BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang
sering dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus gawat abdomen.
Hal ini dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi, dan
penyulitnya, ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat
disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan
perforasi saluran cerna atau perdarahan. (Markogiannakis et al., 2007)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et al,
ditemukan 60% penderita yang mengalami ileus obstruktif rata rata berumur
sekitar 16 98 tahun dengan perbandingan jenis kelamin perempuan lebih banyak
daripada laki laki (Markogiannakis et al., 2007).
Obstruksi intestinal meliputi sumbatan sebagian (partial) atau seluruh
(complete) lumen usus sehingga mengakibatkan isi usus tak dapat melewati lumen
usus. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai macam kondisi, yang paling sering
menyebabkannya adalah jaringan usus itu sendiri karena adhesi, hernia, atau
tumor. (Sjamsuhidajat, 2005)
Adhesi merupakan suatu jaringan parut yang sering menyebabkan organ
dalam dan atau jaringan tetap melekat setelah pembedahan. Adhesi dapat
membelit dan menarik organ dari tempatnya dan merupakan penyebab utama dari
obstruksi usus, infertilitas (bedah ginekologik), dan nyeri kronis pelvis.
(Sjamsuhidajat, 2005)
Tidak hanya obstruksi intestinal saja yang dapat menghasilkan perasaan
yang tidak nyaman, kram perut, nyeri perut, kembung, mual, dan muntah, bila tak
diobati dengan benar, obstruksi intestinal dapat menyebabkan sumbatan bagian
usus dan menyebabkan kematian usus. Kematian jaringan ini dapat ditunjukkan
dengan perforasi usus, infeksi ringan, dan shock. (Markogiannakis et al., 2007)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum, dan ileum.
Duodenum berbentuk seperti huruf C yang panjangnya sekitar 25 sentimeter yang
menghubungkan lambung dengan jejunum. Duodenum sangat penting karena
dalam duodenum terdapat muara saluran empedu dan saluran pankreas.
Duodenum melengkung sekitar kaput pankreas. Dua setengah sentimeter pertama
duodenum menyerupai lambung karena pada permukaan anterior dan posteriornya
diliputi peritonium dan mempunyai omentum minus yang melekat pada pinggir
atasnya dan omentum majus yang melekat pada pinggir bawahnya. Bursa
omentalis terletak di belakang segmen yang pendek ini. Sisa duodenum lainnya
terletak retroperitoneal, hanya sebagian saja yang diliputi peritoneum (Whang et
al., 2005).
Jejunum dan ileum panjangnya sekitar 6 meter, 2/5 bagian atas merupakan
jejunum, masing-masing bagian mempunyai gambaran yang berbeda, tetapi
terdapat perubahan yang berangsur-angsur dari bagian yang satu ke bagian yang
lain. Jejunum mulai pada junctura duodenojejunalis dan ileum berakhir pada
junctura ileocaecalis. Lekukan-lekukan jejunum dan ileum melekat pada dinding
posterior abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas
yang dikenal sebagai mesenterium usus halus. Pinggir bebas lipatan yang panjang
meliputi usus halus yang mobile. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri
sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen sepanjang garis yang
berjalan ke bawah dan ke kanan dari kiri vertebra lumbalis kedua ke daerah
articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan
masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterika superior, pembuluh limfe dan
saraf ke ruang antara dua lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium
(Whang et al., 2005).
Usus besar terdapat diantara anus dan ujung terminal ileum. Usus besar
terdiri atas segmen awal (sekum), dan kolom asendens, transversum, desendens,
sigmoid, rectum dan anus. Sisa makanan dan yang tidak tercerna dan tidak
diabsorpsi di dalam usus halus didorong ke dalam usus besar oleh gerak peristaltik
kuat otot muskularis eksterna usus halus. Residu yang memasuki usus besar itu
berbentuk semi cair; saat mencapai bagian akhir usus besar, residu ini telah
menjadi semi solid sebagaimana feses umumnya. Meskipun terdapat di usus
halus, sel-sel goblet pada epitel usus besar jauh lebih banyak dibandingkan
dengan yang di usus halus. Sel goblet ini juga bertambah dari bagian sekum ke
kolon sigmoid. Usus besar tidak memiliki plika sirkularis maupun vili intestinales,
dan kelenjar usus/intestinal terletak lebih dalam daripada usus halus (Eroschenko,
2003).
Suplai Vaskuler
Pada usus halus, A. Mesenterika Superior merupakan cabang dari Aorta
tepat dibawah A. Soeliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali
Duodenum yang sebagian atasnya diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis
Superior, suatu cabang dari A. Gastroduodenalis. Sedangkan separuh bawah
Pembuluh limfe
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe
ke atas melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici
gastroduodenalis dan kemudian ke nodi lymphatici coeliacus serta ke bawah,
melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus
superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior.
Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi
lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus
suprior, yang terletak sekitar pangkal arteri mesentericus superior. Pembuluh
limfe sekum berjalan melewati banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya
mencapai nodi lymphatici msentericus superior. Pembuluh limfe untuk kolon
mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak di sepanjang perjalanan
arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon transversum
cairan limfenya akan masuk ke nodi limphatici mesentericus superior, sedangkan
yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens akan
masuk ke nodi limphatici mesentericus inferior (Snell, 2004).
Persarafan
Saraf - saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis
(vagus) dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Saraf untuk
jejunum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus)
dari pleksus mesentericus superior (Snell, 2004). Rangsangan parasimpatis
merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis
menghambat pergerakan usus. Serabut - serabut sensorik sistem simpatis
menghantarkan nyeri, sedangkan serabut - serabut parasimpatis mengatur refleks
usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui
pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner
di lapisan submukosa (Price, 2003).
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan
pengecualian pada sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar (Price,
2003). Sekum, appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf
simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior.
Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf
parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus
superior dan inferior. Serabut - serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua
pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf
parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi
serabut - serabut simpatis dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf
parasimpatis nervus pelvikus (Snell, 2004). Perangsangan simpatis menyebabkan
penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum,
sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan. (Price, 2003).
2.2.
Fisiologi
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi
bahanbahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam
mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan
yang masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim
enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat
zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu
menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim enzim.
Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan
lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase
pankreas. (Whang, 2005)
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus
(sukus enterikus). Banyak di antara enzim enzim ini terdapat pada brush border
vili dan mencernakan zat zat makanan sambil diabsorbsi. Pergerakan segmental
usus halus akan mencampur zat zat yang dimakan dengan sekret pankreas,
hepatobiliar dan sekresi usus dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah
satu ujung ke ujung lainnya dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal
dan suplai kontinu isi lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir
pencernaan karbohidrat, lemak dan protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah
dan limfe untuk digunakan oleh sel sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan
vitamin juga diabsorbsi. (Simatupang, 2010)
Pergerakan usus halus berfungsi agar proses digesti dan absorbsi bahan
bahan makanan dapat berlangsung secara maksimal. Pergerakan usus halus terdiri
dari :
-
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang
terdiri dari 2 lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot
yang terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan
adalah otot longitudinal. Bila bagian mengalami distensi oleh makanan, dinding
usus halus akan berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen
usus halus sekitar 1 4 cm. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi
mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian
seterusnya. Bila usus halus berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya
semula. Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan
enzim pencernaan dan mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan
selanjutnya terjadi absorbsi. (Simatupang, 2010)
Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat
yang merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses
kontraksi segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan
sekitar 7 kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong
makanan menuju ke arah kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana
pada bagian proksimal lebih cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini
sangat lemah dan biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm.
Pengaturan frekuensi dan kekuatan gerakan segmentasi terutama diatur
oleh adanya gelombang lambat yang menghasilkan potensial aksi yang
disebabkan oleh adanya sel sel pace maker yang terdapat pada dinding usus
halus, dimana aktifitas dari sel sel ini dipengaruhi oleh sistem saraf dan
hormonal.
Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini
sebagian besar disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum sehingga
menimbulkan refleks peristaltik yang akan menyebar ke dinding usus halus.
Selain itu, hormon gastrin, CCK, serotonin, dan insulin juga meningkatkan
pergerakan usus halus. Sebaliknya sekretin dan glukagon menghambat pergerakan
usus halus.
Setelah mencapai katup ileocaecal, makanan kadang kadang terhambat
selama beberapa jam sampai seseorang makan lagi. Pada saat tersebut, refleks
gastrileal meningkatkan aktifitas peristaltik dan mendorong makanan melewati
katup ileocaecal menuju ke kolon. Makanan yang menetap untuk beberapa lama
pada daerah ileum oleh adanya sfingter ileocaecal berfungsi agar makanan dapat
diabsorbsi pada daerah ini. Katup ileocaecal berfungsi untuk mencegah makanan
kembali dari caecum masuk ke ileum.
Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila
tekanan di dalam caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi
sfingter ileocaecal akan meningkat dan gerakan peristaltik ileum akan berkurang
2.3.Ileus Obstruktif
2.3.1. Definisi
Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi
karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus
sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut
menyebabkan pasase lumen usus terganggu.
Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi
intestinal untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi Intestinal
ini merujuk pada adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik parsial atau total
dari usus besar dan usus halus. (Faradilla, 2009)
2.3.2. Epidemiologi
Perlekatan usus sebagai penyebab dari Ileus saat ini menempati urutan
pertama. Maingot melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab dari Ileus adalah
perlekatan. Survey Ileus Obstruksi di RSUD DR. Soetomo pada tahun 2001
mendapatkan 50% dari penyebabnya adalah perlekatan usus, kemudian diikuti
Hernia 33,3%, keganasan 15%, Volvulus 1,7%. (Nobie, 2009)
2.3.3. Etiologi
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar
pembedahan pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak
dapat melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan yang menghalangi.
Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga
mekanisme:
-
10
Kanker harus dipikirkan bila ileus obstruktif ini terjadi pada orang tua. Metastasis
dari genitourinaria, kolon, pankreas, dan karsinoma gaster menyebabkan obstruksi
lebih sering daripada tumor primer di intestinal. Malignansi, divertikel, dan
volvulus merupakan penyebab tersering terjadinya obstruksi kolon, dengan
karsinoma kolorektal. (Thompson, 2005).
Lesi Ekstrinsik
Lesi Intrinsik
Benda Asing
Adhesi
Kongenital
Iatrogenik
Benda Asing
Tertelan
Hernia
Batu Empedu
Eksternal
Cacing
Internal
Intususepsi
Pengaruh Cairan
-
Barium
Feses
Meconium
Anomali
stenosis,
webs
-
Massa
-
Atresia,
Divertikulum Meckel
Inflamasi
organ
atau
- Divertikulitis
pembuluh darah
Drug-induced
Organomegali
Infeksi
Akumulasi Cairan
Coli ulcer
Neoplasma
Post Operatif
Volvulus
Neoplasma
-
Tumor Jinak
Karsinoma
Karsinoid
Limpoma
Sarcoma
Trauma
Intramural Hematom
dan
11
12
Plasminogen
kadar
plasminogen
menjadi
plasmin
akan
menurun,
sehingga
Grade I : adanya deposit fibrin, tipis seperti benang atau adanya adhesi
antar organ yang ringan dan dapat dipisahkan secara tumpul
13
Grade I : terdapat beberapa fibrin dan jaringan ikat yang sangat renggang
dengan serat retikulin yang sangat rapuh
Grade III : struktur dari jaringan ikat lebih tebal, terdapat pengurangan
jumlah dari sel-sel, dengan peningkatan jumlah pembuluh darah,
kadang-kadang serabut ikat elastik dan otot polos dapat ditemukan
2.3.4. Patofisiologi
Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi
Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster, intestinal
dan pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya. Meskipun aliran cairan
menuju ke intestinal bagian proksimal, sebagian besar cairan ini akan diabsorbsi
di intestinal bagian distal dan kolon. Ileus obstruktif terjadi akibat akumulasi
cairan intestinal di proksimal daerah obstruksi disebabkan karena adanya
gangguan mekanisme absorbsi normal proksimal daerah obstruksi serta kegagalan
isi lumen untuk mencapai daerah distal dari obstruksi. (Khan, 2009)
Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi dalam
beberapa jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi lumen yang
terus bertambah terkumpul dalam intestinal. Aliran darah meningkat ke daerah
intestinal segera setelah terjadinya obstruksi, terutama di daerah proksimal lesi,
yang akhirnya akan meningkatkan sekresi intestinal. Hal ini bertujuan untuk
menurunkan kepekaan vasa splanknik pada daerah obstruksi terhadap mediator
14
cairan
15
16
Strangulasi
Obstruksi strangulasi adalah hilangnya aliran darah di segmen obtruksi
dari intestinal. Hal ini dapat terjadi karena adanya penekanan langsung dari vasa
mesenteric atau sebagai akibat perubahan lokal pada dinding intestinal.
Komplikasi ini sering berhubungan dengan obstruksi yang disebabkan oleh hernia
dan volvulus. Obstruksi strangulasi pada kolon paling sering disebabkan oleh
volvulus. (Bickle, 2002)
Iskemia intramural dapat terjadi karena berbagai sebab. Distensi dan
peningkatan tekanan pada intramural dapat menyebabkan kongesti dari vena,
kebocoran kapiler, edema dinding usus besar dan perdarahan serta thrombosis dari
arteri dan vena. Peningkatan pertumbuhan bakteri terjadi dalam beberapa jam
setelah strangulasi. Hal ini menyebabkan produksi toksin intralumen dan dapat
merangsang pelepasan mediator vasoaktif seperti prostaglandin.
Mukosa dari intestinal lebih peka terhadap iskemia dan beberapa faktor
tampaknya memainkan peranan penting untuk mendukung terjadinya iskemia,
termasuk hipoksia, protease pankreas dan radikal bebas. Mukosa pada intestinal
lebih peka terhadap terjadinya iskemia dibandingkan mukosa pada kolon. Saat
terjadi nekrosis mukosa, bakteri dan toksin dapat dengan segera berpindah tempat
dari dinding intestinal menuju ke cavum peritoneal, limfe pada mesenterikum, dan
sirkulasi sistemik.
Hal ini menggiring pada terjadinya iskemia, sepsis, perforasi frank yang
dapat disertai dengan peritonitis dan kematian akibat syok sepsis. Gut iskemia dan
terjadinya reperfusion juga mendukung terjadinya gagal organ, seperti paru.
(Bickle, 2002)
Simple
Strangulata
Kolik
Menetap
Muntah
Distensi abdomen
Obstipasi
Peristaltik
Meningkat
Menurun
Nyeri abdomen
17
Leukosit
N/meningkat
Meningkat
Lambat
Cepat
KU memburuk
Obstruksi kolon
Patofisiologi terjadinya obstruksi pada kolon berbeda dengan intestinal.
Kolon khususnya yang bagian distal memiliki kemampuan yang terbatas pada
absorbsi. Akumulasi Cairan dan gas di kolon terjadi lebih lambat karena posisinya
18
yang berada paling distal dari saluran pencernaan dan karena sebagian besar
cairan telah diabsorbsi di usus halus. Distensi yang terjadi secara perlahan ini
memungkinkan kolon untuk beradaptasi dan dekompresi dapat terjadi karena
katup ileocecal yang inkompeten. Seperti disebutkan sebelumnya, katup ileocecal
yang kompeten dapat menyebabkan terjadinya closed loop obstruction. Dilatasi
cecal dan penipisan dinding cecum akibat penambahan diameter dapat
meningkatkan resiko terjadinya rupture. Rupture dapat disebabkan oleh iskemia
yang terjadi pada dinding kolon, diastasis dari lapisan otot, ataupun karena invasi
bakteri di dinding kolon. Obstruksi kolon berakibat pada motilitas abnormal
namun tidak hiperperistaltik. (Bickle, 2002)
Usus Halus
Usus Besar
Nyeri abdomen
+++
Muntah
+++
Muntah Feculen
++
Distensi Abdomen
+++
Cepat
Lambat
Dehidrasi
Tabel 2.2. Perbedaan ileus obstruktif usus halus dan usus besar
(Sumber : Bickle dan Kelly, 2002)
2.4.
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga
19
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong,
2005):
1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya
pembuluh darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya
penjepitan pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir
dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang
disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan
keluar suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua
tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif
dibagi dua (Ullah et al., 2009):
1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai
duodenum, jejunum dan ileum
2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai
kolon, sigmoid dan rectum.
2.6.
Manifestasi Klinis
Nyeri abdomen
2.
Muntah
3.
Distensi
4.
tergantung kepada:
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
20
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan
obstipasi. Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri
khas dari obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta
yang berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah obstruksi.
Nyerinya menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada
bagian tengah abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik juga
menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah
terjadi strangulasi dan infark. (Whang et al., 2005)
Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang
akan sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi
bisa tak terjadi bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan
peningkatan bising usus. Hasil laboratorium terlihat penurunan volume
intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan abnormalitas elektrolit. Mungkin
didapatkan leukositosis ringan.
Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih
sering saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah
linear dengan tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada
obstruksi letak tinggi. Obstruksi letak tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting
dan letak rendah muntah lebih bersifat malodorus. (Thompson, 2005).
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk
membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi
pada obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi.
Diare yang terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi partial.
Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya,
namun distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda
awal yang muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba
dapat di diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun strangulasi.
Auskultasi digunakan untuk membedakan pasien menjadi tiga kategori : loud,
high pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan tanda awal terjadinya
obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar dapat diartikan bahwa obstruksi
telah berlangsung lama, ileus paralitik atau terjadinya infark. Seiring waktu,
21
2.7.
Diagnosis
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus
22
dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada
penderita yang kurus/sedang juga dapat ditemukan darm contour (gambaran
kontur usus) maupun darm steifung (gambaran gerakan usus), biasanya nampak
jelas pada saat penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah
dan juga pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat
sewaktu serangan kolik.
c. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi (metalic sound) dan gelora (borborygmi)
diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan
usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus)
bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan
dalam ileus paralitikus atau ileus obstruktif strangulata.
23
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi
intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen,
kreatinin dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan
menyebabkan perubahan pada hasil laboratorium jadi pemeriksaan ini tak akan
banyak membantu untuk diagnosis obsruksi intestinal yang sederhana.
Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal dapat mendeteksi adanya hipokalemia,
hipokhloremia dan azotemia pada 50% pasien.
24
4. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi
dekubitus) dan posisi tegak thoraks
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus (
diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan
kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi
adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah.
Pada foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain:
1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi
2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4) Posisi supine dapat ditemukan :
a) distensi usus
b) step-ladder sign
5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet
6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan
gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus yang
oedem.
7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.(Moses, 2008)
Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa
dengan obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada
pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal usus halus dan
ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada udara. Dengan
demikian menghalangi tampaknya air-fluid level atau distensi usus. Keadaan
selanjutnya berhubungan dengan obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat
kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan yang penting
pada pasien dengan obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas namun
memakan biaya yang sedikit.
25
Osbtruksi Mekanik
Present proximal to
obstruction
Large
bowel
shape
loops; stepladder pattern
Absent or diminished
Present if chronic or
strangulation
Rare
Slightly elevated; normal
motion
Rapid progression to
point of obstruction
Ileus
Prominent throughout
Gas present diffusely;
moveable
Increase throughout
Present with inflamation
Often present
Elevated;
decrease
motion
Slow progression to
colon
26
Gambar 2.6. Multipel air fluid level dan string of pearls sign (Nobie, 2009)
27
28
b. Enteroclysis
Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk
membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos
abdomen memperlihatkan gambaran normal namun dengan klinis menunjukkan
adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen tidak spesifik. Pada
pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor
rekuren dan kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi
negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium merupakan
kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk
mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi.
Namun, penggunaan barium berhubungan dengan terjadinya peritonitis dan
penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi. (Nobie, 2009)
c. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi
strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis
dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat membedakan penyebab
obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik dari
29
sensitifitas
CT
scan
sekitar
80-90%
sedangkan
tingkat
Gambar 2.11. CT Scan Ileus Obstruktif akibat tumor mesenterium (Khan, 2009)
30
Gambar 2.12. CT Scan Ileus Obstruksi Akibat Intususepsi : tampak distensi usus
halus yang tidak diikuti dengan distensi kolon (Vriesman dan Robin, 2005)
d. CT enterography (CT enteroclysis)
Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan klinis.
Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada ileus obstruksi intermiten atau pada
pasien dengan riwayat komplikasi pembedahan (seperti tumor, operasi besar).
Pada pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh penebalan dinding usus dan dapat
dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak perinerfon. Pemeriksaan ini
menggunakan teknologi CT-scan dan disertai dengan penggunaan kontras dalam
jumlah besar. CT enteroclysis lebih akurat disbanding dengan pemeriksaan CT
biasa dalam menentukan penyebab obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi
obstruksi (100% vs 94%).(Nobie, 2009)
e. MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya
obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari obstruksi.
Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang terjangkau dalam hal
transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa dan inflamasi. (Nobie,
2009)
31
32
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu (Nobie, 2009)
1. Ileus paralitik
2. Appensicitis akut
3. Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier
4. Konstipasi
5. Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium
6. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease
7. Pancreatitis akut
33
2.9.
Penatalaksanaan
Sebagian besar ileus obstruksi adhesi pascaoperasi adalah obstruksi usus
halus, dan penatalaksanaanya tidak berbeda dengan ileus obstruksi usus yang lain.
Penatalaksanaan awal dari pasien dengan obstruksi usus halus harus ditujukan
pada resusitasi cairan yang agresif, dekompresi usus yang mengalami obstruksi
dan mencegah aspirasi. Koreksi elektrolit harus dilakukan sesegera mungkin.
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan kekurangan
Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan intravena
dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor dengan
pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada
cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya
hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik
spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi
bakteri pada ostruksi intestinal. (Evers, 2004)
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting
untuk dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini
bertujuan untuk mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi
pulmonal karena muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien
dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan
dekompresi saja. Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60
85% pada obstruksi parsial. (Evers, 2004)
34
sementara pada ileus obstruksi parsial mencapai yaitu sebesar 65-81%. Dibawah
ini bagan penatalaksanaan Small Bowel Obstruction(SBO) menurut Guideline for
Management of Adhesive Small Bowel Obstruction 2013
Terapi Operatif
Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan
terapi operatif. Pendekatan non operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi
intestinal komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi
yang lama tak akan menimbulkan masalah yang didukung oleh tidak adanya
35
36
37
Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur
kuman sangatlah penting.
2.10.
Komplikasi
Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan
keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat
menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian (Ullah et al., 2009).
2.11.
Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan
38
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1.
Anamnesis
Identitas Pribadi
Nama
: BN
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 21 tahun
Agama
: Protestan
Alamat
Tanggal Masuk
3.2.
Keluhan Utama
: Perut Kembung
Telaah
RPT
: Appendisitis perforasi
RPO
:-
: Compos mentis
RR
: 20 x/i
TD
: 110/80 mmHg
HR
: 84 x/I
Temp
: 36.7 C
39
Mata
T/H/M
Leher
Thorax
: Frekuensi Jantung
Frekuensi Napas
Abdomen
Ekstremitas
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Hipertimpani
Auskultasi
: Peristaltik (+)
g%
13.80
13.2-17.3
Eritrosit (RBC)
106/ mm3
4.95
4.2-4.87
Leukosit (WBC)
103/ mm3
16.01
4.5- 11.0
41.7
43-49
103/ mm3
528
150-450
PT
Detik
15.30
14.50
INR
Detik
1.06
APTT
Detik
27.5
35.80
TT
Detik
13.9
17.80
KGD ad random
mg/dL
95
<200
mg/dL
31
<50
Hematokrit
Trombosit (PLT)
Faal Hemostasis
RFT
Ureum
40
Kreatinin
mg/dL
1.1
0,70-1,20
Natrium
mEq/L
140
135-155
Kalium
mEq/L
4.5
3,6-5,5
Klorida
mEq/L
105
96-105
Elektrolit
Foto Thoraks
41
42
3.7. Penatalaksanaan
: - IVFD RL 20 gtt/i
- Pasang NGT dan Kateter untuk dekompresi
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg/ 12 jam
3.8. Rencana
: Konservatif
43
Follow up pasien
44
DAFTAR PUSTAKA
2011,
Available
at:
http://www.mr-
tip.com/serv1.php?type=img&img=Pregnancy%20and%20Small%20Bowel%
20Obstruction
3. Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional
(9 ed.). (D. Anggraini, T. M. Sikumbang, Eds., & J. Tambayong, Trans.)
Jakarta: EGC
4. Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery
(17 ed., pp. 1339-1340). Philadelphia: Elseviers Saunders
5. Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi. Pekanbaru : FK UNRI
6. Hagen-Ansert, S. 2010. Sonographic Evaluation of the Acute Abdomen.
Retrieved
June
6th,
2011,
Available
at:
http://www.gehealthcare.com/usen/education/proff_leadership/products/msuc
meaa.html
7. Khan, A. N. (2009, September 11). Small Bowel Obstruction. Retrieved June
6th,
2011,
Available
at
emedicine:
http://emedicine.medscape.com/article/374962-overview
8. Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D,
Giannopoulos P,et al. 2007. Acute mechanical bowel obstruction:clinical
presentation, etiology, management and outcome. World Journal of
gastroenterology.
January
2007
21;13(3):432-437.
Available
from:URL:http://www.wjgnet.com
9. Moses, S. 2008. Mechanical Ileus. Retrieved July 16, 2010, Available at :
http://www.fpnotebook.com/Surgery/GI/MchnclIls.htm
10. Nobie, B. A. (2009, November 12). Obstruction, Small Bowel. Retrieved June
6th, 2011, from emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/774140overview
45
June
6th,
2011,
Available
at:
http://www.radiologyassistant.nl/en/420cd11061ecd
18. Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small Intestine. In B. e. al
(Ed.), Schwatz`s Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill
Companies.
19. Yates K. 2004. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM,
Murray L, Brown AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency
medicine. 2nd ed. New York: Churchill Livingstone. p.306-9
20. Ellis H. 2009. Studies on the Etiology and Consequences of Intra-abdominal
Adhesion. Dalam : Peritoneal Adhesions. 1st edition. Springer-Verlag. Berlin.
Chapter 3.1:99-100
21. Zinner & Ashley. 2007. Bowel Obstruction. Dalam : Maingots Abdominal
Operations. 11th edition. The Mc Graw-Hill Companies.New York. Chapter
17 : 1301-1351
22. Helton WS, Fisichella PM. 2004. Intestinal Obstruction.Dalam : ACS Surgery
: Principles and Practices. WebMD Inc. Chapter 4 : 5-10
46