iodium pada semua garam atau Universal Salt Iodization (USI).

Penentuan status iodium dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun metode penentuan

status iodium di populasi yang dianjurkan oleh WHO yakni melalui Ekskresi Iodium Urin (EIU).

EIU merupakan indikator paling tepat digunakan untuk melihat status iodium seseorang karena

nilai yang didapat merefleksikan asupan iodium seseorang saat itu. Hal ini dikarenakan sebagian

besar iodium yang diabsorbsi dalam tubuh diekskresikan melalui urin. Pengukuran EIU juga

mudah dilakukan (WHO, 2007).

Berdasarkan hasil studi kasus yang kami lakukan di wawonii, menurut bapak hendra

(penderita penyakit) penyakit gondok yang di awalinya tidak memiliki gejala apapun, ia juga

tidak merasa ada gejala yang timbul saat pertama terserang penyakit tersebut, akan tetapi

sebelum timbul penyakit gondok pada diri bapak hendra beliau pernah memeriksa dirinya ke

dokter terdekat dan kata dokter dirinya kekurangan iodium sehingga disarankan unuk

mengkonsumsi garam yang beriodium

Iodium merupakan salah satu unsur mikro yang dibutuhkan dalam jumlah sangat sedikit di

dalam tubuh sehingga Iodium disebut sebagai mineral mikro. Walaupun jumlah yang dibutuhkan

sangat sedikit akan tetapi perannya sangat vital bagi kesehatan maupun perkembangan tubuh

dalam pembentukan hormon tiroid (Dunn, 1990). Menurut Kartono (1986), kebutuhan Iodium

sehari-hari untuk mencegah penyakit gondok adalah sebanyak 0,05-0,08 mikrogram atau 0,001

mikrogram per kilogram berat badan. Kekurangan mineral dalam jangka panjang akan

menyebabkan sejumlah gangguan kesehatan yang dikenal dengan gangguan akibat kekurangan

iodium (GAKI).
Oleh karena itu perlu diupayakan fortifikan iodium untuk bahan pangan lain yang umum di

konsumsi masyarakat. Beras merupakan bahan pokok yang dikonsumsi dalam jumlah besar dan

digunakan lebih dari 90 penduduk Indonesia. Komponen utama dari beras ialah karbohidrat (85-

90%, berat kering), yang mayoritas adalah pati. Pati terdiri dari amilosa dan amilopektin, dan

senyawa ini dapat berikatan dengan iodium.

Berikut adalah contoh diagram alir terhadap beras fortifikasi

Beras patah/ menir fortifikan

Pencampuran manual Air 37 %

Proses ekstruksi dengan kecepatan ulir 400 rpm

Pengeringan dengan rak Produk akhir

Langkah-langkah pengembangan program fortifikasi pangan, antara lain adalah:

1. Menentukan prevalensi defisiensi mikronutrien

2. Segmen populasi (menentukan segmen)

3. Tentukan asupan mikronutrien dari survey makanan


4. Dapatkan data konsumsi untuk pengan pembawa (vehicle) yang potensial

5. Tentukan availabilitas mikronutrien dari jenis pangan

6. Mencari dukungan pemerintah (pembuat kebijakan dan peraturan)

7. Mencari dukungan industri pangan

8. Mengukur (Asses) status pangan pembawa potensial dan cabang industri

pengolahan(termasuk suplai bahan baku dan penjualan produk)

9. Memilih jenis dan jumlah fortifikasi dan campurannya

Program fortifikasi sebaiknya dilaksanakan dan diikuti program gizi lainnya. Pendekatan

program yang dapat disertakan diantaranya pendidikan gizi, suplementasi, aktivitas kesehatan

masyarakat, dan perubahan konsumsi pangan. Program fortifikasi memiliki peranan yang sangat

penting, tentunya tidak sebatas pemenuhan gizi masyarakat tapi juga mempunyai arti

peningkatan kualitas perekonomian suatu negara. Begitu pentingnya program ini, ada wacana

penelitian untuk memulai melakukan biofortifikasi pangan. Biofortifikasi pangan bisa

diterjemahkan sebagai fortifikasi prematur, yakni fortifikasi bukan diberikan pada produk tapi

bahan-bahan hasil pertanian seperti padi sudah memiliki kandungan zat gizi yang sengaja

“ditambahkan” mulai dari saat budidaya. Biofortifikasi baru mulai dilakukan peneitian terhadap

padi.

2.2.         Fortifikasi iodium

2.2.1.   Pengertian Iodium

Iodium adalah suatu mineral yang esensial  bagi tubuh,karena merupakan komponen

hormon THYROXINE. Iodium merupakan salah satu unsur yang diperlukan oleh tubuh manusia.
Kekurangan iodium dapat menurunkan kecerdasan dan konsentrasi anak, gangguan pertumbuhan

fisikan mental, serta memicu pertumbuhan gondok.

2.2.2.   Sumber Iodium

Lauk merupakan sumber utama iodium. Oleh karena itu, makanan lauk berupa ikan,

udang, dan kerang serta ganggang laut merupakan sumber iodium yang baik. Di daerah pantai,

air dan tanah mengandung banyak iodium sehingga tanaman yang tumbuh didaerah pantai

mengandung cukup banyak  iodium. Semakin jauh tanah itu dari pantai semakin sedikit pula

kandungan iodiumnya, sehingga tanaman yang tumbuh didaerah tersebut termasuk rumput yang

dimakan hewan sedikit sekali atau tidak mengandung iodium. Salah satu cara penanggulangan

kekurangan iodium ialah dengan fortifikasi pada bahan makanan. Fortifikasi yang dimaksud

adalah fortifikasi garam dapur dengan iodium dan bahan makanan lainnya seperti fortifikasi

beras dengan iodium.

2.2.3.   Fortifikasi iodium

Fortifikasi iodium adalah penambahan iodium dalam jumlah tertentu pada suatu produk

pangan sedemikian rupa sehingga produk tersebut dapat berfungsi sebagai sumber penyedia

iodium, terutama bagi masyarakat yang mengalami kekurangan iodium.

2.3.         Fortifikasi Iodium Pada Bahan Makanan

2.3.1.   Fortifikasi Iodium dalam beras

Pengertian Fortifikasi iodium dalam beras


Fortifikasi iodium dalam beras adalah penambahan iodium dalam jumlah tertentu ke

dalam beras sehingga beras tersebut berfungsi sebagai sumber penyedia iodium untuk

masyararakat yang mengalami kekurangan iodium.

Dalam rangka membantu mengatasi kekurangan iodium yang melanda sebagian

penduduk Indonesia. Fortifikasi dilakukan pada beras, karena beras merupakan bahan pangan

pokok yang dikonsumsi lebih dari 90% penduduk Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia saat

ini sekitar 150 kg/kapita, atau sekitar 200 g/hari, sedangkan kebutuhan iodium untuk

pertumbuhan normal pada manusia dewasa antara 120 – 150 µ g /hari (Antono, 1991).  Dengan

demikian iodium sebagai fortifikan pada beras hanya diperlukan dalam kadar yang sangat kecil

(sekitar 750 µg /kg atau 0,75 ppm).   Apabila dibandingkan dengan fortifikan iodium pada garam

yang dianjurkan, yaitu 80 ppm, maka tambahan biaya dalam pembuatan garam beriodium akan

jauh lebih mahal dibandingkan dengan biaya pembuatan beras beriodium (Depkes RI, 1999).

Sifat beras terhadap iodium.

Komponen utama dari beras ialah karbohidrat (85-90%, berat kering), yang mayoritas

adalah pati.  Pati terdiri dari amilosa dan amilopektin, dan senyawa ini dapat berikatan dengan

iodium. Oleh karena itu beras berpeluang besar untuk difortifikasi dengan iodium

Teknik fortifikasi iodium pada beras

Pembuatan beras beriodium sangat sederhana karena tidak perlu menggunakan peralatan

khusus. Dengan penambahan alat pengkabut fortifikan iodium pada komponen alat penyosoh

akan diperoleh hasil beras giling yang mengandung iodium. Fortifikan yang digunakan adalah

iodat 1 ppm. Larutan fortifikan dikabutkan dengan bantuan tekanan udara 40 psi yang berasal
dari kompresor, sehingga terjadi kabut fortifikan iodium. Debet fortifikan yang digunakan 4-5

l/jam tergantung pada kekeringan beras yang di fortifikasi.

Keunggulan fortifikasi iodium dalam beras

–       Fortifikasi iodium pada beras dapat lebih efektif dalam mengatasi beberapa penyakit karena

kekurangan iodium, karena beras merupakan  makanan pokok masyarakat Indonesia.

–       Teknologi fortifikasi iodium dapat dilakukan di penggilingan padi yang tersebar di hampir

semua wilayah produsen padi di Indonesia.

 Manfaat / Aplikasi :

Beras beriodium akan sangat efektif untuk mengatasi penyakit yang disebabkan kekurangan

iodium pada masyarakat Indonesia yang berdampak terhadap perkembangan intelektual generasi

muda Indonesia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fortifikan iodat + bahan pengikat (dextrosa 0.04%

dan sodium bikarbonat 0,006%) terpilih untuk pembuatan beras beriodium.  Konsentrasi iodat +

bahan pengikat (dextrosa 0,04% dan sodium bikarbonat 0,006%) yang ada pada beras beriodium

7,47 ppm serta nasi beriodium  tanpa cuci sebesar 4,6 ppm dan nasi dari proses pencucian

sebesar 2,65 ppm. Selama dalam penyimpanan beras beriodium dengan menggunakan

konsentrasi 1,0 ppm rasa nasi masih digemari dengan preferensi konsumen sebesar 90%

menyatakan suka, dan 10% menyatakan tidak suka. Selama dalam penyimpanan beras

beriodium, perkembangan asam lemak bebas dapat ditekan dengan menggunakan konsentrasi

fortifikan 1,15 ppm dalam wadah karung warna merah.


BAB III

PENUTUP

2.4 Kesimpulan

Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih nutrisi pada makanan. Tujuan

utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk

meningkatkan status gizi populasi. harus diperhatikan bahwa peran pokok dari fortifikasi pangan

adalah pencegahan detisiensi: dengan demikian menghindari terjadinya gangguan yang

membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosiol ekonomis. Namun demikian,

fortifikasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan defisiensi zat gizi dan

gangguan yang diakibatkannya seperti defesiensi iodium yang mengakibatkan timbulnya GAKY

( gangguan akibat kekurangan Yodium ).

Fortifikasi iodium dalam beras adalah penambahan iodium dalam jumlah tertentu ke

dalam beras sehingga beras tersebut berfungsi sebagai sumber penyedia iodium untuk

masyararakat yang mengalami kekurangan iodium.

Beras beriodium akan sangat efektif untuk mengatasi penyakit yang disebabkan

kekurangan iodium pada masyarakat Indonesia yang berdampak terhadap perkembangan

intelektual generasi muda Indonesia.

2.5 Saran

Dengan adanya fortifikasi atau penambahan iodium dalam bahan makanan diharapkan

pemerintah dapat mengurangi angka frevalensi penderita GAKY.


Dengan adanya fortifikasi atau penambahan iodium dalam bahan makanan terutama beras

diharapkan dapat menjadi acuan dalam menambah   pengetahuan untuk mencoba membuat

fortifikasi iodium ke bahan makanan lain, agar dapat digunakan sebagai cara dalam pengurangan

angka penderita GAKY.

 
 
 
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier Sunita.2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.


Aminuddin, S.Nurpudji, A.S. Budu. Nuhaedar, J. 2019. Efek Fortifikasi Asam Folat pada Beras Premiks
Lokal terhadap Konsentrasi dan Hasil Belajar pada Santri. JURNAL MKMI, Vol. 15 No. 4

Cahyadi wahyu. 2008. Analisis Dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : Bumi
Aksara.
Hariyadi, P. 1997. Pangan dan Gizi. apakabar@clark.net. Diakses tanggal 15 april 2012.
Kurniawati Ika. Mengenal zat aditif makanan. Jakarta : CV sinar cemerlang abadi.
Latthifah N dan Sri S. 2018. Faktor yang berhubungan dengan status iodium anak sekolah di
Indonesia. Jurnal Berkala Epidemiologi. 6(2) : 147-156
Nugraha sigit, 2008. Beras Fortifikasi Iodium. http://www.pustaka-deptan.go.id. diakses tanggal
17 april 2012.
Rachma R dan Syafaruddin L. 2010. Prospek Teknologi Pembuatan Beras Bergizi melalui
fortfikasi Iodium. Jurnal Pangan. 19(3) : 265-274
Siagian, A. 2003.  Pendekatan Fortifikasi Pangan Untuk Mengatasi Masalah Kekurangan Zat
Gizi Mikro, www.library.usu.ac.id. Diakses tanggal 18 April 2012.
Suparitno cahyo. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta : Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai