1
BAB I
PENDAHULUAN
1
meningkatnya risiko kesakitan, kematian dan hambatan pada pertumbuhan
baik motorik maupun mental. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Kusharisupeni menyatakan bahwa stunting dibentuk oleh growth faltering dan
catcth up growth yang tidak memadai yang mencerminkan ketidakmampuan
untuk mencapai pertumbuhan optimal, hal tersebut mengungkapkan bahwa
kelompok balita yang lahir dengan berat badan normal dapat mengalami
stunting bila pemenuhan kebutuhan selanjutnya tidak terpenuhi dengan baik
(Kusharisupeni, 2011).
Asupan gizi yang adekuat sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tubuh balita. Masa kritis ini merupakan masa saat balita akan
mengalami tumbuh kembang dan tumbuh kejar. Balita yang mengalami
kekurangan gizi sebelumnya masih dapat diperbaiki dengan asupan yang baik
sehingga dapat melakukan tumbuh kejar sesuai dengan perkembangannya.
Namun apabila intervensinya terlambat balita tidak akan dapat mengejar
keterlambatan pertumbuhannya yang disebut dengan gagal tumbuh. Begitu
pula dengan balita yang normal kemungkinan terjadi gangguan pertumbuhan
bila asupan yang diterima tidak mencukupi. Dalam penelitian yang
menganalisis hasil Riskesdas menyatakan bahwa konsumsi energi balita
berpengaruh terhadap kejadian balita pendek, selain itu pada level rumah
tangga konsumsi energi rumah tangga di bawah rata-rata merupakan penyebab
terjadinya anak balita pendek (Sihadi dan Djaiman, 2011).
Salah satunya asupan makanan yang mengandung protein dan zat gizi lain
kurang dari kebutuhan. Rata-rata asupan kalori dan protein anak balita di
Indonesia masih di bawah Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dapat
mengakibatkan anak balita perempuan dan anak balita laki-laki Indonesia
mempunyai rata-rata tinggi badan masing-masing 6,7 cm dan 7,3 cm lebih
pendek dari pada standar rujukan WHO 2005 (Bappenas R.I, 2011). Protein
dikenal sebagai zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan serta
pemeliharaan tubuh, pertumbuhan berarti penambahan sel/jaringan,
pemeliharaan tubuh memperbaiki jaringan yang rusak-rusak dan pembentukan
antibodi (Widodo, 2009).
2
Biskuit merupakan salah satu makanan ringan yang banyak dikonsumsi
oleh masyarakat. Produk ini merupakan produk kering yang memiliki kadar air
rendah yaitu kurang dari 5%. Produk ini dapat dikonsumsi oleh semua
kalangan usia, baik bayi hingga kalangan dewasa dengan jenis biskuit yang
berbeda-beda (Setyowati dan Nisa, 2014). Bahan baku utama dari pembuatan
biskuit adalah tepung terigu, namun seiring dengan perkembangan jaman
penggunaan tepung non terigu dalam pembautan biskuit banyak
dikembangkan, terutama untuk jenis biskuit yang bebas gluten (Sayangbati,
2013). Selain tepung terigu sebagai bahan utama dalam pembuatan biskuit,
terdapat beberapa bahan penunjang dalam pembuatan biskuit. Menurut
Wulandari (2010), bahan-bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan
biskuit antara lain margarin, susu bubuk, gula halus, kuning telur, garam, dan
baking powder.
Kecambah dapat dimanfaatkan dalam bentuk segar maupun olahan seperti
ditepungkan. Penelitian Aminah dan Nurhidajah (2010) menunjukkan bahwa
karakteristik organoleptik tepung kecambah yang dibuat langsung dari
kecambah yang langsung dikeringkan kurang dapat diterima. Perlakuan
blanching sebelum pengeringan kecambah perlu di coba untuk mendapatkan
karakteristik tepung kecambah yang lebih baik.
Kecambah dari kacang hijau dikenal dengan istilah tauge. Tauge
digunakan sebagai salah satu bahan sayuran yang memiliki nilai gizi tinggi
(Wijayanti dkk., 2013). Vitamin yang dapat ditemukan dalam tauge adalah
vitamin A, C, E, K dan B6, thiamin, riboflavin, niasin, asam pantothen, folat,
kolin dan β-karoten. Mineral yang ditemukan pada tauge adalah kalsium (Ca),
besi (Fe), magnesium (Mg), fosfor (P), potasium (K), natrium (Na), seng (Zn),
tembaga (Cu), mangan (Mn) dan selenium (Se). Asam amino esensial yang
terdapat di dalam tauge meliputi triptofan, treonin, fenilalanin, metionin, lisin,
leusin, isoleusin serta valin. Di dalam tauge terkandung beberapa antioksidan
dan zat yang berhubungan dengan antioksidan yaitu fitosterol, vitamin E (α-
tokoferol), fenol dan beberapa mineral (selenium, mangan, tembaga, seng dan
besi).
3
Proses perkecambah terjadi hidrolisis karbohidrat, protein dan lemak
menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga mudah dicerna. Selama
proses itu pula terjadi peningkatan jumlah protein dan vitamin, sedangkan
kadar lemaknya mengalami penurunan, kecambah kacang hijau kering
memiliki kadar protein tinggi yaitu 38,54 g dan rendah lemak yaitu 12,5 g
disbanding kecmabah kdelai kering yaitu 24,09 g, dan merupakan sumber
vitamin C yang cukup baik yaitu 15 g (Astawan, 2004) (Astawan, 2005;
Winarsi, 2007.
Di Indonesia Ikan Nila (Oreochromis niloticus) termasuk komoditas
unggulan dan pembudidayaannya berkembang cukup baik. Ikan nila
(Oreochromis niloticus) merupakan ikan yang banyak diminati masyarakat
sebagai sumber protein hewani kolesterol rendah dengan kandungan gizi
17,7% protein dan 1,3% lemak, bahkan tidak mengandung karbohidrat
sehingga cocok untuk diet. Ikan nila dikenal sebagai ikan abad 21 yaitu
makanan berprotein tinggi dan tidak mengandung karbohidrat (Sumiarti 2000
dalam Wijaya 2011).
4
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Menganalisis kadar protein pada biskuit MP-ASI yang disubstitusi tepung
kecambah kacang hijau dan tepung ikan nila.
1.3.2.2 Menganalisis mutu protein pada biskuit MP-ASI yang disubstitusi tepung
kecambah kacang hijau dan tepung ikan nila.
1.3.2.3 Menganalisis mutu organoleptik warna, rasa, aroma, tekstur pada biskuit
MP-ASI yang disubstitusi tepung kecambah kacang hijau dan tepung ikan
nila.
1.3.2.4 Membandingkan kadar protein , mutu protein dan mutu organoleptik pada
berbagai kelompok perlakuan biskuit MP-ASI yang disubstitusi tepung
kecambah kacang hijau dan tepung ikan nila.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Peneliti
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1.1 Pengertian
Kacang hijau merupakan salah satu tanaman semusim yang
berumur pendek kurang lebih 60 hari. Tanaman ini disebut juga
mungbean, green gram atau golden gram. Tanaman kacang hijau
merupakan tanaman yang tumbuh hampir di seluruh tempat di
Indonesia , baik di dataran rendah hingga daerah dengan
ketinggian 500 meter dari permukaan laut. Tanaman ini
diklasifikasikan sebagai berikut :
6
Kecambah kacang hijau merupakan hasil pertumbuhan dari
biji kacang hijau yang disemai. Proses ini disertai dengan
mobilisasi cadangan makanan dari jaringan penyimpanan atau
keping biji ke bagian vegetatif (sumber pertumbuhan embrio atau
lembaga). Tauge digunakan sebagai salah satu bahan sayuran
yang memiliki nilai gizi tinggi (Wijayanti dkk., 2013).
7
Vitamin E berperan sebagai antioksidan yang dapat
melindungi asam lemak tak jenuh agar tidak teroksidasi dan juga
sebagai pemelihara keseimbangan intraseluler (Yulfiperius et al.,
2003).
Table 2.2 Kandungan Gizi Kacang Hijau dan Tauge per 100 gram
berat kering
8
Ikan nila merupakan komoditas unggulan yang akan ditargetkan
oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meningkat dari tahun
ke tahun. Pada pasar domestik, permintaan ikan nila semakin
meningkat seiring dengan tingginya kesadaran masyarakat
mengkonsumsi ikan sebagai sumber protein hewani. Secara umum,
bentuk tubuh nila memanjang dan ramping, dengan sisik berukuran
besar. Bentuk matanya besar dan menonjol dengan tepi berwarna putih.
Gurat sisi (linea lateralis) terputus di bagian tengah tubuh, kemudian
berlanjut lagi, tetapi letaknya lebih ke bawah dibandingkan dengan
letak garis yang memanjang di atas sirip dada. jumlah sisik pada gurat
sisi 34 buah. Sirip punggung, sirip perut, dan sirip dubur.Sirip
punggung dan sirip dada berwarna hitam. Pinggir sirip punggung
berwarna abu-abu atau hitam (Kordi, 2010).
9
2.1.2.1 Kandungan Gizi
Ikan nila adalah salah satu jenis ikan yang mudah untuk
dibudidayakan. Ikan ini merupakan jenis ikan vegetarian jadi tidak
mengandung merkuri yang tinggi. Kandungan gizi ikan nila:
2.1.3 Biskuit
Biskuit merupakan salah satu makanan ringan yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat. Produk ini merupakan produk kering
yang memiliki kadar air rendah yaitu kurang dari 5%. Produk ini dapat
dikonsumsi oleh semua kalangan usia, baik bayi hingga kalangan
dewasa dengan jenis biskuit yang berbeda-beda (Setyowati dan Nisa,
2014). Sedangkan menurut SNI (2011), biskuit merupakan produk
bakeri kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang
terbuat dari tepung terigu (dapat dilakukan subtitusi) dan menggunakan
bahan tambahan pangan lain yang diizinkan.
10
2.1.3.1 Syarat Mutu Biskuit
11
1. Tepung terigu
2. Gula
12
Gula memberikan efek melunakan gluten
(Ayustaningwarno, 2014).
13
3. Telur
14
memberikan rasa lembab (moist) pada waktu
4. Lemak
15
5. Susu bubuk
6. Bahan pengembang
16
2.1.3.3 Proses Pembuatan Biskuit
(Mutiara, 2012).
sama, agar ketika dioven biskuit matang secara merata dan tidak
17
2.1.4 Protein
Protein mempunya fungsi khas yang tidak dapat digantikan zat gizi lain
yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Fungsi protein
lainnya yaitu penting dalam pertumbuhan dan pemeliharaan ikatan-ikatan
essensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh,
pembentukan antibodi, dan mengatur zat-zat gizi sumber energi (Almatsier,
2009).
Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode mikro kjeldahl. Prinsip
analisis ini adalah menetapkan protein berdasarkan oksidasi bahan-bahan
berkarbon dan konversi nitrogen menjadi amonia. Selanjutnya amonia bereaksi
dengan kelebihan asam membentuk arnonium sulfat. Setelah larutan menjadi
basa, amonia diuapkan untuk diserap dalam larutan asam borat. Jumlah
nitrogen yang terkandung ditentukan dengan titrasi HCL.
2.1.5 Mutu Protein
Mutu protein bahan makanan ditentukan oleh jenis dan proporsi asam
amino yang di kandungnya. Protein komplit atau protein dengan nilai biologi
tinggi atau bermutu tinggi adalah protein yang mengandung semua jenis asam
amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk keperluan pertumbuhan,
yaitu semua protein hewani kecuali gelatin, merupakan protein komplit.
Protein tidak komplit atau protein bermutu rendah adalah protein yang tidak
mengandung atau mengandung dalam jumlah yang kurang satu atau lebih
asam amino esensial, yaitu sebagian besar protein nabati kecuali kacang
kedelai dan kacang-kacang lain merupakan protein tidak komplit. Asam
amino yang terdapat dalam jumlah terbatas untuk memungkinkan
pertumbuhan dinamakan “asam amino pembatas” (limiting amino acid).
Metionin merupakan asam amino pembatas kacang-kacangan dan lisin dari
beras (Stella, 2012).
18
2.1.5.1 Skor Kimia / Skor Asam Amino
Skor asam amino atau sering di sebut Chemical score merupakan
suatu cara penilaian kualitas protein yang berdasarkan pada analisis
bahan-bahan makanan, jadi tidak berdasarkan pada percobaan secara
biologis dengan hewan-hewan percobaan. Skor asam-asam amino
membandingkan kandungan asam-asam amino esensial dalam protein
suatu bahan makanan atau dalam suatu campuran protein dengan
asam-asam amino esensial dalam standar protein yang ditentukan oleh
FAO/WHO (1973).
Skor Kimia adalah cara menetapkan mutu protein dengan
membandingkan kandungan asam amino esensial dalam bahan
makanan dengan kandungan asam amino esensial yang sama dalam
protein patokan / ideal, misalnya protein telur.
terdiri dari bagian persiapan (dapur), ruang pencicip dan ruang tunggu atau
ruang diskusi. Bagian dapur harus selalu bersih dan mempunyai sarana yang
lengkap untuk uji organoleptik serta dilengkapi dengan ventilasi yang cukup.
yang terisolasi dan kedap suara sehingga dapat dihindarkn komunikasi antar
panelis, suhu ruang yang cukup sejuk (20-250C) dengan kelembaban 65-70%
dan mempunyai sumber cahaya yang baik dan netral, karena cahaya dapat
mempengaruhi warna komoditi yang diuji. Ruang isolasi dapat dibuat dengan
nyaman agar anggota panel cukup sabar untuk menunggu gilirannya. Apabila
19
umum atau khusus yang dilakukan secara lisan atau tertulis dan memperoleh
format pernyataan yang berisi instruksi dan respon yang harus diisinya.
diubah menjadi skala numerik dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan.
Dengan data numeric ini dapat dilakukan analisis secara statistik. Penggunaan
hedonik banyak digunakan untuk menilai produk akhir. Jumlah penguji untuk
panelis agak terlatih 20-25 orang dan tidak terlatih 80 orang keatas
(UNIMUS, 2013).
20
Indera yang digunakan dalam menilai sifat inderawi suatu produk adalah
sebagai berikut:
bentuk bahan.
d. Indera pengecap, hal kepekaan rasa, manis, asin, asam dan pahit
(Riwan, 2008)
a. Warna
paling cepat dan mudah memberi kesan yang baik. Reaksi maillard
21
merupan reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi NH2
b. Rasa
menerima atau menolak suatu makanan. Ada empat jenis rasa yang
c. Aroma
produk pangan. Timbulnya aroma atau bau karena zat bau tersebut
bersifat menguap.
d. Tekstur
(Nurhidayati, 2011).
2.1.7 Balita
Balita Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu
tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun
(Muaris.H, 2006). Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita
adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah
(3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang
tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan.
22
Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun
kemampuan lain masih terbatas.
2.1.8 Stunting
Balita Pendek (Stunting) adalah status gizi yang didasarkan pada indeks
PB/U atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak,
hasil pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai
23
dengan -3 SD (pendek/ stunted) dan <-3 SD (sangat pendek / severely stunted)
(Kemenkes R.I, 2012b). Stunting digunakan sebagai indikator malnutrisi
kronik yang menggambarkan riwayat kurang gizi anak dalam jangka waktu
lama sehingga kejadian ini menunjukkan bagaimana keadaan gizi sebelumnya
(Kartikawati, 2011).
Stunting yang telah tejadi bila tidak diimbangi dengan catch-up growth
(kejar tumbuh) mengakibatkan menurunnya pertumbuhan, masalah stunting
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan
meningkatnya risiko kesakitan, kematian dan hambatan pada pertumbuhan
baik motorik maupun mental. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Kusharisupeni menyatakan bahwa stunting dibentuk oleh growth faltering dan
catcth up growth yang tidak memadai yang mencerminkan ketidakmampuan
untuk mencapai pertumbuhan optimal, hal tersebut mengungkapkan bahwa
kelompok balita yang lahir dengan berat badan normal dapat mengalami
stunting bila pemenuhan kebutuhan selanjutnya tidak terpenuhi dengan baik
(Kusharisupeni, 2011).
24
Asupan Gizi Balita
Faktor Langsung
Stuntig Penyakit Infeksi
Pola Asuh
Pelayanan
Faktor Tidak Kesehatan
Langsung Ketersediaan
Pangan
Faktor Budaya,
Sosial Ekonomi
25
2.1.9 Kerangka Konsep Penelitian
26
BAB III
METODE PENELITIAN
(4-1) (t-1) ≥ 15
3t -3 ≥ 15
t≥6
t : jumlah replika
27
Keterangan :
............
28
3.2 Kerangka Operasional
29
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
30
3.5 Kriteria Inklusi dan Ekslusi
2. Pembuatan biskuit
31
3. Analisis Kadar Protein
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer
sebagai berikut:
ditentukan.
32
3.7.2.3 Pembuatan Tepung Ikan Nila
1. Pemilihan ikan nila yang masih segar dan hidup sesuai dengan
2. Ikan nila dicuci dan dibersihkan dari isi perut dan sisik ikan dan
33
2. Pencampuran mentega, gula pasir, kuning telur dan garam kemudian
mixer.
nila.
kjeldahl.
telur).
34
Tabel Pola Asam Amino Esensial Baku FAO/WHO
organoleptik).
kode.
mencicipi.
35
6. Data mutu hedonik dilakukan skoring dan tabulasi untu mencari
dideskripsikan.
tahapan berikut :
1. Editing
dilengkapi.
36
2. Coding
3. Tabulasi
4. Skoring
yaitu uji hedonik. Dalam uji hedonik ini diberikan nilai 1= sangat
37
5. Univariat
aroma, tekstur dan rasa pada biskuit yang diberikan dengan skor :
2: tidak suka
3: agak suka
4: suka
5: sangat suka
38
6. Bivariat
tepung kecambah kacang hijau dan tepung ikan nila terhadap nilai
95%, jika p-value > 0,05 uji normalitas dan homogenasi. Untuk
39
Sedangkan untuk mengetahui pengaruh subsitusi tepung
40
b) Informed Consent
menghormati haknya.
d) Confidentiallity
41
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-muksing2a2-5767-
42