Anda di halaman 1dari 44

PROSES PEMBENTUKAN

PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN

Reza Fikri Febriansyah

DIREKTORAT PERANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-


UNDANGAN
DIRJEN PP, KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI
Jenis dan Hirarki
Peraturan Perundang-undangan

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Asas Pembentukan Per-uu-an
 Kejelasan tujuan;
 Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
 Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
 Dapat dilaksanakan;
 Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
 Kejelasan rumusan; dan
 Keterbukaan.
Asas Materi Muatan Per-uu-an

a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhinneka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan; serta
asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-
undangan yang bersangkutan.
 Penyusunan Prolegnas dilaksanakan oleh DPR dan
Pemerintah .
 Prolegnas ditetapkan untuk jangka menengah dan tahunan
berdasarkan skala prioritas pembentukan RUU.
 Penyusunan dan penetapan Prolegnas jangka menengah
dilakukan pd awal masa keanggotaan DPR sebagai
prolegnas untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
 Prolegnas jangka menengah dapat dievaluasi setiap akhir
tahun bersamaan penetapan Prolegnas prioritas tahunan.
 Penyusunan dan penetapan Prolegnas prioritas tahunan
sebagai pelaksanaan Prolegnas jangka menengah
dilakukan setiap tahun sebelum penetapan RUU tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Dalam penyusunan Prolegnas , penyusunan daftar
Rancangan Undang-Undang didasarkan atas:
a. perintah Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. perintah Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat;
c. perintah Undang-Undang lainnya;
d. sistem perencanaan pembangunan nasional;
e. rencana pembangunan jangka panjang nasional;
f. rencana pembangunan jangka menengah;
g. rencana kerja pemerintah dan rencana strategis DPR;
h. aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat.
 Penyusunan Prolegnas antara DPR dan Pemerintah
dikoordinasikan oleh DPR melalui alat kelengkapan DPR
yang khusus menangani bidang legislasi.
 Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR dikoordinasikan oleh
alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi.
 Penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah
dikoordinasikan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum.
 tata cara penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR diatur
dengan Peraturan DPR.
 tata cara penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah
diatur dengan Peraturan Presiden.
 Hasil penyusunan Prolegnas antara DPR dan
Pemerintah disepakati menjadi Prolegnas dan
ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR..
 Prolegnas ditetapkan dengan Keputusan DPR.
Dalam Perolegnas dapat dimuat daftar komulatif
terbuka yang terdiri atas:

a.. pengesahan perjanjian internasional tertentu;


b. akibat putusan MK;
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
d. pembentukan, pemekaran dan penggabungan
daerah Provinsi, dan/atau Kab/Kota; dan
e. penetapan/pencabutan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang.
• Dalam keadaan tertentu DPR atau Presiden dpt
mengajukan RUU di luar Prolegnas mencakup:
a. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan
konflik, atau bencana alam;
b. keadaan tertentu lainnya yg memastikan adanya
urgensi nasional atas suatu RUU yg dapat
disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPR
yg khusus menangani bidang legislasi dan menteri
yg menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum.
PENYUSUNAN
Rancangan Undang-Undang dapat berasal dari DPR atau
Presiden
Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR, Presiden,
atau DPD harus disertai Naskah Akademik.
Dalam hal Rancangan Undang-Undang mengenai:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. penetapan Perpu menjadi Undang-Undang; atau
c. pencabutan UU atau pencabutan Perpu .
disertai dengan keterangan yang memuat pokok
pikiran dan materi muatan yang diatur.
• Rancangan Undang-Undang dapat berasal dari
DPR atau Presiden.
• Rancangan Undang-Undang yang berasal dari
DPR, Presiden, atau DPD harus disertai Naskah
Akademik.
• RUU dari DPR diajukan oleh anggota DPR,
komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan
DPR yang khusus menangani bidang legislasi atau
DPD.
• RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan
oleh menteri atau pimp lembaga pemerintah
non kementerian sesuai dengan lingkup
tugas dan tanggungjawabnya.
• Dalam penyusunan RUU menteri atau
pimpinan nonkementerian membentuk
panitia antarkementerian dan/atau
antarnonkementerian.
• RUU dari DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR
kepada Presiden.
• Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas
RUU bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60
(enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR
diterima.
• RUU dari Presiden diajukan dengan surat Presiden kepada
pimpinan DPR.
• DPR mulai membahas RUU dalam jangka waktu paling lama
60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat Presiden di terima
 Apabila dalam satu masa sidang DPR dan
Presiden menyampaikan RUU mengenai materi
yang sama yang dibahas adalah RUU yang
disampaikan oleh DPR dan RUU yang
disampaikan Presiden digunakan sebagai bahan
untuk dipersandingkan.
KRITISI ATAS
RANCANGAN PERATURAN DAERAH

 Apakah nama dan judul sudah tepat?


 Apa yg menjadi dasar pengajuan Raperda?
 Apa dasar hukum yg digunakan dalam
penyusunan Raperda?
 Apa tujuan dan manfaat pembentukan
raperda?
 Apakah raperda memberikan kewenangan
berlebihan kepada Pemda?
KRITISI ATAS
RANCANGAN PERATURAN DAERAH
• Apakah rumusan Raperda multi interpretatif?
• Bagaimana mekanisme penegakan hukum perda
tersebut?
• Bagaimana ketentuan peralihan?
• Bagaimana biaya pelaksanaan Perda tersebut?
• Bagaimana posisi publik dalam Raperda tersebut?
PEMBAHASAN
• Pembahasan RUU dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau
menteri yg ditugasi.
• Pembahasan RUU yang berkaitan dengan:
a. otonomi daerah;
b. hubungan pusat dan daerah;
c. pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
daerah;
d. pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya; dan
e. perimbangan keuangan pusat dan daerah, dilakukan
dengan mengikutsertakan DPD.
 Pembahasan RUU dilakukan melalui 2 (dua)
tingkat pembicaraan.
a. pembicaraan tingkat I dalam rapat komisi,
rapat gabungan komisi, rapat Badan legislasi,
rapat Badan Anggaran, atau rapat Khusus; dan
b.pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna.
Pembicaraan tingkat I
 Pembicaraan tingkat I dilakukan dengan
kegiatan:
a. pengantar musyawarah;
b, pembahasan daftar inventarisasi
masalah (DIM) ; dan
c. penyampaian pendapat mini.
Pengantar Musyawarah
a. DPR memberikan penjelasan dan Presiden menyampaikan
pandangan jika RUU berasal dari DPR;
b. DPR memberikan penjelasan serta Presiden dan DPD
menyampaikan pandangan jika RUU yang berkaitan dengan
kewenangan DPD;
c. Presiden memberikan penjelasan dan fraksi memberikan
pandangan jika RUU beradsal dari Presiden;
d. Presiden memberikan penjelasan serta fraksi dan DPD
menyampaikan pandangan jika RUU yang berkaitan dengan
kewenangan DPD.

Lanjutan …

Pembicaraan Tingkat I dilakukan dalam:


a. Rapat kerja;
b. Rapar panitia kerja;
c. Rapat tim perumus/tim kecil; dan/atau
d. Rapat tim sinkronisasi.
RAPAT KERJA
Rapat kerja antara komisi, gabungan komisi, Badan
Legislasi , panitia khusus, atau badan anggaran
bersama dengan menteri yang mewakili Presiden
terlebih dahulu menyepakati jadwal rapat
Pembicaraan Tingkat I pembahasan RUU serta
waktu penyusunan dan daftar inventarisasi
masalah(DIM)
Pimp komisi , pimp gabungan komisi, pimp Badan Legislasi, atau pimp
panitia khusus memberikan penjelasan atau keterangan atas RUU serta
tanggapan terhadap daftar inventarisasi masalah (DIM) dan pertanyaan
yang diajukan menteri apabila RUU yang berasal dari DPR dan
penjelasan atau keterangan atas RUU serta tanggapan terhadap daftar
inventarisasi masalah (DIM) yangt diajukan oleh DPD jika RUU
berkaitan dengan kewenangan DPD.

Pembahasan RUU dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) kali masa


sidang dan dapat diperpanjang berdasarkan keputusan rapat paripurna
DPR berdasarkan permintaan tertulis pimp komisi, pimp gabungan
komisi, pimp Badan Legislasi , atau pimp panitia khusus.
• Rapat kerja membahas seluruh materi RUU sesuai dengan daftar
inventarisasi masalah (DIM) yg dipimpin oleh pimp komisi, pimp
gabungan komisi, pimp Badan Legislasi atau pimp panitia khusus.
• Daftar Inventarisasi Masalalah (DIM) yang bersifat tetap langsung
disetujui sesuai dengan rumusan.
• Daftar Inventarisasi Masalalah (DIM) yang bersifat redaksional
langsung diserahkan kepada tim perumus.
• Daftar Inventarisasi Masalalah (DIM) subtansi disetujui tetapi
rumusan perlu disempurnakan diserahkan kepada tim perumus.
• Daftar Inventarisasi Masalalah (DIM) subtansi belum disetujui dibahas
lebih lanjut dalam rapat panitia kerja.
• Komisi, gabungan komisi, Badan Legislasi,panitia
khusus atau Badan Anggaran dapat meminta
menteri yang mewakili Presiden membahas RUU
untuk menghadirkan menteri lain atau pimp
lembaga pemerintah nonkementerian dalam rapat
kerja atau dengar pendapat umum untuk
mendapatkan masukan terhadap RUU yang
sedang dibahas.
PANITIA KERJA
• Panitia kerja dibentuk oleh komisi, gabungan komisi , Badan Legislasi , panitia
khusus, atau Badan Anggaran yang ditugaskan membahas RUU yang
keanggotaannya paling banyak separoh dari jumlah anggota alat kelengkapan
DPR yang membentuknya.
• Panitia kerja bertugas membahas subtansi RUU atau materi lain yang diputuskan
dalam rapat kerja komisi, gabungan komisi , Badan Legislasi , panitia khusus,
atau Badan Anggaran.
• Rapat panitia kerja membahas subtansi RUU berdasarkan Daftar Inventarisasi
Masalah (DIM) .
• Panitia kerja dapat membentuk tim perumus, tim kecil, dan/atau tim
sinkronisasi.
• Panitia kerja bertanggungjawab dan melaporkan hasil kerjanya pada rapat kerja
komisi, gabungan komisi , Badan Legislasi , panitia khusus, atau Badan
Anggaran.
Contoh Pandangan Presiden
(jika RUU berasal dari DPR)

PANDANGAN DAN PENDAPAT PRESIDEN


ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
ADVOKAT

Jakarta, 21 November 2013


 
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Pimpinan dan Anggota Pansus DPR-RI yang terhormat,
Hadirin yang kami hormati,
 
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah
dilimpahkan kepada kita semua sehingga pada hari ini kita dapat menghadiri Rapat Kerja Pemerintah dengan Panitia Khusus
(Pansus) DPR-RI dalam rangka penyampaian Pandangan dan Pendapat Presiden atas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang
Advokat.
Dalam kesempatan ini izinkanlah kami mewakili Presiden menyampaikan Pandangan dan Pendapat Presiden atas RUU tentang
Advokat yang merupakan usul inisiatif DPR-RI. RUU tentang Advokat ini telah disampaikan oleh Ketua DPR-RI kepada
Presiden melalui surat nomor LG/07929/DPR RI/VII/2013 pada tanggal 16 Juli 2013 untuk dibicarakan dan dibahas dalam sidang
DPR-RI ini guna mendapatkan persetujuan bersama. Menindaklanjuti hal tersebut, Presiden melalui surat nomor
R.43/Pres/08/2013 pada tanggal 26 Agustus 2013 menugaskan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mewakili Presiden
dalam pembahasan RUU tentang Advokat.
Contoh Keterangan Presiden
(jika RUU berasal dari Presiden )

KETERANGAN PRESIDEN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
Jakarta, 6 Juli 2015
  
Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi III DPR RI yang terhormat,
Hadirin sidang yang berbahagia,
Salam sejahtera bagi kita semua,
 
Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena pada hari ini kita dapat hadir dalam
Rapat Kerja antara Pimpinan dan Anggota Komisi III DPR RI dan Pemerintah dalam rangka penyampaian
Keterangan Presiden atas Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU tentang
KUHP).
Sebagaimana diketahui bahwa RUU tentang KUHP telah disampaikan Presiden kepada Ketua Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia melalui surat nomor R-35/Pres/06/2015 tanggal 5 Juni 2015. Dalam surat tersebut,
Presiden menugaskan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mewakili Presiden dalam pembahasan RUU
tersebut di DPR RI guna mendapatkan persetujuan bersama. 
Dalam kesempatan yang berbahagia ini, perkenankan kami mewakili Presiden untuk menyampaikan Keterangan
Presiden atas RUU tentang KUHP sebagai sebuah ius constituendum yang sangat dinanti kehadirannya oleh segenap
bangsa Indonesia sebagai langkah awal kita bersama untuk melakukan pembaruan kodifikasi hukum pidana nasional
secara lebih terarah dan lebih terpadu.
Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)

 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) diajukan oleh:


a. Presiden jika RUU berasal dari DPR; atau
b. DPR jika RUU berasal dari Presiden dengan
mempertimbangkan usul dari DPD
sepanjang terkait dengan kewenangan DPD.
Contoh DIM jika RUU berasal dari DPR
       
NO. RUU DPR TANGGAPAN PEMERINTAH USULAN PERUBAHAN
 
1.   RANCANGAN Tetap  
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR… TAHUN…
TENTANG
ADVOKAT
1.   DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Tetap  
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1.   Menimbang: Tetap  
a. bahwa Negara Indonesia
sebagai negara hukum
berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945,
bertujuan mewujudkan
tata kehidupan bangsa
yang sejahtera, aman,
tenteram, tertib, dan
berkeadilan;
1.   b. bahwa kekuasaan kehakiman yang bebas dari segala Pemerintah mengusulkan penyempurnaan redaksional b. bahwa untuk mendukung terwujudnya kekuasaan
campur tangan dan pengaruh dari luar, memerlukan kehakiman yang bebas dari segala campur tangan
profesi advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung dan pengaruh dari luar, diperlukan adanya profesi
jawab, untuk terselenggaranya suatu peradilan yang advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung
jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua jawab, untuk terselenggaranya suatu peradilan yang
pencari keadilan; jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi
semua pencari keadilan;
 
 
 
 
 
 
 
Contoh DIM jika RUU berasal dari Presiden

DAFTAR INVENTARIS MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS


UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
NO    
NASKAH RUU USUL PERUBAHAN
DIM SETELAH PERUBAHAN KETERANGAN
1.   RANCANGAN F-PD : TETAP    
F-PG : TETAP    
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR … TAHUN … F-PDI P : TETAP  

TENTANG F-PKS : TETAP    

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 F-PAN : TETAP    

TENTANG F-PPP : TETAP    

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN F-PKB : TETAP    


  F-GERINDRA : TETAP    
F-HANURA : TETAP    

1.   DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA F-PD : TETAP    

  F-PG : TETAP    

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, F-PDI P : TETAP    

  F-PKS : TETAP    
F-PAN : TETAP    
F-PPP : TETAP    
F-PKB : TETAP    
F-GERINDRA : TETAP    
F-HANURA : TETAP    
1.  
Menimbang: F-PD : TETAP    

a. bahwa perlindungan terhadap saksi dan korban F-PG : TETAP    

memiliki peranan penting dalam proses peradilan F-PDI P : TETAP    

pidana sehingga dengan keterangan saksi dan korban F-PKS : TETAP    

yang diberikan secara bebas dari rasa takut dan F-PAN : TETAP    

ancaman dapat mengungkap suatu tindak pidana; F-PPP : TETAP    

  F-PKB : TETAP    

REDAKSIONAL F-GERINDRA : TETAP    


F-HANURA : perubahan redaksional a. bahwa jaminan perlindungan dan Perubahan UU Perlindungan Saksi dan
  kepastian hukum terhadap saksi dan Korban dalam konteks penegasan
REDAKSIONAL korban memiliki peranan penting dalam kebijakan politik hukum terkait
mewujudkan proses peradilan pidana kedudukan saksi dan korban dalam
yang baik, bersih dan adil; sistem peradilan pidana. Sehingga frase
ini lebih menegaskan kejelasan tujuan
dari perubahan UU ini.
PENYUSUN DAFTAR INVENTARISASI
MASALAH (DIM)

• RUU INISIATIF DPR ------ DIM


PEMERINTAH
• RUU INISIATIF PEMERINTAH ------ DIM
DPR

3
TUJUAN PENYUSUNAN
DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM)

- Menginventarisasi /menganalisis masalah:


- Tetap;
- Substansi;
- Redaksional;
- Menampung aspirasi;
- Mempermudah pembahasan;
- Membatasi pembahasan;
ISI DAFTAR
INVENTARISASI MASALAH (DIM)
DIM memuat:
No. DIM
Draft RUU (DPR/Pemerintah)
Tanggapan (usul perubahan)/(setelah perubahan)
Keterangan
Setiap Penormaan (pasal, ayat, atau huruf) dalam
Batang Tubuh harus dibuat dalam satu Nomor
DIM.

5
TEKNIK MENJAWAB
DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM)

• Setuju – Pemerintah dapat mempertimbangkan


- dibahas lebih lanjut.
- dibahas secara mendalam.
- tergantung hasil pembahasan.
• Tidak Setuju – Pemerintah belum dapat
mempertimbangkan.
• Pertanyaan – Pemerintah dapat menjelaskan
• Tidak Mengerti – Pemerintah mohon penjelasan
6
Contoh Rekapitulasi DIM

       
NO. KARAKTERISTIK JUMLAH NOMOR DIM
 
       
1. TETAP 213 1, 2, 3, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 21, 22, 23, 25, 26, 27, 28, 29, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 44, 47, 48, 49, 50, 55, 56, 58, 59, 60, 62, 64, 67,
    69, 73, 74, 77, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 100, 101, 102, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118,
119, 122, 123, 124, 125, 126, 128, 129, 130, 131, 132, 133, 134, 135, 136, 137, 138, 139, 140, 141, 142, 143, 144, 145, 146, 147, 148, 149, 150, 151, 153, 154, 155, 156,
157, 158, 159, 162, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 171, 172, 173, 175, 176, 177, 178, 179, 180, 181, 182, 183, 184, 185, 186, 192, 193, 194, 196, 197, 198, 199, 200,
201, 203, 208, 210, 211, 213, 219, 220, 224, 234, 235, 236, 237, 239, 242, 243, 244, 269, 270, 271, 272, 274, 275, 276, 277, 278, 279, 280, 282, 283, 284, 286, 288, 289,
290, 305, 306, 307, 309, 311, 312, 313, 314, 315, 316, 317, 318, 319, 320, 331, 334, 337, 339, 340, 342, 345.
 

       
2. REDAKSIONAL 21 4, 5, 57, 61, 90, 99, 120, 127, 152, 174, 205, 206, 212, 238, 241, 273, 285, 287, 321, 343, 344.
   
       
3. SUBSTANSI 78 20, 24, 30, 31, 45, 46, 51, 52, 54, 70, 71, 72, 75, 76, 78, 79, 121, 160, 161, 170, 187, 188, 189, 190, 191, 195, 204, 207, 209, 222, 246, 247, 248, 249, 250, 251, 252, 254,
    255, 256, 257, 258, 259, 260, 261, 262, 263, 264, 265, 266, 267, 268, 291, 292, 293, 294, 295, 296, 297, 298, 299, 300, 301, 302, 303, 304, 308, 310, 323, 324, 326, 327,
328, 329, 330, 332, 333, 341.
 
       
4. SUBSTANSI BARU 6 63, 202, 240, 245, 253, 325.
   
       
5. MOHON PENJELASAN 27 17, 43, 53, 66, 68, 89, 214, 215, 216, 217, 218, 221, 223, 225, 226, 227, 228, 229, 230, 231, 232, 233, 281, 322, 335, 336, 338.
   

       
  JUMLAH 345
   
TATA TERTIB DPR

Pasal 138
(1) Pembahasan rancangan undang-undang
dalam Pembicaraan Tingkat I dilakukan
dengan kegiatan sebagai berikut:
• pengantar musyawarah;
• pembahasan daftar inventarisasi masalah;
• penyampaian pendapat mini sebagai sikap
akhir; dan
• pengambilan keputusan.
1
PANDANGAN DAN PENDAPAT PRESIDEN

Dasar hukum
Pasal 142 ayat (2) Peraturan DPR-RI Nomor 1 Tahun
2014 tentang Tata Tertib.

Dalam Pembicaraan Tingkat I, apabila RUU tersebut


berasal dari DPR maka Menteri yang ditunjuk oleh
Presiden baik secara sendiri-sendiri maupun bersama
membacakan Pandangan dan Pendapat terhadap
Rancangan Undang-Undang yang akan dibahas dalam
Rapat Kerja (Raker).

Direktorat Perancangan Per-uu-an 7


KETERANGAN PRESIDEN
Dasar hukum
Pasal 142 ayat (2) Peraturan DPR-RI Nomor 1
Tahun 2014 tentang Tata Tertib.

Dalam Pembicaraan Tingkat I, apabila RUU


tersebut berasal dari Presiden maka Menteri yang
ditunjuk oleh Presiden baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama membacakan Keterangan Presiden Atas
Rancangan Undang-Undang yang akan dibahas dalam
Rapat Kerja (Raker).

09/04/23 Direktorat Perancangan Per-uu-an 841


PENDAPAT AKHIR PRESIDEN
Dasar hukum
Pasal 150 ayat (1) huruf c Peraturan DPR-
RI Nomor 1/DPR RI/I/2009-2010 tentang Tata
Tertib

Dalam Pembicaraan Tingkat II untuk


mengambil keputusan dalam rapat paripurna
Menteri yang ditunjuk oleh Presiden atau yang
mewakili membacakan Pendapat Akhir Presiden
Atas Rancangan Undang-Undang yang akan
disahkan dalam Rapat Paripurna Dewan
Perwakilan Rakyat
Direktorat Perancangan Per-uu-an 9
PENDAPAT AKHIR PRESIDEN
PENDAPAT AKHIR PRESIDEN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015
TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG
KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
MENJADI UNDANG-UNDANG

DALAM RAPAT PARIPURNA


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Jakarta, 24 April 2015
 
Saudara Pimpinan dan Anggota Dewan yang terhormat,
Hadirin yang kami hormati,
 
Marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena pada hari yang berbahagia ini, kita
dapat hadir dalam Rapat Paripurna DPR-RI dengan agenda antara lain penyampaian Pendapat Akhir Presiden atas
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi menjadi Undang-Undang.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa RUU ini telah diselesaikan pembahasannya dalam Pembicaraan Tingkat I
secara simultan pada tanggal 23 April 2015 dengan keputusan menyetujui untuk diteruskan ke tahap selanjutnya
yaitu pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna DPR-RI.

09/04/23 Direktorat Perancangan Per-uu-an 843

Anda mungkin juga menyukai