Anda di halaman 1dari 4

DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT

Oleh: Erdi Suroso


Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup Unila

Provinsi Lampung meliputi areal daratan sekitar seluas 35.288,35 km 2 dengan


luas perairan laut diperkirakan sekitar 24.820 km2. Sementara itu, panjang garis
pantai Provinsi Lampung sekitar 1.105 km, yang membentuk empat wilayah
pesisir: Pantai Barat (221 km), Teluk Semaka (200 km), Teluk Lampung dan Selat
Sunda (160 km), serta Pantai Timur (270 km).

Wilayah Lampung yang memiliki pesisir laut sebanyak tujuh kabupaten/kota,


yaitu Pesisir Barat, Tanggamus, Pesawaran, Bandar Lampung, Lampung Selatan,
Lampung Timur, dan Tulangbawang.

Kegiatan penambangan bersifat strategis bagi suatu daerah dalam


meningkatkan sektor industri dan perekonomian. Khusus untuk daerah di pesisir
pantai, salah satu kegiatan penambangan adalah penambangan pasir laut yang
dilakukan di sekitar pesisir atau dapat juga dilakukan di tengah laut, baik dengan
alat tradisional ataupun menggunakan alat yang lebih modern.

Menurut Keputusan Presiden No. 33 Tahun 2002, pasir laut merupakan bahan
galian pasir yang terdapat di seluruh pesisir dan perairan laut Indonesia, yang
tidak digolongkan menjadi bahan galian golongan A dan/atau B menurut segi
ekonomisnya dan pasir laut adalah salah satu sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui.

Namun, penambangan pasir laut masih diperbolehkan menurut peraturan


perundang-undangan yang ada apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan dan
peraturan penambangan pasir laut yang telah ditentukan. Meskipun demikian,
penambangan pasir laut juga masih saja dilakukan dengan cara ilegal atau
menyalahi peraturan yang ada.

Pasal 36 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun


2009 mewajibkan setiap usaha atau kegiatan yang wajib memiliki analisis
mengenai dampak lingkungan (amdal) untuk memiliki izin lingkungan. Izin
lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan
usaha/kegiatan yang wajib amdal atau upaya kelola lingkungan hidup (UKL)-
upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL) dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan.

Penambangan pasir di laut dilarang dilakukan di laut sebagaimana diatur


dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 dan direvisi
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dalam Pasal 35, tertulis
bahwa dilarang melakukan penambangan pasir jika dapat merusak ekosistem
perairan.

Pasal 35 Ayat (1) menyatakan melakukan penambangan pasir pada wilayah


yang apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan
kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan
masyarakat sekitarnya dan melanggar Pasal 109 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Selain itu, Provinsi Lampung juga telah memiliki Perda Lampung No 1/2018
tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K)
Lampung Tahun 2018—2038 yang mengatur tata ruang di pesisir dan pulau-pulau
kecil, sehingga peruntukannya menjadi jelas ada yang dipakai peruntukan
pariwisata, kelautan dan perikanan, dipakai untuk peruntukan ESDM, peruntukan
kehutanan, dan lainnya.

A. Nasib Nelayan

Salah satu peristiwa pembakaran kapal oleh masyarakat di wilayah pesisir


Kecamatan Labuhanmaringgai, Kabupaten Lampung Timur, yang diduga milik
perusahaan terjadi pada Sabtu, 7 Maret 2020, merupakan bentuk penolakan oleh
masyarakat terhadap upaya eksploitasi pasir laut. Penolakan masyarakat nelayan
ini merupakan bagian perjuangan meneguhkan hak konstitusional mereka. Hak
atas lingkungan hidup dan perairan yang baik dan sehat, serta mempertimbangkan
keberlanjutan kehidupan nelayan.

Selain itu, masyarakat Pesisir Pulau Sekopong, Perairan Syahbandar, dan


sekitarnya juga menolak rencana aktivitas pertambangan pasir laut tersebut karena
akan merusak wilayah tangkap nelayan pesisir Kabupaten Lampung Timur,
merusak ekosistem budi daya kepiting rajungan, dan berpotensi menenggelamkan
Pulau Sekopong.

Berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun


2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH),
setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.
Penjelasan pasal ini untuk melindungi korban atau pelapor yang menempuh cara
hukum akibat pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Ini untuk mencegah
tindakan pembalasan dari terlapor melalui pemidanaan atau gugatan perdata.

B. Imbas Penambangan Ilegal


Dampak negatif yang diperoleh dari penambangan pasir laut karena
penambangan pasir laut secara ilegal dapat menyebabkan kerusakan ekosistem
laut dalam waktu lama dan waktu pemulihannya pun tidaklah secara cepat
dilakukan. Beberapa dampak negatif yang nyata terlihat dari penambangan pasir
laut adalah sebagai berikut.

1. Meningkatkan abrasi pesisir pantai dan erosi pantai.


2. Menurunkan kualitas lingkungan perairan laut dan pesisir pantai.
3. Semakin meningkatnya pencemaran pantai.
4. Penurunan kualitas air laut yang menyebabkan semakin keruhnya air laut.
5. Rusaknya wilayah pemijahan ikan dan daerah asuhan.
6. Menimbulkan turbulensi yang menyebabkan peningkatan kadar padatan
tersuspensi di dasar perairan laut.
7. Meningkatkan intensitas banjir air rob, terutama di pesisir daerah yang
terdapat penambangan pasir laut.
8. Merusak ekosistem terumbu karang dan fauna yang mendiami ekosistem
tersebut.
9. Semakin tingginya energi gelombang atau ombak yang menerjang pesisir
pantai atau laut. Hal ini dikarenakan dasar perairan yang sebelumnya
terdapat kandungan pasir laut menjadi sangat curam dan dalam sehingga
hempasan energi ombak yang menuju ke bibir pantai akan menjadi lebih
tinggi karena berkurangnya peredaman oleh dasar perairan pantai.
10. Timbulnya konflik sosial antara masyarakat yang pro-lingkungan dan para
penambang pasir laut.

Dari pemaparan itu, sudah saatnya pemerintah daerah secara khusus yang
berwenang dalam mengatur penambangan pasir laut melakukan kajian ulang
dalam menyikapi penambangan pasir laut, baik yang legal maupun ilegal.
Penambangan pasir laut merupakan kegiatan yang memiliki dua sisi yang bertolak
belakang, di satu sisi meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup
masyarakatnya dan di sisi lain hal ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan
dan ekosistem pesisir pantai dan laut.
C. Opsi Antisipasi

Adapun beberapa langkah alternatif pemecahan masalah yang dapat


dilakukan untuk mengatur dan membatasi penambangan pasir laut adalah sebagai
berikut.

1. Pemerintah daerah, khususnya Pemprov Lampung, sudah seharusnya


menentukan dan mengkaji kembali peraturan daerah mengenai tata ruang
laut dan pesisir secara berkala dengan semua elemen yang terkait.
2. Peninjauan kembali izin lingkungan, izin usaha pertambangan (IUP)
eksploitasi wilayah penambangan pasir laut yang telah dimiliki perusahaan
yang melakukan kegiatan penambangan pasir laut disesuaikan dengan Perda
Lampung Nomor 1/2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Lampung Tahun 2018—2038.
3. Perusahaan penambangan pasir laut berkoordinasi dengan pemangku
kepentingan di wilayah Kecamatan Labuhanmaringgai dan mengupayakan
alternatif pengembangan sektor ekonomi lain dalam meningkatkan
kesejahteraan dan kehidupan masyarakat di sekitar pesisir, misalnya
pembudidayaan rajungan, perikanan air payau, pembudidayaan udang galah
dan lainnya;
4. Meningkatkan program penanaman pohon bakau atau mangrove.
5. Mencabut izin usaha pertambangan (IUP) eksploitasi penambangan pasir
laut yang telah dimiliki perusahaan yang melanggar peraturan dan
pelarangan penambangan pasir laut secara ilegal dengan membuat peraturan
hukum yang mengikat dengan denda yang sebesar-besarnya.
6. Sosialisasi manfaat hutan bakau atau mangrove untuk menjaga ekosistem
pesisir dan laut.
7. Melakukan patroli daerah pesisir dan laut oleh pihak yang berwenang dalam
mengawasi penambangan air laut yang telah memiliki izin.

(Rubrik Kolom Pakar merupakan kerja sama antara Universitas Lampung dan Harian Umum
Lampung Post)

Anda mungkin juga menyukai