Anda di halaman 1dari 13

PROJEK MAPEL

PPKN
Dipersembahkan Oleh : Agis Hovi Farhan
PROSES
PEMBUATAN
HUKUM DI
INDONESIA
a. Landasan Hukum Penyusunan Undang-Undang

Peraturan perundang-undangan dibuat oleh lembaga resmi dalam sebuah negara. Me. nyusun
undang-undang dilakukan dengan mengikuti aturan-aturan tertentu. Peraturan negara meliputi
segala peraturan baik yang dibuat oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, tidak
terbatas pada undang-undang saja. Peraturan perundang-undangan bisa terwujud di pusat dan
daerah. Pihak-pihak yang berperan dalam perundang-undangan nasional yaitu pada pemerintah
pusat terdiri dari MPR, DPR, DPD, presiden, dan para pembantunya, serta lernbaga negara lain
(BPK, KPU, Bank Indonesia, MK, MA); pada pemerintah daerah terdiri

dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan kepala daerah. Mengenai peraturan perundang-
undangan termuat dalam pasal 20 UUD 1945.
1) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan presiden
2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan presiden untuk
mendapat persetujuan bersama
3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang
itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.
4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi
undang-undang.
5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh
presiden dalam waktu tiga puluh hari sejak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan
undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
Berdasarkan pasal 5 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi "Presiden berhak mengajukan rancangan undang-
undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat", dapat ditarik kesimpulan bahwa meskipun kekuasaan
membentuk undang-undang tidak terletak pada presiden,

presiden dapat mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR yang selanjutnya akan dibahas di
dalam sidang DPR
Adapun proses penyusunan undang-undang secara umum adalah sebagai berikut.

1) Proses Penyiapan

Dalam proses ini rancangan undang-undang dapat berasal, baik dari pemerintah
(presiden). dari DPD (undang-undang tertentu), maupun dari DPR. Rancangan
undang-undang yang masuk kemudian disebarluaskan kepada anggota untuk
dilakukan pembahasan bersama di DPR.

2) Proses Pembahasan dan Persetujuan

Proses ini merupakan pembahasan yang ada di DPR bersama presiden, pemerintal-
dan menteri terkait untuk mendapat persetujuan bersama, kemudian ditetapkan
menjad undang-undang.

3) Proses Pengesahan

Undang-undang yang sudah mendapat persetujuan bersama kemudian disahkan


ditandatangani oleh presiden dan diundangkan oleh menteri sekretaris negara atas
nama presiden.
b.dengan berikut Proses Pembahasan RUU dari Pemerintah di DPR RI

RUU beserta penjelasan yang berasal dari presiden disampaikan secara tertulis kepada
pimpinan DPR dengan surat pengantar presiden yang menyebut juga menteri yang mewakili
presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut. Pimpinan DPR memberitahukan dan
membagikan RUU tersebut kepada seluruh anggota. RUU yang terkait dengan DPD
disampaikan kepada DPD. Penyebarluasan RUU dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa,
kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat pembicaraan di DPR bersama dengan menteri
yang mewakili presiden.
c.Proses Pembahasan RUU dari DPR di DPR RI

RUU beserta penjelasan yang berasal dari DPR disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPR kepada presiden. Presiden
memberitahukan dan membagikan RUU tersebut kepada seluruh anggota kabinet. Apabila ada dua RUU yang diajukan
mengenai hal yang sama dalam satu masa sidang, yang dibicarakan adalah RUU dari DPR, sedangkan RUU yang
disampaikan ketua DPR digunakan sebagai bahan untuk diperbandingkan. RUU yang sudah disetujui bersama antara DPR
dan presiden, paling lambat 7 hari kerja disampaikan oleh pimpinan DPR kepada presiden untuk disahkan menjadi undang-
undang. Apabila setelah 15 hari kerja RUU yang sudah disampaikan kepada presiden belum disahkan sebagai undang-
undang, pimpinan DPR mengirim surat kepada presiden untuk meminta penjelasan. Apabila RUU yang disetujui bersama
tidak disahkan oleh presiden dalam waktu paling lambat 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah
menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
d. Proses Pembahasan RUU dari DPD di DPR RI

RUU beserta penjelasan yang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR. Pimpinan DPR
memberitahukan dan membagikan RUU tersebut kepada seluruh anggota. Selanjutnya, pimpinan DPR menyampaikan surat
pemberitahuan kepada pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman RUU yang berasal dari DPD kepada anggota dalam rapat paripurna.
Badan musyawarah selanjutnya menunjuk komisi atau badan legislatif untuk membahas RUU tersebut dan mengagendakan
pembahasannya. Dalam waktu 30 hari kerja, komisi atau badan legislatif mengundang anggota alat kelengkapan DPD sebanyak-
banyaknya sepertiga dari jumlah anggota alat kelengkapan DPR, untuk membahas RUU hasil pembahasannya dilaporkan dalam rapat
paripurna. RUU yang telah dibahas kemudian disampaikan oleh pimpinan DPR kepada presiden dengan permintaan agar presiden
menunjuk menteri yang akan mewakili presiden dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR, dan kepada pimpinan DPD
untuk ikut membahas RUU tersebut. Dalam waktu 60 hari sejak diterimanya surat tentang penyampaian RUU dari DPR, presiden
menunjuk menteri yang ditugasi mewakili presiden dalam pembahasan RUU bersama DPR, kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat
pembicaraan di DPR.
3.Hubungan Antarperundang-undangan

ran perundang-undangan merupakan dokumen hukum yang memiliki konsekuensi sanksi bagi pihak yang diatur sehingga dalam
usun suatu produk peraturan perundang- undangan bukanlah hal yang mudah dan harus memperhatikan beberapa hal. Prosedur
entukan peraturan perundang-undangan terdiri dari lima tahapan, diawali dengan tahap perencanaan, tahap penyusunan, tahap
pembahasan, tahap pengesahan atau penetapan, dan terakhir tahap pengundangan
4.Menganalisis Isi Produk Perundang-undangan

Pancasila adalah dasar negara Indonesia. UUD 1945 adalah realisasi dari sila-sila Pancasila. Keduanya menjadi pedoman dalam
penyelenggaraan pemerintahan, bahkan dalam pembuatan

peraturan harus mengacu dan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Sebagai contoh, sila Ketuhanan Yang Maha Esa
dalam Pancasila serta pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, keduanya memberikan perlindungan kepada
agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Maka, peraturan perundang-undangan yang ada di bawahnya tidak boleh
bertentangan terhadap keduanya. Undang-undang sampai peraturan daerah, tidak boleh menuliskan norma hukum yang melarang
kebebasan beragama. Peraturan perundang- undangan yang ada di bawah UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga harus
merujuk pasal atau ayat yang ada dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal demikian berlaku secara hierarkis dalam urutan
perundang-undangan
Sebelum reformasi, perbedaan mencolok mengenai kebijakan tentang desa tampak pada UU No. 5 Tahun 1979, yaitu ada upaya Orde Baru
untuk menyeragamkan nama, bentuk, susunan, dan kedudukan pemerintahan desa. Undang-undang ini mengatur desa dari segi
pemerintahannya yang berbeda dengan pemerintahan desa/marga pada awal masa kolonial yang mengatur pemerintahan menurut adat
istiadat yang sudah ada. Dalam UU No. 5 Tahun 1979, pengakuan terhadap hak ulayat dan hak rekognisi (pengakuan) terkurangi
Dalam UU No. 32 Tahun 2004 menunjukkan bahwa nuansa peran pemerintah masih dominan, meskipun telah diimplementasikan konsep
desentralisasi sesuai napas otonomi daerah. Dalam UU No. 32 Tahun 2004, desa hanya berperan sebagai perpanjangan tangan
pemerintah pusat maupun provinsi dan kabupaten/kota, dengan otonomi yang lebih luas. Sehingga desa hanya sebagai lokasi di mana
program-program pemerintah diimplementasikan, sementara peran masyarakat desa sendiri kurang diperhatikan.
TERIMAKSIH
mohon maaf
apabila ada kesalahan

Anda mungkin juga menyukai