Anda di halaman 1dari 16

MIKROMINERAL

SKENARIO
Seorang ahli gizi ditugaskan untuk mengatasi permasalahan gizi di daerah
pegunungan. Berdasarkan hasil laporan dari dinas kesehatan setempat, diketahui
bahwa prevalensi total goiter rate (TGR) pada anak sekolah adalah sebesar 20%,
prevalensi anak kretin sebesar 25% dan median kadar yodium urin sebesar 45
mcg/L pada anak sekolah. Ahli gizi tersebut kemudian melakukan pengukuran
kadar yodium dalam garam dan diketahui bahwa rata-rata garam pada daerah
tersebut memiliki kadar yodium 20 ppm. Selain itu, berdasarkan hasil survey
diet yang dilakukan oleh pemerintah setempat diketahui bahwa penduduk
setempat sangat sering mengonsumsi sayur kembang kol dan kubis yang diketahui
bersifat goitrogenik. Hasil analisis survey konsumsi makanan juga menunjukkan
rendahnya asupan selenium dari dalam diet (hanya 50% dari pemenuhan kebutuhan
harian selenium). Ahli gizi tersebut kemudian mengajukan untuk dilakukan
pemeriksaan kadar TSH dan tiroglobulin pada anak SD namun tidak disetujui oleh
dinas kesehatan setempat. Ahli gizi tersebut kemudian menyarankan pemberian
suplementasi yodium pada anak SD yang kemudian ditentang oleh seorang peneliti
dari BP GAKY setempat karena potensi hipertiroidisme yang ditimbulkan akibat
suplementasi yodium.

Kosakata

 Total goiter rate (TGR)


Angka prevalensi gondok yang dihitung bedasarkan stadium pembesaran
kelenjar gondok, baik yang teraba (palpable) maupun yang terlihat (visible).
TGR di gunakan untuk menentukan endemisitas GAKY.
 Kretinisme
Penyakit hioptiroidisme bawaan yang dapat menyebabkan keterbelakangan
mental dan kelainan pertumbuhan pada anak
 Median yodium urin
Rata - rata nilai tengah kadar ekskresi yodium urine pada populasi
 Goitrogenik
Zat dalam beberapa bahan makanan baik itu buah atau pun sayur yang
berpotensi menimbulkan penyakit gondok. Goitrogen bekerja dengan cara
menghalangi atau mengganggu produksi hormon kelenjar gondok atau kelenjar
tiroid.
 TSH
Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofise otak bagian anterior dan
berfungsi untuk memelihara pertumbuhan dan perkembangan kelenjar tiroid
dan merupakan stimulator bagi sekresi hormon T4 dan T3 yang dihasilkan oleh
kelenjar
 Tiroglobulin
Glikoprotein berukuran besar yang diproduksi kelenjar tiroid sebagai prekursor
bagi hormon tiroid dan berfungsi sebagai protein mayor yang terlibat pada
metabolisme yodium.
 Hipertiroidisme
Gangguan dimana kelenjar tiroid di leher membuat dan melepaskan lebih
banyak hormon tiroid lebih dari kebutuhan tubuh

Bahan Diskusi :

1. Apa permasalahan yang terjadi pada kasus diatas? Apa buktinya?

Masalah yang dihadapi pada kasus tersebut adalah defisiensi yodium


pada daerah pegunungan. Defisiensi yodium yang berat merupakan penyebab
utama terjadinya masalah GAKY. Oleh karena itu, prevalensi paling tinggi dari
GAKY memusat di wilayah-wilayah yang kandungan yodium dalam tanah dan
air sangat kurang atau tidak mengandung yodium sama sekali, dan pola makan
penduduknya mencerminkan masukan sumber yodium rendah. Namun
beberapa faktor lain diduga berpengaruh atas terjadinya GAKY. Faktor lain
yang sudah dikenal secara luas adalah golongan kimiawi yang disebut
goitrogen, antara lain dihasilkan oleh ubi kayu yang mengandung cyanogenic
glycoside yang dalam tubuh diubah menjadi thiocyanate, goitrin yang
dihasilkan oleh spesies Brasicca seperti kubis, brokoli, yang dihasilkan oleh
millet, dan lain-lain (Satoto, 2001).
Daerah pegunungan pada kasus diatas merupakan daerah endemis GAKY
dibuktikan dengan prevalensi total goiter rate (TGR) pada anak sekolah
adalah sebesar 20%, prevalensi anak kretin sebesar 25% dan median kadar
yodium urin sebesar 45 mcg/L pada anak sekolah. Kemudian dilakukan
pengukuran kadar yodium dalam garam dan diketahui bahwa rata-rata garam
pada daerah tersebut memiliki kadar yodium 20 ppm. Selain itu, berdasarkan
hasil survey diet yang dilakukan oleh pemerintah setempat diketahui bahwa
penduduk setempat sangat sering mengonsumsi sayur kembang kol dan kubis
yang diketahui bersifat goitrogenik. Hasil analisis survey konsumsi makanan
juga menunjukkan rendahnya asupan selenium dari dalam diet (hanya 50% dari
pemenuhan kebutuhan harian selenium). Dimana selenium berperan dalam
fungsi sistem imun,dan merupakan kofaktor bagi enzim diodinasi yang
mengubah hormon T4 menjadi T3 dan juga mengubah hormon T3 menjadi
T2.

2. Jelaskan metabolisme yodium dalam tubuh!


Iodium mudah diserap dalam bentuk iodida. Ekskresi iodium
dilakukan melalui ginjal, jumlahnya berkaitan banyaknya yang dikonsumsi.
Dalam bentuk ikatan organik di dalam makanan hewani hanya separuh iodium
yang dikonsumsi dapat diserap. Di dalam darah, iodium terdapat dalam bentuk
bebas dan terikat protein. Bentuk iodium yang mudah diabsorpsi oleh tubuh
adalah iodida. Iodida cepat diserap oleh usus dan diasimilasi oleh kelenjar
tiroid untuk digunakan dalam memproduksi hormon tiroid. Iodium yang
terbentuk berikatan dengan asam amino, yaitu tirosin kurang terserap dengan
baik oleh tubuh. Manusia dewasa mengandung 15-20 mg iodium, 70-80% di
antara nya berada di kelenjar tiroid. Metabolisme iodium berperan penting
pada pembentukan hormon tiroid. Hormon tiroid berupa tetraiodotironin atau
tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) mengandung atom iodium pada sebagai
bagian dari strukturnya dan sintesisnya terjadi pada struktur unik yang disebut
folikel tiroid. Iodida mencapai sel tiroid melalui aliran darah yang memasuki
membran baso lateral. Kelenjar tiroid terdiri dari beberapa folikel yang dilapisi
oleh sel folikel yang terletak pada dasar membran. Folikel berisi bahan kental
yang disebut koloid. Koloidnya berupa glikoprotein yang disebut tiroglobulin.
Kelenjar tiroid mengeluarkan 80 mikrogram iodium dalam bentuk
hormon T3 dan T4 per hari, 40 mikrogram iodium yang disekresi muncul
dalam cairan ekstraseluler per hari. Metabolisme T3 dan T4 di hati melepaskan
sekitar 60 mikrogram iodium ke cairan ekstraseluler dan 20 mikrogram iodium
ke dalam empedu dan akan diekskresukan dalam tinja. Rata-rata 480
mikrogram iodium diekskresikan dalam urine dan 20 mikrogram
diekskresikan dalam tinja per hari.

3. Indikator apa yang paling baik untuk menandakan status yodium dalam
tubuh? Berapa kadar normalnya?

Terdapat 4 indikator yang direkomendasikan untuk mengukur status


iodium (kecukupan iodium) dalam tubuh antara lain ekskresi iodium urin atau
Urinary Iodine Excretion (UIE), ukuran kelenjar tiroid, TSH dan Tiroglobulin
(Tg).
Indikator terbaik untuk mengetahui status iodium individu adalah
TSH blood spot pada bayi baru lahir dan TSH serum pada anak dengan usia
lebih tinggi/anak usia sekolah (AUS) dan pada orang dewasa. Nilai normal
TSH tergantung dari reagen atau kit yang digunakan. Sebagai contoh nilai
normal pemeriksaan TSH di laboratorium Balai Litbangkes Magelang saat ini
(dulu bernama Balai Litbang GAKI) dengan menggunakan reagen atau kit
merk Human dari Jerman adalah TSH blood spot 0,7-34 µIU/L dan TSH serum
0,3-4 µIU/L.
Sedangkan untuk populasi atau masyarakat, indikator status iodium
terbaik adalah UIE dan Tiroglobulin (Tg). Indikator UIE merupakan indikator
biologis yang murah dan mudah diterapkan untuk menilai status iodium di
masyarakat. UIE menggambarkan konsumsi iodium harian karena 90 %
masukan iodium akan dikeluarkan kembali melalui urine. Namun indikator ini
juga memiliki kekurangan karena hanya menggambarkan status iodium sesaat
yang dapat berubah dengan cepat dari hari ke hari, bahkan pada individu
tertentu dapat berubah dalam satu hari.
Kriteria epidemiologi untuk menilai suatu daerah telah mendapatkan
cukup atau masih kekurangan iodium berdasarkan UIE pada AUS adalah
sebagai berikut: kekurangan iodium tingkat ringan apabila nilai median UIE
50-90 µg/L; kekurangan iodium tingkat sedang apabila nilai median UIE 20-
49 µg/L; dan kekurangan iodium tingkat berat apabila nilai median UIE < 20
µg/L. WHO merekomendasikan nilai normal median UIE populasi adalah 100-
199 µg/L, sehingga median dibawah 100 µg/L menunjukkan daerah tersebut
kekurangan iodium. Suatu populasi dikatakan tidak bermasalah dalam bidang
GAKI jika kadar iodium urine kurang dari 100 µg/L tidak lebih dari 50%.
Indikator Tg merupakan indikator biologis baru yang dianggap lebih
sensitif untuk menilai status iodium di masyarakat dan dapat digunakan untuk
mengevaluasi program iodisasi garam. Indikator ini juga memiliki korelasi
yang baik dengan UIE dan pembesaran kelenjar tiroid. Kadar Tg serum akan
meningkat jika terjadi pembesaran kelenjar tiroid yang merupakan
karakteristik kekurangan iodium. Keadaan ini akan terjadi setelah seseorang
mengalami kekurangan iodium yang cukup lama, berbulan-bulan bahkan
tahunan. Namun, pemeriksaan Tg saat ini masih merupakan pemeriksaan yang
mahal, terutama di negara-negara berkembang.
Nilai normal Tg tergantung reagen atau kit yang digunakan. Di
laboratorium Balai Litbangkes Magelang, saat ini menggunakan reagen kit
DRg diagnostik dengan metode Elisa menghasilkan nilai normal 2-50 Ng/mL.
sedangkan batas normal Tg menggunakan sampel bercak darah kering atau dry
blood spot (DBS) pada anak usia sekolah yang digunakan WHO adalah 4-40
µg/L.
4. Sebutkan bahan makanan yang tinggi yodium!
Iodium terdapat dalam tubuh manusia dewasa sehat dalam jumlah
yang sangat sedikit, yaitu sebanyak 15-23 mg atau 0,00004% dari total berat
badan. Tubuh manusia tidak dapat membuat unsur iodium bebas sendiri namun
harus mendapatkan iodium secara alamiah dari luar tubuh yang berasal dari
makanan dan minuman.
Makanan sumber iodium sangat baik adalah bahan makanan yang
berasal dari laut berupa ikan, udang, kerang, minyak ikan dan rumput laut. Ikan
air asin mengandung iodium 30-300µg/100g sedangkan ikan air tawar sebanya
2-4µg/100g. Garam laut bukanlah sumber yang bagus karena iodida di
dalamnya mudah hilang selam pemrosesan. Kandungan iodium dari biji-bijian,
sayuran, buah-buahan bervariasi tergantung iodium di dalam tanah. Tanaman
yang tumbuh di daerah pantai mengandung banyak iodium karena air dan
tanah di daerah pantai memiliki kandungan iodium yang tinggi. Kandungan
iodium daging tergantung pada iodium tanah dan tanaman yang dimakan oleh
hewan ternak. Kandungan iodium dalam susu sapi dan telur ditentukan oleh
kandungan iodida yang tersedia dalam makanan hewan. Bahan makanan
mentah memiliki kandungan iodium lebih tinggi daripada bahan pangan yang
sudah diolah. Sumber iodium juga berupa iodofen yang terdapat pada tanbahan
pangan seperti desinfektan dalam pengolahan susu, pewrana dan pengembang
adonan. Sumber tersebut menambah jumlah iodium yang besar ke dalam
makanan.
Rata-Rata Kandungan Iodium Dalam Kelompok Bahan Makanan Di
Berbagai Letak Geografis
No Bahan Pantai Dataran Dataran Pegunungan
Makanan rendah tinggi
µg/100g µg/100g µg/100g µg/100g
1 Sayuran daun 108 126 196 80
2 Sayuran buah 96 146 125 96
3 Serealia 409 182 120 225
4 Umbi 97 126 260 73
5 Telur 177 131 97 189
6 Unggas 289 - 69 297
7 Ikan air tawar 112 - 113 42
8 Susu 989 - - -
9 Daging sapi 920 - - -
Sumber : Balai Litbangkes Magelang

Rata-Rata Kandungan Iodium Kelompok Bahan Makanan Utama


Hasil Survey DFID United Kingdom Tahun 2003
No Jenis makanan Kandungan Iodium
(µg/100g)
1 Ikan Laut 145,59
2 Garam 59,19
3 Ikan air tawar 10,28
4 Kacang-kacangan 9,97
5 ASI 9,39
6 Sayuran berdaun 8,88
7 Susu 8,39
8 Sayuran lainnya 8,01
9 Daging 6,84
10 Bumbu/rempah-rempah 6,17
11 Sereal 5,63
12 Minyak dan lemak 3,64
13 Buah segar 3,06
14 Permen 2,33
15 Roti 1,70
16 Air 0,64
Sumber : Balai Litbangkes Magelang
5. Sebutkan bahan makanan yang mampu menghambat penyerapan yodium!
Salah satu bahan yang dapat menimbulkan GAKY adalah bahan
goitrogenik. Bahan ini bekerja secara kompetitif dalam proses “uptake”
(pengikatan) yodium oleh kelenjar thyroid. Sehingga hal tersebut akan
menyebabkan rendahnya kadar thyroxin yang selanjutnya akan berakibat pada
membesarnya kelenjar thyroid (Merryana dkk, 2002). Selain itu, zat tersebut
juga dapat menghambat perubahan yodium dari bentuk anorganik menjadi
bentuk organik sehingga menghambat pembentukan hormon tiroksin. Zat
tersebut ditemukan dalam sayuran jenis brassica seperti kubis, lobak, kol
kembang. Di samping itu juga ditemukan dalam kacang kedelai, kacang tanah
dan obat-obatan tertentu.
Goitrogen dapat dikelompokkan ke dalam kategori berdasarkan cara
kerja pada metabolisme yodium dalam pembentukan hormon tiroksin.
Kelompok pertama adalah tiosianat atau senyawa mirip tiosianat yang secara
primer menghambat mekanisme transport aktif yodium ke dalam kelenjar
tiroid. Makanan-makanan kaya tiosianat atau senyawa mirip tiosianat antara
lain ubi kayu, jagung, rebung, ubi jalar, dan buncis besar. Kelompok goitrogen
kedua adalah kelompok tiourea, tionamide, tioglikoside, bioflavonoid dan
disulfide alifatik. Kelompok ini bekerja menghambat proses organifikasi
yodium dan kopling yodotirosin dalam pembentukan hormon tiroid aktif.
Kelompok ini ditemukan dengan konsentrasi tinggi pada berbagai makanan
pokok di daerah tropis seperti sorgum, kacang-kacangan, kacang tanah,
bawang merah dan garlic. Kelompok ketiga bekerja pada proses proteolisis dan
rilis hormone tiroid. Senyawa terpenting dari kelompok ini adalah yodida
(Thaha dkk, 2001).
Goitrogenik dapat ditemukan pada bahan makanan yang banyak
mengandung HCN yang berasal dari singkong atau glikosida dan cyanogenik
lain yang terdapat dalam berbagai jenis kacang-kacangan. Di dalam tubuh,
HCN yang didetoksikasikan di dalam hati menjadi HCNS (asam rhodanat). Zat
ini menghambat yodium untuk masuk ke dalam sel kelenjar tiroid. Hal ini
dapat dijumpai di daerah endemic GAKY di pegunungan Andek, Amerika
Selatan yang masyarakatnya mengkonsumsi singkong sebagai bahan makanan
pokoknya

6. Berapa anjuran konsumsi yodium dari makanan?


Sejak tahun 1930an persyaratan asupan iodium telah dipublikasikan
berdasar hasil studi keseimbangan dan pada perhitungan rata-rata kehilangan
urine harian.
Rekomendasi asupan iodium sehari menurut WHO tahun 2007
No Usia atau Kelompok Populasi Asupan Iodium
(µg/100g)
1 Anak (0-5 tahun) 90
2 Anak (6-12 tahun) 120
3 Dewasa > 12 tahun 150
4 Ibu hamil 250
5 Ibu menyusui 250
Sumber : Balai Litbangkes Magelang

Toleransi Batas Atas Asupan Iodium Menurut Kelompok Umur


Menurut Institute of Medicine 2001
Kelompok umur Asupan iodium (µg/100g)
1-3 tahun 200
4-6 tahun 300
7-10 tahun 300
11-14 tahun 300
15-17 tahun 900
Dewasa 1100
Ibu hamil >19 tahun 1100
Sumber : Balai Litbangkes Magelang
Tabel diatas dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan batas
konsumsi makanan sumber iodium yang aman dalam sehari-hari.
7. Mengapa dinas kesehatan setempat tidak menyetujui penggunaan analisis
TSH dan tiroglobulin pada populasi?

Kadar TSH adalah indikator yang baik untuk penilaian status iodium
pada individu bukan pada populasi, sedangkan kadar Tg merupakan indikator
yang baik untuk penilaian status iodium populasi namun biaya
pemeriksaannya sangat mahal apalagi untuk program penanggulangan GAKI
di negara berkembang. Apabila ingin menggunakan pemeriksaan TSH dan Tg
pada populasi, biasanya disarankan dengan menggunakan sampling misalnya
pada ibu hamil, dalam kasus ini bias dengan sampling anak usia sekolah
dengan begitu pemerintah setempat dapat memastikan fungsi tiroid pada
sampling AUS namun biaya yang dikeluarkan juga tidak membengkak.
Penilaian status iodium pada populasi yang terbaik adalah UIE atau ekskresi
iodium urine karena metodenya murah dan mudah dilakukan. Dalam kasus ini
sudah dilakukan pemeriksaan UIE anak sekolah dengan hasil 45 µg /L yang
artinya daerah tersebut mengalami kekurangan iodium tingkat sedang dengan
nilai median UIE 20-49 µg/L

8. Apabila dinas kesehatan setempat meminta pendapat Anda mengenai


perbedaan pendapat antara ahli gizi dan peneliti dari BP GAKY mengenai
suplementasi yodium, apa saran Anda? Dukung dengan hasil penelitian
terkini!
Pada tahun 2009 Dirjen Bina Masyarakat telah mengeluarkan Surat
Edaran (SE) dengan nomor JM.03.03/BV/2195/2009 yang berisi kebijakan
dalam rangka percepatan penanggulangan GAKI dengan salah satu pointnya
adalah menghentikan pemberian suplementasi minyak iodium pada semua
sasaran yaitu WUS, ibu hamil, ibu menyusui dan anak SD/MI. SE tersebut
dikeluarkan berdasarkan hasil Riskesdas 2007 yang menunjukkan gambaran
nasional bahwa konsumsi iodium telah melebihi dari jumlah yang dianjurkan.
Hasil survey yang diwakili 30 kabupaten / kota menunjukkan bahwa dari hasil
pemeriksaan urine, median kadar UIE anak umur 6-12 tahun adalah 224 µg/L,
jumlah ini masuk kategori diatas angka kecukupan yang dianjurkan WHO
yaitu 100-199 µg/L. Sejak SE tersebut dikeluarkan, suplemen kapsul iodium
sudah tidak diproduksi sehingga sulit didapatkan.
Data nasional Riskesdas 2013 Badan Litbang Kesehatan, kadar
median UIE pada anak usia sekolah sekitar 215 µg/L, lebih dari batas normal
yang artinya asupan iodium lebih dari cukup. Hasil Analisis Cemaran Kimia
Makanan (ACKM) menunjukkan bahwa makanan olahan atau jajanan seperti
sosis merupakan salah satu contributor tingginya asupan iodium pada
kelompok umur 6-12 tahun.
Walaupun dalam kasus contoh di daerah tersebut kadar UIE kurang
dari normal, namun solusi yang terbaik untuk penanggulangan GAKI bukan
dengan suplementasi iodium sebab berisiko menyebabkan kelebihan asupan
iodium. Kelebihan asupan iodium dalam jangka waktu lama berdampak pada
kejadian hipertiroidisme. Selain itu, efek dari kelebihan asupan iodium juga
dapat mengakibatkan hipotiroidisme. Keadaan penurunan hormon tiroid dalam
kondisi konsentrasi iodida tinggi dikenal dengan istilah “wolff-chaikoff
effect”. Mekanisme penyebabnya belum semua jelas, namun kegagalan
adaptasi tubuh memiliki peran mengakibatkan kondisi tersebut.
Hasil penelitian terkini terkait ekses (kelebihan) iodium pada anak
sekolah adalah sebagai berikut :
a. Penelitian Ina Kusrini dkk dari Balai Litbangkes Magelang tahun 2017
dengan judul Determinan Ekses Iodium pada Anak Sekolah di Wilayah
dengan Riwayat Ekses Iodium di Indonesia, menunjukkan bahwa status
iodium responden di Kabupaten Dharmasraya dalam kategori optimal
(UIE : 225 µg/L) serta Kabupaten Demak dan Grobogan dalam kategori
ekses iodium (UIE : 446 µg/L dan 435 µg/L) dengan determinan adalah
kadar iodium dalam air minum dan mie dengan konsumsi lebih dari 3
kali per minggu.
b. Penelitian Slamet Riyanto dkk tahun 2017 dengan judul Fungsi Tiroid
dan Kognitif Siswa Sekolah Dasar dengan Stunting di Daerah Replate
dan Non Replate GAKI, menunjukkan bahwa hasil median UIE baik
pada kelompok responden stunting di daerah replete GAKI maupun
kelompok responden stunting di daerah non replete GAKI memiliki
kadar UIE lebih dari cukup (200-299 µg/L) yaitu 227 µg/L dan 267, 5
µg/L serta berisiko menginduksi terjadinya hipertiroid.
c. Penelitian Moh. Samsudin dkk tahun 2013 dengan judul Status Iodium
pada Anak Usia Sekolah 6 -12 Tahun di daerah dengan Nilai Ekskresi
Iodium Urin (EIU) Tinggi menunjukkan bahwa nilai median EIU
responden anak usia sekolah di Kabupaten Demak yaitu di Desa Pidodo
: 4266 µg/L dan di Desa Sampang : 6216 µg/L Blora sedangkan di
Kabupaten Blora yaitu di Desa Japah : 333 µg/L. Tingginya nila EIU di
Kabupaten Blora diduga terutama berasal dari asupan garam beriodium
sedangkan di Kabupaten Demak diduga bukan karena tingginya asupan
iodium, tetapi karena sebab lain yang perlu diteliti lebih lanjut.
Beberapa literature mengatakan bahwa suplementasi iodium
sebaiknya dilakukan pada ibu hamil, diantaranya :
a. Jurnal Astuti Lamid (2013) dengan judul Efikasi Iodium Dosis Rendah
ditambah Beta Karoten pada Ibu Hamil terhadap TSH Neonatal di
Daerah Endemik GAKI menunjukkan ibu hamil yang menerima iodium
dosis rendah ditambah beta karoten (30 mg iodium ditambah 30 mg beta
karoten) secara signifikan memiliki risiko lebih rendah untuk memiliki
bayi dengan TSH neonatal yang tidak normal dibandingkan dengan ibu
hamil yang mendapat dosis tinggi (200 mg iodium).
b. Jurnal Ina Kusrini, dkk (2016) berjudul Hipotiroidisme pada Ibu hamil
di Daerah Replete dan Non-Replete Gondok di Kabupaten Magelang
menunjukkan bahwa prevalensi hipotiroid pada ibu hamil terjadi pada
trimester 1, 2 dan 3 dengan prevalensi tertinggi pada ibu hamil yang
berada di trimester ketiga. Hipotiroid yang terjadi terdiri dari over
hypothyroid, hipotiroid subklinis dan hypothyroxinemia. Saran
penelitian adalah pemberian asupan iodium selain garam beriodium
diperlukan mengingat tingginya prevalensi hipotiroid pada ibu hamil,
singkatnya masa kehamilan dan dampaknya yang serius sedangkan di
sisi lain meski konsumsi rata-rata garam beriodium memenuhi syarat.
Analisis yang dilakukan oleh Donny K. Mulyantoro tahun 2017
dengan judul Perlukah Wanita Hamil Mendapat Suplementasi iodium?
menyatakan bahwa suplementasi iodium pada wanita hamil sebagai alternatif
sementara untuk memenuhi kebutuhan iodium wanita hamil perlu
dipertimbangkan menggunakan dosis harian 150 µg per hari

9. Jelaskan peran pestisida dan pupuk pada sayuran goitrogenik.


Pestisida termasuk juga goitrogen sintetik dimana yang termasuk
adalah insektisida seperti DDT, DDD, Dieldrin, fungisida, Sulfonamid
(bakteriostatik), antibiotic (tetrasiklin). Insektisida ini menyebabkan ekskresi
berlebihan T4 glukoronat oleh empedu ke dalam usus dan melebihi
kemampuan usus mengabsorbsi kembali tiroksin. Fungisida dalam pengaruh
panas akan didegradasi menjadi senyawa yang dapat menghambat yodisasi dan
penggandengan yodotirosin. Sulfanilamis serupa dengan tionamid tetapi
pengaruhnya tetap kuat. Tetrasiklin bekerja sebagai zat anti tiroid karena
secara khas mengganggu penggandengan yodotirosin

10. Menurut Anda, apa strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan
gizi di daerah tersebut?
Strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan gizi di daerah
tersebut adalah memberikan KIE untuk peningkatan asupan iodium, dalam
kasus ini dengan meningkatkan asupan bahan makanan sumber iodium dan
mengurangi bahan makanan tinggi zat goitrogenik; mewajibkan penggunaan
garam beriodium dengan kandungan minimal 30 ppm; melakukan deteksi dini
kretin pada bayi baru lahir; melakukan surveilans GAKI dengan melibatkan
pihak-pihak terkait; serta dengan melakukan pemberdayaan masyarakat
setempat untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik tentang GAKI
sehingga pola hidup masyarakat terkait GAKI bisa diubah menjadi lebih baik.
Hal ini didukung dengan jurnal-jurnal penelitian terbaru terkait pemberdayaan
masyarakat diantaranya :
a. Tahun 2016 penelitian Asih Setyani dkk dengan judul Pemberdayaan
Masyarakat dalam Meningkatkan Pengetahuan, Sikap dan Praktik Wanita
Usia Subur (WUS) tentang GAKI menunjukkan model pemberdayaan
masyarakat untuk penanggulangan GAKI berpengaruh terhadap
peningkatan pengetahuan dan praktik WUS tentang GAKI, namun tidak
berpengaruh terhadap sikap WUS tentang GAKI.
b. Tahun 2017 penelitian Noviati Fuada dkk dengan judul Evaluasi
Pemberdayaan Masyarakat dalam Penanggulangan GAKI dengan Metode
SWOT di Kabupaten Wonosobo menunjukkan hasil bahwa model
pemberdayaan masyarakat untuk pencegahan GAKI di desa Pulosaren dapat
diterapkan. Penerapan model pemberdayaan masyarakat sangat prima dan
mantap, memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal.
Strategi utama adalah mempertahankan dan mengoptimalkan kekuatan
sosial dari kearifan lokal ‘guyub rukun’ yang dimiliki masyarakat;
memastikan posyandu tetap aktif ataupun melakukan inovasi program
posyandu; serta terus melakukan penyegaran pelatihan penyuluhan dengan
menyederhanakan materi pelatihan ataupun model penyampaian
pengetahuan yang lebih efektif.
c. Tahun 2018 penelitian oleh Cati Martiyana dkk berjudul Diskusi dengan
Leaflet Versus Ceramah dengan Lembar Balik dalam Meningkatkan
Pengetahuan, Sikap dan Keyakinan WUS mengenai GAKI di Perdesaan
Endemik GAKI menghasilkan kesimpulan bahwa metode diskusi dengan
leaflet dan ceramah dengan lembar balik setara dalam meningkatkan
pengetahuan, sikap dan keyakinan individu dan keduanya dapat menjadi
alternatif pendidikan kesehatan mengenai GAKI di wilayah perdesaan
endemik GAKI.
d. Tahun 2019 penelitian oleh Asih Setyani dkk dengan judul Model Analysis,
Design, Development, Implementation, Evaluation (ADDIE) untuk
Pengembangan Media Edukasi Penanggulangan GAKI menunjukkan
bahwa hasil FGD dengan masyarakat media edukasi yang dibutuhkan
berupa buku saku dan lembar balik yang terbuat dari kertas tebal, berwarna,
tidak mudah basah, dan bentuk tulisan dari komputer. Model ADDIE dapat
dipergunakan untuk pengembangan media edukasi berupa buku saku dan
lembar balik untuk penanggulangan GAKI di Desa Pulosaren Kecamatan
Kabupaten Wonosobo.

Anda mungkin juga menyukai