Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan yang diarahkan untuk meningkatkan pengembangan Sumber
Daya Manusia (SDM) merupakan upaya dalam mempertinggi derajat kesehatan masyarakat
Indonesia (Depkes, 1992). Begitu pula pembangunan jangka panjang tahap II Indonesia yaitu
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan
produktifitas kerja melalui upaya peningkatan status gizi masyarakat. Namun tampaknya
upaya peningkatan status gizi masyarakat sejauh ini belum mencapai hasil yang diharapkan.
Salah satu hal yang menandai masalah tersebut adalah masih adanya kasus Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (GAKY). GAKY merupakan sekumpulan gejala yang ditimbulkan
karena tubuh menderita kekurangan yodium secara terus menerus dalam jangka waktu lama
dan mempunyai dampak negatif terhadap manusia sejak masih dalam kandungan, setelah
lahir sampai dewasa. (DepKes RI, 1997).
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah gizi yang
dijumpai hampir diseluruh negara di dunia, baik di negara berkembang termasuk di Indonesia
maupun negara maju. Terlebih lagi dinegara dengan wilayah yang terdiri dari dataran tinggi
atau pegunungan. Akibat yang ditimbulkan oleh masalah ini bukan hanya dari segi kosmetik
yang ditunjukan dengan benjolan yang membesar ( gondok) tetapi lebih jauh lagi berdampak
pada kualitas SDM seperti IQ yang rendah,produktivitas yang rendah, bisu, tuli, kretin, cebol,
bahkan terlahir cacat baik fisik maupun mental. Pada wanita hamil mempunyai resiko
terjadinya abortus, lahir mati, sampai cacat bawaan pada bayi yang lahir berupa gangguan
perkembangan saraf, mental dan fisik yang disebut kretin. Kekurangan yodium memang agak
berbeda masalahnya dengan zat gizi lain, karena umumnya permasalahan yang timbul
biasanya terjadi pada lingkungan miskin(Djokomoeljanto, 2002).
Program penanggulangan GAKI sudah berlangsung lama namun masih selalu
ditemukan daerah endemik baru dan masih munculnya kretin baru. Di Indonesia saat ini
sekitar 750 orang menderita kretin, 10 juta mengalami gondok dan 3,5 juta orang terjangkit
gangguan bentuk lain. Survey pemetaan GAKY di Indonesia menunjukkan peningkatan
masalah penderitaan kretin membengkak hingga tercatat sebanyak 290.000 orang (Arisman,
2004). Ini menunjukkan masalah GAKI masih memerlukan perhatian khusus, sehingga
keberadaan lembaga BP2GAKI(Balai Penelitian dan Pengembangan Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium) sangat diperlukan. BP2GAKI Magelang merupakan Unit Pelaksanaan
Teknis dari Badan Litbangkes dengan kegiatan utama melakukan penelitian dan
pengembangan untuk menunjang upaya penanggulangan masalah Ganggguan Akibat
Kekurangan Yodium. Guna mengetahui kondisi dan mengakaji masalah, maka dilakukan
Praktik Kunjugan Lapangan (PKL) ke BP2GAKY Magelang.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui secara langsung penderita GAKY melalui kunjungan di Balai Penelitian
dan Pengembangan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui secara spesifik kasus penderita GAKY di Balai Penelitian dan
Pengembangan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium.
b. Mengetahui penyebab dan faktor resiko terjadinya GAKY seperti faktor genetik,
ekonomi, lingkungan, pengetahuan dan perilaku konsumsi makanan.
c. Mengetahui cara mendiagnosis, pencegahan dan penagannanya di BP2GAKY

C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Menambah pengetahuan tentang masalah GAKY yang terjadi dimasyarakat,
faktor resiko, pencegahan, dan penanggulangannya. Sehingga dapat berpartisipasi
untuk meminimalkan GAKY pada masyarakat.
b. Menjadikan mahasiswa lebih paham terhadap akibat dari kekurangan Yodium
dengan melihat contoh secara langsung gangguan yang dialami penderita.
2. Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat
Memberikan informasi tentang sejauh mana perkembangan masalah GAKY
yang menjangkiti masyarakat untuk dijadikan bahan kajian atau penelitian yang
bermanfaat bagi berbagai pihak di jurusan Kesehatan Masyarakat.

3. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat mengenai GAKY, sehingga mereka lebih
memahami pentingnya mengkonsumsi yodium kesehatan dan menggunakan garam
beryodium untuk memasak. Sehingga dapat mencegah GAKY sedini mungkin dan
mengurangi prevalensinya dimasyarakat.





























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Yodium
a. Definisi
Yodium adalah sejenis mineral yang terdapat di alam, baik di tanah maupun
di air, merupakan zat gizi mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan mahluk hidup. Dalam tubuh manusia yodium diperlukan untuk
membentuk Hormon Tiroksin yang berfungsi untuk mengatur pertumbuhan dan
perkembangan termasuk kecerdasan mulai dari janin sampai dewasa (Depkes, 1997).
Yodium merupakan bahan baku pembuatan hormon Tiroksin (T4), sedangkan
tempat pembuatannya adalah di dalam kelenjar tiroid. Produksi Triiodotironine (T3)
tergantung dari hormon tiroksin (T4). Pada kondisi defisiensi Yodium,
Hyphothalamus akan merangsang produksi TSH (Thyroid Stimulating Hormon)
untuk menstimulasi kelenjar tiroid memproduksi hormon T1, T2, T3, T4. Tiroid
beradaptasi pada saat defisiensi yodium tergantung fleksibilitas kelenjar tiroid pada
setiap tahap metabolisme yodium dan pada kemampuan untuk meningkatkan
efisiensi melalui stimulasi TSH. Besar variasi respon antar individu diukur dengan
prevalensi gondok dan konsekuensi-konsekuensi lainnya (J. T. Dunn, 1996).
b. Fungsi Yodium
Yodium merupakan bagian internal dari kedua macam hormon Tiroksin
TriiodoTironin (T3) dan TetraiodoTironin (T4) yang memiliki fungsi utama
mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Hormon tiroid mengatur kecepatan tiap
sel menggunakan oksigen. Dengan demikian hormon tiroid mengontrol kecepatan
pelepasan energi dari zat gizi yang menghasilkan energi. Tiroksin dapat merangsang
metabolisme sampai 30%. Di samping itu, kedua hormon ini juga mengatur suhu
tubuh, reproduksi, pembentukan sel darah merah, serta fungsi otot dan saraf. Yodium
berperan pula dalam perubahan karoten menjadi bentuk aktif vitamin A, sintesis
protein, dan absorpsi karbohidrat dari saluran cerna serta berperan dalam sintesis
kolesterol darah (Almatsier, 2009).
c. Pangan Sumber Yodium
Yodium dapat diperoleh dari berbagai jenis pangan dan kandungannya
berbeda-beda tergantung asal jenis pangan tersebut dihasilkan. Kandungan yodium
pada buah dan sayur tergantung pada jenis tanah. Kandungan yodium pada jaringan
hewan serta produk susu tergantung pada kandungan yodium pada pakan ternaknya.
Pangan asal laut merupakan sumber yodium alamiah. Sumber lain yodium adalah
garam dan air yang difortifikasi. (Picauly, 2002).
Soehardjo (1990) mengatakan bahwa dengan mengkonsumsi pangan yang
kaya yodium dapat menekan atau bahkan mengurangi besarnya prevalensi gondok.
Rata-rata kandungan yodium dalam bahan makanan antara lain : ikan tawar 30 mg,
ikan laut 832 mg, kerang 798 mg, daging 50 mg, susu 47 mg, telur 93 mg, gandum
47 mg, buah-buahan 18 mg, kacang-kacangan 30 mg dan sayuran 29 mg.
c. Mekanisme Kinerja Yodium dalam Tubuh
Yodium masuk ke dalam tubuh bersama makanan dan minuman dalam bentuk
yodium anorganik. Sebagian besar yodium anorganik akan diekskresikan lewat urin,
oleh sebab itu kadar yodium dalam urin akan menggambarkan diit seseorang.Sintesis
dan sekresi hormon tiroid pada kecepatan normal diperlukan 120 g per hari.
Kelenjar tiroid mengeluarkan 80 g per hari sebagai yodium dalam triyodotironin
dan tiroksin. Juga melepaskan 40 g yodium ke dalam cairan ekstrasel, yang
kebanyakan berasal dari deyodrasi mono dan diyodotirosin. Triyodotironin dan
tiroksin akan dimetabolisir dalam hati dan jaringan lain, dan akan melepasakan 60g
yodium ke dalam cairan ekstrasel. Sebagian derivat hormon tiroid dikeluarkan dalam
empedu dan sebagian yodiumnya akan diserap kembali (sirkulasi enterohepatik),
namun ada sejumlah yodium yang di buang dalam tinja 20 g per hari dan dibuang
melalui urine 480 g per hari (Ganong,1977, Greenspan 1994).
Transpor hormon tiroid dalam sirkulasi dilakukan oleh globulin, albumin dan
prealbumin. Fungsi protein transpor adalah untuk mencegah hormon keluar sirkulasi
lewat urin dan berfungsi sebagai simpanan hormon dan menjaga kadar hormon
bebas. Lebih dari 99,7% T3 dan 99,97 % T4 terikat protein. Hormon yang
mempunyai efek biologik adalah hormon bebas. Waktu paruh T4 dalam serum adalah
8 hari sedangkan T3 hanya 8 jam, namun hal ini dapat diatasi karena T4 dapat diubah
menjadi T3. Untuk mencukupi kebutuhan hormon tiroid di perifer, sekresi diatur
autoregulasi dan regulasi ekstra tiroidal yang dilakukan oleh TSH yang disekresi oleh
Hipofisis, sementara sekresi TSH dirangsang oleh TRH yang disekresi oleh
Hipotalamus (Hetzel,1989)

1.2 Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)
a. Definisi GAKY
Masalah GAKY adalah sekumpulan gejala yang ditimbulkan karena tubuh
menderita kekurangan yodium secara terus menerus dalam jangka waktu lama dan
mempunyai dampak negatif terhadap manusia sejak masih dalam kandungan, setelah
lahir sampai dewasa. Indikator yang paling sering digunakan untuk mengukur
besarnya masalah GAKY di masyarakat adalah dengan mengukur prevalensi
pembesaran kelenjar gondok pada anak sekolah (Depkes RI, 1997).
b. Penyebab GAKY
Menurut Standbury 1980 dan Cunningham 1995 (dalam Dardjito, 2010)
bahwa GAKY disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1. Faktor konsumsi makanan sumber iodium, yaitu makanan yang dikonsumsi
kurang mengandung yodium. Defisiensi yodium merupakan sebab pokok
terjadinya GAKY dimana-mana. Asupan yodium dapat diperiksa dengan cara
langsung maupun tidak langsung. Pemeriksaan langsung dengan cara
menganalisis makanan duplikat yang terdapat dalam makanan seseorang.
Sedangkan pemeriksaan tidak langsung dipakai berbagai cara, antara lain dengan
memriksa kadar yodium dalam urine, dan dengan studi kinetik yodium.
Kebutuhan tubuh atas yodium diperkirakan antar 100 - 200g untuk dewasa dan
200g untuk usia akil balig.
2. Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap timbulnya
kasus-kasus baru GAKY. Faktor lingkungan yang terpenting adalah
goitrogenikterutama kelompok thiosianat yang terapat pada ubi kayu, jagung,
rebung, ubi jalar dan buncis. Konsumsi zat goitrogenik, akan menghambat
penyerapan yodium dalam tubuh. Konsumsi makanan yang mengandung
goitrogenik dalam frekuensi sering akan menyebabkan terjadinya GAKY.
3. Faktor kelebihan yodium, unsur kelumit dan status gizi pada umumnya.
Konsumsi makanan harian akan berpengaruh pada status gizi seseorang, gizi
kurang atau buruk akan mempengaruhi biosintesis hormon tiroid karena
kurangnya TBP (Thyroxin Binding Protein), sehingga hormon tiroid akan kuran
disintesis (Djokomoeljanto, 1987).
4. Faktor pengetahuan tentang garam yodium yaitu pengetahuan mengenai
pengertian, manfaat, cara penggunaan, cara penyimpanan dan akibat kekurangan
yodium.
5. Faktor genetik. Adanya prevalensi yang tinggi kejadian gondok pada beberapa
anggota keluarga disebabkan rendahnya efisiensi biologi tiroid (Djokomoeljanto,
1997). Ditemukannya antibodi imunoglobulin (IgG) dalam serum penderita,
antibodi ini mungkin diakibatkan karena suatu kelainan imunitas yang bersifat
herediter yang memungkinkan kelompok limfosit tertentu bertahan, berkembang
biak, dan mengekskresi imunoglobulin stimulator, sebagai respon terhadap
beberapa faktor perangsang (David,1990).
6. Penggunaan KB hormonal yang akan berpengaruh terhadap fungsi tiroid. Metode
kontrasepsi efektif yang ada rneliputi pil, suntik, alat kontrasepsi dalam rahim
dan alat kontrasepsi bawah kulit atau implant. Kontrasepsi yang mengandung
hormon estrogen adalah jenis suntik, sedangkan yang mengandung horrnon
campuran estrogen dan progesteron adalah pil, dan inplant (BKKBN, 1994).Ada
berbagai macam pendapat mengenai pengaruh kontrasepsi hormonal terhadap
fungsi tiroid, terutama terhadap nilai Thyroid Stimulating Hormon (TSH),
Triiodotyronin (T3) dan Tyroksin (T4). Suryati (2004) mengatakan bahwa
pengaruh hormon progesteron terhadap fungsi tiroid, yaitu kadar TSH tidak
berubah tetapi kadar T4 menurun, meski masih dalam batas normal. Sedangkan
menurut Cunninghan (1995), pada wanita yang memakai kontrasepsi pil, kadar
tiroksin dan Thyroid Binding Protein (TBG) mereka akan mengalami
peningkatan, sedangka ambilan T3 oleh resin menurun.

c. Faktor Risiko GAKY
1. Faktor Konsumsi Makanan Zat Goitrogenik
Goitrogen adalah bahan kimia yang bersifat toksik terhadap tiroid atau dipecah
untuk menghasilkan bahan kimia toksik. Goitrogenik yaitu zat yang dapat
menghambat produksi ataupun penggunaan hormone tiroid. Zat goitrogenik tiosianat
dapat menyebabkan kejadian GAKY menjadi lebih parah. Tiosianat terdapat di
berbagai makanan, seperti singkong, kubis/kol, lobak cina, rebung. Thaha dkk (2000)
menyatakan bahwa Tiosianat atau senyawa mirip tiosianat terutama bekerja dengan
menghambat mekanisme transpor aktif yodium ke dalam kelenjar tiroid. Konsumsi
tiosianat lebih tinggi secara bermakna pada daerah endemik dan konsumsi tiosianat
lebih tinggi pada kelompok kasus dibanding kelompok kontrol, rata-rata konsumsi zat
goitrogen pada daerah endemik tiga kali sehari, hal ini menunjukan bahwa ada faktor
risiko konsumsi makanan yang mengandung tiosianat dengan kejadian
GAKY(Fatimah, 1999).
Pada masyarakat dengan kebiasaan konsumsi singkong (sumber tiosianat) dalam
jumlah banyak, dapat mengganggu pengambilan yodium oleh kelenjar tiroid.
Aktivitas goitrogenik dari tiosianat atau senyawa serupa dapat diatasi dengan
penambahan yodium. Gaitan E & Cooksey menyatakan bahwa pengaruh zat
goitrogenik dapat terjadi pada berbagai tingkatan dari metabolisme yodium sendiri
seperti :
a. Menghambat uptake yodida anorganik oleh kelenjar tiroid, contoh : tiosianat dan
isotiosianat yang menghambat proses ini karena berkompetisi dengan yodium.
b. Menghambat oksidasi yodida anorganik dan inkorporasi yodium yang sudah
teroksidasi dengan asam amino tyrosin untuk membentuk monoiodotyrosine (MIT)
dan diiodotyrosine (DIT) serta menghambat proses coupling yang dimediasi oleh
enzym tiroid peroxidase (TPO), contoh : Recorsinol dan senyawa fenolik lainnya,
flavonoids, aliphatic disulfides dan goitrin.
c. Menghambat pelepasan hormon tiroid (T3 dan T4) ke dalam sirkulasi darah,
contoh : kelebihan yodium dan garam lithium.
2. Kurangnya Konsumsi Makanan Kaya Yodium
Rata-rata konsumsi bahan makanan kaya yodium pada penduduk di desa-desa
lereng gunung daerah endemis GAKY di Pati dan Jepara 1-2 kali dalam seminggu,
sedangkan pada daerah dataran rendah konsumsi ikan laut 2-4 kali dalam seminggu.
Hal ini dipengaruhi oleh faktor kesediaan pangan, sosial ekonomi, dan kebiasaan
penduduk serta tingkat pengetahuan tentang GAKY yang rendah (Fatimah, 1999).
3. Pengetahuan Orang Tua
Ada 13 - 19 % dari responden ibu (di Pati dan Jepara) di daerah endemik GAKY
yang belum pernah mendengar tentang yodium. Sedangkan responden yang tidak
mengetahui tentang garam beryodium ada 11-14 %. Kapsul yodiol di Pati hanya
dikenal 36,7 % responden, terutama di daerah endemic gondok. Berdasarkan hasil
temuan Suharyo, dkk (1996) di Jawa Tengah ditemukan bahwa pengetahuan, sikap
dan perilaku masyarakat terhadap suntikan lipiodol dan garam beryodium sangat
rendah. Pada umumnya responden dalam studi tersebut menunjukan bahwa 66,7 %
belum pernah mendengar suntikan lipiodol baik di daerah gondok endemik sedang
maupun berat (Fatimah, 1999).
4. Defisiensi Zat Gizi Lain
Dalam berbagai kajian mutakhir ditemukan bahwa selain goitrogen juga didapati
adanya berbagai zat gizi yang berpengaruh terhadap metabolisme yodium, yang pada
gilirannya berpengaruh terhadap kejadian kegawatan dan prognosis GAKY. Menurut
Golden (1992) yodium termasuk dalam klasifikasi Nutrien Type l bersama-sama
dengan zat gizi lain seperti besi, selenium, kalsium, tiamin mempunyai ciri yang
apabila kekurangan maka gangguan pertumbuhan bukan merupakan tanda yang
pertama melainkan timbul setelah tahap akhir dari kekurangan zat gizi tersebut. Tanda
yang spesifiklah yang pertama akan timbul, dalam hal ini apabila kekurangan yodium
dapat menyebabkan gangguan yang sering disebut Iodine Deficiency Disorder (IDD).
Sedangkan pada Type ll bersama-sama dengan zat gizi lain seperti potasium, natrium,
zink pertumbuhan akan terganggu terlebih dahulu, tetapi memberikan penilaian
biokimia cairan tubuh yang normal. Konsumsi makanan harian akan menggambarkan
status gizi seseorang, status gizi kurang atau buruk akan berisiko pada biosintesis
hormon tiroid karena kurangnya TBP (Thyroxin Binding Protein), sehingga hormon
tiroid akan kurang disintesis (Djokomoeljanto, 1987).
5. Kandungan Yodium dalam Garam Dapur
Program yodisasi garam adalah salah satu upaya yang ditempuh oleh Pemerintah
untuk menanggulangi Gangguan Akibat Kekurangan Yodium. Sejak awal
dicetuskannya, program iodisasi garam dititikberatkan pada pengadaan garam
konsumsi beriodium, sehingga seluruh garam konsumsi yang beredar di masyarakat
mengandung yodium dengan kadar KIO3 40 ppm (Djokomoeljanto, 1987).
6. Kandungan Yodium dalam Air
Kandungan yodium dalam tanah pertanian pada daerah endemik gondok
berpengaruh secara bermakna terhadap kejadian gondok, ditunjukan dengan hasil
pengukuran kadar yodium dalam tanah di daerah endemik (rata-rata 0,13 g/L) lebih
rendah dari pada kandungan yodium tanah daerah non endemik (ratarata 0,21 g/L).
Penyebab GAKY di daerah endemik adalah rendahnya asupan sehari-hari yang
disebabkan oleh rendahnya kadar yodium di dalam bahan makanan dan air minum
(Djokomoeljanto, 1987).
Meskipun kekurangan yodium merupakan faktor paling penting terhadap
terjadinya GAKY, tetapi ada beberapa faktor lain yang mempunyai pengaruh terhadap
menetap dan berkembangnya kasuskasus baru di berbagai daerah endemis, yang
meliputi :
1. Faktor Genetik
Terdapatnya prevalensi yang tinggi kejadian gondok pada beberapa anggota
keluarga disebabkan rendahnya efisiensi biologi tiroid. Ditemukannya antibodi
imunoglubolin (IgG) dalam serum penderita, antibodi ini mungkin diakibatkan karena
suatu kelainan imunitas yang bersifat herediter yang memungkinkan kelompok
limfosit tertentu dapat bertahan, berkembang biak dan mengekskresi imunoglobulin
stimulator, sebagai respon terhadap beberapa faktor perangsang (Djokomoeljanto,
1987).
2. Gangguan Metabolisme Fungsi tiroid
Fungsi tiroid merupakan salah satu komponen sistem yang sangat komplek. Bila
terjadi defek pada salah satu fase akan mempengaruhi status tiroid, misalnya pada
pasien dengan sindrom resistensi hormone tiroid sebenarnya memiliki fungsi tiroid
yang normal tetapi statusnya bisa berkisar dari hipotiroid sampai hipertiroid. Dengan
kata lain baik kekurangan maupun kelebihan asupan yodium akan memberikan
dampak terhadap fungsi maupun morfologi kelenjar tiroid (Fatimah, 1999).

d. Dampak GAKY
Masalah GAKY mempunyai dampak negatif terhadap manusia sejak manusia dalam
kandungan, setelah lahir sampai dewasa. Faktor risiko yang ditimbulkan pada wanita
hamil terjadi abortus, lahir mati, berat badan lahir rendah, sampai cacat bawaan bagi bayi
yang dilahirkan (Djokomoeljanto 1997). Dampak negatif GAKY pada kecerdasan dapat
menurunkan rata-rata IQ masyarakat sebesar 13 point, pada perkembangan ekonomi
dapat menurunkan produktifitas kerja dan menyebabkan kehilangan pendapatan sampai
15%, sedangkan dampak negatif pada perkembangan sosial adalah timbulnya rasa rendah
diri pada penderita (pembesaran kelenjar gondok) dan gangguan kehamilan
(Djokomoeljanto, 2002).
Rangkaian gangguan spektrum kekurangan yodium baik secara fisik maupun
mental sejak dalam kandungan sampai dewasa sangat bervariasi sesuai dengan tingkat
tumbuh kembang manusia. Spektrum GAKY dapat dilihat seperti tabel berikut ;
Tabel 1. Spekrum GAKY
Fetus
Abortus
Lahir mati
Anomaly congenital
Peningkatan angka kematian perinatal
Peningkatan angka kematian bayi
Kretin neurologik : defisiensi mental
Bisu-tuli : diplegi spastic, juling
Kretin milksedematosa : defisiensi mental
Cebol
Efek psikomotorik
Neonates
Gondok
Hipotiroid neonatal
Bayi, anak, dan remaja
Gondok
Gangguan fungsi mental
Gangguan pertumbuhan fisik
Peningkatan kerentanan terhadap radiasi
nuklir
Dewasa
Gondok dan komplikasinya
Hipotiroidi
Gangguan fungsi mental
Hipertiroidi diinduksi yodium
Peningkatan kerentanan terhadap radiasi
nuklir
Sumber : Neonatal Hypothyroidism, Kumpulan Naskah Pertemuan Ilmiah Nasional
GAKY, Saidah RD (2001).

Syafril (2001) menyatakan secara patofisiologis terdapat hubungan antara
bervariasinya metabolisme yodium dan hormon tiroid pada berbagai tingkat tumbuh
kembang manusia. Makin dini terjadinya defisiensi yodium akan semakin berat dan
ireversibel akibatnya, makin lama menderita gondok endemik akan semakin sering
ditemukan gondok noduler dan hipotiroidi, terutama setelah pemberian suplementasi
yodium.
Yodium dibutuhkan untuk sintesis hormon tiroid, dimana hormon ini penting bagi
aspek tumbuh kembang semua organ dan sistem tubuh, termasuk bagi perkembangan
otak. Perkembangan otak yang teganggu tersebut tercermin dari terlambatnya
perkembangan tonus dan reaksi postural. Namun keterlambatan ini tidak menetap, karena
pada usia 6 bulan mereka bisa mengejar ketinggalannya. Walaupun demikian tidak berarti
mereka terbebas dari risiko masalah perkembangan di kemudian hari. Hal ini menjelaskan
mengapa penduduk yang tinggal di daerah defisiensi yodium mengalami gangguan
berupa kapasitas mental rendah, gangguan kecerdasan dan psikomotorik serta kesulitan
belajar (Hartono 2002).
Pada kekurangan yodium, konsentrasi hormon tiroid menurun dan hormon
perangsang tiroid / TSH (Thyroid StimulatingHormone) meningkat agar kelenjar tiroid
mampu menyerap lebih banyak yodium bila kekurangan berlanjut sehingga sel kelenjar
tiroid membesar dalam usaha meningkatkan pengambilan yodium oleh kelenjar tersebut.
Bila pembesaran ini menampak dinamakan gondok sederhana, bila terdapat secara meluas
di suatu daerah dinamakan gondok endemik (Hartono 2002).
Gondok dapat menampakkan dari dalam bentuk gejala yang sangat luas, yaitu dalam
bentuk kretinisme (cebol) di satu sisi dan pembesaran kelenjar tiroid pada sisi lain. Gejala
kekurangan yodium adalah malas dan lamban, kelenjar tiroid membesar, pada ibu hamil
dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin, dan dalam keadaan berat bayi
lahir dalam keadaan cacat mental yang permanen serta hambatan pertumbuhan yang
dikenal sebagai kretinisme. Seorang anak yang menderita kretinisme mempunyai bentuk
tubuh abnormal dan IQ sekitar 20. Kekurangan yodium pada anak-anak menyebabkan
kemampuan belajar yang rendah (Almatsier, 2002).
Di daerah gondok endemik sedang dan berat ditemukan manifestasi GAKY yang
bukan kretin yaitu : kemampuan mental maupun psikomotor berkurang, dan kematian
meningkat. Hipotiroidi neonatal lebih banyak ditemukan pada endemik berat ; pada
penduduk normal ditemukan hipotiroidi baik secara klinis maupun biokimiawi. Pada
daerah endemik kadar air susu ibu lebih rendah dibandingkan dengan daerah buka gondok
endemik. Pada penduduk normal tidak ada gangguan pendengaran, sedangkan gangguan
tersebut banyak terdapat pada 93% penduduk kretin (Djokomoeljanto, 1987).

e. Pengukuran GAKY
Beberapa metode diterapkan dalam mengklasifikasi tingkat dankeparahan GAKY
adalah sebagai berikut:
1. Pengukuran Tiroid dengan Palpasi
Pengukuran dengan palpasi telah menjadi standar untuk mengukur gondok. Pada anak
usia sekolah masih amat mudah dan cepat bereaksi terhadap perubahan masukan yodium
dari luar. Kasus gondok pada anak sekolah yang berusia 6-12 tahun dapat dijadikan
sebagai petunjuk dalam perkiraan besaran GAKY di masyarakat pada suatu daerah
(Almaitser, 2001).
Klasifikasi tersebut mampu memberikan tingkat perbandingan di antara survei di
setiap wilayah. Gondok yang lebih besar mungkin tidak membutuhkan palpasi untuk
diagnosis. Prevalensi gondok endemik dari grade 1 sampai dengan grade 2 dinamakan
Total Goiter Rate (TGR) sedangkan grade 2 dan grade 3 dinamakan Visible Goiter Rate
(VGR) (Stanbury, 1996).
Terdapat beberapa kelebihan palpasi sebagai suatu metode pengukuran, palpasi adalah
suatu teknik yang tidak memerlukan instrumen, bisa mencapai jumlah yang besar dalam
periode waktu yang singkat, tidak bersifat invasif dan hanya menuntut sedikit
ketrampilan. Meskipun demikian, palpasi mempunyai beberapa kelemahan yang
menonjol di antaranya antar pemeriksa dengan kemampuan dan pengalaman yang
berbeda-beda khususnya dalam gondok endemik grade 0 dan grade 1. Hal ini telah
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian para peneliti yang berpengalaman di mana
kesalahan klasifikasi bisa sebesar 40% (Stanbury, 1996). Palpasi sangat berguna sebagai
suatu tanda awal bahwa GAKY mungkin ada dan sebagai suatu indikator maka
diperlukan penilaian yang lebih baik.
2. Pengukuran volume tiroid dengan Ultrasonografi (USG) Tiroid
Objektivitas bisa didapatkan dalam survei gondok dengan pengukuran-pengukuran
ultrasonografi seperti yang digunakan dalam penelitian medis lainnya, contohnya dalam
perawatan antenatal. Teknik ini mulai banyak dipakai dan memberikan ukuran tiroid lebih
luas dan bebas dari bias pengukuran. Prosedurnya tidak invasif dan bisa digunakan untuk
mengukur ratusan orang dalam sehari. Teknik tersebut bisa dipelajari dengan baik dalam
beberapa hari.
Kelebihan dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) adalah memberikan suatu
pengukuran objektif dari volume tiroid, dalam beberapa kasus mungkin bisa
menunjukkan pertimbangan terhadap GAKY dan karenanya program pencegahan yang
mahal bisa dihindarkan, ultrasonografi dengan cepat menggantikan palpasi (Stanbury,
1996).
Pemeriksaan USG juga merupakan suatu pengukuran yang tepat untuk melihat
pembesaran volume tiroid dibandingkan dengan palpasi. Volume tiroid yang dihitung
berdasarkan panjang, jarak dan ketebalan dari kedua cuping, volume yang dihitung
dibandingkan dengan standar dari suatu populasi dengan masukan iodium yang cukup.
Pengukuran volume tiroid dengan menggunakan Ultrasonografi untuk saat ini hanya bisa
dilakukan oleh dokter ahli yang sudah terlatih dalam teknik ini. Hasil pemeriksaan
volume tiroid pada sampel merupakan penjumlahan dari volume tiroid kanan dan kiri
(Syahbuddin, 2002).
3. Kadar Yodium dalam Urin (UIE/Urinary Iodine Excretion)
Kecukupan yodium tubuh dinilai dari yodium yang masuk lewat makanan dan
minuman, sebab tubuh manusia tidak dapat mensintesis yodium (Djokomoeljanto, 2002).
Yodium dengan mudah diabsorpsi dalam bentuk iodida. Ekskresi dilakukan melalui ginjal
dan jumlahnya berkaitan dengan konsumsi. Penilaian jumlah asupan yodium
dalammakanan sulit dilakukan (Almatsier, 2001), karena kandungan yodium dalam
makanan mempunyai variasi yang sangat luas, dan sangat tergantung dari kandungan
yodium dalam tanah tempat mereka tumbuh, oleh karena yodium yang kita butuhkan
amat sedikit (dalam ukuran mikro) dan kandungan yodium dalam makanan sukar
diperiksa, maka sebagai gantinya penilaian asupan yodium dapat diperiksa dengan cara
yang lebih praktis atau mudah dilaksanakan yaitu berdasarkan pengukuran ekskresi
yodium dalam urin, sedangkan ekskresi yodium di dalam feses dapat diabaikan
(Syahbuddin, 2002).
Pengukuran yodium yang paling dapat dipercaya atau diandalkan adalah median kadar
yodium dalam urin sampel yang mewakili, karena sebagian besar (lebih dari 90%)
yodium yang diabsorpsi dalam tubuh akhirnya akan diekskresi lewat urin (Stanbury,
1996). Dengan demikian UIE jelas dapat menggambarkan intake yodium seseorang.
Kadar UIE dianggap sebagai tanda biokimia yang dapat digunakan untuk mengetahui
adanya defisiensi yodium dalam suatu wilayah (Stanbury, 1996).
Sampel terbaik untuk pemeriksaan UIE adalah urin selama 24 jam karena dapat
menggambarkan fluktuasi yodium dari hari ke hari. Tetapi, pengambilan sampel urin 24
jam ini tidak mudah dilakukan di lapangan. Beberapa peneliti kemudian menggunakan
sampel urin sewaktu dan mengukur kadar kreatinin dalam serum, Ialu dihitung sebagai
rasio UIE per gram kreatinin. Hal ini dilakukan dengan asumsi ekskresi kreatinin relatif
stabil. Tetapi ternyata cara ini mempunyai kelemahan karena kadar kreatinin serum
sangat tergantung pada massa otot, jenis kelamin dan berat badan seseorang
(Rachmawati, 1997).
f. Pencegahan GAKY
Menurut Deperindag RI (1993), upaya pencegahan GAKY (Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium) dapat dilakukan dengan program iodisasi garam. Program iodisasi
garam dianggap paling sederhana dan aman, karena prosesnya dilakukan secara
fisiologis, yaitu dengan memberikan iodium melalui makanan. Upaya pencegahan
tersebut dilakukan dengan tiga cara, antara lain:
1) Penyuntikan depot lipiodol (iodium dalam minyak) intramuskular dengan dosis 2 ml.
Dosis tersebut diberikan kepada anak-anak dan ibu usia subur, terutama pada ibu
hamil. Penyuntikan ini merupakan upaya pencegahan sementara, karena hanya
menyediakan iodium dalam jangka waktu 6 (enam) bulan.
2) Distribusi garam dapur yang difortifikasi dengan iodium (KJO3). Tetapi hal tersebut
kurang efektif karena dapat mengalami kerusakan oksidatif, terutama apabila terkena
sinar matahari di udara terbuka. Maka dalam penggunaannya, KJO3 ditambahkan
dengan garam dapur (NaCl) dengan dosis 30.000 mg per kg garam. Penyediaan garam
beryodium ini harus diikuti dengan penyuluhan kepada masyarakat dan peraturan
dimana GAKY menjadi endemik.
3) Suplementasi iodium pada binatang ternak. Peningkatan atas iodium pada binatang
ternak akan meningkat dalam air susu dan daging.
Selain upaya pencegahan tersebut, masyarakat juga harus memperhatikan dalam
mengonsumsi iodium bagi tubuhnya. Masyarakat harus dapat mengontrol
pengonsumsian iodium agar tidak berlebih ataupun kekurangan.

g. Pengobatan GAKY
Pengobatan bagi penderita GAKY menurut Depkes (1996) dapat dilakukan dengan
berbagai terapi. Terapi yang dilakukan dapat berupa farmakologi dan non farmakologi.
1) Farmakologi
Terapi farmakologi adalah suatu terapi yang dilakukan dengan menggunakan obat-
obatan, diantaranya:
a) Parasetamol sebagai anti analgetik antipiretik.
b) Amoksisilin untuk mengobati infeksi saluran nafas, saluran kemih, dan
kelamin. Serta infeksi lain, seperti Salmonella sp, Shigella, kulit, luka selulitis,
furunkulosis.
c) Recovit sebagai suplemen vitamin untuk wanita hamil. Serta terapi defisiensi
multivitamin dan mineral.
d) Sirup vitamin Zn sebagai suplement diet untuk profilaksis dan pengobatan,
serta terapi defisisensi Fe dan vitamin serta mineral.

2) Non Farmakologi
Terapi non farmakologi adalah suatu terapi yang digunakan oleh penderita GAKY
dengan menggunakan bahan-bahan makanan yang banyak mengandung yodium,
diantaranya:
a) Bahan makanan yang berasal dari laut. Misalnya ikan laut mencapai 830
mg/kg. Cumi-cumi mengandung yodium sekitar 800 mg/kg. Yang paling
tinggi kandungan yodiumnya adalah rumput laut (ganggang laut), khususnya
yang berwarna coklat. Banyaknya yodium yang dibutuhkan tubuh kita per
hari, minimal sekitar 100 mg.
b) Garam. Garam yang dimaksud adalah garam beryodium dengan kadar yodium
antara 30-80 ppm (part per million).

A. Teori yang mendukung
Berdasarkan permasalahan GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium) yang
terjadi, hal tersebut dapat dikaitkan dengan teori Lawrence Green. Karena sebagian besar
penyebab permasalahan GAKY yang terjadi diakibatkan oleh perilaku masyarakat itu
sendiri ataupun peran petugas kesehatan yang kurang peduli. Teori lawrence Green
menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok,
diantaranyafaktor perilaku (behaviour causes) dan faktor diluar perilaku (non behaviour
causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor yaitu:
1) Faktor perdisposisi (predisposing factors) meliputi pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat
pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan lain sebagainya.
2) Faktor pemungkin (enabling factors) merupakan faktor-faktor yang mencakup
ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat,termasuk
juga fasilitas pelayanan kesehatan.
3) Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor-faktor ini meliputi sikap dan
perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para
petugas kesehatan, termasuk undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat
maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.
(Notoatmodjo, 2003).
Emang pake teori yg mendukung ya >
















BAB III
METODE PELAKSANAAN
C. Analisa data
Analisa data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode
analisis data kualitatif yaitu dengan mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara secara mendalam , catatan lapangan, dan
dokumentasi. Hasilnya data diorganisasikan dalam kategori, menjabarkan ke dalam
unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting
dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh
diri sendiri dan orang lain(Sugiyono,2008).
Analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara
terus- menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas. Komponen
dalam analisis data :
1. Reduksi data
Data yang diperoleh dari laporan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka
perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-
hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
2. Penyajian Data
Penyajian data penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya.
3. Verifikasi atau penyimpulan Data
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan
berubah bila ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung
oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan
yang kredibel(Sugiyono,2009).






DAFTAR PUSTAKA
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendeketan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D).
Bandung : Alfabeta
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta



Daftar Pustaka:


Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum.
Depkes R.I. 1996. Gangguan akibat kekurangan yodium dan garam beryodium. Pusat
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
Deperindag RI. 1993. ProfilProgram IodisasiGaram di Indonesia. Tim
TeknisIodisasiGaramPusat, DirekturIndustri Kimia OrganikdalamSimposium GAKI.
BadanPenerbitUndip. Semarang.
Djokomoeljanto, R.1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Kedua. Jakarta : FKUI
Djokomoeljanto R. 2002. Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium. Pengamatan
selama seperempat abad, terbukanya kemungkinan penelitian.Jurnal GAKY Indonesia,
Agustus, Vol 1 No 2.p: 1-11
Fatimah Muis S, Sulchan M, WS Hertanto. 1999. Pengetahuan, Ketersediaan dan Konsumsi
Bahan Makanan Tinggi Yodium di Tingkat Keluarga. Media Medika Indonesia.34,2 :
79 -85
Hartono, B. 2002. Perkembangan Fetus Dalam Kondisi Defisiensi Yodium dan Cukup
Yodium. Jurnal GAKY Indonesia Vol. 1 No.1, Pusat GAKY-IDD Centre.
Hetzel BS. (2004). An Overview of the Global Program for the Elimination of Brain
Damage Due to Iodine Deficiency. In: Towards the Global Elimination of Brain
Damage Due to Iodine Deficiency ( Hetzel BS eds). New Delhi: Oxford University
Press
Kodyat, B. 1996. Nutritional in Indonesia : problems, trends, strategy and program
Directorate of Community Bnutrition, Department of Health. Jakarta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta
Rachmawati,B. 1997.Pemeriksaan Kadar Yodium dalam Urin (UEI/Urinary Excretion
Iodine). Semarang, Laboratorium GAKY UNDIP
Saidah, RD. 2001. Neonatal Hypothyroidism. Kumpulan Naskah Pertemuan Ilmiah
Nasional Gangguan Akibat Kekurangan Yodium. Semarang : Universitas Diponegoro.
Syahbuddin, S. 2002. GAKY Dan Usia. Jurnal GAKY Indonesia. Agustus, Vol 1 No 2. p:
12-18
Stanbury, JB & Pinchera A.1996. Measurement of Iodine Deficiency Disorders. In : BS
Hetzel, CS Pandav, editors. SOS For Billion The Conquest of Iodine Deficiency
Disorders. Oxford University Press, New Delhi, p:81-97

Anda mungkin juga menyukai