Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL SKRIPSI

PEMILIHAN DIMASA PANDEMI COVID-19: STUDI KASUS


PENYELENGGARAAN PEMILIHAN WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA
SURABAYA TAHUN 2020 OLEH KPU KOTA SURABAYA

Oleh:
Betty Aulia
18632011067

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BOJONEGORO
2022
LEMBAR PENGESAHAN

i
DAFTAR ISI
JUDUL COVER.........................................................................................................................1
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
1.1 Latar Belakang Masalah..................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah........................................................................................................6
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian....................................................................................6
1.3.1 Tujuan Penelitian.....................................................................................................6
1.3.2 Kegunaan Penelitian................................................................................................6
1.4 Sistematika Pembahasan.................................................................................................6
1.5 Tinjauan Pustaka.............................................................................................................7
1.5.1 Penelitian Terdahulu................................................................................................7
1.5.2 Landasan Teori........................................................................................................8
Konsep Demokrasi..............................................................................................................8
Teori Kedaulatan Rakyat....................................................................................................9
Tinjauan Umum tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah.............................................10
Tinjauan Umum tentang Komisi Pemilihan Umum.........................................................12
1.6 Metode Penelitian..........................................................................................................14
1.6.1 Jenis Penelitian......................................................................................................14
1.6.2 Fokus Penelitian.....................................................................................................14
1.6.3 Teknik Penentuan Informan...................................................................................15
1.6.4 Teknik Pengumpulan Data.....................................................................................15
1.6.5 Metode Analisis Data.............................................................................................16
Daftar Pustaka..........................................................................................................................18

ii
1.1 Latar Belakang Masalah
Amanat konstitusi menyebutkan bahwa kedaulatan ditangan rakyat, sehingga apapun
yang dikehendaki rakyat dalam bentuk kehendak umum maka menjadi dasar kekuasaaan
negara1. Kedaulatan rakyat secara harfiah berarti rakyatlah yang memegang kekuasaan2,
konsekuensi dari makna tersebut maka diharuskannya menggelar pemilihan umum sebagai
bentuk demokrasi secara prosedural3. Pemilihan umum adalah instrumen demokrasi yang
sangat penting untuk mewujudkan negara demokratis yang selama ini digaungkan.4
Pentingnya nilai demokrasi yang selalu dikembangkan yaitu masalah freedom, autonomy,
equality, representative, majority rule citizenship.5 Konstitusi menyebutkan dasar
penyelenggaraan pemilihan umum yakni: “Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih
anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali (lihat Pasal 22E ayat (2) Undang-Undang
Dasar 1945). Juga penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) yakni:
“Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah
provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis” (lihat Pasal 18 ayat (4) Undang-
Undang Dasar 1945).
Pemilihan umum yang dibahas dalam penilitan ini adalah Pilkada. Pilkada adalah
suatu proses para pemilih menyalurkan hak pilihnya dengan memilih calon jabatan politik
tingkat kabupaten/kota.6 Pelaksanaan Pilkada merupakan perwujudan dari penyelenggaraan
pemerintahan otonom untuk mengelola daerahnya sendiri sebagaimana telah diatur di dalam
undang-undang yang dipimpin oleh kepala daerah baik gubernur maupun bupati atau
walikota dipilih secara demokratis melalui Pilkada (lihat Pasal Pasal 18 , 18A, dan 18B UUD
1945). Dalam perjalanannya, Pilkada telah menerapkan dau mekanisme, yaitu secara
langsung dan dipilih melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pelaksanaan
Pilkada secara langsung diselelnggarakan sejak berlakunya Undang-Undang Nomor.32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (UU 32/2004), pada Pasal 24 ayat (5) disebutkan
1
Hatamar Rasyid, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2015, hlm.180.
2
Michael L. Mezzey, Representative Democracy: Legislator and Their Constituents, Rowman & Littlefield
Publisher, Plymouth, 2008, hlm.1
3
Josep A. Shumpeter, Capitalisme, Socialisme and Democracy, Routledge, New York, 1994, hlm.269.
4
Sultoni Fikri, Upaya Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Desa, Maleo Law Journal,
Vol.5 No.1, April 2021, hlm86.
5
Pangi Syarwi Chaniago, Evaluasi Pilkada Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2015, Politik Indonesia:
Indonesian Political Science Review, Vol.1 No.2, Juli 2016, hlm.197.
6
Amanda Prasetyawati, Perilaku Politik Pemilih Pemula dalam Pilkada 2020 pada Masa Pandemi Covid-19 di
Kota Surabaya, Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan, Vol.9 No.2, Juni 2021, hlm.309.

1
bahwa “Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dmaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutam”.
Kemudian pada Tahun 2014, mekanisme Pilkada secara langsung dirubah menjadi Pilkada
dipilih oleh DPRD. Dasar perubahan mekanisme tersebut setlah berlakunya Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walkota (UU 22/2014),
yang mana di dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) disebutkan bahwa “Gubernur dipilih oleh
anggota DPRD Provinsi secara demkrtais berdasarkan asas bebas, terbuka, jujur, dan adil;
dan Bupati dan Walikota dipilih oleh anggota DPRD Kabupaten/Kota secara demokratis
berdasar asas bebas, terbuka, jujur, dan adil”. Alasan dilakukan perubahan mekanisme
pemilihan karena biaya yang harus dikeluarkan oleh negara dan oleh masing-masing
pasangan calon sangat besar, sehingga berpotensi pada peingkatan korupsi, penurunan
efektifitas penyelenggaraan pemerintahan, peningkatan eskalasi konflik serta penurunan
partisipasi pemilih.
Perubahan mekanisme Pilkada tidak sampai pada pelaksanaan, pasalnya tiga hari
selang berlakunya UU 22/2014, Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota
(Perppu 1/2014) yang secara otomatis mencabut UU 22/2014. Berlakunya Perppu 1/2014
membuat mekanisme Pilkada yang awalnya dipilih melalui DPRD kembali dipilih oleh
rakyat sebagaimana bunyi Pasal 2 Perppu 1/2014, “Pemilihan dilaksanakan secara demokratis
berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Alasan pencabutan undang-
undang tersebut karena mendapatkan penolakan besar-besaran dari rakyat dan proses
pengambil keputusannya dianggap tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan kedaulatan
rakyat. Perppu 1/2014 kemudian disetujui menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupatim, dan Walikota (selanjutnya disebut UU 1/2015). Lalu
UU 1/2015 diubah menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahum 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota (selanjutnya disebut UU 10/2016). Dengan Pilkada secara langsung oleh rakyat
maka, keeterlibatan rakyat secara langsung ini pada meningkatkan demokratisasi di tingkat
lokal, dimana rakyat benar-benar memiliki kedaulatan untuk memilih pemimpinnya.7

7
Ian Pasaribu, Pikada Serentak dan Hukum Politik: Kontroversi Kebijakan Pemerintah Pusat Terkait Putusan
Hukum Pilkada Kabupaten, Simalungung Sumatera Utara Tahun 2015, Jurnal Politika, Vol.8, No.1, April 2017,
hlm.84.

2
Terdapat sejumlah argumen mengapa pilkada harus dilakukan secara langsung oleh rakyat8.
Pertama, pilkada secara langsung diperlukan untuk memutus mata-rantai oligarki pimpinan
partai dalam menentukan pasangan kepala dan wakil kepala daerah yang dipilih oleh DPRD.
Selain itu, pemilihan oleh segelintir anggota DPRD pun cenderung oligarkis karena
berpotensi sekadar memperjuangkan kepentingan para elite politik belaka. Kedua, pilkada
langsung diharapkan dapat meningkatkan kualitas kedaulatan dan partisipasi rakyat karena
secara langsung rakyat dapat menentukan dan memilih pasangan calon yang dianggap terbaik
dalam memperjuangan kepentingan mereka. Ketiga, pilkada langsung bagaimana pun
mewadahi proses seleksi kepemimpinan secara bottom-up, dan sebaliknya meminimalkan
lahirnya kepemimpinan yang didrop dari atas atau bersifat top-down. Keempat, pilkada
langsung diharapkan dapat meminimalkan politik uang yang umumnya terjadi secara
transaksional ketika pemilihan dilakukan oleh DPRD. Karena diasumsikan relatif bebas dari
politik uang, pimpinan daerah produk pilkada langsung diharapkan dapat melembagakan tata
kelola pemerintahan yang baik, dan menegakkan pemerintah daerah yang bersih. Kelima,
pilkada langsung diharapkan meningkatkan kualitas legitimasi politik eksekutif daerah,
sehingga dapat mendorong stabilisasi politik dan efektifitas pemerintahan lokal. Pilakda yang
dilakukan secara langsung mengharapkan agar menciptakan kepala daerah yang akuntabel
tinggi kepada masyarakat di daerah.9
Pelaksanaan Pilkada kemudian dilakukan secara serentak. Penyelenggaran Pilkada
serentak10 tidak lepas dari gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang dilakukan oleh Effendi Ghazali dan
Koalisi Masyarakat.11 Namun, penerapan pemilu serentak bisa dilakukan pada 2019, bukan
untuk Pemilu 2014 dengan alasan waktu yang terlalu mepet. Pilkada serentak dilakukan
bertahap. Yakni tahap pertama pada 9 Desember 2015, tahap kedua Februari 2017, tahap
ketiga pada Juni 2018, tahap keempat tahun 2020, tahap kelima tahun 2022, dan tahap kelima
tahun 2023.12 Namun Pilkada pada tahun 2020 mengalami masalah karena hadirnya wabah
8
Syamsuddin Haris, Dinamika Poltik Pilkada Serentak, Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR Republik Indonesia,
2019, hlm.6.
9
Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesi: Konsolidasi Demokrasi Pascra-Orde Baru, Jakarta: Kencana
PredananMedia Group, 2010, hlm.183.
10
Pemilu serentak (concurrent elections) secara sederhana dapat didefinisikan sebagai sistem pemilu yang
melangsungkan beberapa pemilihan pada satu waktu secara bersamaan. Jenis-jenis pemilihan tersebu mencakup
pemilihan eksekutif dan legislatif di beragam tingkat, yang terentang dari tingkat nasional, regional hingga
pemilihan di tingkat lokal, lihat Ian Pasaribu., Loc.Cit., hlm.88.
11
Iswara N Raditya, Pilpres 2019 & Sejarah Pemilu Serentak Pertama di Indonesia, diakses melalui:
https://tirto.id/pilpres-2019-sejarah-pemilu-serentak-pertama-di-indonesia-dmTm pada 1 Januari 2022.
12
Moch Harun Syah, Ketua KPU: Pilkada Serentak Sejarah Sekaligus Tantangan, diakses melalui:
https://www.liputan6.com/news/read/2244960/ketua-kpu-pilkada-serentak-sejarah-sekaligus-tantangan pada 1
Januari 2022.

3
covid-19 yang melanda Indonesia, sehingga membuat pelaksanaan Pilkada 2020 sempat
mengalami penundaan. Meskipun Pilkada Serentak telah dilaksanakan sejak 2015 dan
masyarakat Indonesia telah terlatih menghadapi Pilkada Serentak tidak menjadikan Pilkada
bebas hambatan dan tantangan . Terutama Pilkada serentak tahun 2020 yang diselenggarakan
ditengah masa pandemic Corona Virus Disease 19 (covid-19) yang merupakan suatu bencana
non alam. Penyelenggaraan Pilkada 2020 direncanakan digelar pada bulan September 2020
dengan daerah yang mengikuti sebanyak 270 (duaratus tujuh puluh), dengan rincian 9
(Sembilan) provinsi, 224 (dua ratus dua puluh empat) kabupaten dan 37 (tiga puluh
tujuh) kota. Presiden Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2020 (Kepres 12/2020) menyatakan penyebaran covid-19 sebagai bencana
nasional (bencannonalam), dan Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) terkait perpanjangan status keadaan tertentu darurat bencana wabah penyakit akibat
virus Corona di Indonesia sebagai langkah-langkah pencegahan untuk meminimalisasi
penyebaran covid-19.13 Karena terjadi penyebaran wabah maka dikeluarkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
menjadi Undang-Undang (Perppu 2/2020). Ada 3 perubahan yang sangat pokok yang diatur
dalam Perppu 2/2020 yang mempengaruhi perubahan jadwal pelaksaan pilkada ini yakni
Pertama, Pasal 120 yang menyatakan faktor bencana non-alam sebagai alasan penundaan
rangkaian Pilkada. Kedua, Pasal 122A berkenaan dengan penundaan dan penetapan Pilkada
lanjutan ditetapkan berdasarkan kesepakatan pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ketiga, Pasal 201A Pilkada yang pada awalnya akan
dilaksanakan pada bulan september 2020 ditunda dan akan diselenggarakan pada bulan
desember 2020, dengan alasan Bencana Non-alam Pandemi Covid-19.
Untuk menjaga hak konstitusi rakyat yaitu hak dipilih dan hak memilih, pemerintah
melalui Presiden tetap akan dilaksanakan tetapi dengan menerapkan protokol kesehatan yang
ketat dan pelanggarannya mendapatkan sanksi yang tegas. KPU kemudian menetapkan
Pilkada serentak digelar pada 9 Desember 2020. Seiring berjalannya waktu, Perppu 2/2020
berubah menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota
13
Dina Kurnia Sari Utami, Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2020 di Tengah
Pandemi COVID-19 Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2020, AWASIA: Jurnal Pemilu dan
Demokrasi, Vol.1 No.1, Juni 2021, hlm.14.

4
(UU 6/2020). KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu dan pemilihan menetapkan
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor Nomor 6 Tahun 2020 (PKPU 6/2020) tentang
Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau
Wali Kota dan Wakil Wali Kota Serentak lanjutan dalam Kondisi Bencana Non Alam (covid-
19). PKPU ini untuk mengakomodir pasal 120 Perpu 2/2020,sebagai tindak lanjut penundaan
pilkada akibat bencana non alam. Secara garis besar PKPU mengatur tentang tahapan
lanjutan pilkada dalam kondisi bencana non alam covid-19 meliputi pembentukan Panitia
Pemungutan Suara (PPS), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), dan Petugas
Pemutakhiran Data Pemilih; Pemutakhiran Data dan penyusunan daftar pemilih; Pencalonan,
verifikasi faktual, penyerahan dukungan perbaikan, verifikasi administrasi perbaikan dan
verifikasi faktual perbaikan, Rekapitulasi dukungan hasil verifikasi faktual dan rekapitulasi
dukungan perbaikan hasil verifikasi faktual perbaikan, pendaftaran bakal calon, penelitian
persyaratan calon, penyerahan perbaikan persyaratan calon dan penelitian perbaikan
persyaratan calon, penetapan pasangan calon dan pengundian nomor urut; Kampanye; Dana
Kampanye, Pemungutan dan Penghitungan Suara, Rekapitulasi Hasil Penghitungan dan
Penetapan Hasil pemilihan; Sosialisasi, pendidikan pemilih, dan partisipasi masyarakat,
pengamanan perlengkapan pemilihan.
Tentunya dengan Pilkada serentak tahun 2020 akan berbeda dengan pilkada
sebelumnya, jika Pilkada yang dilakukan dalam kondisi normal saja masih mengalami
banyak kendala, Pilkada ditengah pandemic akan mengalami berbagai hambatan dan
tantangan tersendiri dalam pelaksanaannya. Masalah teknis menjadi kendala utama bagi
penyelenggara pemilihan di daerah, mengingat sejumlah tahapan harus dilakukan secara tatap
muka, karena Pilkada bukan sekedar hari pemungutan suara, semua tahapan merupakan satu
kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Salah satu daerah penyelenggara Pilkada 2020
yaitu Kota Surabaya, yang mempertarungkan pasangan calon Eri Cahyadi-Armuji dan
pasangan calon Machfud Arifin-Mujiaman. Pilkada tahun 2020 akan dilaksanakan dalam
situasi pandemi Covid-19, yang menimbulkan risiko kesehatan bagi penyelenggara maupun
pemilih. Meskipun oleh pihak KPU pusat telahmembekali alat pelindung diri dan panduan
teknis pelaksanaan pemilu kepada petugas KPPS, tapi rasa cemas masih tetap ada. 14 bahkan
puluhan petugas Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) pada Pilkada Surabaya 2020
terpapar covid-19.15 Berangkat dari latar belakang masalah tersebut maka penulis melakukan
14
Pijar Anugerah, Mempersiapkan Pilkada di 'titik panas' virus corona Surabaya, diakses melalui:
https://www.bbc.com/indonesia/majalah-55225195 pada 1 Januari 2022
15
Amaluddin, Puluhan Pengawas TPS Pilkada Surabaya Terpapar Covid-19, diakses melalui:
https://www.medcom.id/pilkada/news-pilkada/GKdpOpEK-puluhan-pengawas-tps-pilkada-surabaya-terpapar-

5
penelitian, “PEMILIHAN DIMASA PANDEMI COVID-19: STUDI KASUS
PENYELENGGARAAN PEMILIHAN WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA
SURABAYA TAHUN 2020 OLEH KPU KOTA SURABAYA”.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah “bagaimana hambatan dan tantangan dalam pelaksanaan Pilkada 2020 pada masa
pandemi di Kota Surabaya”?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hambatan dan tantangan dalam
pelaksanaan Pilkada 2020 pada masa pandemu di Kota Surabaya.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
1. Secara teoritis, penelitian skripsi ini diharapkan menjadi bahan referensi atau literatur
dalam bidang demokrasi dan sistem pemlihan umum, terutama pembahasan mengenai
Pilkada pada masa pendemi.
2. Secara praktis, penelitian skripsi ini selain untuk memenuhi syarat menyelesaikan
gelar sarjana, juga berguna untuk memberi pengetahuan dan menambah nilai terhadap
penelitian-penelitian yang lainnya, khusunya yang mengkaji tentang Pilkada pada
masa pandemi.

1.4 Sistematika Pembahasan


1. Bab I Pendahuluan, terdiri dari: latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
dan kegunaan penelitian.
2. Bab II Tinjauan Pustaka: pada bab ini terdiri dari penelitian terdahulu dan landasan
teori sebagai dasar untuk menganalisis dari data yang didapat.
3. Bab III Metode Penilitan, yang terditi dari jenis penelitian, teknik pengumpulan data,
dan metode analisis data.
4. Bab IV Hasil dan Pembahasan, dibab ini akan disajikan data-data yang diperoleh dari
informan serta dianalisis dengan menggunakan landasan teori yang digunakan pada
penelitian ini.
5. Bab V Penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran.
covid-19 pada 1 Januar 2022.

6
1.5 Tinjauan Pustaka
1.5.1 Penelitian Terdahulu
Sebelum peneliti melakukan penelitian, ada beberapa penelitian terdahulu yang
mengangkat isu yang relevan terkait dengan penyelenggaraan Pilkada pada masa pandemi.
Berikut penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Dina Kurnia Sari Utami16 yang mengangatk judul
“Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2020 di Tengah
Pandemi COVID-19 Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2020”. Penelitian
ini mengkaji penyelanggaraan Pilkada 2020 pada masa pandemi menggunakan UU
6/2020. Dari hasil penelitian tersebut dijelaskan bahwa penyelenggaraan Pilkada 2020
wajib menerapkan protokol kesehatan yang ketat mulai dari tahapan pemutakhiran
daftar pemilih, pencalonan, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, serta
rekapitulasi hasil penghitungan suara dan penetapan calon terpilih..
2. Penelitian yang dilkaukan oleh Amanda Prasetyawati dan Agus Satmoko Adi17 yang
mengangkat judul “Perilaku Politik Pemilih Pemula dalam Pilkada 2020 pada Masa
Pandemi Covid-19 di Kota Surabaya”. Dalam penelitian ini mengkaji perilaku
pemilih para pemilih pemula yang ada di Kota Surabaya pada penyelenggaraan
Pilkada 2020. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahwa pemilih pemula
memilih berdasarkan faktor orientasi policy problem soving yang tinggi 71%, lalu
sebagian besar pemilih pemula merupakan pemilih kritis yaitu sebanyak 34%. Hanya
20% pemilih pemula merupakan pemilih tipe skeptis. Sisanya 24% merupakan
pemilih tradisional dan 22% merupakan pemilih yang rasional.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Hasanuddin, Auradian Marta, dan Wan Asrida 18 yang
berjudul “Menilai Kualitas Pilkada dalam Era Pandemi (Studi di Kabupaten Indragiri
Hulu, Riau)”. Penelitian ini hanya ingin menilau kualitas dari penyelenggaraan
Pilkada pada masa pandemi di Kabupaten Indragiri Hulu, Riaun. Hasil dari penelitian
tersebut adalah kualitas Pilkada di Kabupaten Indragiri Hulu masih rendah dan belum
memenuhi prinsip-prinsip Pemilu yang berkualitas dan berintegritas.
Dari beberapa penelitian yang telah disebutkan maka peneliti menyebutkan ada
perbedaan dengan peneliti yang akan diangkat. Dimana ada penelitian yang hanya mengkaji
16
Dina Kurnia Sari Utami, Loc.Cit., hlm.13-26.
17
Amanda Prasetyawati, Loc.Cit., hlm.309-323.
18
Hasanuddin, Auradian Marta, dan Wan Asrida, Menilai Kualitas Pilkada dalam Era Pandemi (Studi di
Kabupaten Indragiri Hulu, Riau), Nakhoda: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol.20 No.1, Jun 2020, hlm.59-67.

7
penyelenggaraan Pilkada berdasarkan undang-undang dan mengkaji untuk menilai kualitas
penyelenggaraan Pilkada pada masa pandemi. Semenmtara ada penelitian yang bertempat
yang sama yakni Kota Surabaya, tetapi dalam penelitian tersebut mengkaji ada perilaku
memilih. Oleh karena itu, dari perbandingan tersebut saya sebagai peneliti berfkus pada
penyelenggaraan Pilkada Kota Surabaya pada masa pandemi.

1.5.2 Landasan Teori


Konsep Demokrasi
Istilah demokrasi diambil dari bahasa Yunai yaitu demos yang artnya rakyat, dan
kratos yang artinya kekuasaan. Sederhananya demokrasi berarti kekuasaan oleh rakyat. 19
Gagasan mengenai demokrasi terlahir karena ketidakpuasaan terhadap pemerintahan yang
sewenang-wenang.20 Pendapat terkenal tentang demokrasi atau disebut sebagai Lincoln’s
statement yaitu “government of the people, by the people, and for the people. 21 Menurut
Hendry B. Mayo, “a democratic political system is one in wich public polities are made on a
majority basis, by representative subject to effective popular control at periodic elections
which are conducted on the principle of political equality and under conditions of political
freedom.22 Sementara penegertian demokrasi secara singkat menurut J. Schumpeter adalah
demokrasi merupakan metode untuk memilih pemimpin.23
Robert A. Dahl menilai jika demokrasi akan jika memenuhi lima kriteria sebagai
berikut:24
1. Persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat.
2. Partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga negara
dalam proses pembuatan keputusan secara kolektif.
3. Pembeberan kebenaran, yaitu adanya peluang yang sama bagi politik dan
pemerintahan yang logis.
4. Kontrol terakhir terhadap agenda, yaitu adanya kekuasaan eksklusif bagi
masyarakat untuk menentukan agenda mana yang harus dan tak harus
diputuskan pada orang lain atau lembaga yang mewakili masyarakat.

19
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 2015, hlm.105.
20
Herman Finer, Theory and Practice of Modern Government, NewYork: Greeenwood Press, 1998, hlm.68.
21
Martin Nettescheim, Developing A Theory of Democracy for The Eurpoian Union, Berkeley Journal of
International Law, Vol.23 No.23, 2005, hlm.365.
22
Moh Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipat, 2010, hlm.20.
23
Josep A. Shumpeter, Op.Cit.,
24
Eep Saefullah, Masalah dan Prospek Demokrasi di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994, hlm.6.

8
5. Pencakupan, yaitu terputnya masyarakat mencakup semua orang dewasa
dalam kaintannya dengan hukum.
Dengan demikian, konsep demokrasi selalu dikatikan dengan kedaulatan rakyat,
karena rakyatlah yang memegang kekuasaan.25 Artinya kekuasaan itu pada pokoknya diakui
berasal dari rakyat, dan karena itu rakyatlah yang sebenarnya menentukan dan memberi arah
serta yang sesungguhnya menyelenggarakan kehidupan kenegaraan.26
Teori Kedaulatan Rakyat
Teori ini lahir karena adanya kontrak sosial sebagai konsekuensi dari sumber
kekuasaan tertinggi di tangan rakyat. Oleh karena itu, segala bentuk kekuasaan yang
dijalankan oleh lembaga negara harus tunduk pada kehendak rakyat.27 Dalam teori kedaulatan
rakyat terdapat slogan yang terkenal yaitu, “vox populi suprema lex”, yang artinya suara
rakyat merupakan hukum yang paling tinggi. Menurut Mac Iver, “the sovereignity, so we
shall name the power which ultimately determaines he policy of the state”, artinya jika
kedaulatan berada di tangan rakyat, maka rakyatlah yang menentukan kebijakan negara
melalui badan penjelmaan seluruh rakyat.28
Tokoh modern yang mengkonsepsikan kedaulatan rakyat salah satunya adalah John
Locke. Dalam pemikirannya tentang daulat rakyat, ia berpendapat jika kekuasaan raja harus
dibatasi. Menurut Locke, manusia sejak lahir dilekati oleh sejumlah hak dasar dan alami yang
tidak dapat dikurangi dengan alasan apa pun, seperti hak untuk hidup, hak kemerdekaan diri,
dan hak milik. Ketiga hak ini harus dilindungi dari kemungkinan diganggu bahkan dirarnpas
oleh kekuasaan, sekaligus merupakan pembatas kekuasaan raja. Gagasan Locke untuk
membatasi kekuasaan raja di atas, kemudian diperkuat dengan konsep pemisahan kekuasaan
"separation of powers " terhadap lembaga-lembaga pokok: legislatif (kekuasaan untuk
membuat undang-undang); eksekutif (kekuasaan untuk menjalankan undang-undang
termasuk di dalamnya kekuasaan mengadili); dan federatif (kekuasaan untuk rnelakukan
hubungan dengan negara lain). Gagasan Locke ini, mengilhami Baron de Montesquieu untuk
menciptakan kekuasaan ketiga menjadi yudikatif (kekuasan untuk mengadili pelanggar
undangundang). Seinentara kekuasaan federatif Locke, ia masukan ke dalam kekuasaan
eksekutif. Pada hakekatnya, teori kedaulatan rakyat ini bersentral pada rakyat sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi. Dari gagasa mengenai kedaulatan rakyat tersebut

25
Hamdan Zoelva, Pemakzulan Presiden di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm.71.
26
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm.293.
27
I Dewa Gede Atmadja, Hukum Konstitusi: Problematika Konstitusi Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945,
Malang: Setara Press, 2010 , him. 124.
28
Ibid., hlm.90.

9
mensyaratkan adanya pemilihan umum yang menghasilkan wakil rakyat yang mewakili
rakyat dan yang dipilih langsung atau tidak langsung oleh seluruh warga negara.
Tinjauan Umum tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah
Penerapan konsep demokrasi dan kedaulatan rakyat maka konsekuensinya
diseleneggarakan pemilihan umum. Pemilu adalah wujud dari partisipasi politik masyarakat
yang dilakukian melalui pemberian suara terhadap organisisi peserta pemilu yang dianggap
mampu menyuarakan aspirasi rakyat.29 Adanya pemilu bertujuan untuk menciptakan
stabilitas politik dan pergantiang pemimpin secara demokrtis. Adapun Ramlan Surbanti
mengemukakan pendapatnya tentang tujuan pemilu:30
1) Sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan dan
alternatif kebijakan publik (public policy). Dalam demokrasi kedaulatan
rakyat sangat di junjung tinggi sehingga dikenal spirit oleh, dari, dan untuk
rakyat.
2) Pemilu juga merupakan sarana memindahkan konflik kepentingan dari
masyarakat kepada badan perwakilan rakyat melalui wakil-wakil yang terpilih
atau partai yang memenangkan kursi sehingga integrasi atau kesatuan
masyarakat tetap terjamin. Manfaat pemilu ini berkaitan dengan asumsi bahwa
masyarakat memiliki kepentingan yang berbeda-beda dan bahkan saling
bertentangan, dan pertentangan itu semestinya diselesaikan melalui proses
musyawarah.
3) Pemilu merupakan sarana mobilisasi, menggerakkan atau menggalang
dukungan rakyat terhadap negara dan pemerintahan dengan jalan ikut serta
dalam proses politik.
Berdasarkan Pasal 22E UUD 1945 disebutkan bahwa asas pemilu meliputi langsung, umum,
bebas, rahasia, jujurm dan adil. Penjelasan dari masing-masing asas tersbut sebagai berikut:
pertama, langsung, artinya rakyat memberikan hak suara dengan sekehendak nuraninya
secara langsung tanpa melalui perantara. Kedua, umum artinya menjamin kesempatan bagi
seluruh warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemilu, tanpa
membedakan ras, suku, agama, dan status sosial warga negara. ketiga, bebas artinya warga
negara Indonesia sebagai pemilih bebas menentukan pilihannya dalam menggunakan hak
suara, tanpa ada tekanan dan pengaruh dari luar dirinya. Dalam pelaksanaan hak itu mendapat
jaminan keamanan dan kenyamanan tanpa ada ganguan dari pihak manapun. Keempat,

29
Afan Gafar, Politik Menuju Transisi Demokrasi, Yogyakarta: Pustakapelajar, 1999, hlm. 255
30
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Grasindo, 1992, hlm.181.

10
rahasia artinya bahwa para pemilih dalam menggunakan hak pilihnya, dijamin tidak
seorangpun yang dengan cara apapun mengetahui kepada siapa hak suara pemilih diberikan.
Kelima, jujur artinya bahwa penyelenggara pemilu, pengawas pemilu, pemantau pemilu,
peserta pemilu, maupun pemilih sendiri dan semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan
pemilu harus mengambil sikap atau tindakan yang jujur, sesuai ketentuan peraturan yang
berlaku. Keenam, Adil artinya bahwa baik peserta pemilu maupun pemilih harus mendapat
perlakuan yang sama dari pihak manapun, serta bebas dari perlakuan curang.
Salah satu penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia adalah pemilihan kepala
daerah atau yang biasa disebut Pilkada. Pilkada merupakan suatu perwujudan kedaulatan
rakyat ditingkat daerah untuk memilih pemimpin daerah. Selain itu, Pilkada pada dasarnya
merupkan bentuk dari pelaksanaan dari otonomi daerah. Pilkada merupakan instrumen yang
sangat penting dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan prinsip demokrasi
di daerah, karena disinilah wujud bahwa rakyat sebagai pemegang kedaulatan menentukan
kebijakan kenegaraan.31 Penyelenggaran Pilkada secara langsung mulai dselenggarakan sejak
berlakunya UU 32/2004, lalu seiring berjalannya waktu dan adanya dinamika politik maka
penyelenggaraaan Pilkada dilakukan secara serentak. Pilkada yang dilakukan serentak
pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015 yang diselemnggarakan di 269 wilayah dengan
rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 36 kota di Idnonesia. Pilkada langsung yang di
dilakukan secara serentak dimaksudkan untuk mengurangi atau meminimalkan cost, baik
sosial, politik, maupun ekonomi yang ditimbulkan dari pelaksanaan Pilkada. 32 Tidak hanya
meminimalkan cst, tetapi Pilkada yang dilakukan serentak diharapkan lebih efisien dari segi
biaya dan waktu. Disamping itu, muncul persoalan lain dari penyelenggaraan Pilkada ini,
tepatnya pada penyelenggaraan Pilkada tahun 2020 menjadi masalah ketika seluruh dunia
dilanda wabah covid-19 termasuk di Indonesia. Akibatnya penyelenggaraan Pilkada
mengalami penundaan meskipun pada akhirnya berhasil terlaksana. Pilkada tahun 2020 pada
pelaksanaannya berbeda dengan pelaksanaan sebelumnya, karena selama proses
penyelenggaraan diwajibkan untuk melaksanakan protokol kesehatan akibat pandemi.
Adapun dasar hukum Pilkada pada masa pandemi sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

31
Yusdianto, Identifikasi Potensi Pelanggaran Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) dan Mekanisme
Penyelesaiiannya, Jurnal Konstitusi, Vol.2 No.2, November 2010, hlm.44.
32
Prayudi, et al., Dinamika Politik Pilkada Serentak, Jakarta: Pusat Penelitian Badan Penerbitan DPR RI, 2017,
hlm.4.

11
c. Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan kedua atas Undang
Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota Menjadi Undang Undang.
d. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
e. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016
Tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tentang
Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun
2017.
f. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2016
Tentang Perubahan kedua atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9
Tahun 2015 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikot.
g. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020
Tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubenur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota Serentak Lanjutan dalam kondisi
Bencana Non-alam Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Tinjauan Umum tentang Komisi Pemilihan Umum
Keberadaan KPU tidak ditentukan dalam UUD 1945, sehingga kedudukan lembaga
ini tidak dapat disejajarkan dengan lembaga negara yang kewenangannya diatur oleh UUD
1945, kedudukannya hanya dapat disejajarkan dengan lembaga-lembaga yang dibentuk oleh
undang-undang. Mengutip pendapat Jimly Asshidie tentang KPU, lembaga penyelenggara
pemilu itu tidak harus diberinama Komisi Pemilihan Umum, sebab ketentuan dalam Pasal
22E UUD 1945 tentang perkataan Komisi Pemilihan Umum di tulis dengan huruf kecil, yang
artinya ketentuan dalam pasal itu brsifat umum tidak merujuk pada sebuah nama, melainkan
untuk menyebut lembaga penyelenggara pemilu itu sendiri.33 KPU sebagai lembaga
penyelenggara pemilu diharapkan menjadi lembaga yang independen, sehingga dapat

33
Jimly Assiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Pasca Reformasi, Jakarta: Sinar Grafika, 2010,
hlm. 201

12
menyelenggarakan pemilu yang adil dan transaran agar kualitas demokrasi semakin mapan.
Arti penting dari independensi KPU didasarkan pada empat hal:34 Pertama, pemilihan umum
sebagai prosedur dan mekanisme pendelegasian kedaulatan rakyat kepada penyelenggara
negara, baik legislatif atau eksekutif yang akan bertanggungjawab kepada rakyat dan atas
nama rakyat. Kedua, pemilihan umum merupakan mekanisme pemindahan aspirasi dari
rakyat baik pusat atau daerah. Ketiga, pemilihan umum merupakan prosedur perubahan
politik secara teratur dan tertib.
Adapun tugas dari KPU sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 12 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, sebagai berikut:
a. melakukan rancangan dan rencana pelaksanaan program serta menetapkan anggaran
dan jadwal pelaksanaan
b. menyusun tata kerja KPU baik ditingkat nasional dan provinsi dan kabupaten
c. membentuk regulasi untuk setiap tahapan penilu
d. mengendalikan memantau seluruh tahapan pelaksanaan pemilu
e. Menerima daftar pemilih
f. Membuat berita acara dan rekapitulasi hasil pemilu yang diserahkan kepada saksi
peserta pemilu dan bawaslu
g. Mengumumkan calon terpilih dan membuat berita acaranya
h. Segera menindak lanjuti putusan bawaslu atau temuan adanya pelanggaran pemilu
dan sengketa pemilu
i. Melakukan sosialisasi penyelenggaraan pemilu dan segala yang berkaitan dengan
tugas dan wewenang KPU kepada masyarakat.
j. Evaluasi dan laporan setiap penyelenggaran pemilu
k. Menetapkan daftar pemilih

1.6 Metode Penelitian


1.6.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian deskritif kualitatif, dengan mengacu pada
rumusan masalah kemudian mencari dan menemukan data-data di lapangan lalu dianalisis
dan dideskripsikan secara kualitatif. Jenis penelitian deskriptif adalah penelitian yang
bertujuan utnuk mendeskripsikan situasi-situasi, fenomena-femena, atau kejadian-kejadian
dari hasil olah pancaindera. Karakteristik dari penelitian tersebut untuk menggambarkan

34
Suparman Marzuki, Peran Komisi Pemilihan Umum dan Pengawas Pemilu Untuk Pemilu yang Demokratis,
Jurnal Hukum, Vol.15 No.3, Juli 2008, hlm.403-404.

13
suatu fenomena sosial yang diteliti secata cermat, sehingga mendapatkan dan menyampaikan
fakta-fakta secara jelas, teliti, dan lengkap. Sementara untuk deskripsi kualitatif mengacu
pada identfikasi sifat-sifat membedakan atau karakteristik sekelompok benda, manusia, atau
peristiwa. Alasan peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yakni untuk
memberikan gambaran mengengenai fenomena yang diteliti secara terpenrinci, sehingga
memberikan pemahaman dan pengetahuan yang lebih terang dan jelas mengenai fenomena
yang diteliti. Adapaun fenomena yang diteliti berkaitan dengan penyelenggaraan Pilkada
pada masa pandemi di Kota Surabaya.
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan naturalistik. Pendekatan ini
sering disebut sebagai metode kualitatif, yaitu metode penelitian yang digunakan untuk
meneilti pada kondisi objek yang alami dimana peneliti sebagai intrumen kunci dalam
penelitian. penelitian kualitatif naturalistik karena dalam penelitian kualitatif pada proses
pengolahan data-datanya didapatkan dari lapangan melalui wawancara dan lebih pada
pemaparan kata-kata atau kalimat, dan bukan menggunakan angkaangka statistik.
1.6.2 Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini bisa dikatakan sebagai lokasi penelitian yang berkaitan dengan
pemilihan tempat yang akan digunakan untuk melakukan penelitian. Penentuan lokasi
penelitian harus berdasarkan pada pilihan yang rasional, objektif, dan menghindari kebiasaan.
Pilihan rasional maksudnya penentuan lokasi penelitian harus didasarkan pada keterkaitan
antara lokasi penelitian dengan tema penelitian agar dapat menemukan data yang akurat dan
kredibel. Objektif artinya lokasi penelitian dipilih karena memang dibutuhkan peneliti dari
hasil pengamatan lingkungan penelitian agar mendapatkan data yang sesuai dengan fenomena
yang diteliti. Menghindari kebiasaan artinya dalam menentuka lokasi penelitian harus saklek
agar tidak melebar sehingga bisa kehilangan fokus. Adapun pemilihan lokasi pada penelitian
ini ada Kota Surabaya karena dalam penyelenggaraan Pilkada 2020, Kota Surabaya juga
termasuk daerah yang menyelenggarakan pemilihan Walikota dan Wakil Walikota. Lebih
spesifik lagi untuk fokus pada KPUD Kota Surabaya.
1.6.3 Teknik Penentuan Informan
Penentuan informan sangat diperlukan dalam penelitian ini guna mendapatkan data
secara rinci supaya dapat mendeskripsikan dan menganalisis fenomena yang diteliti yaitu
penyelenggaraan Pilkada pada masa pandemi di Kota Surabaya. Informan adalah orang-
orangan latar penelitia yang diharakan bisa memberikan informasi yang tepat serta
dibutuhkan sesuai permasalahan yang dianglat dalam peneliaitian ini. Pemilihan informan ini
berdasarkan pada pengalaman atau pengetahun terkait dengan tema penelitian seperti;

14
seseorang yang sudah lama menyatu dengan kegiatan yang menjadi objek penelitian,
sesoranga yang masih terlibat aktif pada lingkungan yang menjadi sasaran pnelitian,
seseorang yang mempunyai cukup banyak waktu dan kesempatan untuk dimintai informasi,
dan seseorang yang memberikan informasi dilakukan secara terbuka tanpa ada yang ditutupi.
Penentuan informan dalam penelitian ini menggunkan teknik purposive, yaitu teknik
penentuan informan dengan menggunakan pertimbangan khusus. Alasan menggunakan
teknik tersbut adalah peneliti menganggap orang-orang yang diharapkan dalam penelitian ini
memberikan kemudahan untuk mendapatkan data terutama melalui wawancara. Setelah itu
peneliti menngunakan teknik snowball sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sumber
data yang awalnya sedikiit informan kemudian menjadi banyak berdasarkan kebutuhan dari
penelitian ini.35 Adapun pemilihan informan dari penelitian ini kepada:
1. Ketua KPU Kota Surabaya;
2. Badan Adhoc Pilwali Kota Surabaya (PPK,PPS, KPPS);
3. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Surabaya.
1.6.4 Teknik Pengumpulan Data
Data merupakan hal yang terpenting dalam suatu penelitian karena setelah
mendaatkan data maka akan dianalisis sesuai dengan teori yang digunakan. Di dalam
penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data menngunakan data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui wawancara dan observasi. Sedangkan data sekunder diperoleh
melalui studi pustaka. Adapun untuk memperoleh data-data, maka peneliti menggunakan
teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi kualitatif merupakan observasi yang didalamnya peneliti turun langsung ke
lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi penelitian.36
Tujuan dari observasi adalah karena pengamatan dapat mengoptimalkan kemamuan peneliti
dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku dan sebagainya. Observasi itu sendiri terdiri
dari pengamatan melalui cara berperan serta atau terlibat secara langsung dalam kegiatan atau
aktivitas dan yang tidak berperan serta atau tidak terlibat. Sementara pengamatan yang
digunakan dalam penlitian ini adalah pengamatan tanpa peran serta, sehingga peneliti hanya
menempatkan dirinya sebagai pengamat.
2. Wawancara

35
Sugiyono, Metode Penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D, Bandung: Alfabeta, 2014, hlm.218-219.
36
Jon W. Creswell, Research Design: Pendekatan Kualitatif , Kuantitatif, dan Mixed, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009, hlm.266.

15
Wawancara dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan secara face-to-face interview dengan
informan atau terlibat dalam fokus group interview.37 Pendekatan wawancara yang digunakan
dalam penelitian ini dengan menggunakan wawancara mendalam (depth interview), sehingga
dibutuhkan pertanyaan-pertanyaan yang secara umum tidak terstruktur dan bersifat terbut
yang dirancang agar mendapatkan pendapat dari informan. Lalu peneliti menggunakan
instrumen pedoman wawancara (interview guide) yang bertujuan agar informan dapat
dikendalikan sesuai arah dan tujuan dari peneliti sehingga data dari wawancara yang
dihasilkan sesuai dengan kebutuhan peneliti.
3. Dokumentasi
Terdapat dua jenis dokumen yang umum digunakan, yaitu dokumen publik dan dokumen
privat.38 Data berupa dokumen ini digunakan untuk menggali informasi yang terjadi pada
masa silam. Adapun juga dokumen ini perlu untuk melengkapi dan memperkuat perihal data-
data yang dibutuhkan.
1.6.5 Metode Analisis Data
Data yang diperoleh peneliti dari lapangan dapat berbentuk teks, naskah wawancara
terbuka, artefak fisik, kaset audio, gambar ataupun foto, sehingga perlu dilkukan analisis
terhadapnya. Analisis data mencakup menguji, menyortir, mengkategorikan, mengevaluasi,
membandingkan, mensintesakan, dan merenungkan (contemplating) data, juga meninjau
kembali data mentah yang terekam. Proses analisis data dalam penelitian kualitatif menurut
sudah dilakukan sejak awal peneliti terjun ke lapangan, namun analisis tersebut cenderung
tentative dan tidak lengkap. Untuk itu perlu analisis pada akhir pengumpulan data. Adapun
metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik analisis interaktif
aktivitas analisis data kulitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus
menerus hingga tuntas, sehingga data mencapai saturation atau titik jenuh. Aktivitas analisis
dari model interaktif terdiri dari tiga sub-proses yang saling terkait, yakni proses reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Reduksi Data (Data Reduction). Data lapangan dituangkan dalam uraian laporan
yang lengkap dan terinci. Data dan laporan lapangan kemudian direduksi,
dirangkum, dan difokuskan untuk dipilih yang terpenting kemudian dicari polanya
dengan melakukan proses refleksi data.
2. Penyajian Data (Data Display). Penyajian data dilakukan untuk mempermudah
peneliti melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari

37
Ibid.,
38
Ibid., hlm.270.

16
data penelitian. Hal ini dilakukan sebab peneliti perlu mengkaji proses analisi data
sebagai dasar pemakanaan. Data-data tersebut kemudian dipilah-pilah untuk
disortir menurut kelompoknya dan disusun sesuai dengan kategori yang sejenis.
3. Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi. Pada penelitian kualitatif, verifikasi data
dilakukan secara terus menerus sepanjang proses penelitian dilakukan. Sejak
pertama memasuki lapangan dan selama proses pengumpulan data

Daftar Pustaka

Afan Gafar, 1999, Politik Menuju Transisi Demokrasi, Yogyakarta: Pustakapelajar.

Amanda Prasetyawati, Perilaku Politik Pemilih Pemula dalam Pilkada 2020 pada Masa
Pandemi Covid-19 di Kota Surabaya, Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan,
Vol.9 No.2, Juni 2021.

17
Amaluddin, Puluhan Pengawas TPS Pilkada Surabaya Terpapar Covid-19, diakses melalui:
https://www.medcom.id/pilkada/news-pilkada/GKdpOpEK-puluhan-pengawas-tps-
pilkada-surabaya-terpapar-covid-19 pada 1 Januar 2022.

Dina Kurnia Sari Utami, Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2020
di Tengah Pandemi COVID-19 Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2020,
AWASIA: Jurnal Pemilu dan Demokrasi, Vol.1 No.1, Juni 2021.

Eep Saefullah, 1994, Masalah dan Prospek Demokrasi di Indonesia, Jakarta: Ghalia
Indonesia.

Hasanuddin, Auradian Marta, dan Wan Asrida, Menilai Kualitas Pilkada dalam Era Pandemi
(Studi di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau), Nakhoda: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol.20
No.1, Jun 2020.

Hamdan Zoelva, 2011, Pemakzulan Presiden di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.

Hatamar Rasyid, 2015, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Herman Finer, Theory and Practice of Modern Government, NewYork: Greeenwood Press.

Ian Pasaribu, Pikada Serentak dan Hukum Politik: Kontroversi Kebijakan Pemerintah Pusat
Terkait Putusan Hukum Pilkada Kabupaten, Simalungung Sumatera Utara Tahun
2015, Jurnal Politika, Vol.8, No.1, April 2017.

I Dewa Gede Atmadja, 2010, Hukum Konstitusi: Problematika Konstitusi Indonesia Setelah
Perubahan UUD 1945, Malang: Setara Press.

Iswara N Raditya, Pilpres 2019 & Sejarah Pemilu Serentak Pertama di Indonesia, diakses
melalui: https://tirto.id/pilpres-2019-sejarah-pemilu-serentak-pertama-di-indonesia-
dmTm pada 1 Januari 2022.

Jimly Assiddiqie, 2010, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Pasca Reformasi, Jakarta:
Sinar Grafika.

Jimly Asshiddiqie, 2012, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Jakarta: Sinar
Grafika.

Josep A. Shumpeter, 1994, Capitalisme, Socialisme and Democracy, Routledge, New York,.

Jon W. Creswell, 2009, Research Design: Pendekatan Kualitatif , Kuantitatif, dan Mixed,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kacung Marijan, 2010, Sistem Politik Indonesi: Konsolidasi Demokrasi Pascra-Orde Baru,
Jakarta: Kencana PredananMedia Group.

Martin Nettescheim, Developing A Theory of Democracy for The Eurpoian Union, Berkeley
Journal of International Law, Vol.23 No.23, 2005.

Michael L. Mezzey, 2008, Representative Democracy: Legislator and Their Constituents,


Rowman & Littlefield Publisher, Plymouth.

18
Miriam Budiarjo, 2015, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia.

Moch Harun Syah, Ketua KPU: Pilkada Serentak Sejarah Sekaligus Tantangan, diakses
melalui: https://www.liputan6.com/news/read/2244960/ketua-kpu-pilkada-serentak-
sejarah-sekaligus-tantangan pada 1 Januari 2022.

Moh Mahfud MD, 2010, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipat.

Pangi Syarwi Chaniago, Evaluasi Pilkada Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2015, Politik
Indonesia: Indonesian Political Science Review, Vol.1 No.2, Juli 2016.

Pijar Anugerah, Mempersiapkan Pilkada di 'titik panas' virus corona Surabaya, diakses
melalui: https://www.bbc.com/indonesia/majalah-55225195 pada 1 Januari 2022.

Prayudi, et al., 2017, Dinamika Politik Pilkada Serentak, Jakarta: Pusat Penelitian Badan
Penerbitan DPR RI.

Ramlan Surbakti, 1992, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Grasindo.

Sugiyono, 2014, Metode Penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D, Bandung: Alfabeta.

Sultoni Fikri, Upaya Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Desa,
Maleo Law Journal, Vol.5 No.1, April 2021.

Suparman Marzuki, Peran Komisi Pemilihan Umum dan Pengawas Pemilu Untuk Pemilu
yang Demokratis, Jurnal Hukum, Vol.15 No.3, Juli 2008.

Syamsuddin Haris, 2019, Dinamika Poltik Pilkada Serentak, Jakarta: Sekretariat Jenderal
DPR Republik Indonesia.

Yusdianto, Identifikasi Potensi Pelanggaran Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) dan


Mekanisme Penyelesaiiannya, Jurnal Konstitusi, Vol.2 No.2, November 2010.

19

Anda mungkin juga menyukai