Anda di halaman 1dari 18

PENILAIAN STATUS GIZI PADA PENDERITA GAKY

(GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM)

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Penilaian Status Gizi

Oleh

MADINATUL MUNAWWAROH

NIM S531908034
PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut UU no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, yang dimaksud


kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis. Pengertian ini memberikan makna, bahwa keadaan sehat akan
memungkinkan setiap orang hidup sejahtera. Kesehatan merupakan salah satu
unsur bagi kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, kesehatan harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita dan martabat manusia.

Tingkat kesehatan seseorang dipengaruhi beberapa faktor di antaranya


bebas dari penyakit atau cacat, keadaan sosial ekonomi yang baik, keadaan
lingkungan yang baik, dan status gizi juga baik. Orang yang mempunyai
status gizi baik tidak mudah terkena penyakit, baik penyakit infeksi maupun
penyakit degeneratif. Status gizi merupakan salah satu faktor penting dalam
mencapai derajat kesehatan yang optimal. Namun pada masyarakat kita masih
ditemui berbagai penderita penyakit yang berhubungan dengan kekurangan
gizi.

Masalah gizi pada dasarnya merupakan refleksi konsumsi zat gizi yang
belum mencukupi kebutuhan tubuh. Seseorang akan mempunyai status gizi
baik, apabila asupan gizi sesuai dengan kebutuhan tubuhnya. Asupan gizi
yang kurang dalam makanan, dapat menyebabkan kekurangan gizi,
sebaliknya orang yang asupan gizinya berlebih akan menderita gizi lebih. Jadi
status gizi adalah gambaran individu sebagai akibat dari asupan gizi
sehari-hari.

Status gizi dapat diketahui melalui pengukuran beberapa parameter,


kemudian hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan standar atau
rujukan. Peran penilaian status gizi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
status gizi yang salah. Penilaian status gizi menjadi penting karena dapat
menyebabkan terjadinya kesakitan dan kematian terkait dengan status gizi.
Oleh karena itu dengan diketahuinya status gizi, dapat dilakukan upaya untuk
memperbaiki tingkat kesehatan pada masyarakat.

Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) di Indonesia merupakan


salah satu masalah kesehatan yang serius bagi masyarakat mengingat
dampaknya sangat besar terhadap kesehatan dan kecerdasan yang
mempengaruhi kelangsungan hidup serta kualitas sumber daya manusia.
Semua gangguan ini dapat berakibat pada rendahnya prestasi belajar anak usia
sekolah, rendahnya produktivitas kerja pada orang dewasa serta timbulnya
berbagai permasalahan sosial ekonomi masyarakat yang dapat menghambat
laju Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia. Oleh karena itu
dengan diketahuinya status gizi dari penderita GAKY, diharapkan dapat
melakukan pencegahan sedini mungkin baik secara sensitif maupun spesifik
sehingga angka penderita GAKY dapat berkurang di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana cara penilaian status gizi pada penderita penyakit GAKY


(Gangguan Akibat Kekurangan Yodium)?

C. Tujuan Penulisan

Mengetahui cara penilaian status gizi pada penderita penyakit GAKY


(Gangguan Akibat Kekurangan Yodium).
BAB II

PEMBAHASAN

A. Metabolisme Yodium

Yodium adalah bahan dasar essensial untuk pembentukan hormon tiroid.


Yodium yang dimakan akan berubah menjadi yodida, dan diserap tubuh
(Almatsier, 2003). Intake minimum yodium sehari-hari pada orang dewasa
adalah 100-150 µg sehari. Organ utama yang memanfaatkan yodium adalah
tiroid untuk membentuk hormon tiroid, dan ginjal yang akan
rnengeluarkannya ke dalam urin. Sintesis dan sekresi hormon tiroid pada
kecepatan normal diperlukan kurang lebih 120 µg per hari. Kelenjar tiroid
mengeluarkan 80 µg per hari sebagai yodium dalam triyodotironin dan
tiroksin, dan melepaskan 40 µg yodium ke dalam cairan ekstraseluler, yang
kebanyakan berasal dari deyodinasi mono dan diyodotirosin. Triyodotironin
dan tiroksin akan dimetabolisir dalam hati dan jaringan lain, dan akan
melepaskan 60 µg yodium ke dalam cairan ekstraseluler. Sebagian derivat
hormon tiroid dikeluarkan ke dalam empedu dan sebagian yodiumnya akan
diserap kembali (sirkulasi enterohepatik), namun ada sejumlah yodium yang
dibuang dalam tinja dan urin.

Fungsi lodium merupakan bagian integral dari kedua macam hormon


tiroksin/triiodotironin (T3) dan tetraiodotironin (T4). Peran hormon tiroid
terhadap metabolisme protein merupakan dasar efek hormon tersebut terhadap
proses tumbuh kembang didukung pula dengan pengaruhnya terhadap
metabolisme karbohidrat antara lain meningkatkan absorpsi glukosa dari
saluran pencernaan dan meningkatkan tangkapan glukosa oleh jaringan lemak
dan otot. Tiroksin dapat merangsang metabolisme sampai 30%.

Di samping itu kedua hormon ini mengatur suhu tubuh, reproduksi,


pembentukan sel darah merah serta fungsi otot dan saraf. Yodium berperan
pula dalam perubahan karoten menjadi bentuk aktif vitamin A, sintesis
protein dan absorpsi karbohidrat dari saluran cerna. Yodium berperan pula
dalam sintesis kolesterol darah (Almatsier, 2003).

Yodium masuk ke dalam tubuh bersama makanan dan minuman dalam


bentuk yodium anorganik. Sebagian besar yodium anorganik akan
diekskresikan lewat urin, oleh sebab itu kadar yodium dalam urin akan
menggambarkan diit seseorang.

Yodium dianggap berlebihan apabila jumlahnya melebihi jumlah yang


diperlukan untuk sintesis hormon secara fisiologis. Terjadinya yodium yang
berlebihan (Iodide excess) apabila yodium dikonsumsi dalam dosis cukup
besar dan terus menerus akan mengakibatkan terjadinya inhibisi hormon
genesis khususnya yodinisasi tironin dan selanjutnya dapat terjadi gondok
(Djokomoeljanto, 1993). Pemberian yodium yang berlebihan dapat
mempercepat gejala klinis hipertiroidisme pada penderita penyakit Grave
laten. Pada hipertiroidisme yodida dalam dosis tinggi secara teratur
menghambat sekresi hormon tiroid. Dengan demikian peranan yodida dalam
faal tiroid sangatlah unik, dalam jumlah kecil diperlukan untuk fungsi tiroid
normal, sedang dalam jumlah besar bersifat menghambat bila kelenjar
hiperplastik (Ganong, 1979).

Transpor hormon tiroid dalam sirkulasi dilakukan oleh globulin,


albumin dan prealbumin. Fungsi protein transpor adalah untuk mencegah
hormon keluar sirkulasi lewat urin dan berfungsi sebagai simpanan hormon
dan menjaga kadar hormon bebas. Lebih dari 99,7% T3 dan 99,97% T4
terikat protein. Hormon yang mempunyai efek biologik adalah hormon bebas.
Waktu paruh T4 dalam serum adalah 8 hari sedangkan T3 hanya 8 jam,
namun hal ini dapat diatasi karena T4 dapat diubah menjadi T3. Untuk
mencukupi kebutuhan hormon tiroid di perifer, sekresi diatur autoregulasi dan
regulasi ekstra tiroidal yang dilakukan oleh TSH yang disekresi oleh Hipofisis,
sementara sekresi TSH dirangsang oleh TRH yang disekresi oleh
Hipotalamus (Hetzel, 1989).
B. Pengertian GAKY

Gangguan akibat kekurangan yodium adalah rangkaian efek


kekurangan yodium pada tumbuh kembang manusia. Spektrum seluruhnya
terdiri dari gondok dalam berbagai stadium, kretin endemik yang ditandai
terutama oleh gangguan mental, gangguan pendengaran, gangguan
pertumbuhan pada anak dan orang dewasa (Supariasa, 2002).

Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) atau Iodine Deficiency


Disorder (IDD) merupakan segala gangguan yang timbul pada suatu populasi
di mana semua gangguan tersebut akan tercegah dengan asupan yodium yang
cukup pada penduduknya. Defisiensi yodium akan terjadi jika asupan yodium
tidak adekuat sesuai dengan rekomendasi asupan yodium harian.

Tabel 1. Rekomendasi Asupan Yodium Harian oleh UNICEF, ICCIDD,


dan WHO

Rekomendasi Asupan Yodium Harian


Kelompok Umur
(μg)
Anak pra sekolah (0-59 bulan) 90
Anak usia sekolah (6-12 tahun) 120
Usia remaja (di atas 12 tahun)
150
dan dewasa
Wanita hamil dan menyusui 250

Jika karena sesuatu sebab yodium tidak diperoleh dari konsumsi, maka
tubuh akan mengaktifkan mekanisme stimulasi melalui rangsangan hormon
lain yang diproduksi oleh kelenjar di daerah otak dikenal sebagai Thyroid
Stimulating Hormon (TSH). Akibat mekanisme tersebut akan terjadi
gangguan keseimbangan metabolisme yang dapat menimbulkan berbagai
kelainan fisiologis. Kondisi inilah yang disebut sebagai Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium dengan kelainan yang timbul dapat berupa: a).
Pembesaran kelenjar gondok pada leher, b). Gangguan perkembangan fisik, c).
Gangguan fungsi mental, yang dapat berpengaruh terhadap kehilangan
Intelligence Quotient (IQ) point yang identik dengan kecerdasan dan
produktivitas.

Syahbuddin (2002) menyatakan secara patofisiologis terdapat hubungan


antara variasi metabolisme yodium dan hormon tiroid pada berbagai tingkat
tumbuh kembang manusia. Makin dini terjadinya defisiensi yodium akan
semakin berat dan ireversibel akibatnya. Makin lama menderita gondok
endemik akan makin sering ditemukan gondok noduler dan hipotiroidi,
terutama setelah pemberian suplementasi yodium.

Yodium dibutuhkan untuk sintesis hormon tiroid, dimana hormon ini


penting bagi aspek tumbuh kembang semua organ dan sistem tubuh, termasuk
bagi perkembangan otak. Perkembangan otak yang terganggu tersebut
tercermin dari terlambatnya perkembangan tonus dan reaksi postural. Namun
keterlambatan ini tidak menetap, karena pada usia 6 bulan mereka bisa
mengejar ketinggalannya.

Rangkaian gangguan spektrum kekurangan yodium baik secara fisik


maupun mental sejak dalam kandungan sampai dewasa sangat bervariasi
sesuai dengan tingkat tumbuh kembang manusia. Spektrum GAKY dapat
dilihat seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Spektrum GAKY

Fetus 1. Abortus
2. Lahir mati
3. Peningkatan angka kematian perinatal
4. Peningkatan angka kematian bayi
5. Kretin neurologik: defisiensi mental
6. Bisu-tuli, diplegi spastik, juling
7. Kretin milksedematosa: defisiensi mental
8. Cebol
9. Defek psikomotor
Neonatus 1. Gondok
2. Hipotiroid neonatal
Bayi, Anak-anak, 1. Gondok
dan Remaja
2. Hipotiroid juventil
3. Gangguan fungsi mental
4. Gangguan perrtumbuhan fisik
5. Peningkatan kerentanan terhadap radiasi nuklir
Dewasa 1. Gondok dan komplikasinya
2. Hipotiroid
3. Gangguan fungsi mental
4. Hipertiroid diinduksi yodium
5. Peningkatan kerentanan terhadap radiasi nuklir
Sumber: WHO, 1996

Walaupun demikian tidak berarti mereka terbebas dari risiko masalah


perkembangan di kemudian hari. Hal ini menjelaskan mengapa penduduk
yang tinggal di daerah defisiensi yodium mengalami gangguan berupa
kapasitas mental rendah, gangguan kecerdasan dan psikomotor serta kesulitan
belajar (Hartono, 2002).

Kurang yodium merupakan sebab utama GAKY, oleh karena itu


prevalensi paling tinggi dari GAKY memusat di daerah pegunungan dimana
kandungan yodium dalam air, tanah dan bahan pangan yang tumbuh di
wilayah tersebut sangat kurang atau tidak mengandung yodium sama sekali
dan pola makan penduduknya mencerminkan masukan sumber yodium yang
rendah (Satoto, 2002). Gangguan Akibat Kekurangan Yodium di daerah
endemis juga dapat disebabkan karena meningkatnya kebutuhan hormon
tiroid terutama dalam masa anakanak, pubertas, kehamilan dan menyusui
(Oenzil , 1996).

C. Epidemiologi GAKY
Kekurangan yodium merupakan penyebab utama gondok endemik dan
terdapat di daerah-daerah dimana tanahnya tidak mengandung banyak yodium,
hingga produk yang dihasilkannya juga miskin akan yodium. Kekurangan
yodium menyebabkan hiperplasia tiroid sebagai adaptasi terhadap kekurangan
tersebut. Zat goitrogen seperti yang ditemukan pada kubis dapat
menyebabkan pembesaran kelenjar gondok, begitu pula dengan beberapa
bahan makanan lain misalnya kacang tanah, kacang kedele, singkong, bawang
merah, bawang putih.

Flour dan kalsium menghambat penggunaan yodium oleh tiroid hingga


merupakan goitrogen juga. Air minum yang kotor diduga terdapat zat
goitrogen yang dapat dihilangkan jika dimasak. Faktor keturunan dapat
mengurangi kapasitas fungsi tiroid atau gangguan pada reabsorbsi yodium
oleh tubulus ginjal (Pudjiadi, 2002).

Pada tahun 2003 terdapat lebih dari 1,9 miliar penduduk dunia
termasuk juga diantaranya 285 juta anak mempunyai asupan yodium yang
tidak adekuat. WHO memperkirakan pada tahun 2007 jumlah penduduk dunia
yang masih menderita kekurangan yodium adalah 2 miliar jiwa dan 30%
diantaranya merupakan anak-anak yang masih sekolah. Dapat dilihat pada
Gambar 1, GAKY masih menjadi masalah kesehatan di 32 negara di dunia.
Gambar 1. Besaran masalah yodium di berbagai negara pada anak usia
sekolah (pengukuran menggunakan median ekskresi yodium
urin) tahun 2011.

Sejak tahun 2003 WHO dan beberapa organisasi dunia melakukan


intervensi program dan hasilnya berefek pada banyak negara yang berhasil
mengoptimalkan asupan yodium. Risiko kekurangan yodium pada anak
sekolah juga berkurang sebanyak 5% dan terus berkurang sampai tahun 2011.

D. Penilaian Status Gizi pada Penderita GAKY

1. Total Goiter Rate (TGR) dengan Metode Palpasi

TGR merupakan ukuran kelanjar tiroid yang berubah sesuai dengan


asupan yodium. Dikatakan goiter/gondok jika masing-masing lobus
kelenjar tiroid mempunyai volume lebih besar dari normal pada falang
distal pemeriksa. Klasifikasi TGR dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi TGR dengan Metode Palpasi

Derajat Gambaran
0 Tidak terlihat dan tidak teraba
1 Teraba tapi tidak terlihat, leher pada posisi normal
Terlihat pembesaran di leher meskipun leher pada posisi
2
normal

Skrining GAKY lebih sering dilakukan pada anak SD karena


mempertimbangkan kemudahan pengambilan sampel juga dapat
representatif dari populasi daerah survei. Walaupun metode TGR
memiliki kelebihan yaitu tidak memerlukan instrumen, bisa mencapai
jumlah yang besar dalam periode waktu yang singkat, tidak bersifat
invasif dan hanya menuntut sedikit ketrampilan, tetapi metode ini
memiliki kelemahan. Di daerah endemis ringan, TGR dengan palpasi
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang kurang. Oleh karena itu
penentuan TGR dengan Ultrasonography (USG) lebih disukai karena bisa
menunjukkan angka TGR yang objektif dan relatif tidak mahal.

Tabel 4. Kriteria Epidemiologis untuk Menilai Derajat Keparahan


Defisiensi Yodium Berdasarkan Prevalensi Goiter pada
Anak Usia Sekolah

Persentase TGR Derajat Defisiensi Yodium


0.0-4.9% Normal
5.0-19.9% Ringan
20.0-29.9% Sedang
≥ 30% Berat

2. Total Goiter Rate (TGR) dengan Metode USG

Objektivitas bisa didapatkan dalam survei gondok dengan


pengukuran-pengukuran ultrasonografi seperti yang digunakan dalam
penelitian medis lainnya, contohnya dalam perawatan antenatal. Teknik
ini mulai banyak dipakai dan memberikan ukuran tiroid lebih luas dan
bebas dari bias pengukuran. Prosedurnya tidak invasif dan bisa digunakan
untuk mengukur ratusan orang dalam sehari. Teknik tersebut bisa
dipelajari dengan baik dalam beberapa hari.

Kelebihan dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) adalah


memberikan suatu pengukuran objektif dari volume tiroid, dalam
beberapa kasus mungkin bisa menunjukkan pertimbangan terhadap
GAKY dan karenanya program pencegahan yang mahal bisa dihindarkan,
ultrasonografi dengan cepat menggantikan palpasi (Gutekunst, 1990).
Pemeriksaan USG juga merupakan suatu pengukuran yang tepat untuk
melihat pembesaran volume tiroid dibandingkan dengan palpasi. Volume
tiroid yang dihitung berdasarkan panjang, jarak dan ketebalan dari kedua
cuping, volume yang dihitung dibandingkan dengan standar dari suatu
populasi dengan masukan iodium yang cukup. Pengukuran volume tiroid
dengan menggunakan ultrasonografi untuk saat ini hanya bisa dilakukan
oleh dokter ahli yang sudah terlatih dalam teknik ini. Hasil pemeriksaan
volume tiroid pada sampel merupakan penjumlahan dari volume tiroid
kanan dan kiri (Untoro Y, 1999).

WHO (1997) merekomendasikan Thyromobil data yang diterbitkan


untuk menilai volume tiroid pada anak-anak umur 6-15 tahun.
Thyromobil yang dilengkapi dengan alat ultrasonografi untuk memproses
pengukuran yang gondok dengan fasilitas untuk menyimpan contoh urin.
Volume tiroid yang dihitung berdasarkan panjang, jarak dan ketebalan
dari kedua cuping, volume yang dihitung dibandingkan dengan standar
dari populasi yang memiliki masukan yodium yang cukup
(Djokomoeljanto, 2001). Tyromobil mengacu standar dari WHO/ICCIDD
(1997) untuk batas normal volume tiroid Indonesia berdasarkan
pengukuran USG dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Batas Normal Volume Tiroid Berdasarkan USG

Laki-laki Perempuan
Umur
WHO 2001 Indonesia WHO 2001 Indonesia
(tahun)
(ml) (ml) (ml) (ml)
6 3,8 2,4 3,6 4,0
7 4,0 3,9 4,2 4,1
8 4,3 4,6 4,9 6,1
9 4,8 5,9 5,7 6,7
10 5,5 6,8 6,5 7,5
11 6,4 7,8 7,4 8,0
12 7,4 8,1 8,3 9,9

3. Urinary Iodine Excretion (UIE)

Pemeriksaan UIE dalam urin sangat penting dilakukan mengingat


90% yodium diekskresikan melalui urin sehingga UIE dapat
menggambarkan asupan yodium seseorang. Berat ringannya endemisitas
GAKY berdasarkan ekskresi yodium dalam urin menggunakan kriteria
epidemiologi untuk memperkirakan gizi dasar tentang yodium pada
median urin.

Tabel 6. Kriteria Epidemiologi dalam Menaksir Yodium


Berdasarkan Median Konsentrasi Yodium Urin pada
Anak Usia Sekolah

Median
dalam Urin Asupan Yodium Status Yodium
(μg/L)
<20 Tidak cukup Defisiensi yodium berat
20-49 Tidak cukup Defisiensi yodium sedang
50-99 Tidak cukup Defisiensi yodium ringan
100-199 Adekuat Nutrisi yodium adekuat
Adekuat untuk ibu hamil, tapi lebih
200-299 Lebih dari cukup
untuk populasi secara umum
Hipertiroidisme yang diinduksi
≥300 Berlebihan
yodium, penyakit tiroid autoimum

Nilai median UIE dalam suatu populasi dapat digunakan untuk


mengukur derajat endemisitas GAKY (Rachmawati, 1993). Klasifikasi
endemisitas Gangguan Akibat Kekurangan Yodium berdasarkan median
UIE ditunjukan dalam Tabel 7.

Tabel 7. Kriteria epidemiologi untuk penentuan derajat endemisitas


GAKY berdasarkan median UIE

Median UIE
Derajat Endemisitas
(µg/L)
Non Endemis ≥ 100
Endemis Ringan 50-99
Endemis Sedang 20-49
Endemis Berat < 20
Sumber: WHO, 1994
4. Thyroid Stimulating Hormone (TSH)

TSH merupakan indikator yang sensitif status yodium periode baru


lahir. Dibandingkan dengan orang dewasa, tiroid pada bayi baru lahir
mengandung lebih sedikit yodium tetapi memiliki tingkat turnover
yodium yang lebih tinggi. Hal yang juga mendasari pemakaian TSH
sebagai indikator adalah karena sekresi hormon dikendalikan hipotalamus
melalui mekanise feedback negatif. Asupan yodium pada suatu daerah
dikatakan mencukupi jika kadar TSH >5 mU/L.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Yodium adalah bahan dasar essensial untuk pembentukan hormon tiroid.


Yodium yang dimakan akan berubah menjadi yodida, dan diserap tubuh.

2. GAKY di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius


bagi masyarakat mengingat dampaknya sangat besar terhadap kesehatan
dan kecerdasan yang mempengaruhi kelangsungan hidup serta kualitas
sumber daya manusia.

3. Penilaian status gizi pada penderita GAKY dapat dilakukan dengan cara
TGR, UIE, dan TSH.

4. TGR merupakan ukuran kelanjar tiroid yang berubah sesuai dengan asupan
yodium.

5. Pemeriksaan UIE dalam urin sangat penting dilakukan mengingat 90%


yodium diekskresikan melalui urin sehingga UIE dapat menggambarkan
asupan yodium seseorang.
6. TSH merupakan indikator yang sensitif status yodium periode baru lahir.

B. Saran

Diperlukan kombinasi dalam penilaian status gizi pada penderita


GAKY, karena setiap metode penilaian memiliki kekurangan dan
kelebihannya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta : Gramedia, Pustaka Utama,
Cetakan ketiga. p : 261-266

Djokomoeljanto R, Suharyo H, Darmono, Soetardjo, Suhartono T. 1993. Laporan


Penelitian Pengalaman Penggunaan Yodium dalam Minyak Yodiol di
Daerah Gondok Endemik In Kongres Nasional III Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (Perkeni) Kumpulan Naskah Simposium GAKY.
Semarang. Badan Penerbit UNDIP, p:135-155

Djokomoeljanto R. 2001. Thyromobil, Experience in Indonesia. Kumpulan


Naskah Pertemuan Nasional Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY).
Jurnal GAKY Indonesia, April, Vol 1 No 1.p: 1-11

Ganong W.F.1979.’ Fisiologi Kesehatan ‘ dalam Adji Dharma (ed). Review of


Medicine Physiology. 9 th ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
p:283-303

Gatie, Asih Luh. 2006. Validasi Total Goitre Rate (Tgr) Berdasar Palpasi
Terhadap Ultrasonografi (Usg) Tiroid Serta Kandungan Yodium Garam
Dan Air Di Kecamatan Sirampog Kabupaten Brebes (Studi Pada Anak
Sekolah Dasar Tahun 2006). Tesis. Universitas Diponegoro Semarang.

Hetzel, BS. 1996. S.O.S. For A Billion - the nature and magnitude of the Iodine
deficiency disorders. In Hetzel BS, Pandav CS (eds). The conquest of
Iodine deficiency disorder. 2 ed second edition, Oxford University Press,
p:I3 – 57 ICCIDD/UNICEF/WHO. 2001. Assessment of Iodine Deficiency
Disorders and Monitoring of Their Elimination : a guide for programme
managers Second edition.

Rachmawati, B.1993. Hubungan antara kadar yodium dalam garam konsumsi


dengan derajat endemisitas GAKY. In: Kongres Nasional III Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (Perkeni). Kumpulan Naskah lengkap Simposium
GAKY. Semarang, Badan Penerbit UNDIP, p:67- 75

Satoto. 2002. Selenium Dan Kurang Yodium. Jurnal GAKY Indonesia. April (1) :
33-40
Supariasa, I Dewa Nyoman, Bachyar Bakri, Ibnu Fajar. 2002. Penilaian Status
Gizi. Jakarta: EGC

Syahbuddin, S. 2002. GAKY Dan Usia. Jurnal GAKY Indonesia. Agustus, Vol 1
No 2. p: 12-18

Anda mungkin juga menyukai