Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pembangunan Kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mempertinggi
dearajat kesehatan yang besar artinya bagi pegembangan dan pembinaan sumber
dya manusia Indonesia (Depkes, 1992). Di dalam GBHN 1999 telah ditegaskan
bahwa titik berat pembangunan bangsa Indonesia dalam masa Pembangunan
jangka Panjang Tahap II adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja melalui upaya
penngkatan status gizi masyarakat.
Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menghambat
peningkatan mutu sumber daya manusia Indonesia adalah Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (GAKY). Yodium merupakan unsur pokok dalam
pembentukan hormon tiroid, maka adanya persediaan unsur ini yang cukup dan
terus menerus merupkan suatu keharusan. Yodium dalam makanan bersal dari
makanan laut, susu, daging, telur, air minum, garam beryodium dan sebagainya.
Factor kandungan yodium lahan setempat sangat penting, khususnya bagi daerah
terpencil di mana penduduknya hanya makan makanan yang berasal dari produksi
setempat yang lahannya rendah kandungan yodiumnya (Djokomoeljanto, 1987).
Masalah GAKY adalah sekumpulan gejala yang ditimbulkan karena tubuh
menderita kekurangan yodium secara terus menerus dalam jangka waktu yang
lama dan mempunyai dampak negative terhadap manusia sejk masih dalam
kandungan, setelah lahir sampai dewasa. Faktor risiko yang ditimbulkan pada
wanita hamil terjadinya abortus, lahir mati, berat badan lahir rendah, sampai cacat
bawaan bagi yang akan dilahirkan (Djokomoeljanto, 1997). Sedangkan pada anak
dapat mengakibatkan terjadinya gondok, hipotiroid juvenile, gangguan fungsi
mental, gangguan pertumbuhan dan pada dewasa menyebabkan gondook dengan
segala aspeknya, hipotiroid, gangguan fungsi mental (Saidah, 2011).
Program Pemerintah dalam penanggulangan masalah GAKY di Indonesia
untuk kegiatan jangka pendek dengan distribusi kapsul yodium, sedang untuk
2

kegiatan jangka panjang dengan distribusi garam beryodium (Djunaidi, 2000 &
Depkes RI, 1997).

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam makalah
ini adalah mengenai yodium dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium.

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui zat gizi yodium dan masalah defisiensinya.
1.3.2. Tujuan Khusus
Mengetahui gambaran, faktor risiko, akibat dan penanggulangan mengenai
zat gizi yodium dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium

1.4. Manfaat
1. Bagi mahasiswa dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan
wawasan dan pengetahuan dalam penerapan ilmu yang diperoleh.
2. Dapat digunakan sebagai bahan informasi dan masukan bagi tenaga
kesehatan untuk mengenal gangguan akibat kekurangan yodium.
3. Sebagai kontribusi bagi tenaga kesehatan dalam membahas dan
mengetahui gambaran klinis GAKY agar dapat mendiagnosis secara
tepat.

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Yodium
Yodine ada di dalam tubuh dalam jumlah sangat sedikit, yaitu sebanyak
kurang lebih 0,00004% dari berat badan atau 15-23 mg. Sekitar 75% dari yodium
ini ada di dalam kelenjar tiroid, dan merupakan komponen yang penting dalam
pembentukan hormone tiroid, tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Komponen-
komponen tersebut berperan dalam meregulasi banyak reaksi biokimia, terutama
sintesis protein dan aktivitas enzim. Di dalam darah yodium terdapat dalam
bentuk yodium bebas atau terikat-dengan-protein (protein-bound iodine/PBI)
(Almatsier, 2010).

Gambar 2.1. Struktur kimia Tiroksin dan Triiodotironin

2.1.1.Absorpsi, Metabolisme dan Ekskresi
Iodium mudah diabsorpsi dalam bentuk iodida. Dalam bentuk organik di
dalam makanan hewani hanya separuh dari iodium yang dikonsumsi dapat
diabsorpsi. Kelenjar tiroid harus menangkap 60 mikrogram iodium sehari untuk
memelihara persediaan tiroksin yang cukup. Penangkapan iodide oleh kelenjar
tiroid dilakukan melalui transport aktif yaitu pompa iodium. Mekanisme ini diatur
oleh hormone yang merangsang tiroid (Thyroid-Stimulating Hormone/TSH) dan
hormon tirotrofin/TRH yang dikeluarkan oleh hipotalamus dan merangsang
4

pituitary untuk melepaskan TSH yang berperan dalam mengatur sekresi tiroid.
Hormon tiroksin kemudian dibawa darah ke sel-sel sasaran dan hati. Di dalam sel-
sel sasaran dan hati tiroksin dipecah dan bila diperlukan yodium kembali
digunakan (Almatsier, 2010).

Gambar 2.2. Metabolisme yodium di dalam kelenjar tiroid

Oleh karena afinitas yang tinggi dari protein plasma dengan hormon tiroid,
tiroksin dilepaskan ke dalam jaringan secara perlahan. Setengah dari tiroksin
dalam darah dilepaskan ke dalam jaringan setiap 6 hari, sementara triiodotirosin
setiap 1 hari. Onset dan durasi triiodotirosin lebih cepat dari tiroksin. Ekskresi
dilakukan melalui ginjal, jumlahnya berkaitan dengan konsumsi. Kelebihan
yodium terutama dikeluarkan melalui urin, dan sedikit melalui feses yang berasal
dari cairan empedu (Almatsier, 2010).

2.1.2. Sumber Yodium
Iodium dapat diperoleh dari berbagai jenis pangan dan kandungannya
berbeda-beda tergantung asal jenis pangan tersebut dihasilkan. Kandungan iodium
pada buah dan sayur tergantung pada jenis tanah. Kandungan iodium pada
jaringan hewan serta produk susu tergantung pada kandungan iodium pada pakan
ternaknya. Pangan asal laut merupakan sumber iodium alamiah. Sumber lain
5

iodium adalah garam dan air yang difortifikasi. Hal yang sama juga dikemukakan
oleh bahwa makanan laut dan ganggang laut adalah sumber iodium yang paling
baik. Berikut menyebutkan rata-rata kandungan iodium dalam bahan makanan
antara lain : Ikan Tawar 30 g; Ikan Laut 832 g; Kerang 798 g; Daging 50 g;
Susu 47 g; Telur 93 g; Gandum 47 g; Buah-buahan 18 g; Kacang-kacangan
30 g dan Sayuran 29 g (Rayes dan Chan, 1988).

2.1.3. Fungsi Yodium
Menurut Almatsier (2010), fungsi iodium di dalam tubuh yaitu memaksimalkan kerja
kelenjar tiroid (kelenjar gondok) dalam pembentukan hormon tiroid. Hormon tiroid dibedakan
menjadi dua jenis yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Kedua hormon ini berfungsi sebagai
pengatur suhu tubuh, merangsang jaringan tubuh untuk memproduksi protein dan energi dari
oksigen dan makanan, pembentukan sel darah merah serta fungsi otot dan saraf. Fungsi utama
hormon-hormon ini adalah mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Hormon tiroid
mengontrol kecepatan tiap sel menggunakan oksigen. Yodium juga berperan dalam perubahan
karoten menjadi vitamin A dan sintesis kolesterol darah.

2.1.4. Angka Kecukupan Gizi Yodium
Kebutuhan yodium sehari sekitar 1-2 g per kg berat badan. Widyakarya Pangan dan
Gizi (2004) menganjurkan AKG untuk yodium sebagai berikut:
1. Bayi 0-6 bulan : 90 g
2. Balita 7 bulan 5 tahun dan anak sekolah : 70-120 g
3. Remaja 10-12 tahun : 120 g
4. Dewasa : 150 g
5. Ibu hamil : + 50 g
6. Ibu menyusui : + 50 g
Khusus bagi kelompok ibu hamil tambahan tersebut sebagian dapat
dipergunakan untuk keperluan aktivitas kelenjar tiroid dan sebagiannya lagi untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin khususnya perkembangan otak (Almatsier,
2010).

6


2.2. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)
2.2.1. Definisi
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) menurut Depkes RI
(1996) adalah sekumpulan gejala atau kelainan yang ditimbulkan karena tubuh
menderita kekurangan iodium secara terus menerus dalam waktu yang lama yang
berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan manusia.

2.2.2. Sejarah
Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) berupa gondok atau
pembengkakan kelenjar tiroid di leher dan kretinisme (cebol) telah dikenal sejak
zaman budaya Cina dan Hindu, Yunani dan Roma. Di abad pertengahan, gambar-
gambar orang gondok kretin muncul dalam dunia seni lukis, antara lain lukisan
Madona di Italia menggambarkan wanita dengan gondok. Gondok waktu itu
dianggap normal. Baru pada abad ke 17 dan 18 dilakukan penelitian tentang
penyebab gondok dan kretin, dan pada abad ke 19 dimulai langkah konkret untuk
menanggulanginya. Pada abad ke 20 diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam
tentang cara pencegahan dan penanggulangannya.

2.2.3. Epidemiologi
Penduduk dunia yang mengalami resiko GAKY dilaporkan pada tahun
1999 sebesar 2,2 miliar orang yang tinggal di 130 negara, termasuk Indonesia,
740 juta orang di antaranya menderita gondok endemik. Di Indonesia 42 juta
orang tinggal di daerah yang lingkungannya kurang yodium. Dari hasil survei
pemetaan GAKI tahun 1998 pada anak sekolah, diperkirakan 53,8 juta penduduk
tinggal di daerah risiko GAKI dengan rincian 8,8 juta penduduk tinggal di daerah
endemik berat, 8,2 juta di daerah endemik sedang dan 36,8 juta di daerah endemik
ringan. Di beberapa provinsi seperti Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera
Barat, angka gondok bahkan mencapai 30%.
Pervalensi gondok anak sekolah di Kalimantan Selatan total goiter rate
(TGR) 1,85%, Kalimantan Tengah TGR 11,04% dan Kalimantan Timur TGR
7

3,14%. Di Jawa Tengah prevalensi gondok tahun 1996, TGR 4,5%, untuk wilayah
kabupaten/kotamadya prevalensi tertinggi di kabupaten Pati (17,4%), kemudian
Cilacap (16,6%), Temanggung (12,9%), Karanganyar (11,4%) dan Banjarnegara
(9,3%). Hasil survey GAKI pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Provinsi
Sumatera Utara hanya terdapat satu kabupaten sebagai daerah endemis berat
GAKI, yaitu Kabupaten Dairi (Nahampun dan Chatherina, 2010).

2.2.4. Etiologi
Menurut Fadil (1996), penyebab timbulnya GAKI yaitu:
1. Kandungan yodium dalam konsumsi sehari-hari tidak cukup (intake
yang rendah). Asupan yodium dapat diperiksa dengan cara langsung
yaitu menganalisis makanan duplikat yang terdapat dalam makanan
seseorang, ataupun dengan cara tidak langsung seperti memeriksa
kadar yodium di dalam urin (Djokomoeljanto, 1987).
2. Meningkatnya kebutuhan hormon tiroid terutama dalam masa anak-
anak, pubertas, kehamilan dan menyusui.
3. Terdapatnya zat goitrogen di dalam air minum dan masakan sehari-
hari. Goitrogen adalah bahan yang mengganggu pembentukan
hormone tiroid, yang dapat menyebabkan pembesaran kelenjar
gondok, terdapat pada sayuran seperti kol, kacang tanah, ubi kayu,
lobak, jagung, buncis, bawang merah, bawang putih. Aktivitas bahan
goitrogenik pada prinsipnya bekerja pada tempat yang berlainan
dalam rantai proses pembentukan hormon tiroid yang terbagi atas dua
(Nahampun dan Chatherina, 2010):
a. Menghambat pengambilan yodium oleh kelenjar tiroid, golongan
ini termasuk kelompok perchlorate.
b. Menghalangi pembentukan ikatan organik antara yodium dan
tiroksin untuk menjadi hormone tiroid, golongan ini adalah
kelompok tiouracils imidazoles.
4. Kelainan genetik dari kelenjar gondok.

8

2.2.5. Diagnosa
Untuk menentukan apakah seseorang mengalami pembesaran kelenjar
gondok dapat dilakukan dengan palpasi. Kriteria tingkat pembesaran kelenjar
gondok dapat dilihat pada table di bawah ini:
Tabel 2.1. Tingkat Pembesaran Kelenjar Gondok
Grade (Tingkat) Hasil Palpasi
Normal (0) Tidak ada pembesaran kelenjar
IA Pembesaran kelenjar tidak nampak walaupun leher
pada posisi tengadah maksimum.
Pembesaran kelenjar teraba ketika palpasi
setidaknya sebesar phalang terakhir dari ibu jari
penderita.
IB Pembesaran kelenjar gondok terlihat jika leher
tengadah maksimum.
Pembesaran kelenjar teraba ketika palpasi.
II Pembesran kelenjar gondok terliht pada posisi
kepala normal dan terlihat dari jarak satu meter.
III Pembesaran kelenjar gondok tampak nyata dari
jarak 5-6 meter.
Sumber: Proyek Intensifikasi Penanggulangan GAKI IBRD-LOAN, 1998
Pemeriksaan status yodium dianjurkan untuk menilai angka kejadian
gondok yang telah dijelaskan di atas, pengukuran kadar yodium yang
diekskresikan ke dalam urin dan penetuan kadar TSH dalam darah berbagai
kelompok usia. Kriteria keparahan dan signifikansi GAKY dibagi sebagai berikut:

Table 2.2. Kriteria Keparahan dan Signifikansi Masalah Kesehatan GAKY
Keparahan
Gambaran
Klinis
Total Goitre
Rate (%)
Rata-rata
kadar urine
(g/L)
Prioritas
Koreksi
G H K
Derajat 0
(normal)
0 0 0 <5,0 100 -
9

Derajat I
(ringan)
+ 0 0 5,0-19,9 50-99 Penting
Derajat II
(sedang)
++ + 0 20,0-29,9 20-49 Segera
Derajat III
(parah)
++ +++ ++ 30 <20 Kritis
Keterangan: G (Goitre), H (Hipotiroidisme), K (Kretin), 0 (tidak ada), + (ringan),
++ (sedang), +++ (sangat berat)

2.2.6. Dampak Gangguan Akibat Kekurangan Yodium
Pada kekurangan yodium, konsentrasi hormon tiroid menurun dan hormon
perangsang tiroid/TSH meningkat agar kelenjar tiroid mampu menyerap lebih
banyak yodium. Bila kekurangan berlanjut, sel kelenjar tiroid membesar dalam
usaha meningkatkan pengambilan yodium oleh kelenjar tersebut. Bila pembesaran
ini menampak dinamakan gondok sederhana. Bila terdapat secara meluas di suatu
daerah disebut gondok endemik. Gondok dapat menampakkan diri dalam bentuk
gejala yang sangat luas, yaitu dalam bentuk kretinisme (cebol) di satu sisi dan
pembesaran kelenjar tiroid di sisi lain.
Ganong (1979) menyatakan bahwa kekurangan yodium dapat memberikan
efek pada sistem saraf janin dan bayi, dikarenakan hormon tiroid dapat
merangsang penggunaan oksigen dalam otak. Sedangkan efeknya pada
pembentukan kalori adalah pada sistem katabolisme protein yang menyebabkan
berat badan menurun dan kelemahan otot.
Gejala kekurangan yodium adalah malas dan lamban, kelenjar tiroid
membesar, pada ibu hamil dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
janin, dan dalam keadaan berat bayi lahir dalam keadaan cacat mental yang
permanen serta hambatan pertumbuhan yang disebut sebagai kretinisme. Seorang
anak yang menderita kretinisme mempunyai bentuk tubuh abnormal dan IQ
sekitar 20. Kekurangan yodium pada anak-anak menyebabkan kemampuan belajar
yang rendah. Pengurangan tingkat kecerdasan yang diakibatkan oleh GAKY dapat
diperinci sebagai berikut:
10

1. Setiap penderita gondok akan mengalami pengurangan IQ sebesar 5 poin
di bawah normal.
2. Setiap penderita kretin akan mengalami pengurangan IQ sebesar 5 poin di
bawah normal.
3. Setiap penderita GAKY lain yang bukan gondok maupun kretin akan
mengalami penurunan IQ sebesar 5 poin di bawah normal.
4. Setiap kelahiran bayi yang terdapat di daerah yang kurang yodium akan
mengalami pengurangan IQ sebesar 5 poin di bawah normal (Nahampun
dan Chatherina, 2010).
Dampak karena GAKY dapat dilihat pada tabel spektrum di bawah ini:
Tabel 2.3. Spektrum Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY):
Kelompok Rentan Dampak
Ibu Hamil Keguguran
Janin Lahir mati, meningkatkan kematian janin, kematian
bayi, kretin (keterbelakangan mental, tuli, mata
juling, lumpuh), kelainan fungsi psikomotor
Neonatus Gondok dan hipotiroid
Anak dan Remaja Gondok, gangguan pertumbuhan fisik dan mental,
hipotiroid juvenile
Dewasa Gondok, hipotiroid




11


Gambar 2.3. Dampak GAKY seperti Kretin dan Gondok

2.2.7. Penanggulangan
Penanggulangan GAKY di Indonesia dibagi atas strategi jangka panjang
dan jangka pendek. Strategi jangka panjang adalah penggunaan garam beryodium
dengan kadar 40 ppm, sedangkan strategi jangka pendek adalah dengan pemberian
injeksi lipiodol setiap 4 tahun sekali terutama pada daerah endemik berat dan
sedang. Kemudian diberikan juga kapsul lipiodol (Soeharyo dkk., 1996). Strategi
penanggulangan sesuai daerah produksi garam dan konsumsi garamnya:

Tabel 2.3. Strategi Penanggulangan GAKY
Sentra Produksi Garam Nonsentra Produksi
Garam
Konsumsi Garam
beryodium cukup
Kategori 1
Strategi:
Mempertahankan
produksi dan konsumsi
garam beryodium yang
memenuhi syarat.
Kategori 2
Strategi:
Mempertahankan
pasokan dan konsumsi
garam beryodium yang
memenuhi syarat.
12

Upaya:
Meneruskan
pengawasan di tingkat
produksi, distribusi,
dan konsumsi,
penegakan hukum,
peningkatan status
sosial ekonomi
pegaram, teknologi
iodisasi dan survailans.
Upaya:
Menjamin pasokan
garam beryodium dan
pengawasan mutu
garam di tingkat
distribusi dan
konsumsi secara
intensif serta
memperkuat
penegakan
perundangan garam
beryodium dan
survailans.

Konsumsi Garam
Beryodium Tidak
cukup
Kategori 3
Strategi:
Meningkatkan
produksi dan konsumsi
Garam beryodium
memenuhi syarat
Upaya:
Meningkatkan
konsumsi garam
beryodium melalui
promosi intensif,
penegakan norma
sosial dan hukum,
meneruskan
pengawasan di tingkat
produksi, distribusi,
Kategori 4
Strategi:
Meningkatkan pasokan
dan konsumsi garam
beryodium yang
memenuhi syarat.
Upaya:
Menjamin pemenuhan
pasokan garam
beryodium disertai
dengan promosi
intensif konsumsi
garam beryodium,
penegakan norma
sosial dan hukum,
pengawasan mutu
13

dan konsumsi secara
intensif, peningkatan
status sosial ekonomi
pegaram dan teknologi
iodisasi serta
survailans.
garam di tingkat
distribusi dan
konsumsi serta
survailans.

1. GAKY ringan: akan lenyap dengan sendirinya jika status ekonomi
penduduk ditingkatkan.
2. GAKY sedang: dapat dikontrol dengan garam beryodium (biasanya 20-40
mg/kg pada tingkat rumah tangga). Di samping itu minyak beryodium
diberi secara oral atau suntik yang dikoordinasi melalui puskesmas.
3. GAKY berat: minyak beryodium diberikan secara oral pada 3, 6, dan 12
bulan maupun suntuikan setiap 2 tahun sampai system garam beryodium
efektif, jika efek pada system saraf pusat dicegah dengan sempurna.
Minyak beryodium secara oral diberikan dalam bentuk kapsul dengan dosis
tinggi dan tiap kapsul berisi 200 mg yodium dalam larutan minyak. Kapsul
yodium diberikan kepada penduduk yang tinggal di daerah endemik sedang dan
berat (prevalensi 20%) setiap tahun sekali:
1. Pada laki-laki : 0-20 tahun
2. Pada perempuan : 0-30 tahun
3. Pada semua ibu hamil dan menyusui
Dosis pemberian kapsul yodium:
1. Bayi 0-1 tahun : kapsul per tahun
2. Balita 1-5 tahun : 1 kapsul per tahun
3. Wanita 6-35 tahun : 2 kapsul per tahun
4. Pria 6-20 tahun : 2 kapsul per tahun
5. Wanita hamil dan menyusui : 2 kapsul per tahun



14

2.2.8. Pencegahan
Secara relatif, hanya makanan laut yang kaya akan yodium sekitar
100g/100gr. Pencegahan dilaksanakan melalui pemberian garam beryodium.
Jika tidak tersedia maka diberikan kapsul yodium secara oral seperti yang sudah
dijelaskan atau suntikan ke dalam otot setiap 2 tahun.
Kegiatan pencegahan dan penanggulangan GAKY yang telah dilakukan
oleh pemerintah meliputi komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) yang tertuju
pada 3 kelompok sasaran yaitu:
1. Para perencana, pengelola, dan pelaksana program.
2. Masyarakat di daerah gondok endemik.
3. Masyarakat di luar daerah gondok endemik.
15

BAB 3
KESIMPULAN

Yodium merupakan unsur pokok dalam pembentukan hormon tiroid, maka
adanya persediaan unsur ini yang cukup dan terus menerus merupakan suatu
keharusan. Yodium dalam makanan bersal dari makanan laut, susu, daging, telur,
air minum, garam beryodium dan sebagainya. Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium (GAKY) adalah sekumpulan gejala atau kelainan yang ditimbulkan
karena tubuh menderita kekurangan iodium secara terus menerus dalam waktu
yang lama yang berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan manusia.
Penduduk dunia yang mengalami resiko GAKY dilaporkan pada tahun
1999 sebesar 2,2 miliar orang yang tinggal di 130 negara, termasuk Indonesia,
740 juta orang di antaranya menderita gondok endemik. Di Indonesia 42 juta
orang tinggal di daerah yang lingkungannya kurang yodium. Pada kekurangan
yodium, konsentrasi hormon tiroid menurun dan hormon perangsang tiroid/TSH
meningkat agar kelenjar tiroid mampu menyerap lebih banyak yodium. Bila
kekurangan berlanjut, sel kelenjar tiroid membesar dalam usaha meningkatkan
pengambilan yodium oleh kelenjar tersebut. Gondok dapat menampakkan diri
dalam bentuk gejala yang sangat luas, yaitu dalam bentuk kretinisme (cebol) di
satu sisi dan pembesaran kelenjar tiroid di sisi lain.
Penanggulangan GAKY di Indonesia dibagi atas strategi jangka panjang
dan jangka pendek. Strategi jangka panjang adalah penggunaan garam beryodium
dengan kadar 40 ppm, sedangkan strategi jangka pendek adalah dengan pemberian
injeksi lipiodol setiap 4 tahun sekali terutama pada daerah endemik berat dan
sedang. Kemudian diberikan juga kapsul lipiodol.


16

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Chan, M., Javalera, and A. Rayes. 1988. A Discriptive Study abouth The General
Preceptions and Behavior Related to Goiter of Females Fifteen Years old
and above in Three Barangays of Ternate, Govite, Philipina. College of
Public Health, University of Philippina. Manila.
Depkes RI, 1992. Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992
Tentang Kesehatan. Jakarta.
Depkes RI, 1997. Strategi Mobilisasi sosial dalam Rangka Meningkatkan
Konsumsi Garam Beryodium di Masyarakat. Komite Nasional Garam
Tingkat Pusat, Dirjen PKM, Jakarta.
Depkes RI, 2001. Penanggulangan Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) di
Indonesia. Kerja sama Depkes dan Kesejahteraan Sosial. Direktorat Gizi
Masyarakat Depkes RI.
Djokomoeljanto R, 1987. Kelenjar Tiroid: Embriologi, Anatomi dan Faalnya.
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi kedua. Jakarta: FKUI.
Djokomoeljanto R, 1997. Peta Gondok dan Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium di Jawa Tengah. Jurnal Vol. 32 No. 1, M Med Indonesia.
Fadil, 1996. Evaluasi Dampak Program Yodiolisasi pada Masyarakat Rawan
GAKY di Sumatera Barat. Temu Ilmiah & Simposium Nasional III
Penyakit Kelenjar Tiroid. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Semarang.
Ganong WF, 1979. Fisiologi Kedokteran ed. 9. Adji Dharma. Jakarta. EGC
Penerbit Buku Kedokteran.
ICCIDD, 1999. Indicators for Assessing IDD status. IDD Newsletter Vol. 15 No.
3.
Nahampun dan Chatherina E. 2010. Identifikasi Kualitas Garam Beriodium yang
Beredar di Pasar dan Warung di Kecamatan Berampu di Kabupaten Dairi
Tahun 2010. Universitas Sumatera Utara. Diakses dari:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20838 (7 April 2013).
17


Saidah RD, 2001. Neonatal Hypothyroidism. Kumpulan Naskah Pertemuan
Ilmiah Nasional Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY). Semarang.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Soeharyo H dkk. 1996. Laporan Penelitian Survei Pemetaan Gaki di Jawa
Tengah. Kerja Sama Tim Peneliti GAKY FK Undip dengan Kanwil
Depkes Prop. Jateng Semarang.

Anda mungkin juga menyukai